Kajian Online WA Hamba الله
SWT
Selasa, 1 Oktober 2015
Narasumber : Ustadz
Cipto
Rekapan Grup Nanda M116 (Sari)
Tema : Kajian Hadits
Editor
: Rini Ismayanti
MELAKSANAKAN PERINTAH
SESUAI KEMAMPUAN
عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم
Dari Abu Hurairah,
'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah
bersabda : "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu
jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut
kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena
banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)"
[Bukhari no. 7288,
Muslim no. 1337]
Hadits ini terdapat
dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah berkhutbah
dihadapan kami, sabda beliau : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada
kamu haji, karena itu berhajilah, lalu seseorang bertanya : Wahai Rasulullah…
apakah setiap tahun ?, Rasulullah diam, sampai orang itu bertanya tiga kali,
lalu Rasulullah bersabda : Kalau aku katakana “ya” niscaya menjadi wajib dan kamu
tidak akan sanggup melakukannya, kemudian beliau bersabda lagi :Biarkanlah aku
dengan apa yang aku diamkan, karena kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah
karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Maka jika aku
perintahkan melakukan sesuatu, kerjakanlah menurut kemampuan kamu, tetapi jika
aku melarang kamu melakukan sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang
bertanya kepada Rasulullah adalah Aqra’ bin Habits, demikianlah menurut suatu
riwayat.
Para ahli ushul fiqh
mempersoalkan perintah dalam agama, apakah perintah itu harus dilakukan
berulang-ulang ataukah tidak. Sebagian besar ahli fiqh dan ahli ilmu kalam
menyatakan tidak wajib berulang-ulang. Akan tetapi yang lain tidak menyatakan
setuju atau menolak, tetapi menunggu penjelasan selanjutnya. Hadits ini
dijadikan dalil bagi mereka yang bersikap menanti (netral), karena sahabat
tersebut bertanya “Apakah setiap tahun?” sekiranya perintah itu dengan
sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang atau tidak, tentu Rasulullah
tidak menjawab dengan kata-kata “Kalau aku katakan “ya”, niscaya menjadi wajib
dan kamu tidak akan sanggup melakukannya” Bahkan tidak ada gunanya hal tersebut
ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu mengandung pengertian tidak
perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim sepakat bahwa menurut agama,
bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup.
Kalimat, “Biarkanlah
aku dengan apa yang aku diamkan” secara formal menunjukkan bahwa setiap
perintah agama tidaklah wajib dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga
menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah sampai
datang keterangan agama. Hal ini merupakan prinsip yang benar dalam pandangan
sebagian besar ahli fiqh.
Kalimat, “Kalau aku
katakan “ya” tentu menjadi wajib” menjadi alasan bagi pemahaman para salafush
sholih bahwa Rasulullah mempunyai wewenang berijtihad dalam masalah hukum dan
tidak diisyaratkan keputusan hukum itu harus dengan wahyu.
Kalimat, “apa saja
yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu”
merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip
penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini adalah masalah-masalah hukum
yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya adalah sholat, contohnya pada
ibadah sholat, bila seseorang tidak mampu melaksanakan sebagian dari rukun atau
sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang dia mampu. Begitu
pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya,
bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya, juga
dalam memberantas kemungkaran, jika tidak dapat memberantas semuanya, maka
hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah lain yang tidak terbatas
banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer didalam kitab-kitab fiqh.
Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 64:16, “Maka
bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali
‘Imraan 3:102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan
taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang berpendapat telah terhapus oleh ayat
diatas. Sebagian ulama berkata : Yang benar ayat tersebut tidak terhapus bahkan
menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang
sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah,
dan Allah memerintahkan melakukan sesuatu menurut kemampuan, karena Allah
berfirman, QS. Al-Baqarah 2:286, “Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya”
dan firman Allah dalam QS. Al-Hajj 22:78, “Allah tidak membebankan kesulitan
kepada kamu dalam menjalankan agama”
Kalimat, “apasaja yang
aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi” maka hal ini menunjukkan
adanya sifat mutlak, kecuali apabila seseorang mengalami rintangan /udzur
dibolehkan melanggarnya, seperti dibolehkan makan bangkai dalam keadaan
darurat, dalam keadaan seperti ini perbuatan semacam itu menjadi tidak
dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak darurat hal tersebut harus dijauhi
karena ada larangan. Seseorang tidak dapat dikatakan menjauhi larangan jika
hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang waktu tertentu saja, berbeda
dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali saja dilaksanakan sudah
terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum,
apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh ditunda, atau cukup
sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung berbagai macam pembahasan
fiqh.
Kalimat, “Sesungguhnya
kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi
nabi-nabi mereka” disebutkan setelah kalimat, “biarkanlah aku dengan apa yang
aku diamkan kepada kamu” maksudnya ialah kamu jangan banyak bertanya sehingga
menimbulkan jawaban yang bermacam-macam, menyerupai peristiwa yang terjadi pada
bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang
seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya,
niscaya mereka dikatakan telah menaatinya.
Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya.
REKAP TANYA-JAWAB
Q : Bagaimana sikap
muslim yang seperti ini, bila memang dia
tidak tau, atau kemampuan berpikirnya tidak sama dengan kebanyakan orang, lemot
istilahnya.. kemudian dia terus bertanya, apakah ini tidak dibenarkan juga,
ustadz? Lalu bertanya yang seperti apa yang diperbolehkan dalam Islam?
A : Berbeda halnya karena
ketidak tahuan malah harus bertanya....salah satu yang sudah tahu tapi terus bertanya dikisahkan
Allah tentang bani israil dalam Quran Surat Al-Baqarah...ini contoh yang tahu tapi terus bertanya....adapun buat yang tidak tahu malah harus bertanya sebagai
bahan tuk melaksanakan aktivitas atau ibadah....(hati hati potensi bidah itu karena
ketidak tahuan yang dibiarkan)
Q : Ustad saya mu
tanya terkait hadist diatas yang tanda kehancuran umat adalah yang banyak
bertanya, yang dimaksud banyak bertanya ini sepeerti apa, apa terkait
mebandingkan atau menyepelkan atau ada ciri-ciri spesifiknya...sebab saya
sering banyak bertanya dan orang anggap saya ajak debat dll, tapi demi Allah
saya bertanya karena tidak tau dan ingin tau..dan di kepala sering
bertanya dengan pernyataan kata "kenapa" jika saya ingin tau
sesuatu...afwan ya pak ustad dengan pertanyaanya..
A : Seringnya bertanya
tentang hal yang sudah
diketahui...sebagaimana kisah bani israil dalam qs al baqoroh...memang akhirnya
seperti muncul jidal atau debat...inilah yang menyebabkan kehancuran...perselisihan
dsb...pun ada hadist mengatakan tanda selamatnya seseorang adalah dengan
terjaga lisannya. Pertanyaan yang
dimaksud untuk menguatkan keyakinan perlu tapi klo pertanyaan tuk melarikan
diri dari perintah ini yang dilakukan
oleh bani israil...
Q : Oh jadi lebih
kepada mencari celah kesalahan seperti itukah ustad ?
A : Yah kurang lebih diantaranya itu...bukan
pertanyaan yang memang membangun
keyakinan agar semakin kokoh beramal tapi seringnya pertanyaan untuk
menjatuhkan dan menghindar dari pelaksanaan perintah.
Q : Assalamu'alaikum.
Ustadz, saya mau tanya. Klo ada orang yang bertanya kepada kita, tapi pertanyaannya
itu seperti menguji pengetahuan kita. Bagaimana caranya untuk mnghadapi orang seperti
itu? Jazakallah ustadz
A : Waalaykumsalam jawab
saja sebagaimana kita ketahui....tapi tinggalkan jika kemudian terjadi debat
kusir....wallahu'alam....
Q : Assalamualaikum
ustadz mau tanya kalo seandainya kita banyak bertanya akan suatu hal dan
biasanya pertanyaan nya sama dn terkadang ada sedikit debat tapi dengan tujuan
untuk memperjelas apa yang ingin
ditanyakan biar tidak terjadi kesalah pahaman itu termasuk atau tidak dalam
banyak bertanya sesuai hadits diatas tidak ustadz ? Afwan karena saya
sering salah persepsi dalam mengambil kesimpulan akan ilmu jadi saya selalu
menyanyakan sampai detail ustadz.
A : Perjelas persepsi dengan bertanya langsung
baik asal bukan untuk debat kusir.. ahsan lagi klo itu d forum baiknya lakukan
pertanyaan diluar forum agar lebih jelas...kasian forumnya klo pertanyaannya
diulang....jadi tanyakan dalam sesi khusus
Q : Ustadz mau nanya
di luar tema.. Saya suka ngasih makan kucing liar, tapi mama saya suka marah
kalau saya ngasih makan kucing (alasannya karena pengeluaran keluarga lagi
banyak, jadi jangan boros, makai segala ngasih makan kucing). Jadi itu hukumnya
gimana? saya dosa gak?
A : Boleh aja sebenarnya....tapi
yang jadi catatan adalah makanannya apakah punya mama atau punya nanda nah ini
yang perlu diperhatikan....lalu apakah mengandung unsur kemanfaatan atau
kemubadziran...ini juga perlu diperhatikan...
Al afwu minkum
Alhamdulillah, kajian
kita hari ini berjalan dengan lancar. Moga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita
tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment