Kajian Online WA Hamba الله SWT
Kamis, 18 Februari 2016
Narasumber : Ustadzah Ning
Rekapan Grup Nanda M115 (Layla)
Tema : Syakhsiyah Islamiyah
Editor : Rini Ismayanti
MENGESAKAN ALLAH DAN MEMURNIKAN IBADAH KEPADANYA
Usaha mengesakan Allah dalam Islam berangkat
dari rububiyatullah yaitu pengakuan kita bahwa Allah adalah Rabb, Tuhan yang
telah menciptakan, yang memberi rizky, dan yang memiliki.
a. Allah sebagai Pencipta
Dialah Dzat yang telah ada sejak zaman azali, tidak bermula dan tidak berakhir, yang menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya. Hingga hari ini tidak ada manusia yang dapat membuktikan bahwa ada pencipta lain selain Allah.
Dialah Dzat yang telah ada sejak zaman azali, tidak bermula dan tidak berakhir, yang menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya. Hingga hari ini tidak ada manusia yang dapat membuktikan bahwa ada pencipta lain selain Allah.
b. Allah sebagai pemberi rizky
Setelah menciptakan makhluk-Nya, Allah tidak membiarkan mereka mati kelaparan. Allah menghidupkan dan memberinya penghidupan dengan menyiapkan rizky berupa oksigen, makanan, minuman, panas matahari, serta berbagai kebutuhan hidup lain yang sangat banyak dan beraneka ragam. Kalaupun ada rizky yang didapatkan dari tangan manusia atau sesama makhluk, ini juga tidak terlepas dari kehendak Allah yang mengirimkan rizky iut melalui makhluk-Nya. “Sekiranya kalian menghitung nikmat Allah tentu kalian tidak akan bisa menghitungnya.”
c. Allah adalah Pemilik
Allah-lah yang telah menciptkan dan menyediakan bahkan memenuhi segala kebutuhan makhluk-makhluk lainnnya, jadi Allah pulalah Pemilik alam semesta yang sesungguhnya. Semua yang ktia miliki adalah milik Allah. Diri pribadi kita adalah bukan milik kita, diri kita adalah milik Allah. Karena itu semua yang ada di alam ini adalah kekuasaan Allah.
Allah-lah yang telah menciptkan dan menyediakan bahkan memenuhi segala kebutuhan makhluk-makhluk lainnnya, jadi Allah pulalah Pemilik alam semesta yang sesungguhnya. Semua yang ktia miliki adalah milik Allah. Diri pribadi kita adalah bukan milik kita, diri kita adalah milik Allah. Karena itu semua yang ada di alam ini adalah kekuasaan Allah.
d. Allah sebagai penguasa
Sebagai penguasa yang mutlak dengan kekuasan penuh, Allah bukan Tuhan yang lalim dan sewenang-wenang. Ia adalah:
1. Pelindung yang sangat cinta dan sayang kepada makhluk-Nya
2. Hakim yang mengadili, memvonis, dan memutuskan dengan keputusan mutlak
3. Pemimpin yang memberi perintah dan larangan yang tidak boleh dilanggar.
Oleh karena itu, selanjutnya Dia lah swt. tujuan yang harus menjadi orientasi hidup setiap insan. Hanya Dia lah Tuhan yang sepantasnya disembah dengan segenap penghambaan.
Sebagai penguasa yang mutlak dengan kekuasan penuh, Allah bukan Tuhan yang lalim dan sewenang-wenang. Ia adalah:
1. Pelindung yang sangat cinta dan sayang kepada makhluk-Nya
2. Hakim yang mengadili, memvonis, dan memutuskan dengan keputusan mutlak
3. Pemimpin yang memberi perintah dan larangan yang tidak boleh dilanggar.
Oleh karena itu, selanjutnya Dia lah swt. tujuan yang harus menjadi orientasi hidup setiap insan. Hanya Dia lah Tuhan yang sepantasnya disembah dengan segenap penghambaan.
Mengesakan Allah dengan konsepsi seperti itu
disebut juga ikhlash yang berarti pemurniaan. Tauhidul ibadah adalah ikhlasul
ibadah [memurnikan ibadah] hanya untuk Allah saja. pengesaan Allah dan ihklasul
ibadah hanya akan tercapai dan benar apabila memenuhi konsekuensi kalimat
tauhid “laa ilaaHa illallaaH” yang menolak segala bentuk ilah dan hanya
mengakui Allah sebagai satu-satunya ilah, tiada sekutu bagi-Nya.
Tauhidullah dan ikhlasul ibadah baru akan tercapai apabila dilakukan dengan dua sayapnya yaitu:
a. Menolak Thaghut
Kata thaghut diambil dari thagha yang berarti melampaui batas. Menurut Ibnu Taimiyah :
Thaghut adalah segala sesuatu yang disikapi sebagaimana sikapnya kepada Allah, baik berupa jin, manusia, maupun makhluk lainnya. Demikian itu karena sesungguhnya yang berhak mendapatkan peribadatan hanyalah Allah. Ketika ada dzat lain yang mendapat perlakukan sebagaimana Tuhan atas permintaannya atau diperlakukan oleh pihak lain padahal ia tidak pantas mendapat perlakuan demikian, maka itulah perlakuan yang melampaui batas hingga ia disebut sebagai thaghut.
Untuk menjamin kemurnian ibadah tauhid dan ibadah, penolakan terhadap thaghut harus dilakukan secara prefentif-antisipatif sehingga setiap muslim diperintahkan untuk menjauhi thaghut agar tidak terlihat dalam kemusyrikan, betapa pun kecil dan samar. Di antara karakteristik orang yang bertakwa adalah menjauhi thaghut.
“Orang-orang yang menjauhi thaghut agar tidak menyembahnya.” (az-Zumar: 17)
Rasulullah saw. mengatakan bahwa kemusyrikan itu lebih tersembunyi dibanding bekas tapak kaki seekor semut hitam di atas batu karang hitam di kegelapan malam. (HR Ahmad)
b. Iman Kepada Allah
Di atas penolakan terhadap thaghut itu, manusia harus membangun imannya kepada Allah. Demikian itu karena apabila ia hanya menolak tuhan-tuhan tapi tidak percaya kepada Tuhan yang satu, pada saat itu dia disebut sebagi atheis. Bahkan dia sebenarnya telah mempertuhankan sesuatu yang lain selain Tuhan yang sebenarnya. Saat itu ia telah mempertuhankan dirinya sendiri, berarti ia telah thagha [melampaui batas] dan inilah yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an,
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, ia memandang dirinya serba cukup.” (al-‘Alaq: 6-7)
Imannya yang hanya diberikan kepada Allah itu harus diwujudkan dalam bentuk ibadah [penghambaan] dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Misi pembebasan manusia dari penghambaan atas sesama [makhluk] kepada penghambaan kepada Pencipta makhluk inilah yang dibawa oleh para nabi dan rasul.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang rasul [agar mereka menyerukan], ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.’” (an-Nahl: 36)
Dengan dua sayap tauhid inilah, pemurnian ibadah hanya kepada Allah dapat dicapai, dengannya pula seseorang disebut telah berpegang pada tali yang kokoh.
“Barangsiapa kufur kepada Thaghut dan beriman kepada Allah berarti ia telah berpegang kepada tali yang kokoh.” (al-Baqarah: 256)
Wallahu'alam bish showab
Tauhidullah dan ikhlasul ibadah baru akan tercapai apabila dilakukan dengan dua sayapnya yaitu:
a. Menolak Thaghut
Kata thaghut diambil dari thagha yang berarti melampaui batas. Menurut Ibnu Taimiyah :
Thaghut adalah segala sesuatu yang disikapi sebagaimana sikapnya kepada Allah, baik berupa jin, manusia, maupun makhluk lainnya. Demikian itu karena sesungguhnya yang berhak mendapatkan peribadatan hanyalah Allah. Ketika ada dzat lain yang mendapat perlakukan sebagaimana Tuhan atas permintaannya atau diperlakukan oleh pihak lain padahal ia tidak pantas mendapat perlakuan demikian, maka itulah perlakuan yang melampaui batas hingga ia disebut sebagai thaghut.
Untuk menjamin kemurnian ibadah tauhid dan ibadah, penolakan terhadap thaghut harus dilakukan secara prefentif-antisipatif sehingga setiap muslim diperintahkan untuk menjauhi thaghut agar tidak terlihat dalam kemusyrikan, betapa pun kecil dan samar. Di antara karakteristik orang yang bertakwa adalah menjauhi thaghut.
“Orang-orang yang menjauhi thaghut agar tidak menyembahnya.” (az-Zumar: 17)
Rasulullah saw. mengatakan bahwa kemusyrikan itu lebih tersembunyi dibanding bekas tapak kaki seekor semut hitam di atas batu karang hitam di kegelapan malam. (HR Ahmad)
b. Iman Kepada Allah
Di atas penolakan terhadap thaghut itu, manusia harus membangun imannya kepada Allah. Demikian itu karena apabila ia hanya menolak tuhan-tuhan tapi tidak percaya kepada Tuhan yang satu, pada saat itu dia disebut sebagi atheis. Bahkan dia sebenarnya telah mempertuhankan sesuatu yang lain selain Tuhan yang sebenarnya. Saat itu ia telah mempertuhankan dirinya sendiri, berarti ia telah thagha [melampaui batas] dan inilah yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an,
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, ia memandang dirinya serba cukup.” (al-‘Alaq: 6-7)
Imannya yang hanya diberikan kepada Allah itu harus diwujudkan dalam bentuk ibadah [penghambaan] dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Misi pembebasan manusia dari penghambaan atas sesama [makhluk] kepada penghambaan kepada Pencipta makhluk inilah yang dibawa oleh para nabi dan rasul.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang rasul [agar mereka menyerukan], ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.’” (an-Nahl: 36)
Dengan dua sayap tauhid inilah, pemurnian ibadah hanya kepada Allah dapat dicapai, dengannya pula seseorang disebut telah berpegang pada tali yang kokoh.
“Barangsiapa kufur kepada Thaghut dan beriman kepada Allah berarti ia telah berpegang kepada tali yang kokoh.” (al-Baqarah: 256)
Wallahu'alam bish showab
Alhamdulillah, kajian
kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita
tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment