Kajian Online WA Hamba الله SWT
Selasa, 8 Dzulhijjah 1436 / 22
September 2015
Narasumber : Ustadz
Cipto
Rekapan Grup Nanda M107(Sari)
Tema : Kajian Umum
Editor
: Rini Ismayanti
DALIL YANG
HALAL DAN YANG HARAM
عن أبي عبدالله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إن الحلال بين و الحرام بين , وبينهما مشتبهات قد لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه , ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام , كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه , ألا وأن لكل ملك حمى , ألا وإن حمى الله محارمه , إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله , وإذا فسدت فسد الجسد كله , ألا وهي القلب
Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma
berkata,"Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu
jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang
samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga
dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia
telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang
menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus
kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan
Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat
daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka
rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”. [Bukhari
no. 52, Muslim no. 1599]
Hadits ini merupakan salah satu pokok syari’at Islam. Abu Dawud
As Sijistani berkata, “Islam bersumber pada empat (4) hadits.” Dia sebutkan
diantaranya adalah hadits ini. Para ulama telah sepakat atas keagungan dan
banyaknya manfaat hadits ini.
Kalimat, “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu
jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar” maksudnya segala
sesuatu terbagi kepada tiga macam hokum. Sesuatu yang ditegaskan halalnya oleh
Allah, maka dia adalah halal, seperti firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5 : 5),”Aku
Halalkan bagi kamu hal-hal yang baik dan makanan (sembelihan) ahli kitab halal
bagi kamu” dan firman-Nya dalam (QS. An-Nisaa 4:24), “Dan dihalalkan bagi kamu
selain dari yang tersebut itu” dan lain-lainnya. Adapun yang Allah nyatakan
dengan tegas haramnya, maka dia menjadi haram, seperti firman Allah dalam (QS.
An-Nisaa’ 4:23), “Diharamkan bagi kamu (menikahi) ibu-ibu kamu, anak-anak
perempuan kamu …..” dan firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5:96), “Diharamkan bagi
kamu memburu hewan didarat selama kamu ihram”. Juga diharamkan perbuatan keji
yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Setiap perbuatan yang Allah
mengancamnya dengan hukuman tertentuatau siksaan atau ancaman keras, maka
perbuatan itu haram.
Adapun yang syubhat (samar) yaitu setiap hal yang dalilnya masih
dalam pembicaraan atau pertentangan, maka menjauhi perbuatan semacam itu
termasuk wara’. Para Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian syubhat yang
diisyaratkan oleh Rasulullah . Pada hadits tersebut, sebagian Ulama berpendapat
bahwa hal semacam itu haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah, “barangsiapa
menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama
dan kehormatannya”. Barangsiapa tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya,
berarti dia telah terjerumus kedalam perbuatan haram. Sebagian yang lain
berpendapat bahwa hal yang syubhat itu hukumnya halal dengan alas an sabda
Rasulullah, “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang” kalimat
ini menunjukkan bahwa syubhat itu halal, tetapi meninggalkan yang syubhat
adalah sifat yang wara’. Sebagian lain lagi berkata bahwa syubhat yang tersebut
pada hadits ini tidak dapat dikatakan halal atau haram, karena Rasulullah
menempatkannya diantara halal dan haram, oleh karena itu kita memilih diam
saja, dan hal itu termasuk sifat wara’ juga.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari
‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada
Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata : Wahai Rasulullah
anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia
(‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah
kemiripannya” sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata; “ Wahai Rasulullah, Ia adalah
saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan ditempat tidur ayahku oleh budak perempuan
milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat
kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda : “Anak laki-laki ini
untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami
perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan
wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini” sejak saat itu Saudah
tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.
Rasulullah telah menetapkan bahwa anak itu menjadi hak suami
dari perempuan yang melahirkannya, secara formal anak laki-laki itu menjadi
anak Zam’ah. ‘Abd bin Zam’ah adalah saudara laki-laki Saudah, istri Rasulullah
, karena Saudah putrid Zam’ah. Ketetapan semacam ini berdasarkan suatu dugaan
yang kuat bukan suatu kepastian. Kemudian Rasulullah menyuruh Saudah untuk
berhijab dari anak laki-laki itu karena adanya syubhat dalam masalah itu. Jadi
tindakan ini bersifat kehati-hatian. Hal itu termasuk perbuatan takut kepada
Allah SWT, sebab jika memang pasti dalam pandangan Rasulullah anak laki-laki
itu adalah anak Zam’ah, tentulah Rasulullah tidak menyuruh Saudah berhijab dari
saudara laki-lakinya yang lain, yaitu ‘Abd bin Zam’ah dan saudaranya yang lain.
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata : “Wahai Rasulullah, saya
melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati
ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu
makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah
hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi
fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang
menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut
Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan
Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS.
Al-An’am 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian
terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena
sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda
Rasulullah , “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada
sesuatu yang tidak meragukan kamu”
Sebagian Ulama berpendapat, syubhat itu ada tiga macam :
1. Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah masih haram hukumnya atau tidak. Misalnya makan daging hewan yang tidak pasti cara penyembelihannya, maka daging semacam ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai aturan Allah). Dasar dari sikap ini adalah hadits ‘Adi bin Hatim seperti tersebut diatas.
2. Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, à seperti seorang laki-laki yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang perempuan budak atau sudah dimerdekakan. Hal seperti ini hukumnya mubah hingga diketahui kepastian haramnya, dasarnya adalah hadits ‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci.
3. Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya pada kasus sebuah kurma yang jatuh yang beliau temukan dirumahnya, lalu Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat, tentulah saya telah memakannya”
Adapun orang yang mengambil sikap hati-hati yang berlebihan, seperti tidak menggunakan air bekas yang masih suci karena khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat disuatu tempat yang bersih karena khawatir ada bekas air kencing yang sudah kering, mencuci pakaian karena khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, sikap semacam ini tidak perlu diikuti, sebab kehati-hatian yang berlebihan tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, karena dalam masalah tersebut tidak ada masalah syubhat sedikitpun. Wallahu a’lam.
1. Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah masih haram hukumnya atau tidak. Misalnya makan daging hewan yang tidak pasti cara penyembelihannya, maka daging semacam ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai aturan Allah). Dasar dari sikap ini adalah hadits ‘Adi bin Hatim seperti tersebut diatas.
2. Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, à seperti seorang laki-laki yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang perempuan budak atau sudah dimerdekakan. Hal seperti ini hukumnya mubah hingga diketahui kepastian haramnya, dasarnya adalah hadits ‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci.
3. Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya pada kasus sebuah kurma yang jatuh yang beliau temukan dirumahnya, lalu Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat, tentulah saya telah memakannya”
Adapun orang yang mengambil sikap hati-hati yang berlebihan, seperti tidak menggunakan air bekas yang masih suci karena khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat disuatu tempat yang bersih karena khawatir ada bekas air kencing yang sudah kering, mencuci pakaian karena khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, sikap semacam ini tidak perlu diikuti, sebab kehati-hatian yang berlebihan tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, karena dalam masalah tersebut tidak ada masalah syubhat sedikitpun. Wallahu a’lam.
Kalimat, “kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” maksudnya
tidak mengetahui tentang halal dan haramnya, atau orang yang mengetahui hal
syubhat tersebut didalam dirinya masih tetap menghadapi keraguan antara dua hal
tersebut, jika ia mengetahui sebenarnya atau kepastiannya, maka keraguannya
menjadi hilang sehingga hukumnya pasti halal atau haram. Hal ini menunjukkan
bahwa masalah syubhat mempunyai hokum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at
sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.
Kailmat, “maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar
itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya menjaga
dari perkara yang syubhat.
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka
ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua
hal :
1. Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran”
2. Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at.
1. Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran”
2. Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at.
Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di
sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini
adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan
Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak
masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati
daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa
akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati
wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri
hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian
maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang
sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti
membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan
sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus
dalam perbuatan itu.
Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia
baik maka baiklah seluruh jasadnya” yang dimaksud adalah hati, betapa
pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb
(hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat
inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak
dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan,
karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya”
Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj 22:46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.
Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj 22:46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.
Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap
dengan jelas sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging
jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah
seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.
Kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan hati kita yang jelek menjadi baik, wahai Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.
Kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan hati kita yang jelek menjadi baik, wahai Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.
REKAP TANYA-JAWAB
Q : Saya ingin tanya begini, jika seorang laki-laki menyatakan
ingin menikahi perempuan, tetapi laki-laki itu mengingat masa lalu nya. Naaa
itu bagaimana ukh? Halal atau haram? Atau bagaimana ukh?
A : Ikhwan lebay.....biasa aja....selama tidak diungkit dan untuk
mengambil pelajaran dari masa lalu silahkan....noted khusus just MOVE on....
Q : Ustadz klo seseorang menikahi perempuan tapi dengan cara
pake dukun, itu halal gak nikahnya?
A : Nikah itu ada SKB ya....alias rukun nya. Klo selama rukun
terpenuhi mau dia dapet dari pelet atau dipaksa model siti nurbaya nikahnya
syah halal....nah urusan cara dapetnya bahasannya nanti tentang keberkahan dan
tujuan pernikahannya bisa sakinah mawaddah wa rohmah gak??? Bahasannya beda
ye....
Q : Ustadz kalau nabung di bank konvensional(bukan bank syariah)
halal/haram?
A : Semua proses deh....pelan-pelan mulai beralih ke bank
syariah....yang haram itu riba atau aktivitas ribawinya bukan banknya ya...so
saran ajah buat yang pengumpul dana tabungan kerjasamanya ama bank syariah
ajah...klo belum bisa pelan-pelan dan berproses...
Q : Di sekolah udah sistem Bank.. jadi anak-anak nabung nya ke
rekening sendiri di bank. Dan ana dapat tugas buat ngumpulin buku tabungannya.
Jadi takut..tapi bingung, ana pengajar baru. Duluan MOU sama bank tsb. Tapi
alhamdulillah kemarin ada workshop sosialisasi bank syariah. Ana pribadi udah
mindahin ke syariah. Takuuut
A : Gak apa pelan-pelan aja...
Q : Ustadz, klo BPJS itu gimana ustad? Ada yang bilang halal ada
bilang haram? Jadi ragu mau masuk
atau gak.
A : Bpjs klo pendapat pribadi saya siapkan dan ikut saja karena
kebijakan pemerintahnya begitu sambil berdoa terus semoga sistemnya terus
diperbaiki dan semakin islami....
Q : Ustadz, ciri-ciri riba yang terjadi di bank konvensional
dilihat dari mana? Yang selama ini saya rasakan, kebetulan saya juga nabung di
bank konvensional (tapi kadang was-was) justru untuk nasabah tidak terlihat
ribanya, malah nasabah yang sering kepotong tabungannya
A : Betul......pisahin aja yg hitungan bunga jgn
diambil....ambil pokoknya sj.....
Q : Boleh tidak jika
disumbangkan kepada fakir miskin?, atau hanya untuk sarana umum?
A : Uang riba ahsan tidak dipergunakan tuk konsumsi baik buat
pribadi maupun sebagai infaq atau sedekah....baiknya tuk infaq
pembangunan...ini antisipasi paling moderat tentang harta riba yang
bercampur.... Paling ekstreem smua haram....tapi kita berproses jadi mulai lah
dari yang paling bisa dilakukan...rasa takut adalah modal awal tuk berhati-hati....berikutnya
sambil "ngelmu" diperbaiki....yuuk menuju islam kaffah....inget
proses....
Alhamdulillah, kajian
kita hari ini berjalan dengan lancar. Moga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita
tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment