Rekap
Kajian Online Hamba Allah Ummi G-3
Hari/Tgl
: jumat 1 September 2017
Materi
: Pernikahan
Narasumber
: Ustadz Undang Suherlan
Waktu
kajian : jam 20.00 - selesai
Editor
: Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Adalah
salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan masyarakat agama islam.
Pernikahan
bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah tangga dan
melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk
meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi
diantara manusia.
Berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut dengan berasal dari kata an-nikh
dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di
atas, menaiki, dan bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal
dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti merangkum, menyatukan
dan mengumpulkan serta sikap yang ramah.
Adapun
pernikahan yang berasal dari kata aljam’u yang berarti menghimpun
atau mengumpulkan. Makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama
fikih memiliki pendapatnya sendiri.
Ulama
Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan
menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan
termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau
kenikmatan.
Ulama
Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan
lafal حُ حاكَكنِن , atau كَ ز كَ وا حُ ج , yang memiliki arti pernikahan
menyebabkan pasangan mendapatkan kesenangan.
Ulama
Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang
dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar.
Ulama
Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal انِ نْ ن كَ كا حُ ح atau كَ نْ نِ و نْ حُ ج yang artinya pernikahan membuat laki-laki
dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain.
Saleh
Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki
dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain dan
untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih.
Muhammad
Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa
nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita
menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban
diantara keduanya.
Adapun
tujuan pernikahan dalam Islam antara lain
1. Untuk Memenuhi Tuntutan
Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah
dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat
kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran,
kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah
menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq
yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran
utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan
dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan
pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ،
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara
kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih
menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.”
3. Untuk Menegakkan Rumah
Tangga Yang Islami
Dalam
Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika
suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
الطَّلَاقُ
مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ
لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا
أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ
اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ
اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali.
(Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang
(harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum
Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]
Jadi,
tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan
syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan
muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah
memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus
kafa-ah dan shalihah.
·
Kafa-ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh
buruk materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit orang tua,
pada zaman sekarang ini, yang selalu menitikberatkan pada kriteria banyaknya
harta, keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja dalam memilih
calon jodoh putera-puterinya.
Masalah
kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur berdasarkan materi dan harta saja.
Sementara pertimbangan agama tidak mendapat perhatian yang serius. Agama Islam
sangat memperhatikan kafa-ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
hal pernikahan. Dengan adanya kesamaan antara kedua suami isteri itu, maka
usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami -insya Allah- akan
terwujud.
Namun
kafa-ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlak
seseorang, bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah
‘Azza wa Jalla memandang derajat seseorang sama, baik itu orang Arab maupun non
Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan derajat dari keduanya melainkan
derajat taqwanya.
Allah
‘Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” [Al-Hujuraat : 13]
Bagi
mereka yang sekufu’, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk menikah satu
sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih
berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materialis dan mempertahankan adat
istiadat untuk meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur-an dan Sunnah Nabi
yang shahih, sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍِ: لِمَالِهَا
وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ
تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Seorang
wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya
(ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung.”
·
Memilih Calon Isteri Yang Shalihah
Seorang
laki-laki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula
wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur-an, wanita yang
shalihah adalah:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا
حَفِظَ اللَّهُ
“…Maka
perempuan-perempuan yang shalihah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)…”
[An-Nisaa’ : 34]
Lafazh
قَانِتَاتٌ
dijelaskan oleh Qatadah, artinya wanita yang taat kepada Allah dan taat kepada
suaminya.
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: اَلدُّنْيَا
مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ.
“Dunia
adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
Menurut
Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih, dan penjelasan para ulama bahwa di antara
ciri-ciri wanita shalihah :
- Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
- Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga harta suaminya,
- Menjaga shalat yang lima waktu,
- Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
- Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.
- Berakhlak mulia
- Selalu menjaga lisannya
- Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan
- Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya
- Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan
- Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
Sebagai
tambahan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih
wanita yang subur (banyak keturunannya) dan penyayang agar dapat melahirkan
generasi penerus ummat.
4.
Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah
‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini,
rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di
samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri
pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ
إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ.
“…
Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan isterinya adalah sedekah!”
(Mendengar sabda Rasulullah, para Shahabat keheranan) lalu bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap
isterinya akan mendapat pahala?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain
isterinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan isterinya
(di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala.”
5.
Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan
pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa
Jalla:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ
الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ
يَكْفُرُونَ
“Dan
Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari
yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?” [An-Nahl : 72]
Yang
terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak
yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
“…Dan
carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (yaitu anak).” [Al-Baqarah : 187]
Abu
Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhum, juga Imam-Imam
lain dari kalangan Tabi’in menafsirkan ayat di atas dengan anak. Maksudnya,
bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk memperoleh anak dengan cara
berhubungan suami isteri dari apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Setiap
orang selalu berdo’a agar diberikan keturunan yang shalih. Maka, jika ia telah
dikarunai anak, sudah seharusnya jika ia mendidiknya dengan benar.
Tentunya
keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam
yang benar. Oleh karena itu, suami maupun isteri bertanggung jawab untuk
mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar, sesuai
dengan agama Islam.
Demikian
Paparan kali ini. Yang benar datang nya dari اللّه. Mohon maaf jika ada salah salah kata
dalam penulisan , itu murni kesalahan ana yang masih fakir dalam ilmu Agama
من اراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن ارادالاخرة فعليه
بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم
Barang
siapa yang menginginkan dunia maka hal itu dapat dicapai dengan ilmu, barang
siapa yg menginginkan akhirat hal itu bsa didapat dengan ilmu, maka yang
mnginginkan keduanya dapat didapat dengan ilmu.
العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر
Ilmu
itu apabila.tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah
جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...
والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته
==============
TANYA
JAWAB
T
: Ustad jika suami tidak
taat beragama apakah istri akan ikut bertanggung jawab di akhirat kelak?
bagaimana jika suami banyak melakukan penyimpangan dalam ajaran agama yang
berkaitan dengan akidah dan suami selalu mengikuti apa yang disampaikan oleh
orang tuanya dan menerapkan dalam rumah tangga walaupun itu tidak sesuai
tuntunan agama?
J
: Suami adalah pemimpin
bagi perempuan. Sebagai istri akan terlepas dari tanggung jawab itu tapi
sebagai sesama muslim kita berkewajiban menasihatinya tentunya dengan cara-cara
yang ahsan. Perbanyak doa agar suami diberikan kelembutan hati untuk menerima
apa-apa yang di sarankan di nasehatkan kepadanya dalam beragama. Berikan
nasihat dari hati dan di sampaikan dengan hati juga InsyaAllah akan
sampai ke hati. Wallahu a'lam
T
: Afwan menyela ya pak
ustadz yang atas tadi, doa tidak singkat?
J
: Tentunya semua orang
akan sepakat bahwa yang terbaik adalah tidak menyingkat lafal-lafal doa, akan
tetapi menuliskannya dengan sempurna. Sholawat kepada Nabi hendaknya ditulis
lengkap "Shallallahu 'alaihi wa sallam", demikian juga memberi salam
hendaknya ditulis dengan lengkap "Assalaamu'alaikum warahmatullaaahi wa
barokaatuhu". Akan tetapi yang menimbulkan pernyataan, kita banyak
mendapati kaum muslimin yang menyingkat-nyingkat doa-doa tersebut, tentunya
sama sekali bukan dalam rangka meremehkan doa-doa tersebut, namun kemungkinan
terbesar adalah demi menyingkat waktu dalam penulisan.
Toh
kenyataannya kita dapati –dalam hal ucapan- tidak ada seorang muslim pun yang
menyingkat doa. Setiap muslim tatkala memberi salam kepada saudaranya dengan
ucapan maka ia pun mengucapkannya dengan sempurna, demikian juga tatkala
bersholawat kepada Nabi mengucapkan doa sholawat tersebut dengan sempurna.
Jika
demikian perkaranya hanyalah permasalahan "menyingkat" dalam tulisan,
bukan dalam ucapan. Apakah hukumnya haram?, ataukah boleh??!
Syaikh
Al-Albani rahimahullah pernah ditanya tentang permasalahan ini :
Pertanyaan
:
ما حكم كتابة الحرف ( ص ) بعد لفظة النبي صلى الله عليه
وسلم في الكتاب.؟
Apa
hukum penulisan huruf (ص) setelah penulisan lafal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di
buku?
Jawab
:
لا مانع من ذلك، بخلاف ما يفعله بعضهم قديما (صلعم)
إختصار أوسع،أكثر حرفا من (ص) لأن ذلك أُوهم أنها كلمة،وبعض العامة والجهلة لا
يفقهها،وأما (ص) فأصبحت رمزا للصلاة على النبي صلي الله عليه وسلم، لذلك أنا ما
أرى مانعا من إستعمال هذه اللفظة لأنها لا يُسئ فهمها
"Tidak
mengapa, berbeda dengan apa yang dilakukan oleh sebagian orang dahulu dengan
menulis singkatan "صلعم" (yaitu ringkasan dari صـلـى الله
عليه وسلم -pen), yaitu bentuk
ringkasan yang lebih luas dan lebih banyak hurufnya daripada (ص), karena tulisan (صلعم)
mengesankan adalah sebuah kata (shol'am), dan sebagian orang awam serta
orang-orang bodoh tidak memahaminya (kalau itu hanya singkatan-pen). Adapun
singkatan (ص)
maka menjadi simbol bagi sholawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Karenanya aku memandang tidak mengapa menggunakan lafal ini (ص sebagai ringkasan
shalawat-pen) karena tidak disalah fahami"
Sangat
jelas dari perkataan Syaikh Al-Albani bahwasanya jika simbol (yang merupakan
singkatan) tidak menimbulkan kesalah fahaman bagi orang awam maka tidak mengapa
untuk digunakan. Karena tujuan dari simbol tersebut bukanlah untuk dibaca, tapi
yang dibaca adalah sholawatnya secara lengkap. Simbol tersebut hanyalah sebagai
pemberitahuan untuk bersholawat.
Hanya
masuk pada kategori خِلاَفُ الأَوْلَى "Menyelisihi yang lebih utama",
dan tidak sampai pada kategori makruh.
Tafadhol
setiap orang boleh punya argumen masing masing bunda. Karena sefaham ana doa
dan shalawat itu di lisankan di bacakan bukan di tuliskan. Wallahu a'lam
Alhamdulillah..
🔚🔚🔚🔚🔚🔚🔚🔚🔚🔚
Selanjutnya,
marilah kita tutup kajian kita dengan bacaan istighfar 3x
Doa
robithoh dan kafaratul majelis
Astaghfirullahal'
adzim 3x
Do'a
Rabithah
Allahumma
innaka ta'lamu anna hadzihil qulub,
qadijtama-at
'alaa mahabbatik,
wal
taqat 'alaa tha'atik,
wa
tawahhadat 'alaa da'watik,
wa
ta ahadat ala nashrati syari'atik.
Fa
watsiqillahumma rabithataha,
wa
adim wuddaha,wahdiha subuulaha,wamla'ha binuurikal ladzi laa yakhbu,
wasy-syrah
shuduroha bi faidil imaanibik,
wa
jami' lit-tawakkuli 'alaik,
wa
ahyiha bi ma'rifatik,
wa
amitha 'alaa syahaadati fii sabiilik...
Innaka
ni'mal maula wa ni'man nashiir.
Artinya
:
Ya
Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini,
telah
berkumpul karena cinta-Mu,
dan
berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
dan
bersatu dalam dakwah-Mu,
dan
berpadu dalam membela syariat-Mu.
Maka
ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
dan
kekalkanlah cintanya,
dan
tunjukkanlah jalannya,
dan
penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup,
dan
lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu,
dan
indahnya takwa kepada-Mu,
dan
hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu,dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya
Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Aamiin...
DOA PENUTUP MAJELIS
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Subhanaka
Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu
ilaik.Artinya:“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Aamiin ya Rabb.
======================
Website:
www.hambaAllah.net
FanPage
: Kajian On line-Hamba Allah
FB
: Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment