Kajian
Online WA Hamba الله SWT
Selasa, 18 Juli 2017
Rekapan
Grup Nanda 1
Narasumber
: Ustadz Robin
Tema : Kajian Islam
Editor
: Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
MALU
Rasulullah shallallahu `alahi wa sallam
bersabda;
...وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ
"...Dan malu adalah sebagian dari
iman"
(HR. Muslim)
Kesempurnaan iman seseorang tampak dari
kesempurnaan sifat malunya.
Malu yang dimaksud adalah malu dalam
perihal buruk. Semakin seseorang malu untuk bermaksiat, malu untuk berakhlaq
buruk, malu untuk berkata kasar, semakin sempurnalah imannya.
Selain menjadi “display” keimanan, malu
juga merupakan “display” dari akal.
Semakin berkembang akal manusia, maka
semakin sempurnalah rasa malunya.
Sebagaimana bayi yang tidak malu tampil
tanpa baju di hadapan manusia, seiring berkembang akalnya maka semakin
sempurnalah manusia menutup auratnya.
Oleh karena itu, kedewasaan fisik yang
tidak diikuti kedewasaan malu membuka aurat, menunjukkan akal yang
kekanak-kanakan, selain kekurangsempurnaan iman.
Demikian juga dengan ketaatan kepada
Allah dan kesantunan kepada manusia, semakin tidak malu dalam melanggarnya,
semakin menunjukkan betapa tidak dewasa akal dan imannya.
Begitu pentingnya rasa malu, sindiran
bagi yang tidak memilikinya telah menjadi bagian nasihat kenabian sejak lampau.
...إِنَّ مِـمَّـا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ ؛ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
"...Sesungguhnya salah satu perkara
yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah,
*'Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu'* "
(HR. Bukhari)
Makna Malu
Secara bahasa, al hayaa-u (malu) artinya
at taubah wal himsyah, penuh taubat dan sopan santun (lihat Lisaanul Arab).
Secara istilah syar’i, al hayaa-u artinya,
خلق يمنحه الله العبد ويجبله عليه فيكفه عن ارتكاب القبائح والرزائل، ويحثه على فعل الجميل
“sifat yang dikaruniakan Allah kepada
seorang hamba sehingga membuatnya menjauhi keburukan dan kehinaan, serta
menghasungnya untuk melakukan perbuatan yang bagus” (lihat Fathul Baari karya
Ibnu Rajab, 1/102).
Malu yang Tercela
Walaupun sifat malu itu terpuji, namun
malu bisa menjadi tercela jika ia menghalangi seseorang untuk mendapatkan ilmu
agama atau melakukan sesuatu yang benar. Para salaf mengatakan:
لا ينال العلم مستحى و لا مستكبر
“orang yang pemalu tidak akan meraih
ilmu, demikian juga orang yang sombong”.
Dan jika kita menelaah perbuatan salafus
shalih, ternyata dalam hal-hal yang biasanya orang-orang malu melakukannya,
mereka tidak malu jika itu demi mendapatkan ilmu agama atau demi melakukan yang
benar dan terhindar dari kesalahan dan dosa. Sebagaimana kisah Ummu Sulaim
radhiallahu’anha, beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
يا رسولَ اللهِ ، إنَّ اللهَ لا يَستَحِي منَ الحقِّ ، فهل على المرأةِ غُسلٌ إذا احتَلَمَتْ ؟ فقال : ( نعمْ ، إذا رأتِ الماءَ
“wahai Rasullah, sesungguhnya Allah itu
tidak merasa malu dari kebenaran. Apakah wajib mandi bagi wanita jika ia mimpi
basah? Rasulullah bersabda: ‘ya, jika ia melihat air (mani)‘” (HR. Al Bukhari
6121, Muslim 313).
Permasalahan mimpi basah tentu hal yang
tabu untuk dibicarakan. Namun lihatlah, Ummu Salamah radhiallahu’anha tidak
malu menanyakannya demi mendapatkan ilmu dan demi melakukan hal yang benar. Dan
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun tidak mengingkarinya. Karena andai ia
tidak bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentu ia tidak tahu
bagaimana fiqih yang benar dalam perkara ini dan akan terjerumus dalam
kesalahan.
Hal ini sebagaimana juga dalam hadits
yang dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha,
beliau berkata:
إن رجلًا سأل رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم عن الرجلِ يُجامِعُ أهلَه ثم يَكْسَلُ . هل عليهما الغُسْلُ ؟ وعائشةُ جالسةٌ . فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم إني لَأَفْعَلُ ذلك . أنا وهذه . ثم نغتسلُ
“ada seorang lelaki bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang seorang yang lain, yang ia
berjima’ dengan istrinya lalu mengeluarkan mani di luar (‘azl), “apakah ia
wajib mandi?”, tanyanya. Ketika itu ‘Aisyah duduk di samping Rasulullah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, ‘sungguh aku melakukan itu,
aku dan wanita ini (‘Aisyah). Lalu kami mandi‘”. (HR. Muslim 350).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dan para sahabat tidak malu membahas hal yang sifatnya privat dalam rangka
mengajarkan dan mendapatkan ilmu.
Sifat malu itu terpuji dan merupakan
bagian dari iman. Seorang muslim hendaknya memiliki sifat ini, sehingga ia
terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela dan dosa. Namun jangan sampai sifat
malu menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu, melakukan yang haq serta
menjauhi kesalahan dan dosa.
Jangan malu untuk menjawab pertanyaan,
jangan malu untuk maju ke depan, jangan malu untuk menjadi orang sholih.
Malulah dalam bermaksiat kepada Allah,
malu membuka aurat, malu melalaikan sholat, malu berduaan dengan non mahram.
Jangan kebalik.
TANYA JAWAB
-
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT




0 komentar:
Post a Comment