Kajian Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 27 April 2016
Narasumber : Ustadzah
Lara
Rekapan Grup Nanda M103
Tema : Kajian Umum
Editor
: Rini Ismayanti
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang masih memberikan kita nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga
kita selalu istiqomah sebagai shohibul qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan
sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat beriring
salam selalu kita hadiahkan kepada uswah hasanah kita, pejuang peradaban Islam,
Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada
keluarga dan para sahabat nya semoga kita mendapatkan syafaat beliau di hari
akhir nanti. InsyaAllah aamiin.
TAKE IT EASY
Seorang ibu mulai
kewalahan menangani anaknya yang berusia 5 tahun karena sering
mengamuk di pagi hari. Masalahnya bukan karena sulit bangun tidur atau sulit
mandi atau sulit makan, sebagaimana yang biasa dihadapi para ibu saat
mempersiapkan anak berangkat ke sekolah. Tapi ini urusan pilihan makanan dan
minuman. Anaknya suka minuman yang sangat manis, suka pula roti dengan gula
yang banyak.
‘Mau tidak ibu kasih
tahu? Nih, kalau makan gula kebanyakan, nanti kamu susah konsentrasi
belajarnya. Senangnya loncat ke sana ke mari! ‘Kata sang ibu seraya menahan
emosi.
Tampaknya nasehat itu
sudah puluhan bahkan ratusan kali diberikan oleh sang ibu. Dan selalu dimulai
dengan penawaran dulu, seolah sebuah pilihan: Mau tidak ibu kasih tahu? Mau
tidak ibu nasehati? Mau tidak ibu bilangin? dan sejenisnya. Tentunya tanpa
menunggu pilihan dari anaknya, sang ibu akan meneruskan pemberian nasehatnya.
Begini ya nak, bla…..bla…..bla.
Hingga suatu ketika
anaknya ‘sudah pandai’ untuk men-stop nasehat ibunya. Sebelum ibunya bicara
panjang lebar, sang anak sudah bicara duluan.
’Aku tidak mau
dengar!’
‘Aku tidak mau
nasehat!’
‘Aku tidak mau
dibilangin!’ bla….bla….bla…
Demikian teriakan sang
anak sambil menghentak-hentakan kakinya. Bahkan sesekali memukul punggung sang
ibu dari belakang. Luar biasanya sang ibu, sekalipun teriakan dan pukulanlah
yang didapat, tetap saja nasehat demi nasehat terus bergulir. Sang ibu
berpikir simple saja dengan mengingat nasehat sang nenek, bahwa
nasehat baik untuk anak harus terus kita berikan dengan sabar, walaupun sering
diacuhkan oleh anak. Kata sang nenek, berdasarkan pengalaman, suatu saat nanti
anak akan patuh karena nasehat dari ibu terbukti kebenarannya, bahkan jika
besar nanti, ia akan mencari-cari ibunya untuk minta nasehat. Tentu bentuk
nasehatnya sudah lebih abstrak, bukan hanya seputar makanan dan minuman, tapi
sudah menyentuh masalah sikap, perilaku atau akhlak. Tapi menunggu waktu itu
datang, bukanlah jarak yang pendek.
Tidak sedikit orang
yang berpendapat bahwa memberi sebuah nasehat itu lebih mudah daripada
menjalankan sebuah nasehat. Bisa jadi itu benar, namun nampaknya paradigma ini
bisa bergeser sedikit demi sedikit. Di zaman yang semakin kompleks saat ini,
dimana pilihan ‘standar kebenaran’ ada banyak ragamenya, orang akan
berhati-hati dan berpikir dua kali dalam memberi nasehat. Sekalipun nasehat itu
pada dasarnya baik kandungannya, ada pula orang yang bisa menjadi
tersinggung, marah, mendebat, bahkan ada yang membalas balik sebuah nasehat
dengan kecaman. Tidak sedikit pula hubungan pertemanan jadi merenggang karena
masalah nasehat. Siapa yang berani mengambil resiko ini, saat berniat baik tapi
‘keburukan’ yang didapat.
Ada pula orang yang
lebih mempermasahkan ‘cara’ dalam memberi nasehat. Katanya mereka akan menerima
nasehat yang disampaikan dengan cara yang baik. Sepertinya ini wajar saja,
karena namanya manusia tentu akan senang jika ‘dirangkul’ dan dihargai.’ Namun
masalahnya orang yang memberi nasehat dengan cara yang tegas biasanya juga
punya pertimbangan dan ‘standar ’ tersendiri. Mungkin dia sudah sampai pada
tahap ‘gemas’ bagaimana mungkin orang yang sudah dewasa, satu agama pula, tidak
bisa membedakan perilaku yang baik dan yang buruk. Berapa banyak orang
dewasa yang mengaku sebagai intelektual muslim tapi kehadirannya tidak membuat
nyaman sekelilingnya. Katakanlah bapak Fulan, orang yang intelektual, tapi
punya kebiasaan merendahkan orang lain. Tidak banyak yang mau memberi nasehat
padanya karena dia pandai berdebat. Bisa-bisa kesalahan akan ditumpukan pada
pemberi nasehat.
‘Saya tak nyaman
satu tim dengan bapak Fulan. Kebiasaannya itu lho yang suka memandang
rendah orang lain. Ya pantas saja karena melihatnya ke bawah terus, gak
kelihatanlah sama dia kalau ada banyak orang pintar di atasnya. Harusnya
seorang intelektual kan tidak seperti itu! ‘
‘Lho bukannya justru
orang yang intelek biasanya memang sombong? Lihat saja ibu Fulanah, dia itu kan
bukan bos kita, tapi kok maunya memegang kendali. Boro-boro ‘Ing
Ngarso Sung Tulodo’ (di depan memberi tauladan), gara-gara dia, semangat kita
sudah patah di tengah jalan.’
Karena ketidakberanian
memberikan nasehat secara langsung pada saudara sesama muslim, jadilah gosip ,
yang tidak kalah buruknya , lebih menggema di sekeliling. Tampaknya, nasehat
itu tetap penting.
Rasulullah SAW pernah
bersabda :
‘Tolonglah saudaramu
yang menzhalimi dan yang terzhalimi’. Kemudian para sahabat bertanya, ‘Menolong
yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat
zhalim?’. Rasulullah SAW menjawab, ‘Mencegahnya dari terus menerus melakukan
kezhaliman itu berarti engkau telah menolongnya’. (Bukhari dan Ahmad).
Keyakinan kita untuk
melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai suatu kebaikan harus
didasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai suatu standar yang pasti.
Jika kita berstandar hanya pada moral dan etika yang terkait dengan budaya
masyarakat setempat, tentulah ‘kebenaran’ menjadi bias. Standar nilai moral
sifatnya lokal dan relatif temporal, sedangkan standar akhlak sifatnya
universal dan tetap/abadi. Sebagai contoh, budaya tertentu bisa jadi tidak
menganjurkan kita untuk menasehati langsung orang lain karena dapat menyinggung
perasaan mereka. Budaya lainnya bisa jadi memiliki standar moral tertentu
dimana suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam
dianggap sebagai hal yang baik dan wajar karena banyak orang terbiasa
melakukannya. Dengan demikian akhlak yang baik pada dasarnya adalah
perpaduan dari keyakinan dan syari’at yang bersatu dalam diri seorang muslim.
Masih seputar amar
ma’ruf dan nahi munkar, para salafus shalih memberikan contoh yang luar
biasa. Dalam suatu kesempatan bersama para pembesar sahabat, salah
seorang berkata pada Umar bin Al Khatab RA :
‘BERTAQWALAH PADA
ALLAH WAHAI UMAR!”
Para sahabat yang
mengetahui tingkat keislaman Umar (sebagai salah satu sahabat yang dijamin
masuk surga), marah kepada orang tersebut. Namun Umar RA berkata: Biarkanlah
dia berkata demikian, sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau
mengatakannya, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya.’
Dengan demikian saling
menasehati sesama muslim adalah suatu kewajiban. Memberikan dorongan ataupun
peringatan pada saudara kita yang khilaf adalah tanggung jawab bersama.
Menerima nasehat untuk kebaikan pun hendaknya diterima dengan lapang dada,
bahkan kita perlu berterima kasih pada pemberi nasehat. ‘Take it easy,
but take it!’ Sudah waktunya bagi kita untuk mengasah kepekaan dan senantiasa
menghadirkan kebaikan untuk mencapai ridho Allah SWT. Wallahu a’lam
TANYA JAWAB
Q : Dari materi diatas
dikatakan kita harus amar ma'ruf nahi mungkar.. Bun gimana kita menyikapi klo ada
teman yang mau kita ajak untuk menasehati seorang agar dia tidak
berbohong lagi. Misal saya ajak si A buat menasehati atau menghentikan si B
agar tidak berbohong. Tapi si A jawab, yang di rumah kita aja di urusi, itu
bukan dapur kita.gak ad wewenang kita disitu. Itu bagaimana bun?
A : Kita hanya bisa mengajak orang untuk
berbuat kebaikan menasehati teman/ saudara kita. Jika dia tak mau, kita tak
bisa memaksa..doakan saja agar hatinya terbuka dan juga wawasan bertambah tentang
ajaran islam yang menyarankan pentingnya saling menasehati dalam kebenaran.
Kalau mengurus diri masing-masing, sepertinya itu ajaran barat ya
Q : Assalamualaikum
bunda, jika kita mencoba menasehati teman yang agak 'ngeyel' atau susah
dibilangin dengan cara disindir secara langsung (didekatnya) itu bagaimana
bunda? Apa kita juga berdosa karena sudah ghibah? Syukron bunda..
A : Setahu saya menyindir langsung beda
dengan ghibah. Ghibah itu kita membicarakan aib di belakang orangnya. Kalau
menasehati orang, ada baiknya kita lihat dulu tipe/gayanya bagaimana..apakah
lebih menerima dengan sindiran atau nasehat langsung atau lainnyam karena tiap
orang beda beda. Namun intinya, nasehat tetap dilakukan dengan cara bijaksana.
Q : Assalamualaikum
bunda ,bagaimana cara kita menasehati tanpa merasa paling benar sendiri bun ?
Terkadang merasa malu dan takut kalau dia marah ,karena diri sendiri
masih belum baik.
A : Ketika menasehati, usahakan niat kita
tetap lurus, mencari ridho Allah bukan hal. lainnya. Kita tetap ikhtiar
memberi nasehat walaupun diri kita jauh dari sempurna. Mudah-mudahan nasehat
itu mengena pada diri kita juga.
Q : Mau tanya
bagaimana cara menasehati orang yang lebih tua dari kita yang kalau
berbicaranya ingin menang sendiri agar beliau tidak tersinggung ??
A : Jika orang yang lebih tua tersebut
orangnya cepat tersinggung, lebih baik cari orang lain yang bisa menjadi
fasilitator atau menengahi dalam memberikan nasehat. Atau kita tunjukkan kasih
contoh yang baik saja terkait dengan nasehat yang kita ingin berikan padanya.
Mudah-mudahan dengan melihat contoh baik dari kita dan komitmen kita, beliau
bisa mengambil hikmahnya.
Q : Memang tidak bisa
dibohongi ketika dinasehati, hati ini terasa seperti terhina.
Terlebih lagi, orang yang menasehati kita ini memang pribadi yang suka mengkritisi dan bahasanya kurang mengenakkan. Walaupun kritikannya ada benarnya. Bagaimana bunda, akhlak nabi atau para sahabat dalam menanggapi orang sprti ini?
Terlebih lagi, orang yang menasehati kita ini memang pribadi yang suka mengkritisi dan bahasanya kurang mengenakkan. Walaupun kritikannya ada benarnya. Bagaimana bunda, akhlak nabi atau para sahabat dalam menanggapi orang sprti ini?
A : Mashaa Allah nanda, kalau
Rasulullah dan para sahabat memang sebaik baik contoh. Semoga kita bisa
mengikuti langkah-langkah beliau , dalam kesabaran, kelembutan dan lapang dada.
Q : Saya suka bingung,
karena jika misal kita mengingatkan tentang keadaan
negara/ekonomi/politik(pimpinan negeri) trus kita diingetin "ini group
agama bukan group politik". Padahal klo ga salah saya pernah baca,
Rasulullah saja menggunakan masjid baik untuk kegiatan agama tetap juga untuk
pendidikan negara... Karena kami belajar/bekerja, Maka untuk pengikat silaturrahim,
kami membuat group wa temen group tsb adalah tempat sharing ilmu, tapi klo saya
perhatikan semua hablumminallah
A : Mashaa Allah, alhamdulillah jika ada
group yang dibuat dengan niat baik yang membawa banyak manfaat untuk semua. Hemat
saya, saling menasehati dalam kebenaran tentu saja penting, apakah itu nasehat
terkait masalah ekonomi, politik dll. Karena agama kita ajarannya meliput semua
aspek kehidupan. Asalkan nasehatnya baik, informasi yang didapat pun harus dari
sumber yang shahih bukan sekedar forward berita dari orang ke orang karena
khawatir jatuhnya fitnah jika isi berita tidak sesuai fakta.atau isi berita
mengurangi atau melebih-lebihkan dari kenyataan sebenarnya. Apalagi jika ada
hasutan kebencian yang tak berdasar. Ini juga perlu hati hati. Saya juga tidak
yakin tentang kesimpangsiuran berita dengan banyaknya media yang memberitakan
hal yang sama tapi isinya beda, karena kadang tergantung kepentingan. Tentang
perpolitikan, agama kita juga setahu saya mengajarkan tentang politik. Tapi
saya belum begitu paham apakah pendidikan politik sama dengan partai /group
politik? Sepertinya kita perlu pelajari lagi.
Q : Assalamualaikum
bunda mau bertanya.. bagaimana solusinya semisal kita diberi nasihat padahal
berdasarkan kondisi yang ada yang memberi nasihat pun tidak menjalankan seperti
apa yang dinasihati kepada kita. Sehingga dari dalam hati kadang terbesit
perasaan yang kurang baik. Bagaimana cara meyakinkan diri sendiri agar kita tetap
bisa menerima nasihat orang tsb dan apa yang harus kita lakukan kepada dia?
Apakah menasihati juga ataukah diam saja? Syukron bunda..
A : Nanda, kita perlu berikhtiar dan
mengambil hikmahnya saja, sepanjang nasehat itu baik buat kita, mudah-mudahan
kita lapang dada menerimanya demi kebaikan kita sendiri. Sebagaimana obat
seringkali pahit tapi tetap bermanfaat ya..
Q : Assalamu'alaikum
bunda, bagaimana dengan orang yang menasehati kita di kala ramai ? Apa itu
nasehat apa hinaan ?? Kadang kala sering sakit hati kalau ada yang nasehati
kita tapi terkesan membuat kita malu
A : Cara memberi nasehat memang ada etika
/adabnya. Tentang niat seseorang memberi nasehat pada orang lain apakah
maksudnya menghina atau tidak, hanya Allah dan dia yang tahu. Tapi jika kita
mau istighfar dan ambil hikmahnya, kita bisa memperbaiki diri dan mwngambil
pelajaran dari kejadian tsb. Kita seperti ditegur hingga malu di depan umum.
Mudah-mudahan itu yang terakhir kali.
Q : Bunda mau bertanya
d luaran tema. Gimana yaa ustadzah ana itu pengen sekali bersifat lembut
kalo berbicara? Terus ana kan kuliah, lingkunganya kan ada cwonya. Gimana
ya ustadzah cara jaga pandangan sama dosen dan temen kampus kalo bicara sama
mereka?? Ana itu tipe orang yang suka diskusi, nah salahkah ustadzah jika kita
berbicara dengan suara yang agak keras dalam diskusi atau gimana ya ustadzah
bagusny?
A : Hemat
saya, jika seseorang sudah yakin dengan ajaran islam, dia akan berusaha untuk
komitmen menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Terkait
dengan bank konvensional, kartu kredit dan asuransi, setahu saya sudah banyak
ulama yang memberi fatwa untuk menjauhi hal-hal semacam ini.
Riba bukanlah masalah sepele. Hukuman bagi mereka yang terlibat dalam riba sungguh mengerikan. Mudah-mudahan kita dikuatkan hati untuk meninggalkan hal yang meragukan apalagi haram.
Riba bukanlah masalah sepele. Hukuman bagi mereka yang terlibat dalam riba sungguh mengerikan. Mudah-mudahan kita dikuatkan hati untuk meninggalkan hal yang meragukan apalagi haram.
Alhamdulillah, kajian
kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan
bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita
tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment