Assalamualaikum...
Kita mulai posting materi bulughulmaram yah
18-. وَعَنْ ابْنِ عَبّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ. أخرجهُ مسلم.وَعِنْدَ الأَرْبَعَةِ أَيُّمَا إهَابٍ دُبِغَ.
TERJEMAH HADITS
18. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu , ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Apabila kulit bangkai itu telah disamak, maka sesungguhnya kulit itu telah suci.” (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan bagi Abu Dawud, At Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah dengan lafazh: “Kulit bangkai apa pun yang telah disamak, (maka sesungguhnya kulit itu telah suci)”.
TAKHRIJUL HADITS
Hadits Ibnu Abbas ini dikeluarkan imam Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-haidh bab (طَهَارَةُ جُلُوْدِ الْمَيْتَةِ بِالدِّبَاغِ) no. 366 dengan lafazh ini dari jalan periwayatan Zaid bin Aslam dari Abdurrahman bin Wa’lah dari ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. Juga hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4123, at-Tirmidzi 1728, an-Nasaa’i 7/173 dan Ibnu Majaah 3609 dari ibnu Abaas dengan sanad yang sama dengan lafazh
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ > Semua kulit bangkai yang di samak maka telah suci.
Imam at-tirmidzi berkata: Hadits Hasan Shahih.
Dengan demikian jelaslah bahwa al-Haafizh melakukan kesalahan dalam ungkapan beliau: (وعند الأربعة) karena Abu Dawud meriwayatkannya sama dengan lafazh imam Muslim. Wallahu a’lam.
Kecuali lafazh Abu Dawud, (yaitu) sama dengan lafazh Muslim. Jadi hadits di atas dengan dua lafazh-nya telah dikeluarkan oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari jalan yang sama, yaitu dari beberapa jalan dari Zaid bin Aslam, dari Abdurrahman bin Wa’lah, dari Ibnu Abbas.
***
19-. وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دِبَاغُ جُلُوْدِ الْمَيْتَةِ طُهُوْرٌهَا. صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّان.
TERJEMAH HADITS
19-Dari Salamah bin Al Muhabbiq Radhiyallahu anhu , ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Menyamak kulit bangkai itu berarti menyucikannya.” (Dan telah dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
BIOGRAFI PERAWI
Salamah bin al-Muhabbiq al-Hudzali Abu Sinaan, seorang sahabat yang meriwayatkan dua belas hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Diantara yang meriwayatkan darinya adalah putra beliau Sinaan, Jun bin Qatadah, al-Hasan al-Bashri.
TAKHRIJUL HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud. No. 4125; Nasa’i,7/173-174; Ahmad, 3/476 dan 5/6; Ibnu Hibban, no. 124 –Mawarid-) dan Al Baihaqi, juz 1 hlm. 21, semuanya dari jalan Qatadah, dari Hasan, dari Jaun bin Qatadah, dari Salamah bin Muhabbiq (ia berkata):
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ أَتَى عَلَى بَيْتٍ فَإِذَا قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَسَالَ الْمَاءُ، فَقَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّهَا مَيْتَةٌ! فَقَالَ: دِبَاغُهَا طُهُوْرُهَا.
Bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk pernah mendatangi sebuah rumah, maka (di halaman rumah tersebut) ada tergantung sebuah tempat air yang terbuat dari kulit (binatang), lalu beliau meminta air (yang ada di tempat air itu). Maka mereka berkata (menjelaskan),”Ya Rasulullah, sesungguhnya tempat air itu terbuat dari kulit bangkai.” Maka beliau bersabda,”Menyamaknya adalah menyucikannya.”
Ini adalah lafazh Abu Dawud. Sedangkan lafazh Nasa’i sebagai berikut:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ : أَنَّ نَبِيَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ دَعَا بِمَاءٍ مِنْ عِنْدِ امْرَأَةٍ. قَالَتْ: مَا عِنْدِيْ إِلاَّ فِيْ قِرْبَةٍ لِيْ مَيْتَةٍ قَالَ: أَلَيْسَ قَدْ دَبَغْتِهَا؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: فَإِنَّ دِبَاغُهَا ذَكَاتُهَا
Dari Salamah bin Muhabbiq (ia berkata), bahwa Nabi Allah shalallahu ‘alaihi wa salam di dalam perang Tabuk pernah meminta air kepada seorang wanita. Wanita itu berkata,”Aku tidak memiliki (air), kecuali (air) yang ada di tempat air yang terbuat dari kulit bangkai.” Beliau bertanya,”Bukankah engkau telah menyamaknya?” Wanita itu menjawab,”Ya.” Beliau bersabda,”Maka sesungguhnya menyamaknya adalah sama dengan menyembelihnya, (yakni menghalalkannya untuk dipakai sebagai tempat air dan lain-lain).”
Hadits ini juga dikeluarkan ibnu Hibbaan 4522 dari riwayat Juun bin Qatadah dari Salamah dengan lafazh:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ أَتَى عَلَى بَيْتٍ في فنائه قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فاستسقى، فقيل له: إِنَّهَا مَيْتَةٌ! فَقَالَ: ذَكَاةُ الأَدِيْمِ دِبَاغُهُ
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam di dalam perang Tabuk pernah mendatangi sebuah rumah, maka di halaman rumah tersebut ada tergantung sebuah tempat air yang terbuat dari kulit (binatang), lalu beliau meminta air (yang ada di tempat air itu). Maka mereka berkata (menjelaskan),”Sesungguhnya tempat air itu terbuat dari kulit bangkai. Lalu beliau bersabda: Penyembelihan bangkai itu adalah penyamakannya.
Jaun bin Qatadah ini dimasukkan ibnu Hibbaan dalam at-Tsiqah dan sisa perawinya adalah perawi syeikhain kecuali sahabat Salamah. Inilah lafazh yang ada pada Ibnu Hibban dari jalan Salamah bin Muhabbiq. Sedangkan lafazh yang dibawakan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar di atas dikeluarkan oleh Ibnu Hibban, no. 123, akan tetapi dari jalan Aisyah, bukan dari jalan Salamah bin Muhabbiq. Sedangkan sanad hadits Salamah bin Muhabbiq dha’if, karena Jaun bin Qatadah seorang rawi yang tidak dikenal sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. (Tahdzibut Tahdzib 2/122-123; Mizanul I’tidal 1/427). Karena tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Hasan Bashri dari Qurrah bin Khalid.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam al-Musnad dengan sanad ini dan lafazhnya:
«دباغها طهورها أو ذكاتها»
Lafazh ini mirip dengan yang disampaikan ibnu Hajar dalam Bulughulmaram
Riwayat A’isyah dikeluarkan oleh Abu dawud 4125, an-Nasaa’i 7/173-174. Lafazh hadits yang dibawakan ibnu Hibaan adalah lafazh hadits ‘Aisyah yang dikeluarkan ibnu Hibaan no. 1290 dan Ahmad serta an-Nasaa’i 7/174.
Al-Haafizh disini menukilkan tash-hih (penilaian shahih) dari Ibnu Hibbaan. Akan tetapi hadits di atas shahih lighairihi- karena Jaun bin Qatadah seorang Majhul yang tidak memberikan rekomendasi kecuali ibnu Hibban. (at-Tsiqaat 4/119) Imam adz-Zhahabi menukilkan pernyataan Ahmad bin Hambal tentang jaun ini . beliau berkata: tidak dikenal.( al-Mizaan 1/427). Sedangkan al-Mizzi menukilkan pernyataan Ali bin al-Madini: Beliau seorang yang terkenal dan berkata di bagian yang lainnya: Orang-orang yang diambil riwayatnya oleh al-Hasan termasuk majhul (yang tidak dikenal), ..lalu menyebutkan diantara mereka: Jaun bin Qatadah. (tahdzib al-Kamaal 5/165) Al-Haafizh dalam at-Taqrieb : Tidak benar beliau termasuk sahabat dan dia termasuk perawi yang dikenal dan diterima bila ada penguatnya (Maqbul). Namun hadits ini memiliki sejumlah syawahid-nya, diantaranya dari Ibnu Abbas, Maimunah, Aisyah, dan lain-lain.
***
20-. وَعَنْ مَيْمُوْنَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا، قَالَتْ: مَرَّ النَّبيُّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ يَجُرُّوْنَهَا، فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إهَابَهَا؟ فَقَالُوْا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ. أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدُ وَالنَّسَائِيُّ.
TERJEMAH HADITS
20. Dari Maimunah , ia berkata, Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pernah melewati seekor kambing yang mereka seret, maka beliau pun bersabda,”Seandainya kalian ambil kulitnya?” Mereka berkata,”Ini adalah bangkai.” Beliau bersabda,”Air dan daun salam itu adalah bahan untuk menyucikannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i)
TAKHRIJUL HADITS
Hadits ini diriwayat Abu Dawud, no. 4126; Nasa’i, (7/174-175 no 4248); Ahmad 6/334 dan Baihaqi 1/19 dari jalan Katsir bin Farqad, dari Abdullah bin Malik bin Hudzaafah, dari ibunya (yaitu) Aliyah binti Suba’i, beliau berkata :
كان لي غنم بأُحد، فوقع فيها الموت، فدخلتُ على ميمونة زوج النبي صلّى الله عليه وسلّم فذكرت ذلك لها، فقالت لي ميمونة: لو أخذتِ جلودها فانتفعتِ بها، فقلت: أو يَحِلُّ ذلك؟ قالت: نعم، أَنَّهُ مَرَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِجَالٌ مِنْ قُرَيْشٍ يَجُرُّونَ شَاةً لَهُمْ مِثْلَ الْحِصَانِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا قَالُوا إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ
Aku memiliki seorang kambing di Uhud lalu mati. Setelah itu aku menemui Maimunah istri Nabi shalallahu’alaihi wa sallam dan menyampaikan hal itu kepadanya. Lalu maimunah menjawab: Seandaikan kamu mengambil kulitnya sehingga kamu dapat memanfaatkannya. Lalu aku berkata: Apakah itu boleh? Beliau menjawab : Ia, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati satu kaum dari Quraisy sedang menyeret-nyeret seekor kambing milik mereka seperti kuda. Maka beliau pun bersabda kepada mereka,”Seandainya kalian ambil kulitnya?” Mereka berkata,”Ini adalah bangkai.” Beliau bersabda,”Air dan daun salam itu adalah bahan untuk menyucikannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i)
Sanad hadits ini dha’if, karena Abdullah bin Malik bin Hudzaafah seorang rawi yang majhul. Tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Katsir bin Farqad. Akan tetapi, hadits ini shahih dishahihkan al-Albani Rahimahullah dalam Shahih Abu Dawud 2/777.
Hadits ini memiliki beberapa syawahidnya diantaranya:
1. Dari jalan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, berliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِشَاةٍ مَيِّتَةٍ فَقَالَ هَلَّا اسْتَمْتَعْتُمْ بِإِهَابِهَا قَالُوا إِنَّهَا مَيِّتَةٌ قَالَ إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam melewati seekor bangkai kambing, lalu berkata: Seandainya kalian manfaatkan kulitnya. Mereka berkata: Itu adalah bangkai. Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab: Yang haram hanyalah memakannya. (HR al-Bukhari no. 5531 dan Muslim no 363).
2. Ada juga dari Ibnu Abbas dalam riwayat lain yang semakna dengannya dikeluarkan oleh Daruquthni, no. 95, 96 kitab Thaharah, Bab Ad Dibagh.
3. Hadits Maimunah sendiri dengan beberapa jalannya yang diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain.
4. Hadits-hadits sebelumnya.
kesimpulan : Hadits ini shahih karena banyaknya penguat.
Syarah Kosa Kata
(إِذَا دُبِغَ) : Proses menghilangkan busuk dan sifat basah dari kulit dengan dzat-dzat tertentu. Dikenal dalam bahasa kita dengan menyamak. Menyamak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memasak atau memproses kulit binatang agar menjadi berwarna, tahan lama dan halus.
(الإِهَابُ) : bentuk jama’nya adalah : (أُهُب) yaitu kulit sebelum disamak. Apabila telah disamak dinamakan Syannan atau Qirbah sebagaimana dijelaskan imam Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud 4/67). Sedangkan al-Azhuri menyatakan: Semua kulit menurut bangsa Arab adalah Ihaab (الإِهَابُ). (az-Zaahir hlm 99) . pendapat kedua ini dikuatkan dengan riwayat hadits Umar dalam shahih al-Bukhari. Ada lafazh :
(فإذا أُهُبٌ معلقة..) (lihat fathul Baari 10/301)
(فَقَدْ طَهُرَ) : dibaca dalam dua bacaan : dengan didhommahkan huruf Ha’nya atau di fathahkan. Imam an-Nawawi merojihkan yang difathahkan. (al-majmu’ Syarah al-Muhadzdzab 1/79) maknanya bersih dari kotoran dan najis.
(طُهُوْرٌهَا) dengan dibaca dua bacaan: dengan dhommah huruf Tha’ nya atau difathahkan. Bila didhommahkan maknanya adalah mensucikannya dan dengan difathahkan bermakna alat pensucinya.
(لَوْ أَخَذْتُمْ إهَابَهَا) : kata (لَوْ) bisa bermakna berharap, bisa bermakna pemaparan atau kata syarat dengan dihapus jawabnya sehingga maknanya: Seandainya kalian mengambil kulitnya maka itu bagus. Demikian dijelaskan imam as-Sindi dalam hasyiyah beliau atas sunan an-Nasa’i 7/175).
(يُطَهِّرُهَا) : nampaknya kata gantinya kembali kepada bangkai. Kalau tidak demikian mestinya (يُطَهِّرُه). Para ulama memberikan alasan bahwa ini termasuk ada penghapusan Mudhaf asalnya adalah (يُطَهِّرُجِلْدَ الْمَيْتَةِ) atau yang dimaksud adalah jenisnya sehingga asalnya adalah (يُطَهِّرُالأُهُبَ).
(الْقَرَظُ) : daun salam atau bijinya yang sudah terkenal yang dikeluarkan dari kulit pembungkusnya. Namun nash ini tidak menunjukkan pembatasan namun sekedar contoh saja atau yang terkenal dizaman tersebut. Dalam zaman kita sekarang ini menyamak kulit yang ada di pabrik-pabrik menggunakan bahan-bahan kimia. Hal ini tidak mengapa dan boleh; karena maksudnya adalah menghilangkan sisa yang menempel dan mengeringkan kulit dari sifat basah, sehingga menggunakan apa saja asal maksudnya tersebut tercapai tidak mengapa.
Pengertian Umum Hadits-Hadits diatas
Dari hadits-hadits diatas dapat dirinci makna umum setiap hadits sebagai berikut:
Hadits Ibnu Abbas berisi penjelasan Rasulullah bahwa semua kulit yang disamak maka menjadi suci. Keumuman ini mencakup seluruh hewan baik yang suci ketika hidupnya seperti onta, sapi dan kambing ataupun yang tidak suci seperti anjing dan babi. Sedangkan hadits Salamah dan Maimunah berisi penjelasan bahwa menyamak dapat mensucikan kulit bangkai yang menjadi halal dengan disembelih, yaitu semua hewan yang halal dimakan dagingnya. Beliau menanalogikan ad-Dabgh (penyamakan) dengan sembelihan. Sembelihan hanya berpengaruh pada hewan yang halal dimakan dagingnya. Demikian juga menyamak hanya bermanfaat dan bisa mensucikan pada kulit bangkai hewan yang halal dimakan dagingnya. Dari sinilah terjadi perbedaan pendapat para ulama tentang masalah ini.
FIQIH HADITS
1. Najisnya bangkai berdasarkan ketegasan sabda Nabi di atas, bahwa menyamak kulit bangkai, berarti menyucikannya. Mafhumnya, kalau tidak disamak, maka kulit bangkai itu tetap dalam keadaan najis.
2. Kulit bangkai apabila telah disamak menjadi suci.
3. Cara menyamak kulit binatang :Terlebih dahulu hendaklah disiat (disisit) kulit binatang dari anggota badan binatang (setelah disembelih). Dicukur semua bulu-bulu dan dibersihkan segala urat-urat dan lendir-lendir daging dan lemak yang melekat pada kulit. Kemudian direndam kulit itu dengan air yang bercampur dengan benda-benda yang menjadi alat penyamak seperti asid dan bahan kimia sehingga tertanggal segala lemak-lemak daging dan lendir yang melekat di kulit tadi. Kemudian diangkat dan dibasuh dengan air yang bersih dan dijemur.
4. Perkataan “Seekor kambing milik Maimunah telah mati”, kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Mengapakah kamu tidak memanfaatkan kulitnya, dst. ” itu, dimaksudkan bahwa menyamak untuk mensucikan kulit sama dengan penyembelihan untuk halalnya kambing, dan itu adalah termasuk tasybih baligh. Tasybih baligh dalam ilmu bayan adalah susunan yang isinya menyerupakan sesuatu dengan lain, tetapi alat dan wajah syibbhi-nya tidak disebut.
5. Bolehnya menggunakan kulit bangkai yang sudah di samak pada barang-barang kering seperti gandum dan yang cair seperti air, susu, madu dan lain-lainnya, berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:
«يطهره الماء والقرظ» Air dan salam yang mensucikannya.
Apabila telah suci hukumnya maka hukumnya sama dengan benda-benda suci lainnya. Hal ini ternyata telah digunakan pada zaman Nabi sebagaimana dalam hadits Salamah bin al-Muhabbiq dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tidak mengingkarinya.
6. Menyamak menjadi pensuci kulit bangkai termasuk rahmat Allah kepada hambaNya agar orang yang membutuhkannya memanfaatkannya.
Doa penutup majelis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ ٭
Artinya:
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamualaikum wr.wb
--------------------------------------------------
Hari / Tanggal : Jum'at, 13 November 2015
Narasumber : Ustadz Kholid Syamhudi Al Bantani Lc
Tema :Hadist
Notulen : Ana Trienta
Narasumber : Ustadz Kholid Syamhudi Al Bantani Lc
Tema :Hadist
Notulen : Ana Trienta
Kajian Online Telegram Hamba اَﻟﻠﱣﻪ Ta'ala
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment