TAFSIR SURAH AL MULK

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Monday, March 14, 2016

Kajian Online WA Hamba الله SWT

Senin, 14 Maret 2016
Narasumber : Ustadz Endarii Nugraha
Rekapan Grup Bunda M15 (Bd. Dyah)
Tema : Tafsir
Editor : Rini Ismayanti

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan,dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal  kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

TAFSIR SURAH AL MULK

Di dalam kehidupan ini, setiap manusia pasti pernah mengalami masalah yang berat dan terasa sangat membebaninya. Masalah adalah bagian dari sunnatullah dalam kehidupan. Allah sengaja menguji manusia untuk melihat siapa yang mampu bertahan dan lulus dalam ujian tersebut. Lulus disini bermakna manusia tetap berada di jalan yang benar, tetap taat dan menjalani syariat Islam dengan baik, tetap konsisten untuk meniti jalan yang akan melabuhkannya ke surga, sebesar apapun ujian yang diterimanya. Itulah yang bisa kita pahami dari beberapa firman Allah dalam al-Qur’an, diantaranya firman-Nya dalam Surat al-Mulk:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”(Q.S. al-Mulk: 2)

Juga firman Allah dalam surat Ali Imran:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ # الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ 

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.”(Q.S. Al-Baqarah: 155-156)

Islam mengajarkan bahwa masalah ada untuk diselesaikan. Agar bisa meneruskan hidup, kita harus menyelesaikan masalah yang kita hadapi, karena masalah memang bagian dari kehidupan. Bukan justru tenggelam dan larut dalam pusarannya dan enggan bangkit untuk mencari solusi yang mungkin untuk dilakukan. Apalagi sampai berputus asa dan hilang harapan. Sayangnya, inilah justru yang banyak terjadi di kalangan masyarakat. Banyak yang akhirnya memilih lari dari masalah dan melakukan hal-hal yang negatif sebagai pelampiasan. …

Mungkin diantara masalah yang paling sering dialami masyarakat di negeri kita ini adalah masalah keuangan. Tingginya tuntutan materi tidak dibarengi dengan tersedianya sumber-sumber penghasilan yang bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak. Sementara media elektronik terutama televisi, setiap saat memamerkan kemewahan hidup melalui expose kehidupan selebriti, sinetron keluarga, kuis dengan hadiah jutaan rupiah dan program lainnya. Himpitan keuangan akhirnya banyak membuat orang berputus asa dan mengambil jalan pintas dengan melakukan bunuh diri, KDARIT, perbuatan kriminal, mengkonsumsi miras dan narkoba dan perbuatan negatif yang lain.

Maka sebagai seorang muslim, apakah yang harus kita lakukan ketika menghadapi masalah keuangan yang sangat berat? 

Yang pertama yang harus dilakukan adalah: kembali menguatkan keyakinan bahwa semua rezeki bersumber dari Allah subhanahu wataala. Allah Sang Pencipta alam semesta adalah Dzat Yang Maha Kaya. Dialah satu-satunya yang mampu memberikan rezeki kepada makhluk-Nya. Tidak ada seorangpun yang mempunyai  hak dan kekuasaan untuk melakukan hal itu. Allah berfirman:

وَرَبُّكَ الْغَنِيُّ ذُو الرَّحْمَةِ

“Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat.” (Q.S al-An’am: 133)

Juga firman-Nya:

أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ... 

“Atau siapakah dia yang mampu memberimu rezki jika Allah menahan rezki-Nya? (Q.S. al-Mulk: 21)

Bahkan seandainya seluruh manusia meminta kepada Allah dan semua dikabulkan permintaannya, kekayaan Allah tidak akan berkurang. Rasulullah  menggambarkan dalam sebuah hadis bahwa kekayaan Allah bagaikan luasnya samudera, dan semua permintaan manusia yang dikabulkan adalah seperti air yang menempel pada jarum ketika dimasukkan dalam samudera tersebut. Allah berfirman dalam sebuah hadis Qudsi melalui lisan Nabi Muhammad:

يَا عِبَادِي لَوْ أنَّ أَوَّلَكُم وآخِرَكُم وإنْسَكُمْ وَجِنَّكُم قَامُوْا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ المِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ.

“Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya orang pertama kalian, orang terakhir kalian, semua jin dan manusia, semuanya berkumpul di sebuah padang yang luas, kemudian setiap mereka meminta kepada-Ku dan Aku kabulkan permintaanya, maka yang demikian itu tidak akan mengurangi apa yang ada disisi-Ku kecuali seperti berkurangnya air laut ketika dimasukkan jarum ke dalamnya.” (H.R al-Bukhari dan Muslim).

Padahal Allah Yang Maha Kaya itu sudah berjanji, bahwa menjadi tanggung jawab-Nya untuk memberi rezeki kepada semua makhluk-Nya. Jika demikian, apakah perlu kita merasa khawatir dengan rezeki kita? Allah berfiman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu makhluk yang bernyawapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (yaitu Lauh mahfuzh).” (Q.S. Hud: 6)

Yang kedua yang harus dilakukan adalah: meyakini bahwa rezeki yang kita dapatkan adalah bagian yang telah Allah tentukan untuk kita. Tidak ada rezeki yang salah alamat atau salah sasaran. Allah –dengan kebijaksanaan-Nya- telah menentukan siapa saja yang akan mendapatkan rezeki yang lapang dan dan siapa yang mendapatkan rezeki yang sempit. Semua berdasarkan pengetahuan dan kebijaksaan-Nya, karena Ia adalah Dzat yang Maha Mengetahui. Semua rezeki yang diturunkan ke bumi –dalam bentuk apapun- sudah disertai nama penerima rezeki tersebut, sehingga tidak mungkin tertukar.

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ....

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia…(Q.S Az-Zukhruf: 32).

Allah juga berfirman:

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ

“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Q.S ar-Ra’d: 26).

Keyakinan seperti ini adalah merupakan kesempurnaan keimanan seorang muslim. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ

“Tidak sempurna iman seorang hamba sehingga ia beriman kepada qadha’ dan qadar -yang baik dan yang buruk-. Sehingga ia yakin bahwa apa yang ia terima tidak mungkin meleset darinya, dan  apa yang tidak ia terima tidak mungkin menjadi miliknya.” (H.R at-Tirmidzi)

Yang ketiga, melakukan interospeksi diri atas perbuatan yang telah dilakukan. Bisa jadi Allah memberikan ujian karena kesalahan kita dimasa lalu. “Seorang hamba mungkin ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukannya”, begitu sabda Nabi dalam sebuah hadis riwayat Imam Ibnu Majah. Bagi seorang mukmin, ujian menjadi sarana untuk kembali kepada Allah, untuk mengoreksi kesalahan dan dosa yang sudah dilakukan. Oleh karena itu, ujian sebenarnya merupakan ungkapan rasa sayang Allah kepada hamba-Nya. Allah ingin menariknya dari lubang hitam dosa dan membimbingnya kembali menuju rahmat dan petunjuk-Nya.

Yang keempat, berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan terus memohon karunia-Nya. Tidak ada kehidupan yang lebih indah dan mudah daripada kehidupan yang diridhai dan dibimbing Allah subhanahau wataala. Untuk bisa mendapatkan bimbingan-Nya, maka kita harus mendekat kepada-Nya. Mendekat dengan melakukan amalan yang dicintai-Nya berupa ibadah yang wajib dan sunnah. Mendekat melalui kepatuhan dengan tidak melanggar sesuatu yang diharamakaan-Nya. Rasululluh shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadis qudsi: 

...
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ...

“…Tidak ada cara bagi hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih aku cintai selain melakukan kewajiban yang aku perintahkan, dan jika ia terus menerus melakukan ibadah yang sunnah maka aku akan mencintai-Nya, jika aku mencintai-Nya maka Aku akan menjadi pendengaran yang ia jadikan untuk mendengar, menjadi mata yang ia jadikan untuk memandang, menjadi tangan untuk memukul, dan menjadi kaki untuk berjalan. Kalau ia meminta kepada-Ku pasti Aku kabulkan, dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku pasti Aku lindungi...” (H.R al-Bukhari dan Muslim).

Yang kelima, terus berusaha mencari jalan untuk mendapatkan rezeki dan tidak berputus asa. Allah tidak akan merubah nasib kita kecuali kalau kita berusaha untuk merubahnya. Usaha adalah bentuk optimisme manusia untuk mendapatkan karunia Allah. Dan Allah berjanji untuk menuntun jalan hamba-Nya yang mau berusaha. Maka tidak ada kata putus asa dalam kamus Islam. Selama kita berusaha dengan segenap kesungguhan, berdoa dengan penuh keikhlasan, dan kemudian berpasrah dan menyerahkan semuanya kepada Allah, maka pasti akan terbuka semua jalan untuk masalah yang kita hadapi, sebesar dan seberat apapun masalah tersebut. 

Allah berfirman:

...
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ...

“…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”(Q.S al-Anfal: 53)

Allah juga berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Q.S al-‘Ankabut: 69)


Seberat apapun masalah keuangan yang kita hadapi, yakinlah bahwa masih ada orang yang mendapatkan musibah yang lebih berat. Dan serumit apapun problem kehidupan yang menghampiri kita, yakinlah bahwa Allah mempunyai solusi untuk masalah tersebut. Maka tidak perlulah kita berputus asa. Tidak perlu juga kita mencari pelampiasan kepada hal-hal yang negatif. Justru masalah dan musibah yang kita dapatkan adalah peluang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, untuk menjadi hamba-Nya yang sejati, hamba yang taat, tunduk, takut dan sekaligus cinta kepada-Nya.
اْ

TANYA JAWAB

Q : Pak ustadz mau bertanya sedikit....Ketika kita diuji dengan rejeki yang sudah kita terima ternyata hanya menjadi fitnah dari orang lain, apakah kita perlu jelaskan ke orang lain. Diam memang jawaban yang terbaik, tapi terkadang dengan diampun menjadi fitnah, bagaimana menyikapinya ustadz......
A : Untuk urusan rejeki memang harus jelas dari mana kita mendapatkannya dan untuk apa kita membelanjakannya. Keduanya akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Jika kita berada dalam sebuah instansi atau perkantoran, memang pengeluaran dan pemasukan harus sesuai dengan peraturan yang ada, tercatat, ada pelaporannya dan bisa diaudit. Jika tidak, maka kita bisa terkena masalah hukum. Jika ada teman di kantor yang mempermasalahkan keuangan kita, kita bisa menunjukkan bukti-bukti keuangan kita dengan transparan dan akuntabel, jika itu diperlukan. Jika tidak diperlukan, biarkan saja. Jika ada teman di luar kantor yang mempermasalahkan keuangan kita, tentu saja susah dijelaskan keuangan kantor kepada orang di luar kantor. Maka diamkan saja, karena tidak ada urusannya. Kecuali kalau di luar kantor kita mengelola keuangan yang lain seperti keungan masjid, RT, Desa, Koperasi dll; semua itu harus bisa dipertanggungjawabkan. Transparan dan akuntabel. Untuk menghilangkan sensitifitas orang lain dalam masalah keuangan kita, maka hiduplah sederhana. Seandainya membeli sesuatu harus hari-hati dan tidak usah sampai orang lain tahu. Tidak usah bergaya hidup mewah dan hura-hura. Jika semua itu sudah dilakukan, ternyata masih ada yang curiga dan menuduh macam-macam, biarkan saja.

Q : Ustadz.... kenapa ya kalau kita mau baik harus lewati masalah yang sungguh berat...
A : Surat Ali Imran ayat 140 menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya untuk berbuat baik itu memerlukan pengorbanan dan ternyata untuk berbuat buruk juga butuh pengorbanan. Pengorbanannya sama. Lihatlah pengorbanan pelaku dosa dan maksiat, seringkali mereka lebih serius, lebih banyak berkorban dan lebih semangat daripada pelaku kebaikan. Bahkan banyak yang siap mengorbankan nyawa untuk membela kesalahan, dosa dan maksiat. Yang membedakan hanyalah kemaksiatan itu sejalan dengan hawa nafsu sehingga seolah-olah terasa indah dan nikmat. Sedangkan kebaikan seringkali bertabrakan dengan nafsu, sehingga terasa berat dan menyedihkan.

Q : Assalamualaikum ustadz...temanya pas banget sama curhatan teman..menikah baru hitungan bulan, dia di-phk, suaminya yang sebelum menikah punya kerjaan yang mapan setelah menikah kantornya  kolaps..disela-sela perjuangan menghadapi goncangan finansial...tiba-tiba dia berujar..katanya menikah mendekatkan rejeki..kenapa rejekiku setelah menikah malah dicabut satu persatu,? Bagaimana menjawab pernyataan seperti itu ya ustadz?
A : Yang seringkali keliru dalam pemahaman kita adalah yang dimaksud rejeki adalah uang, sehingga tidak punya uang sama dengan tidak ada rejeki. Padahal bisa jadi rejeki itu adalah tercukupinya kehidupan kita, walaupun tidak memegang uang. Betapa banyak orang yang tidak pegang uang bisa menikmati kebutuhan hidupnya, dan betapa banyak orang yang pegang uang tidak terpenuhi kebutuhannya. Contoh : tidak bawa uang tetapi sehat sehingga bisa menikmati hidup. Bawa uang tetapi sakit berat, sehingga uang hanya lewat saja dari kantor ke dia, kmdn habis ditransfer ke rumah-sakit. Kekeliruan kita yang kedua adalah kita merasa bahagia jika kaya dan bersenang-senang, bukan bahagia karena masih kuat bekerja dan beraktivitas. Kita beranggapan kalau bekerja itu penderitaan, dan bersantai-santai itu adalah kebahagiaan. Bahagia seperti itu adalah bahagia yang semu karena bukan berasal dari dalam dirinya sendiri, tetapi berasal dari luar yaitu materi yang mengelilinginya. Ketika materi itu berkurang atau tidak ada, maka dia merasa tidak punya apa-apa, maka bersedihlah dia. Dan seringkali kebahagiaan seperti itu karena senang dipuji orang lain. Tetapi orang yang bahagia ketika beraktifitas, itu adalah kebahagian yang hakiki, karena itu adalah dirinya sendiri, tidak membutuhkan materi dari luar, bahkan materi akan mendatangi dirinya. Dan dia tidak butuh dipuji orang lain, karena bekerja adalah kebahagiaannya. Kekeliruan yang ketiga adalah kita sering mendikte keinginan kita supaya dijalankan Allah SWT. Kita punya banyak keinginan dan memaksa Allah untuk bisa memenuhinya baik dengan angan-angan dan ritual. Orang yang bahagia adalah orang yang mampu membatasi angan-angannya dan menerima keinginan Allah thd dirinya. Karena Allah biasanya memberi apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Kekeliruan yang keempat adalah mengukur kebahagiaan bkn dari diri kita sendiri, tetapi dari orang ain atau tren yang sedang berjalan. Dia akan sedih jika baju yang dipakainya tidak sama dengan baju tetangganya dll. Dia sedih jika kendaraannya tidak sesuai tren masa kini. Dia sedih jika tidak disebut orag sbg orang kaya, wah, trendi dll. Padahal kebahagiaan yang sejati adalah kebahagiaan menjadi diri sendiri dan menikmati apa yang mjadi hasil usahanya sendiria. Itu yang disebut zuhud. Kalau sudah seperti itu tidak ada kalimat yang menyalahkan Allah SWT dan dia akan menjalani hidupnya dengan bahagia

Q : Pak ustadz.. bagaimana kita memberi masukan untuk orang yang kurang bersyukur  dengan selalu melihat ke atas ( orang yang lebih dari dia )
A : Pintu hidayah itu hanyalah milik Allah, sehingga yang bisa membuat seseorang sadar akan kesalahannya adalah Allah SWT. Untuk itu pentingnya kita mendoakan diri kita dan saudara kita supaya terbuka hatinya dan menyadari kekeliruannya kmd kembali ke jalan yang benar. Jika kita mau menasihati orang maka yang lebih utama adalah kita bisa memberi contoh kepada yang bersangkutan. Pepatah menyebuntukan : Nasihat dengan perbuatan lebih tajam daripada nasihat dengan lisan. Setelah itu baru kita bisa menasihati dengan bijaksana dan nasihat yang baik. Masalah dia menerima atau tidak, itu urusan Allah SWT

Q : Ustadz bagaimana dengan orang yang sejak kecil hidupnya mulus-mulus saja...sekolah bagus, kuliah lancar,, dapat kerja bagus,, rumah tangga harmonis seakan gak punya masalah.. dan orang-orang pun memandang berkah hidupnya,, apa Allah tidak menguji oraang tsb? bagaimana tanggapan ustadz, jazakillah..
A : Orang yang mengagumkan bagi orang lain adalah orang yang bisa menyembunyikan aib diri dan keluarganya, tidak mengeluh terhadap kondisi dirinya dan selalu berjuang untuk kebaikan diri dan keluarganya. Jika kita melihat seseorang baik-baik saja, ingat bisa jadi jika kita menjadi mereka maka kita akan stres dan gak kuat menahan beban hidup yang mereka pikul. Mereka baik-baik saja karena memang mereka tidak pernah membuka aibnya, tidak pernah mengeluh dan selalu berjuang dengan tersenyum.

Q : Assalammualaikum ustadz mau tanya bolehkah dan gimana dengan sedekahnya jika  niat sedekah agar memperoleh barrakah namun juga ingin  mendapatkan rezeki yang lebih banyak ?
A : Kewajiban suami adalah menafkahi isteri dengan seluruh kemampuannya untuk mencari nafkah. Tidak usah ditanyakan isteri punya penghasilan atau tidak, suami tetap punya kewajiban menafkahi isterinya. Isteri berkewajiban mensyukuri nafkah dari suami dengan menjaga lisan dari keluhan dan tidak menyepelekan suami dalam masalah nafkah, serta mengelola nafkah dari suami dengan cara sebaik-baiknya. Dari penjelasan ini, memakai istilah “menuntut nafkah” rasanya kurang tepat. Karena suami bekerja sekuat tenaga memberikan nafkah dan isteri mensyukurinya. Jika gaji suami lebih kecil dari isteri, atau isteri lebih kaya dari suami, maka disunnahkan isteri membantu suaminya. Ini adalah keutamaan bagi seorang isteri, seperti isteri Ibnu Mas’ud yang shaqadah kepada suaminya. Sedangkan untuk orangtua dan mertua, suami-isteri wajib untuk berbakti kepada mereka, di antaranya memberikan penghidupan yang layak dan memadai.

Q : Saya punya teman yang setiap chatt dengan saya selalu curhat masalah keluarganya sakit, usahanya gagal, anak-anak hampir putus skolah dll yang intinya memang kemiskinan. Sampai pinjam uang juga. Nah kadang dia sampai di titik terendah sehingga berujar kenapa Allah menyempitkan rejeki saya. Bukankah sgala upaya sudah saya lakukan..dalam sakit bgini saya pun bekerja. Bukankah Allah akan mengubah kondisi hambaNya jika hambaNya berusaha merubahnya...tapi kenapa saya tidak.
Demikian ustadz salah 1 curhatannya. Kalau saya lihat memang ibadahnya sudah ada peningkatan dibanding dulu saya terakhir bertemu. Kira-kira saya sebagai temannya selain nasihat supaya sabar dan tingkatkan ibadah, apalagi ya ustadz? Ketika menghadapi masalah keuangan, kemudian meminta bantuan dengan meminjam uang, apakah itu tidak termasuk berserah padaa Alloh? Ato ikhtiar nyata yang harus dilakukan nya apa?
A : Kita tidak bisa menuntut orang lain untuk menjadi baik seperti yang kita inginkan. Yang bisa kita lakukan adalah mengkondisikan orang lain menuju arah yang lebih baik dengan berbagai cara yang bisa kita lakukan. Baik dengan kekuatan, lisan ataupun doa. Jika orang curhat kepada kita, sikap kita yang terbaik adalah mendengarkan, empati, menjaga rahasianya dan berusaha keras membantu. Tidak terlalu banyak menasihati, memarahi, menyebarkan aibnya dan tidak pernah memberikan uluran tangan. Jika curhat memang lebih baik kepada orang yang shalih, supaya nasihat yang diberikan juga berupa kebaikan. Jika curhat kepada orang yang rusak, maka yang akan diberikan juga nasihat yang rusak. Usahakan bantuan kita tidak semakin memperparah keburukannya, tetapi bisa meningkatkan kebaikannya. Misalkan kita membantu sampai teknis sehingga dia tidak pernah bisa mandiri. Mandiri lebih baik daripada hutang. Tetapi hutang tidak dilarang dalam Islam, asalkan amanah untuk melunasi. Jika kita yang memberikan pinjaman, maka permudahlah untuk pengembaliannya. Jika kita yang berhutang, segeralah untuk melunasinya


Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....

Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikalauah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”


​السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!