Bismillahirrahmanirrahiim...
Bertamu dan Menerima Tamu dalam Islam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.
Adab Bagi Tuan Rumah
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?'” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,
فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
Adab Bagi Tamu
1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
>Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
>Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
>Orang yang mengundang adalah muslim.
Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:
يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)
5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ
“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.
8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)
9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”” (HR. Bukhari)
11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ
“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud)
اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.
TANYA JAWAB
Pertanyaan M103
1. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ustadz.. jika ada yang bertamu, kebetulan kita sedang di kamar mandi. Kemudian tamu tersebut mengucapkan salam. Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh. Bagaimana kita seharusnya? Sementara drumah ga ada yang lain..
Jawab
Wa'alaikumussalam. Ketika dikamar mandi maka diam saja bu, jangan menjawab
salam. Diselesaikan mandinya dan dicek masih ada atau tidak tamunya.
Pertanyaan M104
1. Poin15. Maksudnnya jika bertamu atau menumpang nginap maksimal cuma
3 hari?
Jawab
Betul maksimal menginap sbg tmau adalah 3 hari
2. Bagaimana menyikapi undangan hajat/makan-makan dari non muslim?
Jawab
Menghadiri undangan non muslim.boleh dan boleh makan asalkan dijamin halal
3. Bagaimana cara kita memperlakukan tamu yang lawan jenis yang terpaksa harus
menginap drumah kita? Kemudian bagaimana hukumnya jika kita
membawakn oleh-oleh untuk tamu yang lawan jenis juga tanpa ada maksud apapun?
Jawab
Tamu lawan jenis malah dilarang menginap. Ketika menemui tamu bukan mahrom
maka harus ditemani saudara atau orang tua
Pertanyaan M108
1. kalau ada urusan mendesak tapi yang brsangkutan tidak dapat di hubungi,
bolehkah kita tetap bertamu?
Jawab
Sebaiknya dengan suami dibicarakan apakah boleh untuk hal mendesak bertamu.
Kalau suami membolehkan maka boleh kalau tidak boleh maka jangan dilakukan. Dalam
sebuah kisah walah seorang ibu sakit dan sampai meninggal tetap tidak menengok
karena belum ijin suami
2. Ayah saya bilang katanya kalau tamu itu di muliakan hanya selama 3x,
selebihnya katanya biasa-biasa aja. itu bagaimana ustadz? lalu apabila seorang
suami tidak memberi izin kepada istri untuk menghadiri undangan walimah anak
dari saudara kandung istri. bagaimna ustadz? suami malah mengatakan
ngapain kesana?
afwan ustadz
Jawab
Maksudmya mungkin 3 hari bukan 3 x. Dalam hadits penjelasannya tentang 3
hari. Sebaiknya suami diajak bicara yang baik.
Apa alasan larangannya. Kalo larangannya sesuai aturan islam maka ditaati
tapi kalau tidak maka boleh tidak ditaati
Pertanyaan M106
1. Aku pernah baca
jikalau seorang wanita (istri) menerima tamu di rumah harus atas ijin
suaminya. Ini termasuk adab menerima tamu juga kah? Semisal tamu
tersebut datang tanpa diundang.
Jawab
Betul bahwa istri
memasukan tamu ke rumah harus ijin suami, apalagi tamunya ada non mahram maka
wajib ijin suami
2. Bagaimana tata cara walimah yang dicontohkan rasulullah? (Dipisah tamu
ikhwan & akhwat serta pengantin pria & wanita juga dpisah?)
Jawab
Walimah pada masa rosul adalah dipisah antara ikhwan akhwat. Pengantin tidak
duduk berdampingan tapi terpisah
3. Jika mengadakan sebuah acara apakah baiknya mengundang seluruh keluarga,
kerabat & teman atau cukup yang terdekat saja?
Jawab
Tergantung kemampuan keuangan. Kalau dana besar maka undangan makin luas,
jangan lupa undang ornag miskin juga
Pertanyaan M110
1. Kadang kala malah seringnya yang mau bertamu datang tanpa bilang dulu
kadang datangnya mendekati waktu sholat kita sebagai tuan rumah musti gimana?
Mo kemesjid ga enak ama tamu takut kesan nya ga menghargai. Ujung-ujungnya
sholat setelah mereka balik, itu gimana usatadz?
Jawab
Sebagai muslim yang baik maka tamu kita ajak ke masjid khususnya bila tamu
dan tuan rumah adalah ikhwan. Kalau sesama akhwat maka diajak sholat
di rumah
2. Bagaimana cara menghadapi tamu jauh yang datang tiba-tiba tanpa
pemberitahuan sebelumnya sedang kita (tuan rumah) sedang sakit yang tidak
memungkinkan menjamu tamu, atau sedang dalam keadaan paceklik atau jika tamu nya menginap di rumah pun tidak memungkinkan karena rumahnya
terlalu kecil misalnya.. Gimana solusinya ya ustadz?
Jawab
Bila sedang sakit maka disampaikan sakit sehingga tamu akan paham. Segera
pulang tamu tersebut atau membantu
Pertanyaan M115
1. Assalamu alaikum.. Afwan mau tanya
apa hukumnya jika kita memakan / meminum pemberian dari orang yang sakit saat
kita sedang menjenguk? Seperti jika kita ada menjenguk orang sakit lalu beliau
memberikan kita makan dan minum. Apa yang harus kita lakukan? Sedangkan ada
hadits yang mengatakan bahwa menerima makan / minum dari orang sakit itu
mengurangi pahala si penjenguk. Disisi lain, ada hadits yang mengatakan bahwa tidak
boleh menolak pemberian orang.
Jawab
Hukumnya boleh bu karena yang sakit juga ingin mendapatkan pahala dan semoga
bisa menjadi salah satu sebab sembuhnya
2. Ana mau tanya, gimana kalo ada yang mengundang di acara tahlilan orang
meninggal 7 14 & 40 hari,? Dan tanya lagi, boleh gak membedakan undangn untuk
teman" yang seperti A dan teman" seperti B, beda dalam hal sifatnya..
Jawab
Acara seperti itu sebaiknya dihindari untuk datang, kalaupun datang maka
niatkan untuk dakwah pelan-pelan agar masyarakat paham. Boleh membedakan undangan berdasarkan keislaman. Misal undangan orang
sholeh tentu lebih diutamakan atau undangan teman dekat lebih utama bila
waktunya bersamaan
Pertanyaan M116
1. Mau tanya, bagaimana cara memberikan isyarat kepada tamu agar cepat
pulang karena mereka sudah terlalu lama dan tuan rumah sudah ingin istrhat,
bagaimana cara menyampaikan maksud tanpa menyinggung
Jawab
Disampaikam saja bahwa ingin istirahat mbak. Ditawarkan ke tamu mau ikut
istirahat atau pulang
Pertanyaan M117
1. Saya pernah mendengar ada hadist katanya Rasulullah sedang berpuasa
sunat, lalu di jamu oleh tuan rumah, dan beliau membatalkan puasanya. Benarkah
ada ?
Jawab
Dimakruhkan
membatalkan puasa sunah tanpa udzur, berdasarkan firman Allah, yang artinya,
“janganlah kalian membatalkan amal kalian.” Membatalkan puasa sunah berarti
menyelisihi pendapat ulama yang menyatakan wajibnya menyelesaikan puasa sunah.
Namun jika ada udzur, seperti menemani tamu untuk makan, karena dia merasa
keberatan jika tuan rumah tidak mau menemaninya makan, maka tidak dimakruhkan
membatalkan puasa sunah. Bahkan diajurkan, mengingat hadis, ‘Sesungguhnya kamu
memiliki kewajiban terhadap tamumu.’ Serta hadis, ‘Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, dia harus memuliakan tamunya.’Akan tetapi jika tamu tidak
merasa keberatan ketika tuan rumah tidak ikut makan, maka sebaiknya dia tidak
membatalkan puasanya, sebagaimana dinyatakan dalam kitab al-Majmu’. (Mughni
al-Muhtaj, 1/448).
2. Kita memang harus
menghormati jamuan yang disajikan oleh pemilik rumah. Tapi jika kita
merasa bahwa makanan/kue tersebut ada kandungan yang tidak boleh kita makan,
bagaimana kita bersikap juga bagaimana cara kita yang paling baik untuk
memberitahukan #karena yang empunya rumah/hajatan menggunakan catering
Jawab
Bila ada kandungan haramnya maka kita wajib menolak
dengan mengatakan bahwa dalam islam makanan harus halal. Kita wajib menghindari
dosa
Pertanyaan M118
1. Bilamana, kita sebagai tuan rumah didatangi tamu yang kurang berkenan di
hati? Bagaimana seharusnya sikap kita sebagai tuan rumah ?
Jawab
Tamu harus dijamu dengan baik kalau sudah dipersilakan masuk, dan bila
kurang berkenan karena masalah tidak sesuai dengan syariah islam misal suka
ghosib, fitnah, mengajak maksiat yang lain maka dinasehati dengan baik sebagai
bagian dari dakwah
2. Saya mau tanya.. Kalau ada teman perempuan yang mau nginap dirumah kita,
terus dia agamanya non.. Apa saya harus tetap menutup aurat saya atau tidak
ustad? Sama yang non Muslim itu kita tetep nutup aurat ga?
Jawab
Kalau wanita non muslim maka wajib menutup aurat dengan sempurna tapi bila
dengan muslimah maka boleh membuka aurat dengan melepas jilbab. Urat lain tetap
tertutup
Doa penutup majelis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ ٭
Artinya:
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamualaikum wr.wb
--------------------------------------------------
Hari / Tanggal : Senin, 14 Desember 2015
Narasumber : Ustadz Herman Budianto
Tema : Kajian Islam
Notulen : Ana Trienta
Narasumber : Ustadz Herman Budianto
Tema : Kajian Islam
Notulen : Ana Trienta
Kajian Online Whatsapp Hamba اَﻟﻠﱣﻪ Ta'ala
Link Nanda
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment