Kajian
Online Hamba Allah Ummahat G5 & G6
Hari/Tgl: Selasa, 4 September
2018
Materi: Sikap qonaah
Istri Atas Pemberian Suami
Narasumber:Ustadz
Riski Ramadhan
--------------------------------------
Sikap Qanaah Istri
atas Pemberian Suami
Bersyukur adalah
ciri dari hamba-hamba Allah yang mulia. Dan orang-orang yang bersyukur sangat
sedikit, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“ … Sedikit dari hamba-Ku yang bersyukur.” [Saba’ :13]
Setiap mukmin dan
mukminah diperintahkan untuk bersyukur karena dengan bersyukur, Allah akan
menambahkan rizki yang telah Dia berikan kepadanya. Allah berfirman:
ذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu
memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti
adzab-Ku sangat berat.’” [Ibrahim : 7]
Seorang isteri
diperintahkan untuk bersyukur kepada suaminya yang telah memberikan nafkah
lahir dan batin kepadanya. Karena dengan syukurnya isteri kepada suaminya dan
tidak banyak menuntut, maka rumah tangga akan bahagia. Isteri yang tidak
bersyukur kepada suaminya dan banyak menuntut merupakan pertanda isteri tidak
baik dan tidak merasa cukup dengan rizki yang Allah karuniakan kepadanya.
Perintah syukur ini
sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengancam dengan masuk Neraka bagi para wanita yang tidak bersyukur kepada
suaminya, dan pada hari Kiamat Allah Ta’ala pun tidak akan melihat seorang
wanita yang banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُرِيْتُ النَّارَ، فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ،
يَكْفُرْنَ. قِيْلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ،
لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئاً، قَالَتْ:
مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.
“Diperlihatkan Neraka kepadaku dan aku
melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita, mereka kufur.” Para Shahabat
bertanya: “Apakah disebabkan kufurnya mereka kepada Allah?” Rasul menjawab:
“(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya
seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun,
kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia
mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu sekalipun.’” [1]
Padahal suaminya sudah
banyak berbuat baik kepada isterinya selama setahun penuh. Karena sekali (saja)
suami tidak berbuat baik kepada si isteri, maka dilupakan seluruh kebaikannya
selama satu tahun. Itulah yang disebut kufur.
Sebagai contoh,
misalnya seorang suami secara rutin telah memberikan nafkah berupa harta kepada
isterinya. Namun, suatu waktu Allah ‘Azza wa Jalla mentakdirkan dirinya
bangkrut sehingga tidak dapat memberikan nafkah dalam jumlah yang seperti
biasanya kepada isterinya, kemudian si isteri mengatakan, “Memang, engkau tidak
pernah memberikan nafkah.” Atau contoh yang lainnya, yaitu isteri yang terlalu
banyak menuntut, meski sang suami sudah berusaha dengan sekuat tenaga dari pagi
hingga sore untuk mencari nafkah.
Ancaman Allah ‘Azza
wa Jalla kepada orang-orang yang semacam ini sangatlah keras, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ
لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang
wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak
pernah merasa cukup).” [2]
Dalam hadits lain,
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْفُسَّاقَ هُمْ أَهْلُ النَّارِ. قِيْلَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَنِ الْفُسَّاقُ؟ قَالَ: اَلنِّسَاءُ. قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، أَوَ لَسْنَ أُمَّهَاتِنَا وَأَخَوَاتِنَا وَأَزْوَاجِنَا؟ قَالَ: بَلَى، وَلَكِنَّهُنَّ
إِذَا أُعْطِيْنَ لَمْ يَشْكُرْنَ وَإِذَا ابْتُلِيْنَ لَمْ يَصْبِرْنَ
“Sesungguhnya orang yang selalu melakukan
kefasikan adalah penghuni Neraka.” Dikatakan, “Wahai Rasulullah, siapakah yang
selalu berbuat fasik itu?” Beliau menjawab, “Para wanita.” Seorang Shahabat
bertanya, “Bukankah mereka itu ibu-ibu kita, saudari-saudari kita, dan
isteri-isteri kita?” Beliau menjawab, “Benar. Akan tetapi apabila mereka diberi
sesuatu, mereka tidak bersyukur. Apabila mereka ditimpa ujian (musibah), mereka
tidak bersabar.” [3]
====================
Saya sarikan dari
kitab "Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah" Penulis Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul
Qa’dah 1427H/Desember 2006
___
Footnote
[1]. Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 29, 1052, 5197) dan Muslim (no. 907 (17)),
Abu ‘Awanah (II/379-380), Malik (I/166-167, no. 2), an-Nasa-i (III/146, 147,
148) dan al-Baihaqi (VII/294), dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
[2]. Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam Isyratin Nisaa’ (no. 249), al-Baihaqi (VII/294),
al-Hakim (II/190) dan ia berkata, “Hadits ini sanadnya shahih, namun al-Bukhari
dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dari
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah
(no. 289).
[3]. Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh Ahmad (III/428, IV/604) dari Shahabat ‘Abdurrahman bin Syabl
radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 3058).
-------------------------------------
TANYA JAWAB
T: Dulu pernah saya
rasakan sewaktu masih kerja, tapi sejak jadi Ibu rumahtangga ini, saya lebih banyak
bersyukur dan bisa merasakan. Bagaimana sebenarnya suami bisa memenuhi nafkah untuk
anak dan istrinya, yang pergi pagi pulang petang kadang sampai larut malam,
Semoga Alloh SWT selalu menjaganya dan memberi kesehatan dan kekuatan fisik
maupun mental. Boleh tanya ya ustadz, bagaimana dengan sikap kita dulu yang
kadang mentang-mentang sama suami, apakah Alloh ampuni dosa kita?
J: Minta ridhanya suami
dan maafnya atas kesalahan lampau. Karena salah satu hak adami dalam habluminannas,
selain meminta ampunan Alloh adalah meminta maaf pada yan bersangkutan, dan yang
bersangkutan juga wajib memaafkan.
Tidak ada dosa yg
tdk Alloh ampuni selama ruh belum sampai tenggorokan (sakaratul maut). Artinya
pasti Alloh ampuni.
Adapun dosa syirik
tidak Alloh ampuni jika belum ditaubati dan terbawa mati.
إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ
مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚوَمَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS.
An-Nisaa’: 116)
T: Afwan ustadz, ijin
bertanya. Suami saya tidak pernah memberi uang belanja kepada saya, namun saya
diberikan usaha yang harus saya jalankan sendiri. Suami memberikan bahan-bahan
isi toko untuk saya jualan, tapi tidak pernah memberi nafkah saya dan anak-anak.
Apakah memang diperbolehkan hal semacam itu ustadz? Afwan yang fakir ilmu ini
ustadz, jazakillah khayir atas penjelasannya.
J: Ini belum
terkategori memberi nafkah. Karena nafkah yang dimaksud oleh syariat adalah
nafkah yang bisa langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari yang
terdiri dari makanan, pakaian, dan tempat bernanung (sandang, pangan, papan).
Disebutkan dalam al
Qur`an :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” [al Baqarah /
2:233]
Imam Ibnu Katsir
rahimahullah menjelaskan, : “Dan kewajiban ayah si anak memberi nafkah
(makan) dan pakaian kepada para ibu (si anak) dengan ma’ruf (baik), yaitu
dengan kebiasaan yang telah berlaku pada semisal para ibu, dengan tanpa israf
(berlebihan) dan tanpa bakhil (menyempitkan), sesuai dengan kemampuannya di
dalam kemudahannya, pertengahannya, dan kesempitannya”.
Dijelaskan oleh
Assunnah:
عَنْ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا
طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ
وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
“Dari Mu’awiyah al Qusyairi Radhiyallahu
‘anhu, dia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah
seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau menjawab,”Engkau
memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya,
jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau
memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di dalam rumah”. [HR Abu Dawud].
Sementara dalam
kasus d atas suami hanya memberikan ladang usaha utk dijalankan. Ini belum
termasuk kategori menafkahi. Krn hakikatnya kewajiban mengurusi dan menjalankan
usaha tersebut ada pada suami. Wallahualam.
T: Ijin bertanya
ustadz, andai kita tidak di beri nafkah lahir batin sama suami apakah kita
boleh kadang marah dngn suami, sekarang suami tapi sudah meninggal.
J: Allohu akbar.
Subhanallah. Marah pada dasarnya adalah
sifat fitrah manusia. Bersabar dan mengendalikan amarah jauh lebih baik. Jika
masih hidup maka sampaikan nasihat secara baik. Namun kalau sudah berlalu dan
suami sudah meninggal sebaiknya dimaafkan dan didoakan semoga Alloh ampuni dosanya.
T: Assalamualaikum
ustadz izin bertanya. Seorang suami ingin menjadi imam sholat untuk istrinya, sedangkan
dalam hapalan serta bacaan, suami tdk
hafal dan kurang fasih, boleh d bilang istri lebih fasih dan hapal dalam bacaan
surat. Apakah istri boleh menolak di imami sholat oleh suaminya? Jazakalllah
khayron sebelumnya ustadz.
J: Ini perlu
diperhatikan apakah pada bacaan Al Fatihah atau surat setelahnya? Kemudian
kurang fasih atau memang salah fatal bacaannya? Yang terpenting al fatihahnya
benar. Dan syarat sah dan rukun sholatnya terlaksana, maka boleh berimam
padanya.
T: Assalamualaikum
Ustad. Apakah istri yang mencari nafkah tambahan (tapi tidak keluar rumah) termasuk
istri yang tidak bersyukur atas pemberian suami? Terimakasih.
J: Waalaikumussalam,
tidak termasuk. Membantu suami dalam hal nafkah dibolehkan selama ada ijin
suami baik di dalam atau keluar rumah. Kuncinya ada pada ijin suami.
T: Izin tanya pak
ustad. Kewajiban suami kan memberi nafkah ya pak ustad. Apabila seorang istri yang sudah berusaha
qona’ah tetapi ketika suami sedang stress banyak kerjaan suka mengeluarkan kata-kata.."taunya
cuma minta doang" langsung sedih dibilang gitu. Bagaimaana ya ustadz,
cara mengatasi biar tidak sakit hati begitu. Cuma bisa doa saja.
J: Jalannya hanya
sabar. Jangan ditimpali. Suami saat sdg stressfull moodnya akan buruk sekali.
Pada kondisi ini psikologisnya sangat sensitif. Jika ditimpali bisa tidak
selesai malah menjadi pertengkaran. Diamkan saja.
T: Assalamualaikum
ustadz, bagaimana pendapat ustadz jika seorang istri kerja sudah tetap,
sedangkan suaminya hanya kerja serabutan tidak tetap dapat gaji, sedang seorang
istri pinginnya ada pendapatan tetap tiap bulannya, maaf.
J: Istri bekerja dan
mendapatkan upah (pendapatan tetap) dibolehkan selama ada ijin suami.
T: Assalamualaikum
ustadz, bila dalam rumah tangga ada cinta yang lain, dan suami tidak bisa adil
dalam berbagi rasa, perhatian, kasih sayang dan materi, bagaimana sikap istri yang
merasakan ketidak adilan itu? Llalu apa suami yakin bisa bersikap adil? Misal
suami lagi di tempat yang satu lagi sementara istri yang satu tiba-tiba butuh
kehadiran suami dan merasa jengkel, apa ini bisa jadi dosa buat suami? berbagi
hati kan susah ya ustad,
mohon penjelasannya.
J: Waalaikumussalam.
Bantu suami untuk bisa adil dalam rumah tangga poligami berlandaskan syariat. Sikap istri yang terbaik adalah sabar dan
menyampaikan nasihat amar maruf jika memang ada ketidakadilan yang begitu
kentara dalam memperlakukan istrinya yg lain. Adil yang dituntut syariat adalah
dalam hal nafkah dan bermalam.
T: Afwan mohon izin
bertanya diluar tema. Apakah bayi yang meninggal di kandungan usia 7 bulan bisa
membawa ibunya ke surga kelak? Mohon penjelasannya.
J: Anak yang meninggal
sebelum baligh, baik masih dalam kandungan, atau sudah lahir, dan jika bapak
ibunya bersabar maka dapat menjadi dinding atau hijab dari api neraka serta
menghantarkan orang tuanya ke surga.
إِذَا ماتَ ولدُ العَبْدِ ، قالَ اللهُ لمَلَائِكَتِهِ
: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ . فَيَقُولُ: قَبَضْتُم ثَمَرَةَ
فُؤَادِهِ؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ . فَيَقُولُ : مَاْذَا قالَ عَبْدِيْ؟ فَيَقُولُونَ
: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ . فَيَقُولُ اللّهُ : ابْنُوا لِعَبْدِيْ بَيْتًا فِيْ الجَنَّةِ
وَسَمُّوهُ بيتَ الحَمْدِ
“Apabila anak seorang hamba meninggal
dunia, maka Allah bertanya kepada malaikat, ‘Apakah kalian mencabut nyawa anak
hamba-Ku?‘ Mereka menjawab, ‘Ya’. Allah bertanya lagi, ‘Apakah kalian mencabut
nyawa buah hatinya?‘ Mereka menjawab, ‘Ya’. Allah bertanya lagi, ‘Apa yang
diucapkan hamba-Ku?‘ Malaikat menjawab, ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan inna
lillahi wa inna ilaihi raajiun‘. Kemudian Allah berfirman, ‘Bangunkan untuk
hamba-Ku satu rumah di surga. Beri nama rumah itu dengan Baitul Hamdi (rumah
pujian)‘.”
(HR. Tirmidzi, Ibu Hibban)
T: Assalamualaikum
ijin bertanya ustadz, kalau penghasilan suami jauh lebih sedikit dari istri,
ada tapi tidak tetap jumlahnya, tetapi kadang suami lebih memberi penghasilannya
ke ibunya karena berfikir istrinya jauh lebih mampu, apakah boleh begitu ustadz?
J: Waalaikumussalam
seorang lelaki mengabdi pada Ibunya. Karena surganya ada di Ibunya. Seorang
istri mengabdi pada suaminya karena surganya ada pada ridha suaminya. Istri
adalah partner suami dalam melakukan amal shaleh termasuk saat suaminya hendak
berbakti pada Ibunya. Selama komunikasi suami istri terjalin dengan baik,
mestinya perihal ini tidak menjadi masalah dan tidak perlu dipertentangkan
selama anak dan istri tidak terdzalimi karena adanya sumber pemasukan yang lain
yang mungkin Alloh kasih lewat jalan istri juga. Wallahualam.
T: Mohon izin ikut
bertanya, kalau kita tidak pernah nuntut beli ini itu pada suami, tapi yang
sering dikeluhkan adalah suami yang lalai untuk melakukan amal kebaikan, sudah
adzan nonton tetap lanjut apalagi kalau acara favoritnya seperti bola, balap,
atau film yang dia suka. Gondok banget lihatnya ustadz, kadang disindir, kadang
dibilang baik-baik, mempannya cuma sekali-kali saja. Jika dalam kondisi ini ada
kecewa apakah ini termasuk tidak pandai bersyukur juga ustadz?
J: Kecewa pada hal yang
pantas kecewa tidak ada masalah. Tidak terkategori kufur pada suami. Misal
kecewa karena kelalaian dan banyak membuang waktu sia-sia. Hanya saja
kekecewaan tersebut mesti dimanage dengan baik jangan sampai menimbulkan
masalah ikutan yang lain berupa marah-marah yang membuat suasana rumah menjadi
tidak kondusif. Apalagi yg dilakukan suami masih terkategori mubah nonton bola, film, dll.
Ingatkan saja secara
baik-baik. Alloh yang Maha Membolak Balikan hati. Selebihnya bersabar selama
bukan melakukan kemaksiatan besar yang nyata, seperti tidak sholat, judi,
mabuk, zina, dll.
T: Assalamu'alaikum
ustadz, bagaimana jika suami sudah bekerja tapi untuk kebutuhan sehari-hari pas-pasan,
belum juga untuk membeli obat ibu yang harus tidak telat setiap bulan, akhirnya
istri mencari tambahan untuk membantu suami atas ijin suami, bagaimana istri harus
bersikap ustadz?
J: Waalaikumsalam.
Sikap istri pada kondisi ini adalah sabar dan qanaah. Boleh membantu suami
dalam hal nafkah dg bekerja d luar rmh selama ada ijin suami.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment