Home » , » TAK ADA ALASAN UNTUK BERHENTI

TAK ADA ALASAN UNTUK BERHENTI

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Friday, October 25, 2019

Hasil gambar untuk image

Rekap Kajian Online HA (Umum) G1-G6 & Akhwat
Hari, Tgl: Selasa, 5 Februari 2019 
Nara Sumber: Ustadzah Maryam, Ustadzah Enung,
Ustadzah Tribuwhana, Ustadzah Riyanti, Ustadzah Lien,
Ustadzah Rini, Ustadzah Lillah
Notulen: Bunda Betty, Bunda Saydah, Bunda Tati,
Bunda Sasi, Bunda Dyah, Restu
***************************************************************
KAJIAN RUTIN HAMBA اللَّهِ SWT ONLINE
EDISI KE 12


TAK ADA ALASAN UNTUK BERHENTI
==============================

Ada syair Arab yang isinya memuji kemunculan uban di rambut orang-orang yang sudah mulai berumur. Syair itu menganalogikan tumbuhnya uban yang menyelingi hitamnya rambut seseorang, sebagai cahaya dan kemuliaan. Kata syair itu, “Maa Khairu Lailin Laisa Fiihi Nujuum’, malam takkan menjadi indah tanpa cahaya bintang.  Bintang yang dimaksud adalah uban. Malam yang kelam itu, adalah warna rambut yang dominan masih hitam.

Abu Bakar ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW :
“Wahai Rasulullah, sungguh rambutmu telah ditumbuhi uban, “ Rasul menjawab : “Surat Hud dan saudara-saudaranya yang telah menyebabkan aku beruban, “ (HR. Turmudzi).

Helai-helai rambut putih yang muncul di antara rambut hitam Rasulullah saw, menandakan bobot perhatian dan pikiran Rasul yang begitu terkuras untuk urusan keimanan.

Surat Hud dan saudara-saudaranya, menurut tafsir Ibnu Katsir adalah surat Al Waqi’ah, surat Al Mursalat, surat An Naba dan surat At Takwir. Seluruh surat itu bercerita tentang dasyat dan kerasnya hari kiamat yang sudah pasti tiba. Rasulullah saw sangat dalam menyelami kandungan firman-firman Allah SWT tersebut.

Maka tumbuhnya uban, selama dalam urusan keimanan, adalah symbol yang patut dibanggakan. Seperti kebanggaan Rasulullah yang jelas diterangkan dalam sabdanya, :

“Barang siapa yang tumbuh uban di dalam keislaman, ia akan memperoleh cahaya di hari kiamat.” (HR. Turmudzi dan Nasa’I, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih al Jama’i)

Rasulullah dalam hadits lainnya juga menyebutkan yang hampir mirip. Katanya, “Barangsiapa yang tumbuh uban di jalan Allah, ia pasti akan mendapatkan cahaya di hari kiamat.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Nasa’i).

Perhatikanlah bagaimana Rasulullah saw dalam sabda-sabdanya, mengibaratkan uban putih dalam rambut di kepala orang beriman itu sebagai cahaya di tengah gelapnya hari kiamat. Cahaya itu, adalah uban yang tumbuh dari orang yang mencurahkan pikiran, tenaga, jiwa dan raganya untuk jalan iman.

Dalam rambut yang mulai beruban ternyata menyimpan banyak keistimewaan yang banyak kita tidak sadari. Diantara nya adalah sebagai berikut :

Pertama, uban mengingatkan seorang akan dekatnya ajal.

Dalam Al Quran disebutkan :

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِير

Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (QS. Fathir: 37)

Apakah yang dimaksud Sang Pemberi peringatan dalam ayat di atas?

Ibnu Katsir rahimahullah, menerangkan dalam kitab tafsir beliau, bahwa para ulama tafsir seperti Ibnu Abbas, Ikrimah, Qatadan, Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya, menjelaskan bahwa maksud Sang Pemberi peringatan dalam ayat di atas adalah uban. (Tafsir Ibnu Katsir 6/542)

Karena lumrahnya uban muncul di usia senja. Jadilah uban itu sebagai pengingat manusia bahwa ia berada dipenghujung kehidupan dunia, menanti tamu yang pasti datang dan tak disangka-sangka.

Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam bersabda:

أعمار أمتي ما بين الستين إلى لسبعين، وأقلهم من يجوز ذلك

Umur umatku di antara 60 ke 70 tahun, dan tidak banyak yang melebihi daripada itu. (HR. Imam Tirmizi)

Kedua, uban menjadikan seorang tak lagi rakus terhadap dunia.

Munculnya uban membuat seorang sadar, bahwa keberadaannya dunia ini tidaklah selamanya. Hanya sebentar bila dibandingkan kehidupan selanjutnya; yaitu alam akhirat. Yang satu hari di sana sama dengan lima puluh ribu tahun di dunia. Angan-angan kosongnya pun pupus. Ketamakannya terhadap kemilau harta mulai berkurang. Ia lebih disibukkan oleh hal-hal yang pasti. Hari-harinya menjadi lebih produktif untuk mempersiapkan bekal akhirat.

Sufyan Ats-Tsauri berkata,

الزهد في الدنيا قصر الأمل، ليس بأكل الغليظ ولا لبس العباء

Zuhud terhadap dunia akan menupuskan Angan-angan kosong. Ia tak lagi berlebihan dalam hal makanan dan pakaian.”

Ketiga, uban akan menjadi cahaya di hari kiamat.

Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَة

Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang memiliki sehelai uban, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud 4204. Hadis ini dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib, 2091)

Dalam riwayat lain disebutkan,
أنه نور المؤمن
Sesungguhnya uban itu cahaya bagi orang-orang mukmin.”

Ka’b bin Murroh radhiallahu’anhu berkata,”Saya pernah mendengar Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الإِسْلامِ كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa yang telah beruban dalam Islam, maka dia akan mendapatkan cahaya di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi no. 1634. Dishahihkan oleh AL-Albany dalam shohih Tirmizi)

Oleh karena itu, orang yang mencabut ubannya, ia akan kehilangan cahaya di hari kiamat.

Keempat, munculnya uban akan mendorong seorang untuk lebih giat beramal.

Uban menyadarkan orang-orang yang berakal untuk lebih semangat dalam kebajikan. Membuatnya semakin peka terhadap hak-hak Rabnya dan hak-hak sesama makhluk. Waktunya ia habiskan untuk kebaikan. ibadahnya menjadi lebih baik dan sempurna.

Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dengan sanadnya. Bakr bin Abdillah Al-Muzani berkata,

إذا أردت أن تنفعك صلاتك فقل: لعلي لا أصلي بعدها

Bila Anda ingin mendapat manfaat dari shalat Anda, maka katakanlah pada diri Anda,” Barangkali setelah ini aku tidak akan shalat lagi.”

Kelima, uban akan memancarkap sikap tabah dan wibawa.

Rupanya uban membuat seorang lebih tampak tabah dan berwibawa. Sikapnya tenang ketika berbicara, berbuat serta bermuamalah dengan orang lain. Oleh karena itu, islam memerintahkan kepada kita untuk menghormari orang-orang yang sudah tua.

Dari Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhu, dia berkata,”Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ

Sesunguhnya termasuk dari pengagungan kepada Alloh ialah menghormati orang muslim yang sudah beruban (orang tua). (HR. Abu Dawud dari hadits Abu Musa ra; hadits hasan)

Yaitu dengan memuliakannya bila ia berkumpul dengan kita dalam satu majelis, bersikap sopan dan santun kepadanya dan berusaha menjadi pendengar yang baik ketika dia berbicara, serta mengambil faidah dari lika-liku kehidupan yang telah ia lalui. (Lihat: ‘Aunul Ma’buud 13/192)

Dalam riwayat lain dijelaskan, dari Sa’id bin Musayyib, beliau berkata:

كام ابراهيم أول من ضيف الضيف وأول الناس كَانَ إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ النَّاسِ ضَيَّفَ الضَّيْفَ وَأَوَّلَ النَّاسِ اخْتَتَنَ وَأَوَّلَ النَّاسِ قَصَّ الشَّارِبَ وَأَوَّلَ النَّاسِ رَأَى الشَّيْبَ فَقَالَ يَا رَبِّ مَا هَذَا فَقَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَارٌ يَا إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ يَا رَبِّ زِدْنِي وَقَارًا

Ibrahim adalah orang pertama yang menjamu tamu, orang pertama yang berkhitan, orang pertama yang memotong kumis, dan orang pertama yang melihat uban lalu berkata: Apakah ini wahai Tuhanku? Maka Allah berfirman: kewibawaan wahai Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai Tuhanku, tambahkan aku kewibawaan itu.” (HR. Bukhori dalam Al-Adabul Mufrod 120, Imam Malik dalam Al-Muwatto’ 9/58)

Biarkanlah jika uban yang sudah pasti tumbuh itu kelak atau telah menghiasai kepala kita. Selama kita berada dalam golongan orang yang beriman dan tumbuh berjuang dalam keimanan, kita tidak perlu terlalu menghiraukan tumbuhnya uban demi uban yang kelak menjadi cahaya di kegelapan itu.

Kita sudah banyak merugi dengan beranggapan bahwa orang yang usianya mencapai 60 tahun sudah tinggal menunggu ajal. Karena anggapan itu, tidak sedikit orang yang berasumsi, bahwa mereka sudah selesai peran-perannya dalam hidup.

Uban sebagai bagian tanda keletihan berpikir, atau pertanda usia bertambah tua, tidak pernah menjadi alasan untuk berhenti dan memutuskan peran-peran besar dalam hidup ini. Jika kita mau, meski berusia lanjut dan banyak ditumbuhi uban, kita masih bisa melukiskan sejarah agung dalam hidup ini tentunya dengan pertolongan Allah SWT. Jika desakan cita-cita telah meninggi, didukung semangat yang kuat, tidak ada lagi yang membedakan orang muda ataupun orang berusia tua.

Wallahu a'lam bisshowab

-------------------- ##### -----------------------

TANYA JAWAB



G1 (Ustadzah Lillah)

1. Afwan Ustadzah ijin bertanya. Saya termasuk yang agak telat beruban, jadi takut apakah saya termasuk orang yang terlambat dapat peringatan?
Jawab:
Ada yang sampai meninggal tidak beruban. Uban hanya salah satu bentuk peringatan, sementara diluar sana masih banyak ciptaan allah yang bisa kita jadikan peringatan.


****************
G2 (Ustadzah Maryam)

1. Bagaimana jika berhadapan dengan orang yang lebih muda, tapi punya kecenderungan enggan mendengarkan kepada yang lebih tua, bahkan kurang adab sopan santun?
Jawab:
Berhadapan dengan anak muda yang seperti itu harus sabar menghadapinya, dan cari tahu anak siapa kah, apabila ternyata kita tahu orang tuanya baik maka perlu diberitahu, semoga ada perbaikkan kedepan.

2. Tanya ustadzah, bagaimana dengan anak muda yang sudah beruban karena faktor genetik, apakah sama hikmahnya seperti yang sudah tua?
Jawab :
Jelas beda, karena bukan faktor umur. Karena kalau faktor umur dan dia orang sholih, maka yang terpancar ada perilaku baiknya dan orang akan menghargai perilakunya karena kesholihannya.

3. Boleh kah uban kita cat warna?
Jawab :
Boleh, tapi harus sesuai yang d rekomendasikan Rasulullah ya, dengan inai, seperti pacar kuku
#seperti warna pacar kuku

4. Ustadzah afwan bertanya, ini tema materi:  tak ada alasan untuk berhenti, tapi yang kita bahas adalah makna dibalik uban. Gimana penjabarannya ustadzah?
Jawab:
Sepertinya Tim kurikulum ingin menyampaikan bahwa intinya, kalau sudah beruban tidak ada alasan untuk berhenti berbuat baik. Justru seharusnya lebih banyak dan kenceng, karena uban salah satu tanda bahwa ajal sudah dekat


************
G3 (Ustadzah Tribuwhana)

1. Ustadzah izin bertanya, penyebab tumbuhnya uban karena beban pikiran dan usia. Tapi ada juga yang usianya masih muda tapi sudah ubanan, sedangkan yang tua ada juga yang belum ubanan. Apakah termasuk orang yang beruntung kalau sudah tumbuh uban itu ustadzah?
Jawab:
MasyaAllah, uban hanya salah satu tanda saja bunda, bukan berarti yang belum beruban belum dibilang tidak memikirkan iman, tetap beramal sholih setiap hari meski belum numbuh uban.

2. Terkadang tangan gatel banget pingin mencabut uban itu ustadzah, kesenangan tersendiri kalau berhasil menemukan uban dan dicabut. Apa memang uban itu membuat kepala gatal ustadzah? Bolehkan kita men cat rambut utk menutupi uban tersebut? Syukron ustadzah.
Jawab:
Beberapa kasus tumbuh uban gatal, lain kali digaruk saja jangan dicabut

3. Bolehkah di cat ustadzah?
Jawab:
Boleh, asal bukan warna hitam

4. Ustadzah, ada teman saya yang rambutnya di cat warna hitam, tapi ada jangka waktunya, tidak permanen, misal 2 minggu di cat lagi, apakah masih boleh?
Jawab:
Dalam hadits yang saya baca tidak boleh warna hitam

إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَرضى الله عنهقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِصلى الله عليه وسلمقَالَ « إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak menyemir uban. Oleh karena itu selisihilah mereka.” (HR Bukhari no 3275 dan Muslim no 80)

Hadits ini adalah yang menunjukkan adanya anjuran untuk mengubah warna uban dengan yang lainnya dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi yang memiliki ciri khas tidak mau mengubah warna uban.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ ».

Dari Jabir bin Abdillah, Abu Quhafah (bapak dari Abu Bakr, pent) didatangkan ke hadapan Nabi saat Fathu Makkah dalam kondisi rambut kepala dan jenggotnya putih semua bagaikan tsaghomah (pohon yang daun dan bunganya berwarna putih, pent). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda: “Ubahlah uban ini dengan sesuatu namun jauhilah warna hitam.” (HR Muslim no 5631).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ »

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di akhir zaman nanti akan ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam bagaikan tembolok burung dara. Mereka tidak akan mencium bau surga.” (HR Abu Daud no 4212, dinilai shahih oleh al Albani).

Dua hadits shahih di atas menunjukkan dengan tegas bahwa menyemir uban dengan warna hitam itu dilarang secara umum baik orang yang sudah sangat tua ataupun tidak. Di samping itu larangan dari Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk salah satu umatnya itu berlaku untuk seluruh mereka kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.

Bahkan hadits yang kedua menunjukkan bahwa menyemir uban dengan warna hitam itu termasuk dosa besar. Oleh karena itu Ibnu Hajar al Haitami al Makki mengkategorikan perbuatan ini sebagai dosa besar sebagaimana dalam al Zawajir. Pernyataan beliau tersebut dikuatkan oleh hadits berikut ini.

وعن أبي الدرداء قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
من خضب بالسواد سود الله وجهه يوم القيامة.

Dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menyemir uban dengan warna hitam maka Allah akan menghitamkan wajahnya pada hari Kiamat nanti.” (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/355 mengatakan, “Diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibnu Abi Ashim dari Abu Darda’ secara marfu’ dan sanadnya lembek/tidak terlalu lemah”).

عن مجاهد قال : يكون في آخر الزمن قوم يصبغون بالسواد ، لا ينظر الله إليهمأو قال : لا خلاق لهم -.

Dari Mujahid, seorang tabiin, “Di akhir zaman nanti ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam. Allah tidak akan memandang mereka atau tidak ada bagian dari akherat untuk mereka.” (Riwayat Abdur Razaq dalam al Mushannaf no 20182).

عن معمر أن رجلا سأل فرقد السبخي عن الصباغ بالسواد ، قال : بلغنا أنه يشتعل في رأسه ولحيته نار ، يعني يوم القيامة.

Dari Ma’mar, ada seorang yang bertanya kepada Farqad al Sibkhi tentang menyemir rambut dengan warna hitam. Beliau berkata, “Ada riwayat yang mengatakan bahwa hukuman perbuatan tersebut adalah rambut kepala dan jenggot orang yang melakukan hal itu akan dibakar dengan api pada hari Kiamat nanti.” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq no 20189).

عَنْ اِبْن شِهَاب قَالَكُنَّا نُخَضِّب بِالسَّوَادِ إِذْ كَانَ الْوَجْه جَدِيدًا ، فَلَما نَغَصّ الْوَجْه وَالْأَسْنَان تَرَكْنَاهُ

Dari Ibnu Syihab az Zuhri, beliau berkata, “Kami semir uban dengan warna hitam ketika wajah masih tampak muda. Namun ketika wajah sudah tidak lagi muda dan gigi sudah ompong maka kami biarkan sebagaimana apa adanya.” (Riwayat Ibnu Abi Ashim dalam kitab al Khidhab dan dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).

Berdasarkan riwayat ini sebagian orang mengatakan bahwa larangan menyemir dengan warna hitam itu hanya berlaku untuk orang yang sudah sangat tua yang semua rambut kepala dan jenggotnya sudah beruban sedangkan orang yang keadaan dan usianya belum sebagaimana Abu Quhafah maka tidak dosa jika menyemir uban dengan warna hitam.

Namun pendapat semacam ini jelas kurang tepat dengan beberapa alasan.

Pertama, riwayat tersebut adalah perkataan seorang tabiin dan pendapat seorang tabiin sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil.
Kedua, perkataan dan perbuatan siapapun tidak bisa menjadi dalil jika bertolak belakang dengan hadits Nabi. Tiga hadits yang telah kami sampaikan di atas adalah dalil yang menunjukkan kelirunya orang-orang yang mengatakan adanya rincian dalam masalah ini. SabdaNabi kepada Abu Quhafah, ‘Jauhilah warna hitam’ tidaklah menunjukkan adanya rincian dalam masalah ini. Terlebih lagi jika mencermati dua hadits berikutnya.
Ketiga, al Albani mengomentari perkataan az Zuhri, “Di samping riwayat ini tidak layak dijadikan hujah karena faktor yang telah kami sebutkan (yaitu pendapat tabiin, pent), secara makna riwayat tersebut juga tidak menunjukkan adanya rincian dan juga tidak menunjukkan bahwa az Zuhri berpendapat haramnya semir dengan warna hitam untuk orang yang semua rambutnya sudah memutih. Karena riwayat tersebut hanya menceritakan perbuatan dan sikap az Zuhri dan hal ini semata tidaklah menunjukkan haramnya bersemir dengan warna hitam untuk orang yang semua rambutnya sudah memutih.

Secara implisit riwayat tersebut menunjukkan bahwa az zuhri sama sekali belum menjumpai hadits yang melarang bersemir dengan warna hitam. Oleh karena itu, beliau mengambil tindakan hanya dengan dasar perasaan. Bersemir dengan warna hitam ketika wajah masih nampak muda dan tidak lagi bersemir dengan warna hitam setelah berusia lanjut.

قَالَ مَعْمَرٌ وَكَانَ الزُّهْرِىُّ يَخْضِبُ بِالسَّوَادِ.

Bahkan Ma’mar, salah seorang murid az Zuhri malah mengatakan, “Az Zuhri itu bersemir dengan warna hitam.” (Riwayat Imam Ahmad 2/309 dengan sanad yang shahih sampai kepada Ma’mar).

Dalam riwayat ini Ma’mar menjelaskan bahwa Az Zuhri bersemir dengan warna hitam, tanpa memberi rincian atau mengkhususkannya dalam kondisi tertentu.
Ditambah lagi, aku tidak tahu secara persis, apakah sanad Ibnu Abi Ashim sampai ke Zuhri itu shahih ataukah tidak” (Ghayatul Maram karya Al Albani hal 70-71, cetakan al Maktab al Islami 1414 H)

Ini Juga Berlaku untuk Perempuan?

Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan menyemir uban dengan warna hitam itu hanya berlaku untuk laki-laki dan tidak berlaku untuk wanita.

عن قتادة قال : رخص في صباغ الشعر بالسواد للنساء.

Dari Qatadah, seorang tabiin, beliau berkata, “Dibolehkan menyemir uban dengan warna hitam bagi perempuan.” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam al Mushannaf no 20182).

Dalam Tahdzib as Sunan, Ibnul Qoyyim berkata, “Sebagian ulama membolehkan bersemir dengan warna hitam untuk wanita dengan tujuan berdandan untuk suami namun hal ini terlarang untuk laki-laki. Inilah pendapat Ishaq bin Rahuyah. Seakan-akan beliau berpendapat bahwa larangan semir rambut dengan hitam itu hanya untuk laki-laki. Wanita dibolehkan mewarnai kuku tangan dan kakinya, suatu yang tidak dibolehkan untuk laki-laki” (Aunul ma’bud 9/251, Syamilah).

Akan tetapi larangan dari Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersifat umum, berlaku untuk laki-laki dan wanita. Sehingga pendapat yang lebih tepat, larangan ini tidak membedakan antara laki-laki dan wanita. Wallahu a’lam.


************
G4 (Ustadzah Lien/Yeni)

1. Ijin bertanya ustadzah. Bagaimana dengan manusia yang sudah beruban ketika umur 20 tahun, apakah bisa dikatakan ini uban kebanggaan?
Jawab:
Bismillah. Tergolong normal, dan secara umum disebabkn faktor genetik. Selain faktor genetik, stres juga dapat mengambil peran tumbuhnya uban lebih cepat. Walaupun tidak ada bukti yang jelas bahwa stres dapat menyebabkan munculnya uban. Namun, hormon stres dapat mempengaruhi melanosit, sel penghasil melanin di rambut yang juga mendorong tumbuhnya uban lebih cepat.

2. Ustadzah apakah benar uban tidak boleh dicabut? Ada orang yang tidak mencabutnya, tapi mewarnai rambut, boleh juga kah ustadzah?
Jawab:
Dari sisi kesehatan :
Uban yang muncul sebaiknya memang tidak dicabut, karena bisa merusak folikel, saraf-saraf dan juga akar rambut. Jika akar rambut ini rusak nantinya dapat memicu terjadinya infeksi. Selain itu kebiasaan mencabut uban juga bisa membuat rambut menjadi tipis yang menyebabkan rambut uban akan terlihat lebih banyak, meskipun sebenarnya jumlah uban yang muncul di rambut itu tetap.
Dari sisi syariat islam:
“Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai- dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya.” (HR. Al Baihaqi dalamSyu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Mewarnai uban secara hukumnya makruh. Selain hitam sunnahnya mewarnai.
Allahu'alam

3. Izin bertanya, uban yang dicabut bisa tumbuh lagi dengan yang hitam?
Jawab:
Awal rambut tumbuh hitam tapi akan mempercepat rambut hitam yang lain menjadi uban, jadi tidak sebanding dengan yang tumbuh, bahkan saya baca artikelnya bisa terjadi penghambatan tumbuhnya rambut.

4. Mengapa tidak boleh di cat hitam, apa ada hadist/dalil nya kah?
Jawab:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak menyemir uban. Oleh karena itu selisihilah mereka.” (HR Bukhari no 3275 dan Muslim no 80)
Hadits itu adalah yang menunjukkan adanya anjuran untuk mengubah warna uban dengan yang lainnya dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi yang memiliki ciri khas tidak mau mengubah warna uban.

5. Berarti boleh nyemir tapi tidak boleh warna hitam ya Bunda?
Jawab:
Iya Mbak Nur

6. Tapi kalau di semir apa nanti kita tidak mendapatkan cahaya dari uban kita Bunda?
Jawab:
Berbeda kata mencabut dengan menyemir/mewarnai, kata mencabut artinya menghilangkan, kalau mewarnai rambut, hakikatnya rambut itu masih tertanam dikulit kepala dan masih ada wujudnya dikepala.


***********
G5 (Ustadzah Enung)

1. İjin bertanya. Bagaimana yang menyemir ubannya, karena usia belum lagi tua tapi uban sudah merata?
Jawab:
Bunda Erti yang dirahmati Allah, kalau menyemirnya dengan warna selain hitam boleh.

2. Afwan alasan warna hitam tidak di bolehkan ustadah, karena ini teman saya sudah saya beritahukan tapi tidak percaya?
Jawab:
Saya luruskan sedikit ya, yang dilarang itu sebenarnya, mengecat rambut sesuai warna fitrahnya, untuk kita yang tinggal di Indonesia, fitrah warna rambut kita mayoritas hitam, jadi boleh diwarnai dengan selain warna hitam. Karena mewarnai rambut dengan warna hitam sama dengan menipu diri sendiri. Bila uban sudah mulai tumbuh, biarkan saja, karena uban bisa jadi pengingat, bahwa usia kita semakin bertambah.

3. Ada orang-orang tua yang meminta tolong untuk dicabuti ubannya dengan alasan gatal. Apakah mencabut uban karena alasan gatal diperbolehkan?
Jawab:
Bunda Dila yang dirahmati Allah, sebagian ulama menyebutkan mencabut uban hukumnya makruh (tidak disukai), karena itu perbuatan yang tidak disukai Rasulullah SAW. Sebenarnya pelarangan pencabutan uban adalah sebagai perintah agama kepada manusia untuk menyadari kalau uban ternyata adalah bagian dari tanda menuanya usia. Orang yang sudah tua usianya, diharapkan untuk semakin bijak, arif, dan terwujud lewat tumbuhnya uban. Meskipun, agama juga menyuruh untuk menjaga kebersihan dengan tidak membiarkan uban terlihat tidak rapih dan pantas. al-Ghazali pun menegaskan dalam Ihya bahwa beruban yang diniatkan agar terlihat zuhud, atau terlihat orang saleh, maka hukumnya haram. Wallahu A’lam

4. Izin bertanya ustadzah. Menurut catatan hadist yang diriwaytakan Imam Tarmizi d atas, Umur Umat Nabi Muhammad shallallahu'alaihiwasalam, antara 60 ke 70 tahun. Pertnayaannya adalah, lalu bagaimana dengan orang muslim  yang umurnya di atas 80 sampai ada yang diatas 100 tahun?
Jawab :
itu salah satu 'karunia' yang Allah berikan pada hamba yang dikehendaki-Nya.

5. Izin bertanya Ustadzah. Jika menyemir rambut dengan warna selain hitam, otomatis uban pun tertutup warna aslinya. Lalu bagaimanakah dihari kiamat kelak apakah si uban ini masih bisa bersinar dan memberikan cahaya bagi kita?
Jawab:
Kalau seperti ini, ubannya tersamarkan, tapi tetap ada ya, jadi insya Allah masih bisa menjadi cahaya. Yang akan hilang manfaatnya bila uban itu dicabut.

6. Mohon bertanya, jika sudah terlanjur dicabut karena belum mengerti bagaimana ustadzah?
Jawab:
Insya Allah tak ada dosa bagi yang tidak tahu.

7. Ikut bertanya masalah uban, ibu saya suka minta tolong untuk mencabut ubannya yang pendek dan lebih kasar, karena katanya gatal. Dia sebenarnya sudah tahu juga tentang larangan tersebut, tapi karena gatal, kadang-kadang dicabut juga. Bagaimana ustadzah?
Jawab:
Hukumnya seperti yang disebutkan diatas, makruh/tidak disukai .

8. Kalo rontok sendri bagaimana ustadzah?
Jawab:
Insya Allah tidak apa-apa, bukan disengaja.


************
G6 (Ustadzah Riyanti)

1. Assalamualaikum ustadzah. Saya mau bertanya. Bagaimana seseorang yang berusaha menghitamkan rambutnya yang beruban itu. Saya pernah dengar hal tersebut boleh asalkan menggunakan warna hitam atau memakai inai yang menjadikan rambut kemerahan.
Jawab:
Dalam hadis Nabi SAW disebutkan, "Ubah warna uban kalian dan jauhi warna hitam." (HR Muslim). Hadis ini menjadi dalil pembolehan untuk mewarnai rambut. Hadis ini juga sebagai anjuran Rasulullah SAW agar umatnya berbeda dari Yahudi dan Nasrani yang dikenal tidak mewarnai rambut mereka. "Ubahlah (warna) uban dan jangan serupa dengan Yahudi." (HR Nasai dan Tirmizi).

Soal warna rambut, para ulama bersepakat membolehkan seluruh warna, kecuali warna hitam. Adapun warna hitam, terdapat perbedaan pendapat para ulama berdasarkan tujuan dari mewarnai rambut tersebut. 
Ulama bersepakat, jika bertujuan untuk penipuan, mayoritas ulama mengharamkannya. Orang yang sejatinya sudah tua bisa menipu agar tampak muda kembali karena rambutnya tak beruban. Jika tujuannya seperti ini, tentu tidak diperbolehkan. Demikian diterangkan dalam Al-Fatawa Al-Hindiyah (44/45) dari kalangan Mazhab Hanafiyah, Al-Fawakih Ad-Dawani (8/191) dari kalangan Mazhab Maliki, Matolib Ulin Nuha (1/195) dari kalangan Mazhab Hanbali.

Demikian juga, jika mewarnai rambut dengan warna hitam untuk berangkat berperang, seluruh ulama sepakat untuk membolehkannya. Pada zaman Rasulullah SAW, para tentara yang akan berangkat berperang punya tradisi mewarnai rambut dengan warna hitam. Tujuannya untuk menaikkan wibawa di hadapan musuh-musuh Islam. Kendati mewarnai rambut dengan warna hitam mengandung unsur penipuan, untuk berperang seluruh tipu daya bisa ditolerir. Sabda Nabi SAW, "Peperangan itu adalah tipu daya." (HR Ibnu Majah).

Jika pemakaian warna hitam hanya untuk berhias dan pemakaian sehari-hari tanpa ada maksud untuk penipuan, disinilah perbedaan pendapat ulama muncul. Ulama kalangan Hanabilah, Malikiyah, dan Hanafiyah hanya sebatas memakruhkan. Kalangan ini berdalil, sabda Nabi SAW hanya sebatas anjuran untuk menjauhi atau menghindari warna hitam. Ijtanibu (jauhi atau hindari) dalam lafaz hadis bermakna hanya sebatas anjuran. Maka hukumnya pun tidak bisa melebihi makruh.

2. Bagaimana dengan mereka yang mencabuti uban (karena belum tahu kalau sebenarnya itu dilarang), apakah mereka termasuk orang-orang yang tidak mendapat cahaya di hari kiamat kelak?
Jawab:
Orang yang tidak tahu itu tidak bisa dihukumi. Namun orang yang berilmu lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang tidak berilmu.
Menurut ulama dari kalangan madzhab syafi’i—sebagaimana dikemukakan oleh Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab— bahwa mencabut uban hukumnya adalah makruh. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw:

 لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Nasa’i)

Pandangan ini ditegaskan oleh al-Ghazali, al-Baghawi dan ulama lainnya. Bahkan Muhyiddin Syarf an-Nawawi menyatakan: “Jika dikatakan haram mencabut uban karena adanya larangan yang jelas dan sahih maka hal itu tidak mustahil”. Kemakruhan mencabut uban di sini tidak dibedakan antara mencabu uban jenggot dan uban kepala. Dengan kata lain, mencabut uban yang ada di jenggot dan uban yang ada di kepala hukumnya adalah sama-sama makruh.    

يَكْرَهُ نَتْفُ الشَّيْبِ لِحَدِيثِ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذُّي وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُمْ بِأَسَانِيدَ حَسَنَةٍ قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ حَسَنٌ هَكَذَا. قَالَ أَصْحَابُنَا يَكْرَهُ صَرَّحَ بِهِ الْغَزَالِيُّ كَمَا سَبَقَ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ. وَلَوْ قِيلَ يَحْرُمُ لِلنَّهْيِ الصَّرِيحِ الصَّحِيحِ لَمْ يَبْعُدْ. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ نَتْفِهِ مِنَ الْلِحْيَةِ وَالرَّأْسِ

Makruh mencabut uban karena didasarkan kepaa hadits riwayat ‘Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi saw beliau bersabda: ‘Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat’. Ini adalalah hadist hasan yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud at-Tirmidzi, Nasai, dan lainnya dengan sanad hasan. At-Tirmidzi berkata: ‘Bahwa hadits ini adalah hadits hasan. Para ulama dari madzhab kami (madzhab syafi’i) berpendapat bahwa makruh mencabut uban. Pandangan ini ditegaskan oleh al-Ghazali sebagaimana keterangan yang terdahulu, al-Baghawi dan ulama lainnya. Seandainya dikatakan haram mencabut uban karena adanya larangan yang jelas maka mungkin saja. Dan tidak ada perbedaan hukum kemakruhanya antara mencabut uban jenggot dan kepala” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, I, hlm. 293)

Namun ada pandangan lain yang dikemukakan oleh imam Abu Hanifah yang terdapat dalam kitab al-Khulashah yang dinukil dari kitab al-Muntaqa. Menurutnya, hukum mencabut uban tidaklah makruh kecuali jika bertujuan untuk berhias diri (tazayyun). Pandangan ini menurut ath-Thahawi sebaiknya tidak dipahami secara literalis. Beliau memberi catatan, bahwa pandangan imam Abu Hanifah tersebut seyogyanya dipahami ketika uban yang dicabut adalah sedikit, tetapi jika banyak maka hukumnya tetap makruh karena adanya hadits yang melarang untuk mencabut uban yang diriwayatkan Abu Dawud sebagaimana disebutkan di atas.   

وَفِي الْخُلَاصَةِ عَنِ الْمُنْتَقَى كَانَ أَبُو حَنِيفَةَ لَا يُكْرِهُ نَتْفَ الشَّيْبِ إِلَّا عَلَى وَجْهِ التَّزَيُّنِ اه وَيَنْبَغِي حَمْلُهُ عَلَى الْقَلِيلِ أَمَّا الْكَثِيرُ فَيُكْرَهُ لِخَبَرِ أَبِي دَاوُدَ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Di dalam kitab al-Khulashah yang dinukil dari kitab al-Muntaqa terdapat keterangan yang menyatakan bahwa imam Abu Hanifah tidak memakruhkan mencabut uban kecuali dengan tujuan berhias diri. Dan seyogynya pandangan ini dipahami ketika uban yang dicabut adalah sedikit, namun jika banyak maka hukumnya tetap makruh berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud: ‘Jangan kalian mencabut uban karena uban itu adalah cahaya orang muslim kelak di hari kiamat” (Lihat, ath-Thahawi, Hasyiyah ‘ala Maraqi al-Falah Syarh Nur al-Idlah, Bulaq-Mathba’ah al-Amiriyah al-Kubra, 1318 H, h. 342).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik.


3. Bismillah. Ustadzah, afwan bertanya, bagaimana Islam memandang laki-laki yang tidak mau memelihara jenggot walaupun sedikit saja?
Jawab:
Saat ini ramai diperbincangkan masyarakat mengenai hukum memelihara jenggot bagi laki-laki. Tak hanya itu, bahkan ada yang menyatakan bahwa mencukur jenggot itu adalah haram. Jika jenggot itu tumbuh lebat dalam dagu maka biarkanlah. Namun benarkah itu?
Jika kita berbicara tentang hukum jenggot, ada baiknya kita mulai dari nash-nash yang terkait dengan jenggot. Setelah itu kita kutip pendapat para ulama tentang hukum memelihara atau memotong jenggot bagi laki-laki

A. Nash-nash Tentang Jenggot

Ada banyak nash syar’i yang berderajat shahih tentang jenggot kita temukan, berupa sabda Rasulullah SAW Di antaranya dalil-dalil berikut ini :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Dari Ibnu Umar radhiyalahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Berbedalah dengan orang-orang musyrik. Panjangkanlah jenggot dan potonglah kumis. (HR. Bukhari)

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ : جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah berdabda,”Pendekkan kumis dan panjangkan jenggot, berbedalah kalian dari orang-orang majusi”. (HR. Muslim)

عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ فَعَدَّ مِنْهَا إِعْفَاءَ اللِّحْيَةِ

Dari Aisyah radhiyallahuanha dari Nabi SAW,”Ada sepuluh perkara yang termasuk fithrah, di antaranya memanjangkan jenggot. (HR. Muslim)

Sebenarnya masih banyak lagi nash-nash terkait dengan jenggot, namun saya cukupkan tiga hadits saja.

B. Hukum Berjenggot

Meski dalil-dalil di atas semua termasuk hadits shahih, namun ketika menarik kesimpulan hukum, para ulama ternyata berbeda pendapat, yaitu apakah memelihara jenggot hukumnya menjadi wajib, sunnah atau mubah. Sebagian mengatakan hukum wajib, seperti yang antum baca di media sosial itu.

Tetapi ternyata ada juga pendapat yang berbeda, sebagian bilang hukumnya sunnah, bahkan ada yang bilang hukumnya mubah.

1. Wajib Memelihara Jenggot

Sebagian kalangan mengambil kesimpulan bahwa memelihara jenggot hukumnya wajib, dan berdosa bisa mencukur atau menghilangkannya. Dasar pengambilan hukum wajibnya memanjangkan jenggot ini antara lain didasarkan pada hal-hal berikut :

a. Dzhahir Nash
Tidak bisa ditolak kenyataan begitu banyaknya hadits yang memerintahkan kita memelihara jenggot dan mencukur kumis, dimana hadits-hadis itu umumnya hadits yang shahih. Dan karena hadits-hadits di atas datang dengan lafadz amr (perintah), dan secara baku setiap perintah berarti kewajiban, maka kesimpulannya, memanjangkan jenggot dan memotong kumis itu hukumnya menjadi wajib.
Pendapat seperti ini umumnya menggunakan metode yang biasa digunakan oleh mazhab Dzhahiri, dimana dzhahir nash memang memerintahkan untuk memanjangkan jenggot.

b. Para Ulama Mengharamkan Cukur Jenggot
Selain dhzahir nash, kewajiban memelihara jenggot itu juga didasari oleh begitu banyaknya pendapat para ulama tentang haramnya mencukur jenggot.
Tiga mazhab besar yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah tegas-tegas mengharamkan seseorang yang memiliki jenggot untuk mencukurnya hingga habis plontos. Karena tindakan itu jelas-jelas bertentangan dengan hadits-hadits nabawi.
Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa dilarang mencukur jenggot. Dalam mazhab Al-Malikiyah, mencukur jenggot bukan saja haram, bahkan pelakunya harus dihukum agar mendapat pelajaran.
Sedangkan mazhab Asy-Syafi’iyah tidak sampai mengharamkan cukur jenggot. Mazhab ini hanya sampai memakruhkan saja.

2. Sunnah Memelihara Tapi Tidak Sampai Wajib

Sebagian kalangan yang lain menyebutkan bahwa memelihara jenggot itu hukumnya sunnah dan bukan wajib. Sehingga apabila seorang laki-laki muslim secara sengaja tidak memelihara jenggot, tidak berdosa, namun dia telah menyalahi sunnah Rasulullah SAW

Dasar pendapat ini untuk tidak mewajibkan laki-laki harus berjenggot antara lain adalah:

a. Tidak Semua Perintah Berarti Wajib
Pendapat kedua menolak bahwa memelihara dan memanjangkan jenggot itu dianggap sebagai kewajiban. Meski nash-nash yang kita temui secara dzhahirnya memang memerintahkan, namun tidak semua fi’il amr selalu mengandung makna kewajiban.
Bukankah kita menemukan cukup banyak dasar masyru’iyah ibadah seperti shalat sunnah atau puasa sunnah yang menggunakan sighat amr, padahal para ulama sepakat tidak mewajibkannya.

b. Fithrah Tidak Wajib
Memelihara jenggot menurut salah satu hadits shahih disebutkan sebagai salah satu dari sepuluh fithrah.

عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ فَعَدَّ مِنْهَا إِعْفَاءَ اللِّحْيَةِ

Dari Aisyah radhiyallahuanha dari Nabi SAW,”Ada sepuluh perkara yang termasuk fithrah, di antaranya memanjangkan jenggot. (HR. Muslim)

Dan umumnya apa-apa yang termasuk fithrah itu hukumnya bukan kewajiban, melainkan sunnah. Kalau kita bandingkan memelihara jenggot ini dengan sunnah fithrah yang lain misalnya memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, bersiwak dan lain-lain, maka kedudukannya sama, yaitu sama-sama sunnah dan bukan kewajiban.

c. Tidak Semua Orang Bisa Punya Jenggot
Tidak semua orang ditakdirkan tumbuh jenggot di dagunya. Maka dalam hal ini hukumnya harus dilihat dari masing-masing kasus.
Kalau ada orang yang punya jenggot, lalu dia ingin menjalankan apa yang menjadi perintah Nabi SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas, maka tentu berpahala. Namun sebaliknya, bila seseorang ditakdirkan tidak tumbuh jenggot di dagunya, tentu dia tidak bisa dibilang berdosa. Sehingga kesimpulannya, berjenggot itu tidak wajib tetapi disunnahkan.
Sedangkan mereka yang berbakat punya jenggot lalu mencukur habis tanpa ada alasan yang syar’i, maka hukumnya kurang disenangi alias makruh.

3. Boleh Memelihara dan Boleh Tidak Memelihara

Sebagian dari kalangan punya pendapat yang berbeda, yaitu memelihara jenggot hukumnya bukan wajib atau sunnah, namun hukumnya hanya mubah. Kalau mau tampil berjenggot, tidak ada larangan, tetapi kalau mau tampil tanpa jenggot, atau mencukur jenggot, hukumnya tidak terlarang.

Ada beberapa dalil yang mereka kemukakan ketika berpendapat bahwa jenggot bukan urusan syariat, yaitu :

a. ’Illatnya Adalah Berpenampilan Berbeda
Ada pun dalil-dalil dari hadits di atas, tidak mereka tolak keberadaannya, hanya saja yang menjadi masalah adalah ’illat atau penyebab datangnya perintah untuk memelihara jenggot, yang dalam hal ini sekedar bisa berbeda penampilan dengan orang-orang musyrikin atau orang-orang majusi.
Menurut pandangan ini, kebetulan secara ’urf atau kebiasaan, orang-orang musyrikin dan majusi di masa Rasulullah SAW punya penampilan yang menjadi ciri khas, yaitu mereka terbiasa memanjangkan kumis dan memotong atau mencukur habis jenggot.
Maka agar penampilan umat Islam berbeda dengan penampilan mereka, yang paling mudah adalah mengubah penampilan yang sekiranya berbeda secara signifikan. Dan cara itu tidak lain adalah dengan cara memelihara jenggot dan memotong kumis.

Namun ketika ’urf atau tradisi orang-orang musyrik dan majusi berubah, seiring dengan berjalannya waktu dan penyebaran budaya mereka, maka mereka pun punya penampilan dan ciri fisik yang berbeda juga. Ketika banyak dari orang-orang musyrik dan majusi yang tidak lagi memanjangkan kumis dan memotong jenggot, sebagaimana yang mereka lakukan di masa hidup Rasulullah SAW, maka dalam logika mereka, hukumnya pun juga ikut berubah juga.
Dalam pandangan mereka, yang menjadi ’illat dari dalil-dalil di atas bukan masalah memelihara jenggotnya, melainkan perintah untuk berbeda penampilan dengan orang-orang musyirikin dan majusi.

b. Masalah Ketidak-adilan
Selain menggunakan logika perbedaan ’illat, mereka tidak mewajibkan atau menyunnahkan memelihara jenggot karena masalah ketidak-adilan.
Kalau memelihara jenggot dianggap sebagai ibadah, entah hukumnya wajib atau sunnah, maka betapa agama Islam ini sangat tidak adil. Sebab hanya mereka yang ditakdirkan punya bakat berjenggot saja yang bisa mengamalkannya.
Hal itu mengingat keberadaan jenggot amat berbeda dengan rambut pada kepala manusia, dimana setiap bayi yang lahir, sudah dipastikan di kepalanya tumbuh rambut. Demikian juga dengan kuku, setiap manusia tentu punya kuku yang terus tumbuh sejak lahir hingga mati.

Namun tidak demikian halnya dengan jenggot. Ada berjuta-juta manusia di dunia ini yang secara sunnatullah memang tidak tumbuh jenggotnya. Dan hal itu terjadi sejak dari lahir sampai tua dan mati. Allah SWT mentaqdirkan memang tidak ada satu pun jenggot tumbuh di dagu mereka.
Maka kalau berjenggot panjang itu diwajibkan atau sunnahkan, apakah mereka yang ditakdirkan punya wajah tidak tumbuh jenggot lantas menjadi berdosa atau tidak bisa mendapatkan pahala? Dan apakah ukuran ketaqwaan seseorang bisa diukur dengan keberadaan jenggot?

Kalau memang demikian ketentuanya, maka betapa tidak adilnya syariat Islam, karena hanya memberi kesempatan bertaqarrub kepada orang-orang tertentu saja dengan menutup kesempatan buat sebagian orang.
Memang buat bangsa-bangsa tertentu, seperti bangsa Arab, semua laki-laki mereka lahir dengan potensi berjenggot, bahkan sejak dari masih belia, sudah ada tanda-tanda akan berjenggot. Namun buat ras manusia jenis tertentu, seperti umumnya masyarakat Indonesia, tidak semua orang punya bakat berjenggot, bahkan meski sudah diberi berbagai obat penumbuh dan penyubur jenggot, tetap saja sang jenggot idaman tidak tumbuh-tumbuh juga.

Betapa malangnya orang-orang Indonesia, yang lahir tanpa potensi untuk memiliki jenggot. Lantas apakah dosa mereka sehingga ’dihukum’ Allah sehingga tidak bisa berjenggot?

Sumber: rumahfiqih.com
Sumber: https://www.islampos.com/mencukur-jenggot-apa-hukumnya-dalam-islam-48931/


4. Bismillah. Ustadzah, mohon ijin bertanya. Kalau dari kecil rambutnya sudah beruban itu bagaimana ustadzah? Apa masuk di semua kategori itu ya?
Jawab:
Apabila uban sudah ada sejak kecil ini tidak berlaku hukum di atas karena ubannya muncul karena kelainan pigmen.


5. Ustadzah, ijin bertanya. Saya lagi suka mewarna rambut non hitam, bolehkah? Pertanyaan kedua agak keluar jalur: saya ingin pakai gelang kaki, bolehkah?
Jawab:
Boleh. Asal tujuannya untuk menyenangkan suami.

~ Tujuan memakai gelang dikaki untuk apa Bund?

Hukum Memakai Gelang Kaki Pada Wanita Dalam Islam

Wanita memang diciptakan dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dan untuk menutupi kekurangannya biasanya wanita akan berhias diri. Tabarruj dalam Islamatau berhias diri atau berdandan diperbolehkan, asalkan tidak berlebihan, karena memang telah menjadi sifat wanita bahwa mereka suka berhias.

Dan dalam berhias diri, wanita seringkali memakai perhiasan atau aksesoris pelengkap, baik seperti kalung, gelang tangan, gelang kaki, anting-anting dan cincin. Dan seperti yang dijelaskan dalam Islam bahwa hukum memakai perhiasan dalam Islam adalah diperbolehkan, namun apakah dalam Islam wanita diperbolehkan memakai gelang kaki?
Menurut para ulama, hukum memakai gelang kaki bagi wanita menurut Islam adalah diperbolehkan, namun hal tersebut tetaplah ada batasannya. Wanita diperbolehkan memakai gelang kaki, namun jangan sampai berlebihan dan dilarang bagi wanita yang memakai gelang kaki untuk sengaja menghentakan kaki mereka dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya (baca : pengertian mahram dalam Islam).

Dan didalam Islam terdapat firman Allah yang mengenai persoalan tersebut, sebagai berikut :

Dan janganlah mereka (kaum wanita) memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nur ayat 31)

Dalam terjemahan ayat tersebut telah dikatakan, bahwa Islam tidak melarang umatnya untuk memakai gelang kaki namun seorang wanita dilarang untuk menghentakan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, karena dikhawatirkan hal tersebut akan mengundang zina dalam Islam, dan memperdengarkannya sama saja dengan menampakan perhiasan tersebut.

Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata :
Seseorang mendatangi Rasulullah SAW. sedangkan ia telah melakukan dzihar (menyamakan istrinya dengan mahram perempuannya, sembari berniat dan bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sebelum membayar kaffarat dzihar tersebut. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melakukan dzhihar terhadap istriku, namun aku menggaulinya sebelum aku membayar kaffarat.” Beliau bersabda: “Apa sebab yang membuatmu melakukan itu ?”, ia menjawab: “Aku (tergiur karena) melihat KHALKHAAL (gelang kakinya) dibawah sinar bulan.” Maka beliau bersabda: “Janganlah engkau mendekatinya hingga engkau melakukan perintah Allah (yaitu bayar kaffarat).” (HR Abu Daud, At- Tirmidzi dan An-Nasa’i)

Dikisahkan dalam Islam, dulu pada zaman jahiliyah, para wanita apabila berjalan dengan gelang kakinya tidak berbunyi, maka mereka akan memukulkan kakinya ke tanah dengan tujuan agar perhiasan yang mereka pakai berbunyi dan dilihat oleh kaum laki-laki. Tindakan yang dilakukan oleh wanita-wanita jahiliyah tersebut merupakan hal yang tidak boleh ditiru oleh wanita muslimah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa memakai gelang kaki menurut Islam adalah diperbolehkan namun jangan sampai berlebihan dan tetap dalam batasan-batasan. Wanita cantik dalam Islam tidaklah harus berias diri dengan semaksimal mungkin dan berpenampilan semenarik dan sebagus mungkin, namun yang paling penting adalah iman dan ketaatan mereka terhadap Allah SWT.


6. Assalamu'alaykum ustadzah, ijin bertanya, dihukumi apa jika kita mewarnai rambut untuk menyenangkan hati suami dengan warna selain warna hitam. Mubahkah ustadzah?
Jawab:
Betul. Mewarnai rambutnya hukumnya mubah. Menyenangkan suami itu sedekah hasanah.


7. Assalamualaikum. Bertanya ustadzah, kalau suami atau orang tua minta dicabutkan ubannya sebaiknya gimana ustadzah? Terimakasih.
Jawab:
Orang yang tahu memberitahu yang tidak tahu. Coba bunda kabarkan kebaikan jika uban itu muncul dan tidak dicabut. Wallahu alam


************
Akhwat (Ustadzah Rini)

1. Assalamu'alaikum ustadzah, kata ibu saya ketika uban sudah mulai tumbuh, kepalanya terasa pening dan ketika uban dicabut terasa lebih ringan rasanya. Apakah pening tersebut benar karena tumbuh uban? Dan bagaimana hukumnya pada waktu itu ketika saya dan ibu saya belum tahu hukum mencabut uban?
Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Dalam hidup, kita diminta untuk melakukan proses yang terus menerus sampai suatu saat merasakan hasilnya. Proses yang dijalani dengan baik pasti akan mengantarkan kepada kebaikan,begitu juga sebaliknya. Rasa sakit, pusing dll adalah salah satu proses yang harus kita jalani agar kita bisa memahami hikmah yang ada dibalik proses tersebut. Semoga akhir yang indah ketika kita mau menikmati dan mensyukuri setiap proses yang kita jalani dalam kehidupan. Tidak ada dosa dari sebuah ketidaktahuan. Allahua'lam

2. Assalamualikum Bunda mau bertanya, bagaimana orang yang mewarnai rambut dair uban dan melakukan perawatan misal menghilangkan kerut seperti botox, tanam benang agar supaya telihat muda?
Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Untuk mewarnai masih diperkenankan asal tidak dengan warna hitam,untuk selainnya lebih baik dihindari karena mengubah ciptaan Allah adalah sesuatu yang tidak disyariatkan dalam agama. Tua itu pasti, sabar itu pilihan. Lebih disarankan menjaga amanah berupa kesehatan dengan memperbanyak olahraga sedari muda,mengkonsumsi makanan makanan yang tidak cepat membuat sel mati. Ini bisa menjaga seseorang terlihat lebih awet muda secara alami dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal. Allahua'lam.





•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis:

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
 


Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!