Bismillahirrahmanirrahim, salam
bunda, Perkenalkan, nama saya Lara Fridani, ibu dari 4 anak, sedang studi
di Melbourne, background pendidikan psikologi. Senang bisa silaturrahim
dan berdiskusi dengan para bunda .
Oleh: Lara Fridani
Seorang ibu lansia merasa
gelisah mendengar penuturan anak laki -laki semata wayangnya yang dulu menjadi
kebanggaannya. Sejak kecil segala upaya dikerahkan dan biaya dikeluarkan untuk
mendidik anaknya agar menjadi cerdas, kritis, teguh pendirian dan memiliki
berbagai ketrampilan. Tak heran, jika kini anaknya tumbuh menjadi pria
dewasa yang sangat percaya diri, terpandang, dan punya karir yang
membanggakan. Yang disesalkan sang ibu adalah ‘kelebihan’ yang dimiliki anaknya
itu ternyata tidak seiring dengan meningkatnya keimanannya sebagai
seorang muslim. Di usia menjelang 60 tahun barulah sang ibu tersadar untuk
segera mendekatkan diri pada agama. Namun ternyata tidak mudah baginya
untuk bisa berbagi ‘spirit’ ini bersama anaknya. Nasehat agama yang
diberikan berkali- kali oleh sang ibu agar anaknya menunaikan kewajiban sholat,
berhaji dan sebagainya, direspon hanya dengan logikanya saja.
“Begini ya ma, coba mama
lihat…. berapa banyak orang yang rajin sembahyang dan rajin mengaji, tapi
kelakuannya tidak berubah kan? Mereka cuma rajin ke mesjid untuk
kepentingan diri sendiri, tapi mana manfaatnya untuk orang lain?”
“Begini ya ma , mama pernah
dengar sendiri kan cerita teman mama saat naik haji, ternyata banyak orang di sana
yang egois, berebutan dan sikut menyikut saat beribadah. Belum lagi
aturannya yang tak masuk di akal ma. Itu lho ma, yang katanya saat ihram,
kita tak boleh pakai pakaian berjahit- lah, gak boleh pakai wewangian-
lah. Ini alasannya apa, kita kan tak bisa terima perintah begitu saja ma.”
“Pokoknya begini ya ma,
yang penting kan hati kita ini baik. Hidup kita gak macam-
macamlah, kita kan juga kasih sedekah sama orang miskin. ” demikian
petuah sang anak panjang lebar.
Sang ibu terdiam,
tak punya ketrampilan untuk bisa menepis pernyataan anaknya, beliau hanya
mengungkapkan ketidaksetujuan di dalam hati, sebagai bentuk selemah-lemahnya
iman. Beliau pun tak punya ide, darimana harus menjelaskan pada anaknya
agar mau berlapang dada menerima perintah agama. Beliau hanya bisa berdoa agar
anaknya tidak termasuk golongan orang-orang yang hatinya berpenyakit.
Ketika kecerdasan dan
ketrampilan hidup yang distimulasi orang tua sejak awal pada anaknya tidak
didasarkan pada syariat dan terlepas dari konsep akhlak sebagai muslim, maka
tidak mengherankan jika seorang anak ‘tidak hidup’ hatinya, kecuali jika ada
hidayah dari Allah SWT. Batasan kecerdasan versi barat dan Islam memang
berbeda. Pandangan Islam tentang kecerdasan, lebih mengutamakan sudut pandang ruhiyah
di samping lahiriyah.
Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW :
“Orang yang cerdas adalah
mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan beramal untuk masa sesudah mati,
sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan
kepada Allah.” (HR. Ahmad).
Kecerdasan dalam pandangan
islam bukanlah sekedar kemampuan berpikir rasional dengan logika, namun
merupakan keterpaduan antara pikiran dan dzikirnya, suatu bentuk kerjasama
antara otak dan hati. Ajaran Islam lebih cenderung menggarap hati agar menjadi
baik. Aturan sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya adalah sarana untuk
melembutkan kualitas hati ini. Dengan demikian kecerdasan dalam pandangan Islam
selalu melibatkan kerendahatian dan pikiran positif terhadap aturan dari
sang Pencipta.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menjadikan
pikiran-pikirannya menjadi satu pikiran yaitu pikiran akhirat, Allah cukupkan
masalah dunianya. Dan barang siapa yang pikirannya bercabang-cabang di urusan
dunia, Allah tidak perduli di lembah dunia mana dia akan binasa.” (HR
Ibnu Majah dan al-Hakim)
Memang sulit bagi seseorang
untuk menerima apalagi menjalankan sebuah perintah agama yang kadang tidak
masuk dalam logika, jika dia terbiasa dan terlatih dengan nilai-nilai
yang mengedepankan akal saja, kecuali jika Allah SWT berkehendak memberi
hidayah padanya.
Guru saya pernah
menjelaskan bahwa akal/logika jika digunakan secara tepat, maka bisa meluruskan
pikiran seseorang untuk mencapai kebenaran. Peran pendidik termasuk orang
tua dalam hal ini sangat besar dalam menjelaskan dan memberi contoh
keterbatasan akal dan panca indera manusia dalam memahami sesuatu, baik
ditinjau dari segi pengetahuan sains maupun dari sudut pandang agama.
Penanaman nilai-nilai keimanan juga harus dilatih sejak dini sehingga
anak memiliki kesadaran atas keterbatasan dirinya sebagai hamba Allah,
sehingga memudahkannya untuk mendahulukan kepatuhan dan keikhlasan
dalam menjalankan perintahNya. Kecerdasan yang tunduk pada
keimanan semacam inilah yang bisa membawa ketenangan dan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Iman bukanlah sekedar dari
sikap menerima dan setuju, tetapi lebih kepada cinta yang kuat yang terhubung
erat dengan kepatuhan. Ketika iman didahulukan, tak akan ada bantahan dan
alasan untuk menghindar dari perintah Allah SWT. Iman yang stabil
akan melembutkan hati, sedangkan iman yang labil akan mendorong logika dan hawa
nafsu. Wallahualam.
“Kemudian setelah itu hatimu
menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara
batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2 : 74)
TANYA JAWAB
1.
Terima kasih ustadzah , trus gimana cara bicara
ke anak supaya dia tertarik dan cinta untuk mmbaca Al-Qur'an mohon bimbingan ustadzah.جزك الله خيرا كشيرا
Jawab :Bunda,
Sebagai orang tua kita perlu konsisten memberi contoh bahwa kita rajin membaca
Qur’an, kita libatkan anak dan biasakan mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Tentunya ini proses yang mau memerlukan kesabaran dan ikhtiar kita sebagai
Orang tua. Usahakan cara kita agar bijak salami mengajak anak kita untuk
baca Qur’an , bukan dipaksa, bukan dimarahi atau ditakut takuti. Kita perlu
tegas, tapi bukan galak ya bunda,
Sekarang sudah banyak cara atau metode yang menyenangkan dan menarik bagi anak untuk belajar Qur’an. Kita pakai cara yang bervariasi sesekali agar anak tak mudah bosan.
Sekarang sudah banyak cara atau metode yang menyenangkan dan menarik bagi anak untuk belajar Qur’an. Kita pakai cara yang bervariasi sesekali agar anak tak mudah bosan.
2.
Bagaimana cara mengajarkan ke anak untuk
mengerjakan sholat tanpa harus kita menyuruh atau memaksanya?
Jawab :
Bunda , pada dasarnya prinsipnya sama dengan pertanyaan sebelumnya, bahwa kita
harus mulai dari diri sendiri dalam memberi contoh yang baik pada anak. Selain
itu tentu saja kita libatkan anak dan initiative to membiasakan mereka untuk
sholat. Jika anak kita laki-laki, semoga suami membiasakannya untuk mengajak
sholat jamaah ke mesjid. Inshaa Allah contoh tauladan akan efektif bagi anak
dibandingkan tanya memberi perintah atau petuah. Wallahualam
3.
Mau tanya ustadzah...
Anak saya dulu waktu umur 4 tahun dia semangat sekali belajar baca Al-Qur’an
Tapi sekarang sudah umur 7 malah tidak mau belajar, gimana ya caranya biar semangat lagi...
Anak saya dulu waktu umur 4 tahun dia semangat sekali belajar baca Al-Qur’an
Tapi sekarang sudah umur 7 malah tidak mau belajar, gimana ya caranya biar semangat lagi...
Jawab
:Ada banyak alasan anak tidak mau Lagi belajar Al-Qur’an, diantaranya karena
jenuh ( berarti kita perlu introspeksi caranya); karena kurang didukung
lingkungan atau karna faktor lain yang lebih menarik untuk dilakukan seperti
game dll. Kita perlu telusuri sebabnya yg terjadi pada anak kita sehingga bisa
ikhtiar untuk perbaikan. Wallahualam
4.
Iya...itu benar Ust. Gimana ya caranya. Sebab
anak saya akhir-alhir ini sering mengeluh capek, jadinya telat kholas 1 juz.
Mungkin tepatnya bosan ya...tapi gak berani ngomongnya.
Jawab:Jika
memang karna bosan, bujuk anak dan komunikasikan bagaimana menurut dia
agar bisa semangat lagi baca Qur’an. Mungkin kita bisa kompromikan caranya
dengan anak. Wallahualam
PENUTUP:
Doa Kafaratul Majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله
إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُه
Senin, 6 April 2015
Ustadzah Lara Fridani (Beyond Logic and Rationality)
Grup M5 Ummi
Notulen : Arsyafa
Grup M5 Ummi
Notulen : Arsyafa
Editor : Riski Ika Wati
KAJIAN ONLINE HAMBA اَللّهُ SWT
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

.jpg)


0 komentar:
Post a Comment