Kajian Online WA Hamba الله
SWT
Rabu, 9 Desember 2015
Narasumber : Ustadz
Tri Satya
Rekapan Grup Bunda M6
Tema : Syakhsiyah Islamiyah
Editor
: Rini Ismayanti
AR-RIDHO
Berpegangnya
kita pada kalimatullah, yaitu kalimat tauhid atau syahadat, diibaratkan sebagai
keridhoan kita dalam menjual jiwa kita kepada Allah, karena kita mencari
ridho-Nya.
Hal
ini sangat berbeda dengan mereka yang menyerukan kalimat kekafiran, sebagai
mana diangkat dalam rangkaian ayat-ayat ini, yang dimulai dari Al Baqarah ayat
204.
وَمِنَ
النَّاسِ
مَنْ
يُعْجِبُكَ
قَوْلُهُ
فِي
الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا
وَيُشْهِدُ
اللَّهَ
عَلَىٰ
مَا
فِي
قَلْبِهِ
وَهُوَ
أَلَدُّ
الْخِصَامِ
"Dan
di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal
ia adalah penantang yang paling keras." (ayat 204).
Mereka
adalah penentang yang paling keras terhadap seruan kalimatullah. Mereka seolah
telah menjual diri mereka, karena mengharapkan keridhoan pada apa yang ada di
dunia. Syahadat kita adalah kontrak kita kepada Allah. Sesuatu yang telah
dikontrakkan pada suatu pihak, maka tidak bisa lagi dijual/dikontrakkan pada
pihak yang lain. Maka konsekuensi dari syahadat kita adalah kita ridho pada
transaksi ini, pada kontrak yang telah dinyatakan dengan hati kita, terhadap
Allah azza wajalla.
Ridho,
sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi, bermakna "merasa cukup dan puas
dengannya, dan tidak menghendaki selain darinya" (Syarh Shahih Muslim)
Keridhoan
yang terkandung dalam syahadat kita, mencakup keridhoan atas 3
Hal,
yaitu :
1.
Ridho kepada Allah sebagai Rabb
Kita
ridho bahwa Allah adalah Tuhan yang satu, tidak ada selainNya. Maka kita merasa
cukup dan puas dengan menyembah padaNya, dan tidak menghendaki selain dariNya
(al Bayyinah 5). Ridho kepada Allah berarti meyakini Allah sebagai pengatur dan
pembimbing hidupnya yang senantiasa menyayanginya. Karena itu seluruh aktivitas
hidupnya diarahkan untuk mencari keridhoan-Nya.
2.
Ridho kepada Islam sebagai agama kita.
Kita
ridho, bahwa Islam telah disempurnakan untuk kita (al Maidah 3). Maka kita
merasa cukup dan puas dengannya, dan tidak menghendaki agama dan pemahaman
selainnya. Ridho kepada Islam berarti meyakini Islam sebagai aturan dalam
kehidupannya, yang bersumber dari Pencipta kehidupan itu sendiri. Meyakini
bahwa Islam sebagai aturan yang lengkap dan sempurna. Maka kita mengamalkannya
dari sisi akhlak, aqidah, ibadah, muamalah ekonomi, politik maupun sosialnya.
Semua kita jalankan dengan penuh kerelaan.
3.
Ridho kepada Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul-Nya
Kita
ridho bahwa Muhammad saw adalah utusanNya. Maka kita merasa cukup dan puas
dengan meneladaninya (al Ahzab 21), dan kita tidak menghendaki selain risalah
yang dibawanya. Ridho kepada Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul berarti
meyakini bahwa contoh dan teladan kehidupan itu ada pada beliau. Maka kita
rela, semua langkah dan tindakan kita disesuaikan dengan bimbingan darinya.
Ridho
adalah buah dari kecintaan seorang mukmin. Maka ridho adalah kerelaan yang
menggembirakan hati, bukan kerelaan yang dipaksakan. Oleh karena itu, ridho
yang sempurna kepada kepada Allah, Islam, dan Nabi Muhammad, akan mendatangkan
kelezatan iman.
Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
ذَاقَ
طَعْمَ
الإِيمَانِ
مَنْ
رَضِيَ
بِاللَّهِ
رَبًّا
وَبِالإِسْلامِ
دِينًا
وَبِمُحَمَّدٍ
رَسُوْلاً
Akan
merasakan kelezatan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya
serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya (HR. Muslim)
Maksud
dari kelezatan iman adalah ketika seorang muslim merasakan kenikmatan dalam
taat kepadaNya, mengamalkan Islam sebagai tuntunan hidupnya, dan meneladani
Nabinya. Maka ia pun benci dan resah
pada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka yang merasakan kelezatan
iman ini akan merasakan nikmat dalam sholat dan ibadahnya, dan sebaliknya resah
saat berlambat-lambat menjalankannya. Hatinya gembira dalam mencukupkan
muamalah yang halal baginya, dan sebaliknya gundah dalam godaan riba dan
muamalah haram lainnya. Jiwanya tenteram bersama akhlaq mulia dalam
bermasyarakat dan sebaliknya gusar ketika tanpa adab.
Inilah
ciri-ciri orang yang benar syahadatnya. Sebagaimana para sahabat
yang
digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَلَكِنَّ
اللَّهَ
حَبَّبَ
إِلَيْكُمُ
الْأِيمَانَ
وَزَيَّنَهُ
فِي
قُلُوبِكُمْ
وَكَرَّهَ
إِلَيْكُمُ
الْكُفْرَ
وَالْفُسُوقَ
وَالْعِصْيَانَ
أُولَئِكَ
هُمُ
الرَّاشِدُونَ
"Tetapi
Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada
kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus” (al-Hujurat 7).
“Allahumma
habbib ilaynal imaan wa zayyinhu fii quluubinaa, wa karrih ilaynal kufro wal
fusuuqo wal 'ishyaan, waj'alnaa minal roosyidiin”
Ya
Allah, jadikahlah kami cinta pada keimanan dan indahkahlah iman itu dalam hati
kami, dan jadikanlah kami benci pada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, dan
jadikanlah kami bagian dari orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.
Wallahul
musta'an
TANYA
JAWAB
Q
: Ust tanya, kita ridho Allah sebagai rabb kita. Tapi
terkadang terhadap keputusan Allah yang telah terjadi masih suka ada pertanyaan
kenapa begini, kenapa begitu... seakan-akan diri pribadi tidak puas terhadap
ketetapan Allah. Kalau lagi mengingat betapa besar karunia Allah, suka sadar
dengan sendirinya tapi kadang balik lagi dengan pertanyaan tsb. Ini kira-kira yang
salah di mana ya ust? Apakah diri pribadi bisa dikatakan belum ridho dengan
takdir Allah? Lalu bagaimana agar diri tidak terjebak dengan perasaan-perasaan
seperti
itu terus? Jazaakallaah ust.
A
:
Benar Bunda, ridho itu ikhlas menerima ketetapan Allah. Ketika
bunda menerima takdir, menerima ketentuan Allah, ridho kepada qodho dan qodar
Allah, kemudian ikhlas dan rela menerima
apapun yang diputuskan Allah kepada dirinya tanpa syarat, dan menganggapnya
sebagai sesuatu kebaikan atau cobaan. Bunda, terkadang kita mendapatkan kondisi
atau kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Lalu kebanyakan orang
mengeluh. Padahal, kita sudah membaca ayat Al Quran yang cukup populer ini.
“Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak
Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216)
Manusiawi
bunda, karena ini salah satu sifat manusia, mudah berkeluh kesah, namanya juga
sesuatu yang kita benci, pasti sulit. Namun akan lebih sulit jika kita tidak
bisa menerimanya. Saat kita tidak bisa
menerima kenyataan itu, hati kita sakit,
perasaan kita akan sulit, dan itu akan terjadi terus-menerus. Namun, jika
kita mau menerima kesulitan menerima
kenyataan tersebut dengan ikhlas dan shabar, maka kemudahan akan Anda dapatkan
setelahnya.
Maknai
ini bunda:
“Tidak sekalipun nafas yang
engkau hembuskan, kecuali di dalamnya ada
ketentuan Allah yang berlaku
atas dirimu”
Saat
kita mampu menghadapi kenyataan yang pahit dengan shabar dan ikhlas akan ada
banyak manfaat yang bisa Anda dapatkan:
1)
Pahala atas keshabaran keikhlasan
tersebut.
2)
Peningkatan kualitas diri karena kita, karena sudah terlatih menghadapi
yang
sulit.
3)
Kita akan lebih sabar, lebih tangguh,
dan lebih berani menghadapi kenyataan hidup.Dan kita akan memiliki peluang
mendapatkan yang lebih baik
dimasa
mendatang.
Kehendak
Allah kepada kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat
dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya. Semua kebaikan dan keburukan dari
apa yang menimpa kita, semua dari sisi Allah. Tak ada seorangpun yang dapat menghindari dari
rahmatNya dan kecelakaan yang
ditimpakanNya
kepada seseorang. Wallahu a'lam
Tipsnya
: sdh tersirat di materi, tapi insyaaAllah ada sedikit
tambahan, yaitu:
1)
Menjaga persangkaan yang baik (huznudzan) kita
kepada Allah swt.
terhadap
ujian permasalahan yang diberikan pada kita. Dengan perasaan positif tersebut
kita akan mampu bersabar dan bisa berfikir jernih untuk mencari jalan keluar
dari permasalahan yang kita hadapi.
2)
Meyakini, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, pada hakikatnya hanyalah
ujian. Sesungguhnya dengan adanya musibah, maka seorang hamba akan mendapatkan
pengampunan dari Allah SWT. Sabda Rasulullah saw: “Tak
seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih
berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan
buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang
menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketahuilah
dan yakinlah, bahwa sesungguhnya dalam setiap cobaan berat yang Allah SWT
berikan untuk kita, maka ada hikmah dan pahala yang besar yang menyertainya.
Seperti sabda Rasulullah SAW,
“Sesungguhnya pahala yang besar itu, bersama dengan cobaan yang besar pula. Dan
apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan musibah kepada
mereka. Barangsiapa yang ridha maka
Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka, maka murka pula yang
akan didapatkannya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalamas-Shahihah
[146]).
3)
Kita harus rela menerima segala ketentuan Allah
dan menyadari bahwa apapun yang terjadi, sudah ditetapkan Allah SWT
dalam Lauhul Mahfuzh. Kita wajib menerima segala ketentuan Allah dengan penuh
keikhlasan. Allah SWT berfirman : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di
bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)
4)
Yakin akan pahala yg besar ketika kita ridho atas ketetapan Allah. Perhatikan
sabda Rasulullah SAW berikut ini : “Sungguh
mengagumkan urusan
seorang mukmin. Sesungguhnya
semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh
seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka
hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia
bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Setiap
amalan akan diketahui pahalanya kecuali kesabaran, karena pahala kesabaran itu, tanpa batas. Sebagaimana firman
Allah SWT “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan
ganjaran/pahala mereka tanpa batas.” (Az
Zumar: 10)
Wallahu
a'lam.
Q
: Tanya tad..Tapi diluar pintu..eh..tema..hehe. Tentang hadist yang
mengatakan, bahwa akan datang suatu hari dimana hari itu diturunkan wabah
penyakit. Maka mandilah pada hari rabu di bulan syafar...Apakah hadist tersebut
sohih tad ? Mohon pencerahannya..
A
: Tidak ada satupun riwayat dari Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Rabu
akhir Shafar adalah hari nahas atau penuh bala. Pendapat di atas sama sekali
tidak ada dasaran dari hadits Nabi Muhammad yang mulia. Hanya saja disebutkan
dalam kitab Kanzun Najah wa as Suruur halaman 24, sebagian ulama Sholihin Ahl
Kasyf (ulama yang memiliki kemampuan melihat sesuatu yang samar) berkata:
“Setiap
tahun turun ke dunia 320.000 bala (bencana) dan semua itu diturunkan oleh Allah
pada hari Rabu akhir bulan Shafar, maka hari itu adalah hari yang paling
sulit.”
Dalam
kitab tersebut, pada halaman 26 dinyatakan, sebagian ulama Sholihin
berkata:
“sesungguhnya
Rabu akhir bulan Shafar adalah hari nahas yang terus menerus.”
Pendapat
ulama Sholihin di atas, sama sekali tidak memiliki dasar hadits yang dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya. Oleh karena itu, jangan pesimis dan merasa
ketakutan jika menghadapi Rabu wekasan. Sekali lagi harus diingat bahwa yang
menurunkan bala’ dan membuat kemanfaatan atau bahaya adalah Allah SWT dan atas
kehendakNya, bukan karena hari tertentu atau perputaran matahari.
Q
: Anjuran mandi sunatnya gmn tad ?
A
: Sampai saat ini tidak ada tuntunannya juga, itu hanya
pendapat ulama sholihin.
Alhamdulillah, kajian
kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita
tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment