Kajian Online Hamba Allah Ummi G-1
Jum'at, 10 Februari 2017
Narasumber : Ustadz Undang Suherlan
Tema : Keluarga Samara
Notulen : Ani - M1
Editor : Sapta
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Alhamdulillah alladzi a'zzanaa bil islam, Wa bihadyi nabiyyina muhammadin khairil anaam,
Wasshalaatu wassalaamu 'alas Rosululloh wa 'alaa aalihi wa ashabihi ajma'iin.
Allah SWT secara terus menerus memberikan taufiq hidayah dan ri'ayah Nya agar kita tetap bersama dalam jalan dakwah ini. Taqorrub dan ta'abbud ilalloh, Tetap bersama menuju mardhotillah. Yang mudah mudahan dengan demikian Alloh menjadikan kita sebagai bagian Khoirun ummatin ukhrijat linnas
SAMARA, Sakinah, mawaddah wa rahmah.
adalah seuntai kata yang didamba setiap keluarga.
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang melangkah membangun mahligai perkawinan tanpa mengharapkan terwujudnya ketenteraman, cinta dan kasih sayang dalam rumah tangganya kelak. Maka demi harapan itu pulalah orang berlomba mencarinya dengan visi dan persepsinya masing-masing.
Ada yang beranggapan bahwa samara akan diperoleh apabila terpenuhinya aspek material, sehingga mereka berlomba mencarinya dalam rumah-rumah megah, dalam mobil-mobil mewah atau dalam tumpukan harta yang melimpah.
Sementara yang lain mengira bahwa samara ini hanya akan terwujud dengan lantunan dzikir dan untaian do'a yang tak kenal lelah, sehingga mereka tak jemu menunggunya dengan hanya bermunajat di dalam rumah.
Namun ternyata mereka tidak mendapatkan samara di dalam itu semua. Kalaupun terkadang muncul perasaan bahagia, kebahagiaan itu dirasakan semu belaka.
Sebab rasa bahagia, sedih, tenang, gelisah, tenteram, galau, cinta dan kasih sayang, itu semua terletak di di dalam kalbu. Kalbu adalah tempat bersemayamnya perasaan sakinah, mawaddah wa rahmah.
Oleh karenanya, untuk mendapatkan samara, setiap pasangan perlu melakukan pra-kondisi terhadap kalbu agar siap menerima kehadirannya. Tanpa pengondisian hati atau kalbu, niscaya ia tidak mendapatkannya sama sekali.
Apabila setiap pasangan menginginkan terbentuknya rumah tangga yang penuh dengan nuansa sakinah, mawaddah dan rahmah, maka ia perlu mengikuti resep yang diberikan Allah swt dalam untaian ayat-Nya berikut ini:
"Di antara tanda- tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, sehingga kamu merasa tenteram (sakinah) dengannya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Dan di dalam itu semua terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (QS. Ar-Ruum:21).
Ayat ini menarik, sebab bukan saja mengandung tuntutan normatif tetapi juga sekaligus merupakan tuntunan metodologis dalam mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Ayat ini memberikan sebuah pelajaran, bahwa untuk mendapatkan samara setiap muslim harus mengikuti rumusan Rabbaniyah
yaitu: zawaj ---> sakinah ---> Mawaddah wa rahmah.
Maksudnya, sakinah yang bersifat thabi'i itu hendaknya dicari di dalam, atau setelah zawaj (pernikahan), bukannya di luar pernikahan. Karena itu Islam tidak mengenal konsep pacaran atau perselingkuhan. Sehingga mahligai rumah tangga terjaga kebersihan dan kesuciannya.
Dengan demikian, barulah Allah SWT. menganugerahkan mawaddah dan rahmah-Nya kepada pasangan ini. Sebab, pemberian mawaddah dan rahmah ini adalah hak prerogatif Allah, dan merupakan kado istimewa yang hanya diberikan Allah swt. kepada rumah tangga yang diridloi-Nya.
Inilah yang disebut dengan resep taqwa. Artinya, rumah tangga samara hanya bisa terwujud apabila para pelakunya tetap berada dalam bingkai taqwa....
bingkai ketaatan kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya.....
Dan taqwa itu letaknya di hati, sebagaimana sabda Rasulullah: "At-taqwa ha huna" (taqwa itu letaknya di sini, sambil menunjuk dadanya).
Dan hati yang akan dianugerahi samara oleh Allah hanyalah hati yang telah ter-shibghah oleh nilai-nilai taqwa. Dalam setiap khutbah nikah, Rasulullah saw. selalu membaca rangkaian dari tiga ayat Al-Qur'an yang begitu padat berisi pesan-pesan untuk menggapai kesuksesan berumah tangga.
Di dalam kesuksesan ini tentu terkandung nilai-nilai sakinah, mawaddah wa rahmah
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlan kalian sekali-kali mati melainkan dalam keadaan muslim (tunduk dan patuh)". (Qs. Ali Imran:102).
"Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb mu yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memberikan keturunan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan kasih sayang. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian". (Qs. An-nisa:1).
"Wahai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kalian kepada Allah, dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah meningkatkan kualitas amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barang siapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan (kesuksesan) yang besar". (Qs. Al-Ahzab: 70-71).
Rangkaian ayat-ayat diatas merupakan paradigma dalam membentuk rumah tangga samara. Ketiga ayat tersebut sarat muatan taqwa. Tidak mungkin sebuah rumah tangga mendapatkan samara, kecuali apabila sejak awal proses pernikahannya (bahkan proses pra nikah) hingga mendapatkan keturunan, selalu berjalan di atas rel taqwa.
Dalam Surat Ali Imran ayat 102, terkandung pesan hendaknya setiap mu'min, khususnya yang berniat membangun rumah tangga, mengokohkan kembali status keimanannya. Bahkan meningkatkan kualitasnya hingga mencapai derajat taqwa yang sebenarnya.
Persiapan ini diperlukan bukan saja hanya untuk melaksanakan sunnah Nabi 6, tetapi juga untuk menjalankan proses pernikahan yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sekaligus untuk menjaga kesucian ibadah. Di surat An-Nisa ayat pertama, mengandung pesan yang lebih khusus mengenai tuntutan sekaligus tuntunan membina rumah tangga samara.
Taqwa dalam hal terkait dengan aspek Rububiyah.
Allah SWT telah menciptakan semua makhluk (termasuk manusia) berikut pasangannya. Karena itu manusia tidak perlu galau dan gelisah dalam masalah jodoh, apalagi melakukan tindakan-tindakan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya. Yang diperlukan adalah persiapan diri untuk menerima jodoh dari Allah sesuai kufu-nya pada saat itu.
"Maha suci Rabb yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik segala yang ditumbuhkan bumi, diri mereka (manusia), maupun apa-apa yang tidak mereka ketahui". (Qs. Yaasin: 36).
Kalau seorang ingin mendapat pasangan yang shalih atau shalihat, maka dia harus mengondisikan diri untuk menjadi pribadi yang shalih atau shalihat. Sebab Allah swt tidak mungkin menzhalimi hamba-hamba-Nya. Dia Maha Adil, dan hanya mempertemukan jodoh dengan kualitas yang sesuai dengan kualitas ketaqwaan pasangannya pada waktu itu.
Disamping itu, Allah lah yang berkehendak apakah seseorang itu akan diberi keturunan atau tidak. Sehingga, rumah tangga tidak perlu goyah hanya lantaran suara tangisan bayi belum juga kunjung terdengar.
Dia pula yang menentukan apakah rumah tangga itu dikaruniai keturunan berupa anak laki-laki atau anak perempuan. Semua sama dimata Allah.
Tidak ada hak bagi anggota rumah tangga itu untuk kecewa.
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahi kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki), dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa"
(QS. Asy-Syura, 42:49-50).
Taqwa terkait dengan aspek uluhiyyah.
Bahwa ketenteraman batin dan kasih sayang yang hakiki yang dirasakan seseorang di dalam perkawinan merupakan kepuasan psikologis yang tidak mungkin didapatkan diluar perkawinan. Ketenteraman ini bukanlah seperti ketenteraman yang diperoleh seseorang ketika terlepas dari bermacam kesulitan atau beban pikiran, atau ketenteraman yang datang karena mendapatkan benda-benda yang menyenangkan.Tetapi diperoleh karena kepuasan hati yang dilandasi cinta kasih yang hakiki.
Ikatan cinta kasih antara suami-isteri, berbeda dengan ikatan cinta antara teman. Ikatan ini mengandung rahasia yang hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.
Bagi orang yang mau menghayati tanda-tanda kebesaran Allah, akan dapat merasakan bahwa sakinah, mawaddah, wa rahmah betul-betul merupakan pengejawantahan dari ikatan hati yang telah dipadukan Allah dalam selimut kasih sayang-Nya.
Allah swt adalah Sang Penyatu hati.
Maka kepada-Nyalah kita memohon dipadukan hati, dan memohon mawaddah dan rahmah-Nya.
"Dan Allah-lah yang mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Anfal, 8:63).
Untuk mempersatukan hati di antara manusia, memerlukan syarat. Syaratnya, hati itu telah ter-shibghah dengan nilai-nilai taqwa.
Surat An-Nisa' ayat pertama di atas ditutup dengan kalimat:
"Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian". Ini mengandung pesan bahwa, hendaknya manusia jangan sekali-kali berani melakukan tindak pelanggaran syari'at Allah dalam proses membangun rumah tangga ini, sebab Dia Maha Melihat lagi Maha Mengetahui”.
Secara tersirat Allah swt telah menggariskan masalah ini dalam salah satu ayat-Nya:
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu, dan janganlah kamu menyusahkan mereka hingga menyempitkan (hati) mereka". (QS. Ath-Thalaq : 6).
Fungsi-fungsi yang harus ditegakkan suami isteri untuk terwujudnya samara, dalam ayat tadi sebagai berikut :
"Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang shalihat, adalah yang tunduk dan taat (qanitat) serta mampu menjaga (hafizhat) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka". (QS. An-Nisa':34).
Membangun rumah tangga samara itu seperti layaknya membangun rumah yang proses pembangunannya meski dikerjakan secara berurutan, dan menempatkan bagian-bagian rumah tersebut secara tepat dan harmonis. Sebagai fondasinya adalah taqwa. Kemudian, di atas fondasi itu dibangun pilar-pilar atau tiang-tiang utama yang berupa sifat qawwam suami.
Tegak atau condongnya pilar qawwam ini akan mempengaruhi tegak atau condongnya bangunan yang nantinya akan berdiri. Setelah itu, di atas fondasi yang sama dan bersandar pada tiang-tiang utama tadi, dibangunlah dinding yang berfungsi sebagai pembentuk bangunan tadi, pembatas dari area luar dan penyekat antara ruangan.
Cantik atau tidaknya bangunan, tergantung dari penempatan dan pengaturan dinding tadi. Dinding ini adalah sifat shalihat seorang isteri. Pada dinding tadi, dibuat pula jendela yang berfungsi sebagai pengatur keluar masuknya cahaya matahari dan udara segar. Makin baik jendela tadi berfungsi, tentu makin lancar pula sirkulasi cahaya dan udara segar.
Jendela inilah sifat qanitat isteri.
Pada dinding itu pula tentu dibuat pintu, yang berfungsi sebagai tempat lalu lalangnya orang-orang yang keluar masuk rumah. Pada saat-saat tertentu pintu itu dibuka, dan di saat-saat tertentu ditutup. Inilah fungsi hafizhat seorang isteri.
Tetapi walaupun itu semua telah dibuat dan ditegakkan, belumlah bangunan tadi disebut rumah. Sebab ia membutuhkan atap sebagai pelindung dari panas maupun hujan. Ketika panas, ia berfungsi sebagai peneduh dan penyejuk. Ketika hujan ia berfungsi sebagai pemayung dan penghangat.
Inilah yang disebut Al-Qur'an sebagai Mu'asyarah bil-ma'ruf, yang harus ditegakkan di dalam kehidupan berumah tangga.
"Dan pergaulilah pasanganmu dengan ma'ruf (baik). Apabila kamu tidak menyukai (salah satu sifat) mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (di sisi lain)". (QS. An-Nisa:19).
Manakala setiap pasangan menjalankan fungsi-fungsi tadi dengan baik, yakinilah bahwa Allah swt pasti akan memberikan kado istimewa-Nya berupa rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...
والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته
Wallahu a'lam bish-shawab.
TANYA JAWAB
T : Ustadz, pernah baca, disitu ditulis katanya konsep SAKINAH setiap keluarga itu berbeda, betulkah?
J : Analoginya seperti ini, Bunda Yudith dari Bandung mau ke jakarta (mau menuju sakinah). Pilihan jalannya kan tidak hanya lewat cianjur tapi bisa juga lewat purwakarta tergantung lebih suka lewat mana yang penting sampai dengan selamat.
Begitu juga menuju sakinah ,beda kepala beda berpikir tiap orang beda konsep terpenting masih ada dalam jalur yang Allah ridhoi. Wallahu a'lam
T : Begini ustadz, saya punya teman yang sudah menikah, tetapi dia masih menyimpan perasaan sama orang yang pernah dia harapkan untuk menjadi suaminya. Rumah tangga dia berjalan harmonis dan dia juga cinta sama suaminya malah gak mau kehilangan. Tapi disisi lain dia masih menyimpan perasaan itu. Jauh sebelum dia menikah. Apa yang harus dilakukan sama dia supaya bisa menghilangkan perasaan itu? Memang perasaan itu tidak mengganggu rumah tangganya, karena dia simpan dalam diam. Karena kan hati itu yang membolak balikan Allah dan hati itu cuma bisa merasakan, sedang otak yang berfikir.
J : Sebaiknya ikhlaskan masa lalu jika teringat dan mengalami perasaan seperti itu cepat-cepat istighfar dan mencari kesibukan yang bisa mengalihkan perasaan seperti itu seperti menyibukkan diri dengan anak-anak dan lain sebagainya. Bara yang terlihat kecil jika terkena percikan minyak akan menjadi api hati-hati setan akan masuk dari sisi terlemah kita. Jaga hati dengan banyak-banyak bersujud kepada sang pemilik hati. Wallahu a'lam
T : Ustadz bagaimana jika kita mendengar suami istri yang apabila bertengkar saling membuka aib masing-masing? mau di ingatkan nanti salah paham, yang ada nanti bisa kena marah juga?!
J : Biarkan saja dulu sampai keduanya tenang setelah itu berikan hikmah bukan nasihat secara langsung karena ketika di berikan nasihat fitrah akan menyangkal dan berusaha mencari pembenaran-pembenaran. Wallahu a'lam.
T : Bagaimana cara menjaga samawa antar pasutri yang harus beda kota dalam waktu yang lama, LDR gitu?
J : Itu kurang ideal sebenarnya tapi mungkin karena tuntutan pekerjaan tapi jangan selamanya. Perbanyak intensitas komunikasi walaupun cuma sekedar menanyakan kabar sudah makan belum dan lain-lain, walaupun sepele itu akan mempererat ikatan pernikahan.
T : Ustadz saya mau nanya, ada seorang istri yang punya suami, kalau bicara pilihan kata dan nadanya sering menyakitkan, memang bakat mungkin tapi mungkin juga karena memang gampang naik urat marahnya. Bagaimana menghadapi hal tersebut?
J : Rumah tangga itu belajar saling memahami saling mengerti bukan nya harus di pahami dan harus di mengerti bagaimanapun seorang istri harus? suaranya lebih rendah dari suami karena kewajiban seorang istri adalah taat pada suami Ridho Allah tergantung ridhonya suami terhadap istri hati-hatilah wahai para istri.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Kita akhiri majlis hari ini dengan membaca :
ucap syukur : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين
dan istighfar أَسْتَغفِرُ اَللّهَ الْعَظيِمْ
serta,
Doa Kafaratul majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك َ
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
[In Syaaa ALlaah] إِنْ شَاءَ الله
kebersamaan malam ini bermanfaat dan barokah.
أٰمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن [aamiin yaa Rabbal 'aalamiiiin]
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
======================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_officialThanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment