Rekap
Kajian Link Online HA Ummi G1 - G6
Hari/Tgl:
Selasa, 24 Juli 2018
Materi:
KECEWA
Nara
Sumber: Ustadz Ryanda
Waktu
Kajian: bada isya- Selesai
Editor:
Sapta
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Kecewa..
ketika amal dan ibadah yg kita lakukan tiada nilainya di hadapan Allah..
Kecewa..
ketika sholat seumur hidup namun tetap saja neraka yg kita dapat..
Kecewa..
ketika sedekah dan sabar kita lakukan, namun azab datang menyiksa di alam
kubur..
Diri
ini tentu bertanya-tanya mengapa justru azab, neraka, dan tiada pahala yang
justru di dapat, padahal semua dilakukan dengan ikhlas dan sangat baik. Ya
semua itu karena daging yang tak bertulang yang bernama lidah, yang dengannya
kita mengatakan apapun yang kita suka. Padahal ukurannya kecil, kadang tak di
anggap. Tapi dengannya, justru amalan kita sia-sia. Gugur begitu saja. Tak ada
yang bersisa. Justru dilempar ke neraka
karenanya.
Ya
lidah, kadang kita sepelekan, padahal perkataan kita ini adalah cerminan dari
akhlak kita sebagai seorang muslim, saat kita mengatakan sesuatu yang menyakiti
perasaan saudara kita, atau yang menyinggung perasaan saudara kita. Namun, saat
saudara kita tersinggung, bukannya kita mengucapkan maaf kepadanya, tetapi...mengejeknya
dengan sebutan "baper".
Hanya
segini kepekaan kita terhadap saudara kita? Padahal ga sadar, bahwa lisan itu yang
menjatuhkan kita ke neraka. Justru lisan itu yang mengazab kita di alam kubur.
Lalu
apakah ini hanya sekedar ancaman dari kajian saya? Tentu tidak, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ
بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ
لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya
ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk
keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu
Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba
benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia
tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di
dalam neraka Jahannam”. [HR al-Bukhâri, no. 6478].
Ada yang bersedia menerima tempat tinggal di
neraka jahannam?
Tapi
itu kata rasulullah, perkataan rasulullah tidak mungkin dusta, sudah PASTI akan
terjadi. Maka yang suka menyakiti saudaranya dengan lisannya, baik secara langsung,
ataupun dengan menghibahinya. Maka ana pribadi mengucapkan selamat kepadanya. Atas
sedekah amalannya selama ini pahalanya sepanjang hidupnya, akhirnya gugur
karena lisannya menyakiti saudaranya.
Lalu
saudara yang disakitinya, walau amalannya sedikit, namun terselamatkan karena? Ya
karena lisan kita yang dahulu menyakiti saudara kita, sampai banyak orang yang
menzaliminya, ikut membullynya.
Dalam
kitab riyadus sholihin, Ana pernah baca, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengkhawatirkan umatnya.
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ
بِهِ قَالَ قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ
مَا تَخَافُ عَلَيَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا
“Dari
Sufyan bin ‘Abdullah ats-Tsaqafi, ia berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah,
katakan kepadaku dengan satu perkara yang aku akan berpegang dengannya!” Beliau
menjawab: “Katakanlah, ‘Rabbku adalah Allah’, lalu istiqomahlah”. Aku berkata:
“Wahai Rasulullah, apakah yang paling anda khawatirkan atasku?”. Beliau
memegang lidah beliau sendiri, lalu bersabda: “Ini”.
Untuk
jaminan kita masuk surga cukup dengan LAAILLAHA 'ILLALLAH dan istiqomahlah. Namun,
yang membuat umat rasulullah terjungkir dan yang paling di khawatirkan oleh
beliau adalah lidah. Ya lidah ini. Dimana apapun bisa terucap melalui lisan
ini.
Kadang
obrolan kita memang seru, tapi sayang, suka tak terkendali, bahkan jatuh-jatuhnya
jadi ghibah, dari ghibah timbul fitnah, dari fitnah semua tertuju kepada yang
di fitnah. Padahal yang di fitnah tidak mengerti apa-apa. Tapi apa kita yang
menggibahi mikir sampai kesana? Mikir kah kalau MUNGKIN yang di ghibahi
memiliki masalah yang lebih besar di bandingkan fitnah itu sendiri? Terus
karena ghibah yang tidak SENGAJA itu, malah makin menzalimi dia. Makin membuat
dia tertekan.
Kalau
gara-gara ghibah itu, sampai-sampai dia berbuat jahat atau bunuh diri, apakah
kita mau tau? Atau mau bantu? Atau tanggung jawab juga kah?
Ya
ngga lah. Pasti bilangnya "ah itu dasar dianya saja yang kurang
iman,".
Atau
"ah gatau deh soal dia"
Tp
INGAT Allah tidak pernah tidur, Allah tahu apa-apa yang di lakukan hambaNya. Ya
memang orang yang di ghibahi itu juga masuk neraka karena mengakhiri hidupnya
dengan demikian.
Namun.........
Jangan
salah jika kalian merasa pede dengan banyaknya amalan kita...
Justru
ga sadar kita tiba-tiba keseret keneraka JAHANNAM..
Terkadang
karena mudahnya lidah ini mengucapkan kalimat-kalimat..
Justru
membuat kita makin terancam karenanya..
Makin
jauh denganNya
Makin
jauh dengan jannahNya
Makin
dekat dengan azabNya
Makin
dekat dengan NerakaNya
Makin
terlena dengan dunia
Makin
terlena dengan lisannya
Ini
semua kadang ga sadar kita ucapakan, namun tidak ada satupun yang tak luput
dari pengawasan Allah azza wa jalla. Maka coba muhasabbah pada diri masing-masing
kita ini. Apakah pernah kita melakukan semua ini? Jika pernah pada siapa? Jika
dia masih hidup maka minta maaf lah kepadanya, Bantulah masalahnya agar
terselesaikan, bukannya jadi bahan omongan. Kalau tidak bisa menyelesakan jangan
malah di jadiin topik perbincangan.
Bukan
malah nambahin beban. Diam jauh lebih baik,tTanpa menjudge orang itu dengan
kalimat-kalimat yang mnyakitkan atau justru membuat orang lain jadi ikut
memusuhi orang tersebut.
Beginilah
kita KEBANYAKAN, Ana pun merasa demikian saat asik-asik ngobrol, padahal sudah
di coba untuk ngobrolin tentang fiqih, tapi ada saja yang mancing atau mengait-ngaitkan
dengan seseorang .
Imam
asy -Syafi’i pernah berkata: “Jika seseorang menghendaki berbicara, maka
sebelum berbicara hendaklah ia berfikir; jika jelas nampak maslahatnya, maka ia
berbicara; dan jika ragu-ragu, maka tidak berbicara sampai jelas maslahatnya”
Nah
masalahnya, pernah tidak kita saat akan mengetik/bicara itu mikir dulu jauh
sebab dan akibatnya dari apa yang kita ucapkan atau tuliskan atau ketikkan ini?
Barang siapa banyak pembicaraannya, banyak pula tergelincirnya. Dan barang
siapa banyak tergelincirnya, banyak pula dosanya. Dan barang siapa banyak
dosa-dosanya, neraka lebih pantas baginya
Umur
bin alkhattab pernah mengatakan ini.. Diperkuat lagi Rasulallah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “kebanyakan kesalahan anak Adam ialah pada
lidahnya”
Nah
tuh masih mengelak???
Maka
sebelum terlambat, perbaiki semampu kita, sebelum semuanya musnah begitu saja,
sirna begitu saja. Akhirnya semua tenggelam kedalam neraka beserta amalan-amalan
kita dan tubuh kita karena lisan kita.
Yaaa..
seginilah segelintir butiran tulisan saya. Semoga bisa di ambil hikmahnya. Mungkin
selanjutnya bisa di kembangkan dengan pertanyaan.
Wallahu
alam bishowab
Pesan:
“Janganlah kalian menyakiti siapapun, jika suatu saat nanti kalian tak mau
disakiti”
Sekian
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA
- JAWAB
TJ
- G1
T:
Ijin
bertanya ustadz. Jika tulisan atau perkataan kita dibantah seseorang sampai
pakai dalil segala, sedangkan jika kita tahu pun tidak akan membantah daripada
terjadi pertengkaran. Tapi jika sampai dalil yang dia keluarkan salah apakah
Kita masih wajib menjelaskan? sedangkan pasti kondisi emosional si pembantah
pasti tidak mau kalah? Jazakillah khayir ustadz
J:
Kita
tahu bahwa debat itu hanya mendatangkan kemudharatan yang lebih besar. Bagi orang
yang berdebat menang kalah sama saja sia-sia. Menang menjadi arang. Kalah
menjadi abu. Lalu apa artinya perdebatan tersebut? Apa lagi sudah bahas-bahas
dalil. Dalil yang dari jaman dahulu sudah ada. Buat apa di ributkan. Contoh yang
sering diributkan. Orang yang sudah sholat di mesjid. Ada yang qunut. Terus di
komen ga sunnah.. bidah. Terus orang yang berqunut bilang punya dalil. Dari
imam syafii. Dan yang bilang qunut bidah juga punya dalil. Lalu mana yang benar
mana yang salah?
Ga
ada yang salah. Selama semua itu berdalil jelas dan bisa di pertanggungjawabkan
maka silahkan amalkan. Selama tidak menyalahi aqidah kita sebagai seorang
muslim. Buat apa kita ribut dengan qunut dan yang ga qunut. Sedangkan kita
sadar banyak diluar sana saudara kita yang masih belum sholat di mesjid.
Lalu
apakah kita mau di bentur-benturkan terus dengan persepsi-persepsi jaman sekarang
ini? Semua itu harusnya kita bisa lebih luwes dalam menyikapi ikhtilafiyah
dalam ibadah sunnah. Jalin lah persahabatn yang baik. Kita terlalu sibuk
meributkan perbedaan kita, padahal diantara dia dan diri kita lebih banyak
persamaaan yang lebih mempersatukan. Hindari debat, jangan di lawan. Senyumin
saja. Yang penting apa yang kita lakukan tidak menjerumuskan kita ke neraka.
Allah
SWT berfirman:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ
اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
innamal-mu`minuuna
ikhwatun fa ashlihuu baina akhowaikum wattaqulloha la'allakum tur-hamuun
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat."(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 10)
*
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
Wallahualam
bishowab
T:
Mohon
ijin bertanya ustadz, sudah setahun saya dan anak-anak sakit hati dengan ucapan
kakak ipar karena fitnahan kejinya sampai rumah tangga saya hampir berantakan
dan sampai saat ini orangnya tidak merasa berdosa dengan akibat lisannya, mohon
petunjuknya ustadz.
J:
Innalillahi
wa innaillahi rojiun. Semoga kaka ipar bunda Allah berikan hidayah agar
terselamatkan dari api neraka atas perbuatannya tersebut. Menurut saya, Bunda
masih sanggup untuk bersabar, Allah menguji hambaNya untuk melihat ukuran
keimanan hambaNya, untuk menjadikan kita lebih baik lagi. Tak mengapa selama
kita bersikap baik, maka percaya bahwa Allah akan menolong kita dari arah yang
tak di sangka-sangka. Maka jangan khawatir. Anggap sebagai penggugur dosa
setiap beliau menyakiti bunda dan keluarga. Baca surah al baqarah ayat 286. Semua
pasti ada akhirnya. Tergantung sejauh mana kita bisa bersabar
=======
TJ
- G2
T:
Ustadz,
bukankah mengolok lewat tulisan dosanya lebih berat daripada lisan ya? Kalau
mentahzir/memfitnah lewat medsos yang menulis dapat dosa bertahun-tahun? Naudzubillahi
min dzalik
J:
Jaman
dulu tidak seperti jaman now bunda, jaman dulu itu tidak ada ngetik-ngetik kaya
kita sekarang gini. Orang banyak berucap kalimat yang menyakitin hati. Jadi di
samakan hukumnya. Menulis dengan berbicara. Dosa menyakiti hati seorang muslim
itu termasuk dosa yang besar. Lebih besar dari dosa riba.
Dan
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا
نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۚ وَلَا تَلْمِزُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا
بِالْاَلْقَابِ ۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ
بَعْدَ الْاِيْمَانِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
yaaa
ayyuhallaziina aamanuu laa yaskhor qoumum ming qoumin 'asaaa ay yakuunuu
khoirom min-hum wa laa nisaaa`um min nisaaa`in 'asaaa ay yakunna khoirom
min-hunn, wa laa talmizuuu anfusakum wa laa tanaabazuu bil-alqoob, bi`sa
lismul-fusuuqu ba'dal-iimaan, wa mal lam yatub fa ulaaa`ika humuzh-zhoolimuun
"Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain,
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik
dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama
lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.
Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11)
*
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
Wallahualam
bishowab
T:
Bismillah.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ustadz. Afwan, apakah diperbolehkan
kita menghindari seseorang yang sering menyakiti kita terutama dari lisannya
demi menjaga hati agar tidak timbul madharat yang lebih parah lagi. Dalam
artian disini, kita tidak ada niat until memutus silaturahim. Jazakallahu khoir
atas jawabannya.
J:
Wa'alaykumussalam
warrahmatullahi wabbarakatuh.
Kalau
masih bisa bertahan jangan di tinggalkan bunda, bersabarlah sejenak. Yakinlah
Allah akan mengetuk pintu hatinya, melembutkan hatinya selama masih ada
keimanan di dlm hatinya. Namun jika dirasa kalau di biarkan kita dekat dengannya.
Malah mendatangkan banyak fitnah dan mudhorat, maka boleh di jaga jaraknya,
bukan benar-benar dihindari, tapi di jaga saja, jangan terlalu sering berkumpul
dengan beliau, perbanyak doa untuk beliau, agar bisa mnyelamatkannya dari
bahaya lisan yang menyeret banyak wanita ke neraka. Wallahualam bishowab
T:
Bila
ada yang menghasut orangtua kita sehingga kemudian menjadi benci kepada kita
atas kesalahan yang tidak kita lakukan apakah kita menjadi anak durhaka? Apakah
orang tua kita tetap berdosa, padahal dia menyakiti hati anaknya karena hasutan
orang lain, bukan atas kehendaknya?
J:
Pertanyaannya, apa yang kita lakukan selama
ini kepada orangtua kita? Sehingga orangtua kita lebih percaya perkataan orang
lain dibanding perkataan kita sebagai anaknya? ini perlu di luruskan. Durhaka
saat kita menzalimi orangtua kita sendiri.
Orangtua
tidak tertanggung dosa. Justru kitalah yang bermasalah. Kenapa orangtua kita
bisa-bisanya dihasut orang lain? Bukan kah seharusnya orangtua kita percaya dengan
kita sebagai anak? Kita harus bercermin dengan diri kita. Mungkin ada dosa yang
terlupakan ada kesalahan dimasa lalu, atau mungkin selama kita hidup. Kita
kurang dekat dengan orangtua kita. Karena sibuk dengan diri sndiri, sibuk mengurusi
ibadah sendiri, sehingga melupakan amanah dalam al quran kepada kita.
Allah
SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ
مَا يُؤْمَرُوْنَ
yaaa
ayyuhallaziina aamanuu quuu anfusakum wa ahliikum naarow wa quuduhan-naasu
wal-hijaarotu 'alaihaa malaaa`ikatun ghilaazhun syidaadul laa ya'shuunalloha
maaa amarohum wa yaf'aluuna maa yu`maruun
"Wahai
orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS.
At-Tahrim 66: Ayat 6)
*
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
Wallahualam
bishowab
T:
Ustadz
maaf, apakah saya berdosa, jika di mintain tolong untuk mencarikan tempat
tinggal buat istri gelap tapi sah secara agama, cuma tidak di ketahui istri
pertama, maaf mungkin pertanyaan di luar tema.
J:
Dosa
sih insya Allah tidak, tapi mengapa bunda sampai urusi urusan beliau? Apa lagi
beliau ikhwan kan? Tidak usah bunda hindari saja. Nanti malah bunda ikut-ikut
terkena fitnah. Memang poligami boleh tanpa sepengetahun istri pertama. Tapi
bukan kah itu tidak baik dilakukan? Bukan kah pernikahan itu akan semakin baik
terjalin karena komunikasi? Jadi kita ini mengincar nikah untuk memenuhi
kewajiban atau sekedar mengejar-ngejar sunnah tapi hal wajib sebagai suaminya
terabaikan?
T:
Assalamualaikum
ustadz. Maaf mau tanya. Jika kita pernah menyakiti orang lain dengan ucapan
kita namun beliaunya sudah meninggal, bagaimana cara menebus dosanya ustadz?
J:
Wa'alaykumussalam
warrahmatullahi wabbarakatuh bunda, temui keluarganya, minta maaf kepada anak-anaknya,
jika keluarganya kekurangan sesuatu penuhilah, bantu semampu kita. Kalau kita
ga mampu
Mohon
ampunan kepada Allah. Wallahualam bishowab
=======
TJ
- G6
T:
Mohon
izin bertanya ustadz, kadang sudah berusaha meminimalkan perkataan, tapi tetep
saja terbersit dan terucap kata yang mungkin membuat seseorang tersinggung sudah
berusaha tidak baper, tapi kadang hati terluka juga dengan kata-kata yang
terucap dari seseorang, bagaimana sebaiknya?
J:
Ini
dia kebnyakan kita sering bawel. Akhirnya lupa sama rem. Kalau seperti ini kita
harus treatment diri kita sendiri, perbanyak istigfar berdzikir, agar hati kita
bersih lisan kita terjaga dari kalimat-kalimat yang tidak baik, jgn lupa pula.
Perbanyak berinteraksi dengan al quran. Tidak hanya sekedar baca. Tapi pahami
isinya, baca perlahan. Dan jadikan diri sebgai akhlak seorang muslim yang sebenarnya.
Sebagaimana Rasulullah mencontohkan kepada kita untuk menjunjung tinggi akhlak.
Wallahualam bishowab.
T:
Bagaimana
menebus kesalahan kita pada orang yang kita tidak kenal? Misal kita cuma ikut
mendengarkan ghibah teman-teman tentang seseorang yang sebenarnya tidak kita
kenal tapi suka liat tiap hari. Eh kalau mendengarkan sama dengan mengghibah ga
ya?
J:
Mendengarkan,
ngmongin, dosanya sama saja, bertaubat kepada Allah, minta maaf kepada orang tersebut.
Hindari jika teman kita suka membicarakan orang lain. Alangkah baiknya kita
alihkan pembicaraannya jika orang tersebut melakukan hal ghibah tersebut.
Apapun
bentuhknya, ghibah itu kalau beritanya benar kita dosa. Kalau ceritanya tidak
benar juga dosa. Jadi apa faedahnya untuk berghibah? Lebih baik kita bicarakan
hal-hal yang baik. Bermanfaat buat kita semua. Wallahualam bishowab
T:
Izin
mau tanya Ustadz. Sudah berusaha menjaga tidak emosi, sudah Istiqhfar, waktu
saya dimarahin dan difitnah oleh Saudara tertua yang itu bukan kesalahan saya, dan
fitnah terhadap kami, lalu saya mengghibahnya dengan Suami, karena segala
apapun yang saya rasakan apabila saya sakit hati saya selalu menceritakan
kepada suami saya. Itu bagaimana Ustadz? Saya sakit hati dengan orang itu, lalu
saya mengghibahnya.
J:
Pertama
kita harus paham. Ghibah itu apa sih?
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ
إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu
yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana
jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak
sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no.
2589).
Jika
dalam kasus bunda ini. Bunda tidak termasuk menghiibahi, tapi bunda lagi
curhat. Lagi menumpahkan kesedihannya karena tidak mau melawan juga. Bagus
cerita ke suami, ngobrol sama suami, agar bisa lebih tenang, agar bisa
diselesaikan masalahnya dengan cara yang terbaik. Ghibah disebut ghibah. Saat
kita menceritakan keburukan orang lain di keramaian. Atau lagi kumpul-kumpul ngomongin
orang yang tidak ada. Cuma untuk bikin orang lain ikut benci dengan dia atau
cuma sekedar obrolan kosong yang tidak bermanfaat. Kalau ngomonginnya untuk
mencari solusi biar dia berubah maka tak mengapa. Yang masalah ngomongin dia
untuk kepentingan kita pribadi. Hindari. Jauhi. Wallahualam bishowab
T:
Suka
ada ya orang yang memang wataknya dholim jadi pembicaraan orang lain karena
suka menyakiti itu, jadi tiap hari itu, yang jadi tema pembicaraan semua pihak
adalah orang itu, nah itu yang jadi susah, orang itu bikin dosa sama semua orang
tapi jadi berkurang juga dosanya sama orang-orang yang dia sakiti ya?
J:
Secara
logika, kalau orang itu baik, tidak mungkin dia akan membicarakan kejahatan orang
lain, kalau dia paham, dia tidak akan bicarain orang lain ikutin nafsu emosinya
untuk membicarakan orang tersebut, padahal dia tahu itu ga akan mengubah apa-apa,
dia tahu kalau ngeghibahin itu tidak akan buat dia jadi baik. Tapi masih juga
di lakukan? Bukankah jadi terlihat jelas siapa yang terang-terangan jahat, dan
siapa yang jahatnya sembunyi-sembunyi? Jadi jatuhnya sama saja. Si fulan
melakukan kejahatan membuat fulan yang lain menghibahinya, yang menghibah juga
jahat malah hanya diomongin saja. Tidak di tegur atau nasehati. Atau minimal
diam. Kalau tidak suka ya keluar dari sana cari tempat yang baru. Jangan kita
sampai gadai iman kita karena hawa nafsu kita ingin marah dan emosi. Wallahualam
bishowab
T:
Assalamualaikum
Ustadz. Kalau orangtua kita suka bicara "pedas". Tau sih maksudnya
baik. Tapi tetep sakit hati. Apakah orangtua kita juga dosa? Kan jarang orangtua
minta maaf sama anaknya. Sebaiknya gimana ya ustadz?
J:
Wa'alaykumussalam
warrahmatullahi wabbarakatuh .
Mau
sampai kapan pun ga ada org tua dosa ama anak, pedas bukan berarti benci. Itu
caranya beliau melindungi dan sayang kepada anaknya, kitanya saja mungkin yang
terlalu perasa, kita nuntut orangtua kita harus ngertiin kita, selama ini semenjak,
kita dalam kandungan, sampai kita umur 5 tahun, orangtua kita paksa mengerti
maunya kita, mau orangtua tersebut sibuk atau kesakitan, kita tidak mikirin, yang
pnting apa yang kita mau terpenuhi, sedangkan giliran kita dewasa. Orangtua
nasehati agar kita paham, kita malah tidak mau mengerti dengan keadaan orangtua
kita, padahal hutang kita sangat banyak ke mereka, tidak akan mampu kita bayar
walau bakti setahun dua tahun penuh. Mau sampai kapan pun. Mereka adalah orangtua
kita yang harus kita muliakan. Tidak berkata kasar. Tetap beramah tamah kepada
mereka.
Allah
Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ
لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan
Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya
kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan
yang baik. Dan RENDAHKANLAH dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil.” [Al-Israa’ : 23-24]
Wallahualam
bishowab
=======
TJ
- G5
T:
Bagaimana
jika kita rajin sholat, baca qur'an, rajin sholat dhuha dan tahajud tapi
terkadang tanpa sengaja atau tidak membicarakan seseorang/ ghibah apakah
pahalanya bisa kita peroleh?
J:
Ada
hadist shahih yang menyampaikan perihal ini, saya lupa sanad hadistnya. Tapi
ini shahih. Nanti saya carikan siapa yang meriwayatkannya
عن أبي هريرة رضي الله عنه
قَالَ: قِيْلَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ فُلاَنَةً
تَقُوْمُ اللَّيْلَ وَ تَصُوْمُ النَّهَارَ وَ تَفْعَلُ وَ تَصَدَّقُ وَ تُؤْذِي جِيْرَانَهَا
بِلِسَانِهَا ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ قَالُوْا: وَ فُلاَنَةً تُصَلِّى اْلمَكْتُوْبَةَ وَ تَصَدَّقُ
بِأَثْوَارٍ وَ لاَ تُؤْذِي أَحَدًا؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم:
هِيَ مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ
Dari
Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, pernah ditanyakan kepada Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya si Fulanah suka
sholat malam, shoum di siang hari, mengerjakan (berbagai kebaikan) dan
bersedekah, hanya saja ia suka mengganggu para tetangganya dengan lisannya?”.
Bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tiada kebaikan padanya, dia
termasuk penghuni neraka”. Mereka bertanya lagi, “Sesungguhnya si Fulanah (yang
lain) mengerjakan (hanya) sholat wajib dan bersedekah dengan sepotong keju,
namun tidak pernah mengganggu seorangpun?”. Bersabda Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, “Dia termasuk penghuni surga”.
[HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrod: 119, Ahmad: II/ 440, al-Hakim: 7384
dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahiih al-Adab
al-Mufrad: 88 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah: 190].
Rasulullah
shalallahu allaihi wassalam pernah ditanya seorang sahabat.
Ya
rasulullah ada seorang wanita yang rajin ibadah, rajin puasa, rajin bersedekah,
namun lisannya tidak terjaga dari menyakiti tetangganya. Dimanakah tempat
wanita itu akan berakhir? Rasulullah menjawab singkat "fii naar (di
neraka)". Lalu sahabat itu bertanya kembali, "ya rasulullah bagaimana
dengan wanita yang sholatnya biasa-biasa saja, puasanya pun tidak ada yang
istimewa, sedekahnya pun tidak seberapa, tapi lisannya terjaga tidak pernah menyakiti
tetangganya, dimankah dia akan berakhir?" Rasulullah menjawab "fii
jannah (di surga)"
Dari
hadist ini bukankah jelas bahwasanya hal yang sia-sia kalau hubungan kita kepada
Allah baik, tapi lisan kita sikap kita jahat kepada tetangga kita, sekalipun
tetangga kita itu orang kafir. Ini saja pada tetangga, bagaimana dengan orang
lain yang kita ghibahi? Sudah jelas bahwa ghibah itu mengikis iman mengikis
pahala. Maka hindari jauhi jangan sekali-kali dekati. Atau kau tak akan pernah
kembali. Wallahualam bishowab
T:
Assalamualaikum.
Mau tanya, bagaimana jika kita berkata tidak bermaksud menyakiti orang tersebut
tapi ternyata orang tersebut tersinggung. Karena ada tipe orang yang sensitif.
Syukron
J:
Wa'alaykumussalam warrahmatullahi
wabbarakatuh. Kita menasehati dengan cara yang baik, jikalau tersinggung, kita
jelaskan maksud kebaikan kita. Kalau masih begitu saja. Cukup sampai doakan
saja. Biar Allah yang atur terbaik buat dia agar tersadar hatinya
=======
TJ
- G3
T:
Ijin
bertanya ustadz. Jika kita curhat kepada guru (seperti dalam kajian ini) tentang
keluarga atau kerabat atau sahabat, dan terkadang kita sebutkan ada kejelekannya,
apakah itu termasuk ghibah? Mohon pencerahannya ustadz.
J:
Ini
sudah terjawab ya bunda, sama seperti diatas. Kalau tujuannya buat nyari
solusi. Tidak ada masalah.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment