Kajian Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 12 Juli 2017
Rekapan
Grup Bunda G5
Narasumber : Ustadzah Tribhuwana
Tema : Kajian Islam
Editor : Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untukuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersauntukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan sayaahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntukun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basamallah
Bismillahirrahmanirrahim...
MA’RIFATUL INSAN (MENGENAL DIRI)
A. PRINSIP PENCIPTAAN MANUSIA
Allah SWT berfirman :
Al-Insaan:001
Bukankah telah datang atas manusia
satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat
disebut?
Maryam:067
Dan tidakkah manusia itu memikirkan
bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama
sekali?
Kedua ayat di atas dimulai dengan
kalimat istifham yang menuntut perhatian supaya manusia memikirkan diri dan
proses kejadiannya, sehingga dengan itu, ia akan berlaku dengan benar dalam
kehidupan di dunia ini sesuai dengan fungsi dan tujuan penciptaannya.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah.
Pada mulanya ia bukanlah apa-apa, tidak ada, tidak berwujud dan tidak
berbentuk. Kemudian atas kehendak-Nya, ia diciptakan.
Ihwal penciptaan manusia ini,
menunjukkan ke Maha Kuasaan Allah. Hal ini harusnya menjadi renungan manusia,
betapa tanpa kekuasaan_nya, dirinya bukanlah apa-apa.
B. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
Dalam penciptaan manusia, terdapat
dua proses, yaitu Proses Azali dan Proses Alami.
1. Proses Azali
Adalah proses dimana peran ke Maha
Kun Fayakunan Allah terjadi, tidak ada sedikitapiun campur tangan manusia.
Seperti dalam penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah liat yang dibentuk.
Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dan Isa Al Masih yang diciptakan
tanpa seorang ayah. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut :
Al-Hijr:026
Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk.
An-Nisaa`:001
Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Ali-`Imraan:059
Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa
di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari
tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka
jadilah dia.
2. Proses Alami
Adalah proses kejadian manusia
setelah Adam dan Hawa terkecuali Isa as. yaitu harus adanya percampuran antara
laki-laki dan perempuan, bertemunya sel sperma dan indung telur di dalam rahim
perempuan. Dalam rahim seorang ibu ia dibentuk dengan melalui beberapa tahapan
dan dalam waktu yang telah ditetapkan. Kemudian setelah sempurnya kejadiannya,
ia dilahirkan ke atas dunia sebagai seorang bayi, lalu Allah tumbuhkan ia
menjadi dewasa dan menjadi tua, kemudian Allah wafatkan. Sebagaimana firman
Allah :
Al-Mu`minuun:012
Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Al-Mu`minuun:013
Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Al-Mu`minuun:014
Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Al-Mu`minuun:015
Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya
kamu sekalian benar-benar akan mati.
Al-Mu`minuun:016
Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian
akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.
C. BAHAN DASAR (BENTUK DAN ISI) PENCIPTAAN MANUSIA
1. Bentuk Dasar
Bahan dasar manusia adalah tanah yang
tidak berharga, sebagaimana diterangkan dalam ayat dibawah ini :
As-Sajdah:007
Yang membuat segala sesuatu yang Dia
ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
As-Sajdah:008
Kemudian Dia menjadikan keturunannya
dari saripati air yang hina.
Seorang manusia yang gagah perkasa,
tampan dan cantik rupawan hanyalah berbahan dasar tanah liat/tanah tembikar
yang merupakan bahan terendah yang kurang berharga. Bila manusia suka
memperhatikan asal kejadiannya ini, maka ia tidak akan suka menyombongkan diri
menentang dan mendurhakai Allah penciptanya. Akan tetapi ia akan tunduk
merendahkan dirinya kepada Allah, karena hanya atas karunia-Nyalah ia menjadi
ada.
2. Isi Dasar
Dari bahan dasar yang sangat rendah
tersebut di atas, kemudian Allah mengisinya dengan sesuatu yang sangat tinggi
nilainya yaitu ruh-Nya. Sebagaimana firman-Nya :
As-Sajdah:009
Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
Dengan demikian manusia memiliki
hubungan yang sangat dekat sekali dengan Allah karena manusia diberi ruh-Nya.
Dari dua asal yang sangat berbeda ini
menunjukkan adanya dua hal yang berbeda. Jasad manusia yang diciptakan dari
bahan dasar tanah maka ia memiliki kecenderungan yang sangat kuat kepada tanah,
yaitu :
Ali-`Imraan:014
Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Sedangkan ruh (jiwa) yang berasal
dari Allah, maka ia juga memiliki kecenderungan dan kebutuhan kepada petunjuk
Allah yaitu Ad-Diin, jalan menuju Taqwa :
Ali-`Imraan:015
Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan
kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. Untuk orang-orang yang
bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir
dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai)
isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya.
D. POTENSI DASAR MANUSIA
Allah menciptakan manusia dengan
memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya.
Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan Allah atasnya,
baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi eksternal
(yaitu potensi disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal
utama bagi manusia untuk melaksanakan tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh
karena itu, ia harus diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga
ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.
1. Potensi Internal
Ialah potensi yang menyatu dalam diri
manusia itu sendiri, terdiri dari:
a. Potensi Fitriyah.
Manusia diberikan oleh Allah potensi
fitriyah. Makna fitrah ialah al-Islam. Sebagaimana yang kita pahami dalam ayat
dan hadits di bawah ini :
Ar-Ruum:030
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Berkenaan ayat ini Rasulullah SAW
bersabda :
Dengan demikian, pada diri manusia
sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran (dinnullah). Kalau ia gunakan
potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus. Karena
Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam kandungan).
Al-A`raaf:172
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
b. Potensi Ruhiyah
Ialah potensi yang dilekatkan pada
hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang hak dan yang batil, jalan
menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Allah berfirman :
Asy-Syams:007
dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya),
Asy-Syams:008
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Di dalam hati setiap manusia telah
tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan kebaikan (kebenaran) dan
jalan keburukan (kesalahan). Dari kemampuan ini, Nabi pernah bersabda :
Hadits ini menunjukkan bahwa potensi
inilah yang menentukan arah kehidupan manusia.
c. Potensi Aqliyah
Potensi Aqliyah terdiri dari panca
indera dan akal pikiran (sam’a, basar, fu’ad). Dengan potensi ini, manusia
dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang “kekuasaan” Allah. Serta
dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal
yang dapat bermanfaat baginya yang tentu harus diterima dan hal yang mudharat
baginya dan tentu harus dhindarkan. Allah berfirman :
An-Nahl:078
Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Potensi inilah yang akan dimintai
pertanggunganjawabnya oleh Allah. Dalam hal ini Allah berfirman :
Al-Israa`:036
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Manusia yang tidak mempergunakan
potensi ini, maka sungguh ia telah menyia-nyiakan kelebihan dan keutamaan yang
Allah berikan. Sehingga ia tidak pantas mendapat fadhal disisi Allah, tetapi ia
sama dengan makhluk yang terendah yaitu binatang ternak, bahkan lebih hina
lagi. Allah berfirman :
Al-A`raaf:179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
d. Potensi Jasmaniyah
Ialah kemampuan tubuh manusia yang
telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa, kekuatan dan kemampuan.
Sebagaimana firman Allah :
At-Tiin:004
sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
At-Taghaabun:003
Dia menciptakan langit dan bumi
dengan haq. Dia membentuk rupamu dan dibaguskanNya rupamu itu dan hanya kepada
Allah-lah kembali(mu).
Potensi jasmaniyah ini adalah
merupakan basthoh fil khalqi (fil jism). Sebagai modal utama untuk melakanakan
tugasnya.
2. Potensi Eksternal
Disamping potensi internal yang melekat
erat pada diri manusia, Allah juga sertakan potensi eksternal sebagai pengarah
dan pembimbing potensi-potensi internal itu agar berjalan sesuai dengan
kehendak-Nya. Tanpa arahan potensi eksternal ini, maka potensi internal tidak
akan membuahkan hasil yang diharapkan.
a. Potensi Huda
Ialah petunjuk Allah yang mempertegas
nilai kebenaran yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya untuk membimbing umat
manusia ke jalan yang lurus. Allah SWT berfirman :
Al-Insaan:003
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya
jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
Al-Baqarah:038
Kami berfirman: “Turunlah kamu
semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang
siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
b. Potensi Alam
Alam semesta adalah merupakan potensi
eksternal kedua untuk membimbing umat manusia melaksanakan fungsinya. Setiap
sisi alam semesta ini merupakan ayat-ayat Allah yang dengannya manusia dapat
mencapai kebenaran. Allah berfirman :
Ali-`Imraan:190
Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal,
Ali-`Imraan:191
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.
Al-Baqarah:021
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Al-Baqarah:022
Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit,
lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.
E.
TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA
Allah SWT telah menegaskan bahwa, Ia
menciptakan manusia tidaklah dengan main-main tetapi dengan tujuan yang hak.
Dengan diberi tugas dan kewajiban yang akan dimintai pertanggung jawaban.
Sebagaimana Firman Allah di bawah
ini:
Al-Mu`minuun:115
Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Tujuan penciptaan manusia adalah
mengabdi kepada-Nya, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Allah berfirman:
Adz-Dzaariyaat:056
Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
F.
FUNGSI DAN TUGAS MANUSIA DI BUMI
1. Fungsi Manusia
Fungsi manusia adalah sebagai
khalifah di muka bumi, sebagaimana firman-Nya:
Al-Baqarah:030
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Arti khalifah fil ardhi adalah
mandataris Allah untuk melaksanakan hukum-hukum dan merealisasikan kehendak-kehendak-Nya
di muka bumi. Manusia telah dipilih Allah sebagai khalifah-Nya. Untuk
melaksanakan fungsinya itu, Allah mengajarkan manusia ilmu (Asmaun kullaha)..
2. Tugas Manusia
Tugas manusia adalah memelihara
amanah yang Allah pikulkan kepadanya, setelah langit, bumi dan gunung enggan
memikulnya.
Al-Ahzab:072
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
Amanat Allah itu adalah berupa
tanggung jawab memakmurkan bumi dengan melaksanakan hukum-Nya dalam
kehidupan manusia di bumi ini. Sebagaimana yang Allah tegaskan kepada nabi Daud
as.
Shaad:026
Hai Daud, sesungguhnya Kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan.
Untuk menunaikan tangggung jawab yang
dipikulkan kepadanya ini manusia harus mengerahkan segala potensi (baik
internal dan ekternal) yang ada pada dirinya, dan harus sanggup berkorban
dengan jiwa dan hartanya. Dengan pengerahan potensi dan kesanggupan berkurban,
maka tugas dan peran manusia untuk mewujudkan kekhalifahan dan menegakkan
hukum-Nya pasti akan dapat terwujud.
Adapun manusia yang tidak mau
melaksanakan tugas enggan merealisasikan tugas dan perannya, maka ia adalah
manusia yang jahil (bodoh) dan dzalim.
Sebagaimana yang disinyalir oleh
Allah SWT: “Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh”. (33:72).
G. Sifat
Dasar Manusia Dan Cara Mengatasinya
Manusia diciptakan disertai
sifat-sifat dasar yang negatif, yang apabila tidak diarahkan ke arah yang
positif, maka akan menjatuhkan dirinya ke dalam kerugian.
“Demi Masa, sesungguhnya manusia itu
berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan
saling menasihati dalam kebenaran (haq) dan kesabaran”, al-’Ashr:1-3.
Hal ini, merupakan masalah yang
sangat serius, karena bila manusia tetap pada tabiat dasar itu, maka ia berada
dalam kerugian yang nyata. Oleh karena itu, manusia harus berjuang untuk
mengatasinya. Secara umum cara mengatasinya adalah dengan beriman kepada Allah
dan melaksanakan amal shaleh, serta saling menasihati untuk tetap dalam haq dan
kesabaran. Untuk itu marilah kita mengenali sifat-sifat dasar itu dan cara
mengatasinya.
1. Keluh Kesah dan Kikir.
“Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan
sifat halu’ yaitu keluh kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”, al-Ma’arij: 19-21.
Keluh kesah dan kikir timbul karena
tidak adanya rasa syukur atas karunia yang Allah berikan dan tidak sabar atas
cobaan-Nya, sehingga ia senantiasa merasa kurang dan tidak cukup dalam segala
hal dan tidak sabar atas musibah-musibah yang menimpanya. Apabila sifat ini
dituruti, maka manusia akan terombang-ambing dalam keragu-raguan, dan sikap
syu’udzan kepada Allah, sehingga mengingkari nikmat yang telah Allah berikan.
Untuk itu, sifat ini harus diluruskan, dan diarahkan kepada arah yang benar,
yaitu dengan mengerjakan shalat dan amalan-amalan shaleh lainnya.
Sedangkan untuk mengatasi sifat kikir
yaitu dengan menginfakkan harta kepada fakir miskin.
“Kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat, dan orang-orang yang dalam
hartanya terdapat bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa, dan orang yang mempercayai hari pembalasan, dan
orang yang takut terhadap hari pembalasan, Karena sesungguhnya azab Tuhan
mereka tidak dapat orang merasa aman dari kedatanganya, dan orang yang
memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak
yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela,
barang siapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melewati
batas, Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan
janjinya, dan orang-orang yang memelihara syahadatnya, dan orang yang
memelihara shalatnya, Mereka itu kekal di dalam surga lagi dimuliakan”,
al-Ma’arij: 22-35.
2. Lemah
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu.
Dan manusia diciptakan dengan sifat lemah”, al-Nisa’:28.
Dengan tabiat kelemahan manusia itu,
Allah memberikan keringanan dan kemudahan baginya. Untuk mengatasi kelemahannya
itu manusia harus menerima kemudahan dan keringan yang Allah berikan. Bagi
manusia memadai apa yang telah ia usahakan sesuai dengan keadaannya.
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak
memperoleh selain apa yang telah diusahakan”, al-Najm:39.
3. Susah Payah
Allah menciptakan manusia dalam
keadaan yang sangat berat, yaitu adanya berbagai halangan dan rintangan yang
harus dihadapinya.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam keadaan susah payah”, al-Balad:4.
Cara mengatasinya adalah dengan
mengadakan perjuangan untuk membebaskan perbudakan manusia atas manusia.
Apabila manusia enggan mengadakan perjuangan, maka ia akan senantiasa di dalam
kesusahpayahan itu. Oleh karena itu, ia harus bangkit mempergunakan potensi
yang ada dan menyusun kekuatan bersama-sama untuk perjuangan pembebasan
tersebut.
“Tahukah kamu jalan yang mendaki lagi
sukar itu? Yaitu melepaskan budak dari perbudakan, dan memberi makanan pada
hari kelaparan kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat dan orang miskin
yang teramat miskin dan dia termasuk orang yang beriman dan saling berpesan
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka itu adalah golongan
kanan”, al-Balad:10-18.
4. Tergesa-gesa
“Dan adalah menusia bersifat tergesa-gesa”,
al-Isro:11.
Tergesa-gesa ialah ingin
mendapatkan/mencapai sesuatu dengan segera tanpa memelalui proses yang
seharusnya. Karena ketergesa-gesaannya itu, maka manusia sering terjerembab ke
jalan yang salah, sehingga hanya menghasilkan kekecewaan. Karena tergesa-gesa
adalah merupakan sifat negatif, maka ia harus ditundukkan dan diarahkan ke
jalan yang benar.
Cara mengatasinya adalah dengan
bersabar, sebagaimana diperintahkan Allah dalam firman-Nya.
“Bersabarlah kamu seperti sabarnya
ulu al-’azmi min al-rasul dan janganlah kamu minta disegerakan siksa kepada mereka”,
al-Ahqaf:35.
H. Musuh
Besar Dan Teman Sejati Manusia
1. Musuh Manusia
Musuh besar manusia adalah syaithan
(iblis la’natullah) dan golongannya yaitu orang-orang yang mengikuti jalan
kesesatan. Mereka senantiasa meniupkan bisikan jahat (yuwaswisu fi shudurinnas)
ke dalam dada manusia. Al-Quran telah mempertegas: syaitan itu adalah musuh
yang harus benar-benar dijadikan musuh. Karena setan itu akan menggiring
orang-orang yang mengikutinya ke dalam api neraka.
“Hai manusia, sesungguhnya janji
Allah adalah benar; maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan
kamu dan sekali-kali janganlah syaithan yang pandai menipu, memperdayakan kamu.
Sesungguhya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai
mushmu, karena syaithan itu hanya mengajak golongannya (kelompoknya) supaya
menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”, Fathir:5-6.
Pernyataan permusuhan syaithan
(iblis) itu telah ia proklamirkan di hadapan Allah ketika ia terusir dari
surga.
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman
kepada Malaikat: ‘Sujudlah kamu semua kepada Adam’, lalu mereka sujud kecuali
iblis, Dia berkata: ‘Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan
dari tanah?’. Iblis berkata: ‘Terangkanlah kepadaku, inikah orangnya yang
Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku
sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali
sebagian kecil’”, al-Isro:60-62.
Orang-orang yang sesat dan mengikuti
bujuk rayu syaithan mereka adalah hizb al-syaithan/golongan syaithan/partai
syaithan. Mereka sangat giat menyuarakan kebatilan dan menghalangi tegaknya
kebenaran. Mereka adalah manusia yang merugi di dunia dan di akhirat akan
dilemparkan ke dalam neraka Jahannam.
“Syaitan telah menguasai mereka lalu
menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itu hizb al-syaitan. Ketahuilah,
bahwa hizb al-syaitan itu, itulah golongan yang rugi”, al-Mujadilah:19.
“Barang siapa di antara mereka yang
mengikutimu, maka sesungguhnya neraka jahanam adalah balasanmu semua, sebagai
suatu pembalasan yang layak”, al-Isro:63.
2. Teman Sejati Manusia
Adapun teman sejati manusia adalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang melaksanakan
syari’ah-Nya. Yang konsisten menegakkan kebenaran. Mereka adalah Hizb Allah dan
hanya hizb Allah lah yang akan meraih kemenangan.
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saling berkasih sayang terhadap
orang-orang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun puas terhadap limpahan rahmat-Nya. Mereka itulah
Hizb Allah. Ketahuilah bahwa Hizb Allah itulah yang akan menang”,
al-Mujadilah:22.
Dengan demikian, jelas siapa yang
harus dijadikan kawan dan siapa yang harus dijadikan lawan. Maka hendaknya
manusia mengambil kawan yang layak dijadikan kawan dan menjadikan lawan siapa
yang layak dijadikan lawan. Dengan tegas Rasulullah saw telah memperingatkan
kepada kita bila hendak mengambil kawan. Sebagaimana sabdanya:
“Seseorang itu mengikuti dien
temannya, maka hendaknya ia memperhatikan siapa yang menemaninya”, Abu Dawud
dan Tarmidzi.
Sabda Nabi tersebut menerangkan,
bahwa: seseorang itu akan mengikuti agama, kebiasaan, adat istiadat, tabiat
temannya. Hal ini, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh teman dalam membentuk dan
mewarnai perilaku manusia, baik pengaruh kepada kebaikan dan kepada keburukan.
Karena sangat stretegisnya teman ini, maka apabila manusia ingin senantiasa
berada dalam kebaikan, maka harus memilih teman yang baik yaitu mu’min sejati.
I. Pola Hidup Manusia Sepanjang Sejarah
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan
perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; adayang bersyukur dan
ada pula yang kafir”, al-Insan:2-3.
Di dalam menyikapi nikmat yang Allah
berikan kepadanya. manusia terpecah menjadi dua: ada yang bersyukur dan ada
yang kafir. Orang-orang yang bersyukur itu adalah mu’min muttaqin. Mereka
mempergunakan nikmat-nikmat itu untuk menunjang terpenuhinya
kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan kepadanya.
Sedangkan manusia yang ingkar adalah
orang-orang kafir. Orang yang kafir ini terbagi menjadi dua, yaitu (1) yang
dengan jelas dan terang-terangan menyatakan kafir kepada Allah. Dan (2) yang
menampakkan keimanan sedang dalam hatinya ingkar, mereka adalah orang-orang
munafik.
1. Pola Hidup Orang Mu’min-Mutaqin
Mereka berjalan di atas petunjuk
Allah shirathal mustaqim. Senantiasa melaksanakan dan menjaga syariat-syariat
Allah, menegakkan shalat, menginfakkan hartanya di jalan Allah, mengimani
kitab-kitab-Nya dan mengimani hari akhirat. Allah membimbing golongan ini
karena ketaqwaannya di atas petunjuk-Nya dan memasukkannya ke dalam surga-Nya.
“Inilah al-Kitab yang tiada keraguan
di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu mereka yang
beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menginfaqkan sebagian
rizki yang dianugerahkan Allah kepadanya. dan mereka beriman kepada kitab yang
telah diturunkan kepadamu dan kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu,
serta mereka yakin akan kehidupan akhirat. Mereka itulah yang mendapat petunjuk
dari Tuhan mereka, dan mereka adalah orang-orang yang beruntung”, al-Baqoroh:2-5.
Orang-orang mu’min mutaqin rela
mengorbankan seluruh hidupnya (baik harta dan jiwa) untuk mencari keridhaan
Allah.
“Di antara manusia ada orang yang
mengorbankan jiwanya untuk mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya”, al-Baqoroh:207.
2. Pola Hidup Orang Kafir
Orang-orang kafir menjalani hidupnya
dengan menolak wahyu (petunjuk) Allah dan lebih memilih ideologi sesatnya,
fastahabbul ‘amma ‘alal huda (41:17). Mereka adalah orang yang tuli, pekak dan
bisu tidak mau mendengar peringatan.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir,
sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak, mereka tidak akan
beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka di tutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”, al-Baqoroh:6-7.
Mereka mengikuti jejak para penentang
kebenaran, Iblis la’natullah, Namrud, Fira’un, Romawi, Abu Jahal, USA dan
lain-lain dengan menyombongkan diri, menolak wahyu Allah dan membuat kerusakan
dimuka bumi. Mereka senantiasa menentang Allah dengan membuat
tandingan-tandingan yang mereka sembah (agung-agungkan) dengan penuh kecintaan.
Karena kekafirannya itu, Allah menutup hati mereka, membutakan mata mereka,
menggiring mereka di atas jalan yang sesat dan memasukkannya ke dalam neraka
Jahannam, satu tempat kembali yang sangat buruk.
“Dan di antara manusia ada orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah.
Dan jika orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat
siksa pada hari kiamat, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan Allah
amat berat siksaannya (niscaya mereka menyesal)”, al-Baqoroh:165.
3. Pola Hidup Orang Munafik
Orang-orang munafik secara lahiriyah
beriman kepada Allah, rasul-Nya dan hari akhirat. Keimanannya ia persaksikan
dengan sebenar-benarnya, tetapi mereka bukanlah orang yang beriman. Golongan
ini, hidup ditengah-tengah kaum mu’minin, Mereka jua mendengar wahyu-wahyu
Allah disampaikan, namun karena hatinya berpenyakit, wahyu itu tidak bermanfaat
sedikitapiun.
Orang-orang munafik ini tidak
memiliki komitmen dan loyalitas yang jelas kepada Islam, sehingga mereka rela
menukar hidayah Allah dengan kesesatan. Mereka tetap loyal kepada setan-setan
mereka (musuh-musuh Islam), mengadakan makar untuk menghancurkan Islam. Pola
hidup munafik ini dengan jelas diterangkan dalam Surah Al-Baqoroh, sebagai
berikut:
“Di antara manusia ada orang yang
mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir”, padahal mereka tidak
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman; padahal
mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati
merka ada penyakit, lalu di tambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa
yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka:
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab: “Sesungguhnya
kami orang-orang yang membuat perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila
dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang yang telah
beriman: “mereka menjawab: “Akan berimankan kami sebagaimana orang-orang yang
bodoh itu telah beriman?”. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang
bodoh, tetapi mereka tidak sadar. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang
yang beriman mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali
kepada setan-setan mereka, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sependirian
dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. Allah akan membalas olok-olok mereka
dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah
yang memberi kesesatan dengan petunjuk, maka tidak beruntung perniagaan mereka
dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”, al-Baqoroh:8-16.
Allah telah memberikan perumpamaan
tantang pola hidup mereka itu, dalam ayat yang sangat indah:
“Perumpamaan mereka adalah seperti
orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,dan membiarkan mereka dalam kegelapan,
tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan
kembali ke jalan yang benar. Atau seperti orang yang ditimpa hujan lebat dari
langit disertai dengan gelap gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinga
dengan jari mereka, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati. Dan
Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat telah mnyambar
penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di
bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa, mereka berhenti. Jikalau Allah
menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”, al-Baqoroh:17-20.
Betapa orang-orang munafik tidak
dapat mengambil manfaat dari wahyu-wahyu Allah (hujan) yang senantiasa
diturunkan, karena keragu-raguan yang ada dalam hatinya., Yang mereka tangkap
hanyalah kerasnya suara guntur yang memekakkan telinganya dan kilatan petir yang
seakan membutakan matanya, ia menutup telinga dengan telunjuknya, sehinggga
tuli dan tidak mendengar peringatan Allah yang terkandung di dalamnya.
Golongan ini, beribadah kepada Allah
berada di tepian, bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi. Sekiranya
menguntungkan, maka ia tetap dalam kondisi itu, tetapi manakala ia pandang
merugikan dirinya, maka ia mundur kebelakang. Mereka teronbang-ombing dalam
keragu-raguan dan Allah masukkan mereka ke dalam neraka jahannam.
“Di antara menusia ada yang menyembah
Allah dengan berada di tepi, maka jika dia memperoleh kebajikan tetaplah mereka
adalah keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh sesuatu bencana berbaliklah ia
kebelakang, Rugilah ia di dunia dan akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian
yang nyata”, al-Hajj11.
Demikianlah pembahasan “mengenal
manusia”, semoga kita bisa menjadi manusia yang “tahu diri”.
Wallahu a'lam
Sumber : Blog muslim
TANYA JAWAB
Q : Bund, secara global, penciptaan
manusia itu kan untuk menyembah Allah, lalu bagaimana dengan yang
perorangannya? Saya pernah ditanya, "kamu sempat berfikir nggak, untuk apa Allah
menciptakanmu?"
A : Di QS 51 ayat 56 maksudnya sudah
jelas njih, manusia dalam artian perorangan juga,
Q : Ustadzah, saya mau nanya, kemarin sedikit berkelakar dengn teman. Ada orang yang sifatnya jelekkkkk
banget, sampai ada yang bilang gini, manusia itu diciptakan dari tanah, lha kalau
kelakuannya jelek, jangan-jangan dia diciptakan dari tanah sengketa.
Apakah seperti itu benar ustadzah ? Kemudian, bagaimana kita bisa
mengenali diri sendiri, mengenali sejatinya kita ini siapa ?
A : Tidaklah bunda, tapi memang keimanan
seseorang itu berbeda-beda sesuai tingkat pemahaman agamanya. Wallahu a'lam
Q : Kalau untuk mengenali sejatinya kita
manusia gimana bunda caranya ?
A : Yang sederhana adalah mengenal
kelebihan dan kekurangan diri sendiri, kemudian mengetahui proses penciptaan
manusia, sehingga akan berujung dengan pengenalan Rabb-nya. Wallahu a'lam
Q : Bunda mau Tanya,,ketika kita masih di dalam rahim dan ruh ditiup,, ketetapan
tentang seseorang itu sudah ada,,, masalah rizki,, jodoh,,maut,,nah untuk urusan maut
ini,,, ketika seseorang meninggal selain diuji dengan sakit,, misalnya dengan
bunuh diri (mendahului kehendak Allah kah?),,dan meninggal dalam
kecelakaan yang raganya sudah tidak berbentuk,,,itu memang sudah ketetapan-Nya..???
A : Qadar, secara bahasa artinya takdir
(penentuan). Sedangkan qadha`, secara bahasa artinya hukum (keputusan).
Qadha` dan qadar adalah dua istilah. Jika keduanya berpisah, maka maknanya
sama. Dan jika berkumpul, maknanya berbeda.
Jika disebut qadar Allah, maka
semakna dengan qadha` Allah, dan begitu pula sebaliknya. Jika disebut
bersama-sama, maka masing-masing memiliki makna yang berbeda, yaitu:
Qadar adalah, apa saja yang telah
ditentukan Allah semenjak dahulu akan terjadi pada makhlukNya.Qadha` adalah,
apa saja yang Allah putuskan pada makhlukNya, berupa mewujudkan, meniadakan,
atau merubah. Sehingga qadar mendahului qadha`.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ
Allah pencipta langit dan bumi, dan
bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya
mengatakan kepadanya: “Jadilah,” lalu jadilah ia. [al Baqarah/2 : 117].
Iman kepada qadar termasuk rukun iman
ke enam. Iman seseorang rusak, jika tidak beriman kepada qadar.
Iman kepada qadar mencakup empat
perkara. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t menyatakan, Firqah Najiyah (golongan
yang selamat), Ahli Sunnah wal Jama’ah mengimani terhadap qadar yang baik dan
yang buruk. Iman kepada qadar meliputi dua derajat, setiap satu derajat memuat
dua perkara.
Derajat Pertama. Beriman bahwa Allah
Ta’ala mengetahui seluruh makhlukNya. Semua makhluk berbuat dengan pengetahuan
Allah yang ada semenjak dahulu, yang Allah disifati dengan ilmu itu azali
(semenjak dahulu ada) dan abadi (terus ada). Dan Dia mengetahui seluruh keadaan
hamba, yang berupa ketaatan, kemaksiatan, rizki, dan ajal. Kemudian Allah
menulis takdir-takdir seluruh makhluk di Lauhil Mahfuzh.
Derajat Kedua. Beriman bahwa kehendak
Allah pasti terjadi, dan kekuasaan Allah bersifat universal (menyeluruh,
meliputi segala sesuatu). Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang
tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi. Tidak ada di langit dan di bumi,
yang berupa gerakan dan diam, kecuali dengan kehendak Allah Azza wa Jalla .
Tidak terjadi di dalam kerajaanNya apa yang tidak Dia kehendaki. Bahwasannya
Allah Azza wa Jalla Maha Kuasa atas segala sesuatu, dari segala yang ada dan
segala yang tidak ada. Tidak ada satu makhluk di bumi dan di langit, kecuali
Allah adalah penciptanya. Tidak ada pencipta selainNya, tidak ada Rabb (pemiliki,
pengatur) selainNya. Bersamaan dengan itu, Dia memerintahkan hamba-hambaNya
untuk mentaatiNya dan mentaati para rasulNya, dan melarang mereka dari
bermaksiat kepadaNya. Sedangkan Dia (Allah) k mencintai orang-orang yang
bertakwa, orang-orang yang berbuat ihsan, orang-orang yang berbuat adil, dan
meridhai orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dia tidak mencintai
orang-orang kafir dan tidak meridhai orang-orang fasiq. Dia juga tidak
memerintahkan kekejian, dan tidak meridhai kekafiran untuk hamba-hambaNya. Dan
Dia tidak mencintai kerusakan”. [Aqidah Wasithiyah]
Setelah mengetahui penjelasan di
atas, maka kita dapat mengetahui, bahwa bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian
manusia itu termasuk takdir Allah Azza wa Jalla . Tetapi itu merupakan kemaksiatan
yang dilarang dan dibenci oleh Allah Azza wa Jalla .
Sebagai peringatan bagi kita semua,
dalam masalah qadar ini seharusnya kita mencukupkan dengan beriman, tanpa
banyak memikirkannya dengan akal semata, karena akan menyeret kepada
kebingungan dan kesesatan, sebagaimana telah melanda orang-orang Qadariyah. Dan
qadar itu merupakan rahasia Allah yang tersembunyi.
Wallahu a’lam.
Q : Ustadzah, di surat al mukminun :
12-14 dijelaskan bahwa
manusia dari saripati (berasal) dari tanah kemudian kami jadikan saripati itu
air mani yang disimpan dalam rahim.
Yang ingin saya tanyakan proses dari
tanah menjadi air mani itu maksudnya seperti apa ya? Karena ada anak yang
menanyakan tentang penciptaan manusia dan persepsi tanah disini ya seperti
tanah yang biasa kita lihat. Anak itupun menanyakan apa di dalam rahim itu ada
tanah? Bagaimana ya menjelaskannya. Afwan, jadi pada dasarnya manusia itu
dari tanah atau air mani?
A : Kalau kita telusuri asal muasal
diciptakannya manusia kenapa bisa dikatakan dari saripati tanah? Karena proses
pembuahan gabungan dari sperma dan sel telur yang mendominasi, sedangkan asal
muasal sperma itu adalah dari sari pati makanan yang kita makan. Makanan yang
kita makanan kebanyakan hasil dari tumbuhan yang mana tumbuhan tersebut tumbuh
ditanah, itulah yang menjadi alasan kenapa manusia diciptakan dari sari pati
tanah.
Allah SWT berfirman dalam surat
Al-Mu’minun yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. a Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Q.S. Al-Mu’minun, 23:
12-14).
Q : Ustadzah, Rasulullah sangat bangga
jika umatnya banyak, maka dianjurkan untuk memilih wanita yang subur. Lalu
bagaimana dengan posisi perempuan yang mandul (tidak memiliki keturunan)?
A : Perempuan yang mandul tetap bisa berburu
pahala kebaikan dengan ibadah yang lain
Semuanya sudah Qodarullah
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklooah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asayahadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment