Home » , » Jihad Fii Sabilillah

Jihad Fii Sabilillah

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Friday, April 20, 2018


Image result for jihad fi sabilillah
Rekap Materi Kajian Online Ummi G1
Hari:  Selasa
Tanggal: 10 April 2018
Materi: Jihad Fii Sabilillah
Narsum: Ustadz Kholid
Editor: Sapta
______________



Materi

عَنْ أَبِي مُوسَى عَبْدِ الله بْنِ قَيْسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِل رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ متفق عليه
Dari Abi Musa Abdullah bin Qais beliau berkata: datang seseorang kepada nabi n dan berkata: seorang berperang karena gensi dan berperang karena menunjukkan keberanian dan berperang karena riya' manakah yang di jalan Allah? Beliau menjawab:siapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah agar tinggi maka dia di jalan Allah, (Mutafaqun 'Alaihi)

Hadits yang mulia ini diriwayatkan dalam lafadz yang lain:

وَيُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ أَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ متفق عليه

dan berperang karena menmpakkan kedudukannya manakah yang di jalan Allah? Beliau menjawab: Siapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah agar tinggi maka dia di jalan Allah.

Rasululloh ditanya tentang orang yang berperang karena salah satu dari tiga aspek yaitu keberanian, gengsi dan riya'.

Pertama: Adapun orang yang berperang karena keberanian bermakna seorang pemberani yang mencintai perang karena seorang pemberani memiliki sifat keberanian dan keberanian mesti memiliki tempat untuk menampakkannya sehingga didapatkan seorang pemberani ingin agar Allah memudahkan baginya berperang untuk berperang dan menampakkan keberaniannya maka dia berperang karena ia seorang pemberani yang cinta perang.

Kedua: berperang karena gengsi:gengsi atas kebangsaan, atas kesukuan, atas nasionalis (Negara) atau karena fanatisme kelompok.

Ketiga: berperang untuk menampakkan kedudukannya bermakna agar manusia melihatnya dan mengerti keberaniannya, maka nabi n berpaling dari itu semua dan menjawab dengan jawaban yang singkat sebagai timbangan peperangan dengan sabdanya:

قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

dan berperang karena menmpakkan kedudukannya manakah yang di jalan Allah? Beliau menjawab: Siapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah agar tinggi maka dia di jalan Allah


Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa perang muncul dengan sebab lima perkara: Mencari harta rampasan, menampakkan keberanian, riya’, fanatic dan kemarahan. Semuanya bisa mendapatkan pujian dan celaan. Oleh karena itu tidak dijawab dengan penetapan dan penafian.  (lihat fathul Baari 6/35). Hal ini dapat dijelaskan dengan:

    1.   Berperang karena menampakkan keberanian dapat difahami beberapa sisi:

a.   Berperang untuk menampakkan keberaniannya dan tidak ada maksud dan tujuannya kecuali hanya untuk dikenal dan disebut sebagai pahlawan. Ini jelas adalah penghapus keikhlasan.
b.   Berperang dengan menampakkan keberaniannya dan maksud tujuannya adalah menegakkan kalimat Allah dan membela agamaNya.
c.   Berperang hanya karena keberaniannya saja. Dia tidak bermaksud meninggikan kalimat Allah dan tidak juga untuk menampakkan keberaniannya. Hal ini mungkin terjadi, karena orang pemberani yang biasa berperang dan memiliki tabiat senang perang bisa berperang tanpa ingat tujuan dan maksudnya. (Ihkaam al-Ahkaam Syarhu Umdatil Ahkaam hlm 502)

    2.   Berperang karena terbawa fanatic dan kemarahan. Maka fanatisme tersebut terkadang karena Allah dan terkadang karena pribadi semata. Yang pertama muncul oleh pengagungan perintah dan yang memerintah dan kedua dimunculkan oleh pengagungan diri dan kemarahan karena tidak mendapatkan bagiannya. Fanatic karena Allah adalah penjagaan kalbu berupa pengagungan hak-hak Allah. Inilah keadaan hamba yang kalbunya disinari dengan cahaya kekuatan Allah sehingga kalbunya dipenuhi cahaya tersebut. Bila marah maka ia marah karena cahaya kekuatan yang memenuhi kalbunya tersebut. Rasulullah dahulu apabila marah maka akan memerah kedua pelipisnya dan Nampak otot diantara kedua matanya yang muncul karena marah. Tidak membuat beliau marah kecuali karena Allah. Berbeda dengan fanatic pada diri sendiri , karena emosinya muncul dari dirinya karena kehilangan bagian atau mencarinya tidak dapat. 

Ibnu Hajar berkata: Ibnu Bathaal berkata: Nabi berpaling dari lafazh jawaban penanya; karena kemarahan dan fanatic tersebut kadang karena Allah sehingga berpaling darinya kepada lafazh yang menyeluruh sehingga dapat menghilangkan kesamaran dan lebih terfahami (fathulbari 9/35).

   3.   Sedangkan yang khusus mencari harta rampasan perang, maka apabila pendorong dan tujuan dari jihadnya tersebut adalah kehendak meninggikan kalimat Allah walaupuna dapatkan harta rampasan secara langsung, maka ini tidak mengapa. Yang dilarang apabila tujuan jihadnya adalah semata mencari dunia. Namun bila menginginkan dunia dan akherat maka Allah berfirman tentang kaum mukminin yang Allah puji:

 ( وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ )

Dan di antara mereka ada orang yang berdo'a:"Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah/2:201)

 (syarah Sunan Abi dawud 13/450).

Muhammad bin Isma’il ash-Shan’ani berkata: Imam ath-Thobari berkata: Apabila maksud utamanya adalah meninggikan kalimat Allah maka tidak mengapa yang terjadi berupa niat lain . demikianlah pendapat mayoritas ulama.

Hadits yang mulia ini terfahami tidak keluar dari keadaan perang dijalan Allah disertai niat pendamping; karena dia telah berperang untuk meninggikan kalimatullah. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah:

{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ} البقرة 198 ،

Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu. (QS. Al-Baqarah/2:198)

Berdagang tidak menafikan keutamaan haji, demikian juga ibadah selain haji. Dengan demikian apabila inti dan niyat terpentingnya adalah meninggikan kalimat Allah agar tinggi maka niyat lain yang menyertainya tidak merusaknya. Yang masalah adalah bila niyat-niyat tersebut seimbang. Dilihat dari teks hadits dan ayat hal itu tidak merusak. Namun Abu Dawud dan an-Nasaa’I menyampaikan hadits Abu Umamah berliau berkata: 

( جاء رجل فقال : يا رسول الله أرأيت رجلا غزا يلتمس الأجر والذكر ماله ؟ قال: لا شيء له ، فأعادها ثلاثاً كل ذلك يقول لا شيء له ، ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الله تعالى لا يقبل من العمل إلا ما كان خالصا وابتغي به وجهه

Seorang datang dan berkata: Wahai Rasulullah bagaimana pendapat engkau pada seorang yang berperang mencari pahala dan nama baik? Beliau menjawab: Tidak tidak mendapatkan apa-apa. Beliau mengulanginya tiga kali dan semuanya menyatakan: Tidak dapat apa-apa. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menerima dari amalan kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas dan mengharap wajahNya. (HR Abub Dawud dan dihasankan dalam silsilah ash-Shahihah 1/118)

Hadits ini menjadi dalil apabila kedua pendorong pahala dan nama baik tersebut seimbang maka pahalanya batal. Nampaknya hapusnya pahala tersebut karena kekhususan mencari nama baik; karena amalannya berubah karena riya’ dan riya’ adalah pembatal semua yang menyertainya berbeda dengan mencari harta rampasan perang, karena ia tidak menafikan jihad, bahkan apabila bertujuan dengan mendapatkan harta rampasan tersebut untuk membuat dongkol kaum musyrikin dan bermanfaat untuk ketakwaannya, maka ia mendapatkan pahala, karena Allah berfirman:

مَاكَانَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ اْلأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللهِ وَلاَيَرْغَبُوا بِأَنفُسِهِمْ عَن نًّفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لاَيُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلاَنَصَبٌ وَلاَمَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَيَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلاَيَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلاً إِلاَّ كُتِبَ لَهُم بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللهَ لاَيُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, (QS. 9:120)

Perang tidak meniadakan tujuan mendapatkan harat rampasan perang, karena Nabi bersabda:

انْتَدَبَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِي سَبِيلِهِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا إِيمَانٌ بِي وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِي أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ

Allah membalas orang yang keluar berperang dijalanNya dengan niyat tidak mengeluarkannya kecuali iman kepadaKu dan membenarkan Rasul-rasulKu dengan mengembalikannya dalam keadaan mendapatkan pahala atau harta rampasan perang atau Aku masukkan ke dalam syurga. (HR al-Bukhori).

Jelaslah disini bolehnya berniat lebih dari satu, karena hadits-hadits ini menunjukkan hal tersebut. Rasulullah dengan para sahabatnya dalam perang Badar keluar untuk menghadang kafilah dagang Quraisy dan ini tidak menafikan tujuan meninggikan kalimat Allah, bahkan itu temasuk meninggikan kalimat Allah karena Allah berfirman:

وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللهُ إِحْدَى الطَّآئِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللهُ أَن يُّحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ

Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedangkan kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan semnjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir, (QS. 8:7)

Allah tidak mencela Rasulullah dan para sahabatnya, padahal dalam ayat dijelaskan keinginan mereka untuk mendapatkan harta tanpa peperangan. Sehingga peninggian kalimat Allah juga mencakup memberikan rasa takut pada kaum musyrikin, mengambil harta mereka dan sejenisnya. Adapun hadits Abu Hurairoh yang disampaikan imam Abu dawud berbunyi:

أن رجلا قال : يا رسول الله رجل يريد الجهاد في سبيل الله وهو يبتغي عرضا من الدنيا ؟ فقال: لا أجر له ، فأعاد عليه ثلاثا كل ذلك يقول: لا أجر له

Seorang berkata: Wahai Rasulullah seorang ingin berjihad di jalan Allah sedang dia mengharapkan bagian dari dunia? Beliau menjawab: Tidak mendapatkan pahala! Beliau mengulanginya tiga kalisemuanya menyatakan: Tidak ada pahalanya. (HR Abu Dawud dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih sunan Abi Dawud 7/276).

Dalam hadits ini seakan-akan Rasulullah memahami dorongan yang sebenarnya adalah mencari kepentingan dunia, sehingga menjawah dengan jawaban ini. Sebab Rasulullah sudah menjelaskan bolehnya mendua dalam niyat jihad dan mendapatkan harta rampasan perang.

Syeikh as-Sa’di menjelaskan tentang kisah perang Badar dalam Taisir al-Karimirrahmaan fi tafsir Kalamil Manaan hlm 315:

Pada asalnya keberangkatan Rasulullah dan para sahabatnya untuk mencegat rombongan kafilah besar pedagang Quraisy yang dipimpin Abi Sufyaan bin Harb kenegeri Syam. Ketika mereka mendengar kepulangan kafilah ini dari Syam, Rasulullah mengajak para sahabatnya klalu berangkat bersama beliau 300 lebih belasan orang membawa 70 onta dan mereka saling bergnatian menungganginya dan mengangkat perlengkapan mereka. Lalu Quraisy mendengar berita kaum muslimin ini dan berangkat menuju Madinah untuk melindungi kafilah dagang mereka dalam jumlah tentara yang besar dan perlengkapan yang lengkap berupa senjata, kuda dan orang-orang yang mencapai hamper seribu orang. Allah menjanjikan kepada kaum muslimin salah satu dari kedua kelompok tersebut, bisa jadi berhasil merampas kafilah atau berperang dengan kaum Quraisy. Waktu itu para sahabat lebih menyukai kafilah karena kecilnya kekuatan kaum muslimin dan karena mereka bukan pasukan yang kuat. Namun Allah lebih menyukai untuk mereka dan inginkan untuk para sahabat sesuatu yang lebih tinggi dari yang mereka sukai tersebut.

Sedangkan imam Ibnu rajab dalam Jaami’ Ulum Wal Hikam hlm 26 berkata:

“Apabila niyat jihad bercampur misalnya niyat dengan selain riya’ seperti mendapatkan upah layanan jasa atau mendapatkan sebagian harta rampasan perang atau berdagang, maka berkurang pahala jihadnya dan tidak menghapus seluruhnya. Ada dalam shahih Muslim riwayat dari Abbdullah bin Amru dari Nabi beliau bersabda:

إنَّ الغُزَاةَ إذا غَنِموا غنيمةً ، تعجَّلوا ثُلُثي أجرِهِم ، فإنْ لم يغنَمُوا شيئاً ، تمَّ لهُم أجرُهم

Sesungguhnya tentara perang apabila mendapatkan harta rampasan perang berarti telah mengambil duluan dua pertiga pahalanya dan bila tidak mengambil sedikitpun maka sempurnakan pahala mereka.[2]

Semua yang telah saya sampaikan hadits-hadits terdahulu yang menunjukkan orang yang ingin berjihad mendapatkan dunia maka tidak dapatkan pahala, maka difahami itu bila tidak memiliki tujuan jihad kecuali hanya duniawi. Imam Ahmad berkata:

التَّاجِرُ والمستأجر والمُكاري أجرهم على قدر ما يخلُصُ من نيَّتهم في غزاتِهم ، ولا يكونُ مثل مَنْ جاهَدَ بنفسه ومالِه لا يَخلِطُ به غيرَهُ

Pedagang, orang yang disewa dan orang yang dipekerjakan pahala mereka sesuai dengan keikhlasan niyat mereka dalam peperangannya. Tidaklah sama dengan orang yang berjihad dengan jiwa dan harta nya tanpa dicampuri apapun.

Beliau juga menyatakan:

 إذا لم يخرج لأجلِ الدَّراهم فلا بأس أنْ يأخذَ ، كأنّه خرجَ لدينِهِ ، فإنْ أُعطي شيئاً أخذه

Apabila tidak keluar karena dirham maka tidka mengapa mengambilnya, seakan-akan keluar karena agamanya. Apabila diberi sesuatu maka ia mengambilnya.

Diriwayatkan dari Abdillah bin Amru beliau berkata:

إذا أجمعَ أحدُكم على الغزوِ ، فعوَّضَه الله رزقاً ، فلا بأسَ بذلك ، وأمَّا إنْ أحَدُكُم إنْ أُعطي درهماً غزا ، وإنْ مُنع درهماً مكث ، فلا خيرَ في ذلك

Apabila salah seorang kalian berniat ikhlas untuk berperang lalu Allah berikan imbalan rezeki maka tidak apa-apa menerimanya. Adapun bla salam seorang kalian diberi uang baru berperang dan bila tidka diberi maka diam, maka tidak ada kebaikan dalam hal ini.

Imam al-Auza’I menyatakan:

إذا كانت نيَّةُ الغازي على الغزو ، فلا أرى بأساً

Apabila niat pasukan adalah untuk berperang, maka saya memandangnya diperbolehkan”.



Kesimpulannya niyat memiliki batasan dan ketentuan dasarnya adalah jawaban Nabi dalam hadits ini:

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا

Ini termasuk dalam jawami’ al-Kalim.

Oleh karena itu Syeikh ibnu Utsaimin berkata:

Sabdanya: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا dalam hal ini ada keikhlasan niat kepada Allah 


==========

TANYA JAWAB


Tanya: Ijin bertanya. Apakah bisa di kategorikan berperang bagi muslim yang membela agama islam lewat medsos?
Jawab: Bisa selama standarnya adalah meninggikan kalimat Allah


Tanya: Ijin bertanya ustadz.  Kalau jaman sekarang Berperang lewat sarana partai (tentunya liat partai Islam Dan dakwah). Kan menjelang pemilihan   entah itu untuk tingkat daerah atau pusat. Kita juga mesti berkampanye, mengenalkan diri ke masyarakat seperti sekarang apa termasuk kategori berperang Ustadz? Karena kebatilan untuk tingkat elit luar biasa. Jadi harus ada yang bisa mendakwahkan masuk parlemen. Bagaimana Ustadz?
Jawab: Dalam hadits ini jelas standarnya adalah meninggikan kalimat Allah. Jadi utk menerapkan syariat islam dan mengajak orang beribadah kepada Allah


Tanya: Bertanya ustadz,  kalo saya sebagai ibu rumah tangga  dan juga seorang ibu yg banyak sekali keterbatasan. Sebatas apa perjuangan kita ikut jihad menegakan syariat islam? Contohnya seperti apa?
Jawab: Banyak sekali. Diantaranya menunaikan hak hak suami dan mendidik anak anak menjadi anak shalih termasuk berjihad dijalan Allah. Termasuk haji dikatakan ulama sebagai jihad terbesar wanita.


Tanya: Kalo untuk kalangan  masyarakat atau tetangga gimana ustad? peran serta ibu rumah tangga dalam berjihad?
Jawab: Banyak sekali. Intinya apakah itu cara untuk meninggikan kalimatullah.


Tanya: Apakah seorang istri yang mencari nafkah untuk keluarga juga disebut jihad?
Jawab: Tergantung kepada niyat dan juga apakah untuk meninggikan kalimatullah . Artinya nafkah hasilnya itu digunakan untuk apa? Kebutuhan asasi ataukah kemewahan. Semuanya menentukan. Kalau nafkah yang dihasilkan diniatkan untuk ibadah dan memperkuat ibadah kepada Allah maka dihitung ibadah. Kalau hartanya dibuatkan untuk perjuangan menegakkan syariat maka termasuk berjihad dengan hartanya.





=================

Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis:

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official





Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!