Rekap Kajian
Online Hamba اللَّهِ Ummi
G6
Hari, Tgl:
Selasa, 16 Juli 2019
Materi:
Bukan Kepada Manusia Tapi Kepada Allah SWT
Narasumber: Bunda
Azzam
Waktu
Kajian: 08.01-10.01 WIB
Notulen: Bunda
Sasi
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bukan kepada Manusia tapi kepada Allah SWT
SEPERTI kita ketahui, permasalahan dalam
kehidupan ini tidak akan pernah berhenti. Apabila masalah yang satu selesai
maka masalah baru akan datang. Begitulah masalah datang silih berganti
menghiasi kehidupan ini. Semua itu sudah menjadi ketetapan Allah SWT bagi
kehidupan manusia. Siapapun orangnya, apapun statusnya dan kedudukannya. Sering
sekali, ketika diri ini terasa berat menanggung beban, kita mengadu kepada
orang-orang di sekeliling kita. Dengan harapan ada jalan keluar yang kita
dapatkan atau minimal sekedar melepas keluh kesah yang ada. Sebenarnya bukan
suatu masalah ketika kita mengadu kepada orang lain dari setiap masalah yang
kita hadapi, selama kita melakukannya dengan wajar dan kepada orang-orang yang
kita berikan kepercayaan. Namun, ada tempat mengadu yang sering kita lupakan
atau abaikan. Padahal, di tempat itulah seharusnya pengaduan tersebut pertama
kali kita sampaikan sebelum kepada manusia.
Tempat mengadu itu adalah kepada Pemilik
kita dan kehidupan kita; Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam Al-Quran, dapat kita
telusuri pengaduan para Nabi kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di antaranya
sebagaimana dalam Firman Allah SWT, yang artinya: “Ya’qub menjawab, ‘Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan
kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada
mengetahuinya’,” (QS. Yusuf [12]:86).
“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat
Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,” “yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya
dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam [19]:2 dan 3)
Dalam kehidupan dan perjuangan Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga selalu mengadu kepada Allah SWT. Ketika
Beliau diusir oleh penduduk Tha’if, ketika hendak perang Badr, ketika hendak
perang Ahzab dan masih banyak lagi. Karena itu, ikutilah jejak para Nabi.
Mengadulah kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala ketika kita menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan ini, sebelum
kita mengadu kepada manusia. Mintalah ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
pasrahkan diri kita, nyatakan ketidakberdayaan kita, tumpahkan segala harapan
dan permohonan kita kepadan-Nya, basahi pipi kita dengan simbahan air mata dan
yakinkan diri kita akan pertolongan-Nya. Dibanding mengadu kepada manusia,
mengadu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki beberapa keuntungan, di
antaranya:
1. Termasuk ke dalam ibadah dan berpahala
2. Dijamin terjaga rahasianya
3. Menjadi tidak sungkan mengekspresikan
pengaduan
4. Semakin mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala
5. Mendatangkan ketenangan, karena yakin
bahwa pengaduan pasti didengar dan dijawab oleh-Nya
“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu,
maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia
mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu,”
(QS. Al-Anam [6]:17).
Penulis: Abdullah Haidir, Islampos.
Noted: tambahan dari bunda,
1.
Saat berproses dalam rumah tangga pun maka
libatkan Allah dalam setiap pengambilan keputusan.
2.
Saat membesarkan, dan membersamai tumbuh kembang
anak-anak maka sandarkan pada Allah, kita orang tua yang lemah, tanpa bimbingan
Allah kita tak akan bisa mengawal dan membersamai anak tetap dalam "on the
track of syar'i"
3.
Saat berinteraksi dengan teman, sahabat dan
tetangga letakkan semua hubungan berlandaskan syariat, bukan karena kan gak
enak.
4.
Yakini bahwa takdir itu selalu membawa kebaikan,
meski tak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan di luar prediksi kita
sebagai hamba.
5.
Jika ingin selalu dalam bimbingan-Nya, maka
selalu berusahalah bagaimana DIA ridho dengan apa yang kita ikhtiarkan.
By:
Bunda Azzam
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA
JAWAB
1.
Bismillaah. Bunda, ijin bertanya ya. Jika segala
sesuatu sudah menjadi bagian dari takdir Allah, termasuk mungkin takdir yang
kurang baik menurut penilaian kita. Lalu bagaimana meyakinkan diri terus
menerus bahwa Allah lebih tahu itu terbaik untuk kita? Kadang kita merasa salah
kita apa sehingga Allah menguji hidup ini.
Jawab:
Waalaikumsalam warohmatullohi
wabarokatuh. Untuk pertanyaan pertama bagaimana kita merasa yakin bahwa apapun
yang ditakdirkan oleh Allah kepada kita itu adalah sesuatu yang terbaik. Sementara,
menurut penilaian kita sebagai hamba kadang itu tidak sesuai dengan apa yang
kita minta, tidak seperti apa yang kita harap dan ternyata itu harus yang kita
jalani. Bagaimana menumbuhkan rasa optimis bahwa ini memang yang terbaik. Ya,
satu hal kenapa kok Allah memberikan ujian kepada kita, itu adalah bagaimana
Allah akan meng-upgrade iman kita itu sampai di titik yang terdekat.
Dalam sebuah dalil dikatakan jika Allah
itu mencintai seorang hamba, menginginkan seorang hamba, merindui seorang hamba
maka Ia akan perintahkan malaikat untuk mengirimkan "masalah kepada
dia" karena Allah begitu merindukan rintihan hamba-Nya itu untuk meminta
kepada-Nya.
Itu intinya. Sehingga, ketika seseorang
itu diuji dengan ujian yang begitu berat maka Allah sejatinya sedang menunggu
tangan kita terangkat untuk kemudian meminta kepada-Nya dan yang perlu kita
sadari adalah sebuah ilustrasi saja:
"Kita dulu ketika kelas 6 SD ya itu
kan harus melalui UN ya untuk bisa mendapatkan nem...ya kan? Dan ketika kita
mengerjakan ujian itu, bukankah ujian itu sulit, tidak ada ceritanya kita
kemudian sudah tahu sepekan sebelumnya, guru kita sudah mengatakan ini ya yang
akan keluar nanti di UN, enggak ada, semuanya hanya berupa kisi-kisi ya, hanya
berupa gambaran akan seperti ini loh nanti soal ujiannya. Guru, ketika menguji
kita, itu ketika kita dikasih lembaran ujian, itu, guru itu diam, padahal guru
tuh tahu loh jawabannya apa. Misalnya, pertanyaannya adalah "Apakah bunyi
sila pertama dari Pancasila?", misal. Bisa jadi kita lupa tapi guru kita
tidak, tetapi apakah guru kita itu kemudian memberitahu kita yang sedang
mengerjakan soal, tidak bukan? Itu artinya apa?
Ketika Allah memberikan ujian kepada kita
bukan berarti Allah itu tidak tahu jawabannya apa. Allah tuh tahu gitu, karena
Dia yang memberikan ujian kepada kita. Tinggal, bagaimana kita menyikapi agar
kita itu bisa lulus dari ujian itu. Artinya apa? Kita harus mencari jawaban.
Apa jawabannya? Mendekatlah kepada yang punya jawaban itu, dan jawaban itu ya,
tidak serta merta kemudian kita dapatkan, ketika kita mengerjakan soal UN, itu
tidak kemudian kita langsung tahu, oh nem kita, matematika nilainya 9, itu
tidak, gitu kan? Kita masih menunggu waktu
berbulan-bulan untuk bisa keluar kan, nilai itu. Masih diolah dikoreksi
dan baru keluar berupa kertas ya semacam ijazah begitu.
Sama dengan Allah, ketika kita diberikan
ujian oleh Allah maka kita harus sabar untuk bisa menemukan dan menerima ini
loh sebenarnya kunci ujian itu..gitu...
Salah satu contoh yang saya perlu
ceritakan mungkin ya, dalam keluarga bunda. Bunda tuh punya kakak yang jadi
dosen di IPB, kemudian itu kakak di tengah ya nomer lima begitu, kemudian kakak
yang nomer delapan itu semangat banget pengen kuliah di IPB tapi ternyata apa,
ternyata dia tidak diterima, ya, tidak diterima di IPB, dia kecewa banget gitu,
kenapa sih, apa sih salah saya? Begitu.. Saya sudah baik, saya patuh pada orang
tua, kenapa SBN saya kok tidak lolos, gitu kan, tetapi bertahun-tahun kemudian
akhirnya ya, ketika kakak nomer delapan ini kemudian kuliah di dekat, di kota
dekat kampung bunda begitu, dia tetap menjaga bapak dan ibu kami di kampung,
begitu, masyaallah, enggak kebayang kalau misalnya kakak saya harus kuliah di
IPB, artinya di Jawa Barat, sementara kami tinggal di Jawa Timur. Kalau bapak
sakit maka yang pertama kali menolong itu adalah kakak yang nomer delapan ini,
sementara kakak yang nomer lima ya, itu nanti datang kalau sudah ada di rumah
sakit. Artinya apa, bahwa Allah memberikan kebaikan, subhanallah gitu, jadi dia
baru merasa tersadar, "Coba kalau aku dulu itu diterima di IPB, bisa jadi
aku bukan orang yang, apa ya, tidak bisa, apa ya, menungguin bapak ibu ketika
sakit dan lain sebagainya."
Banyak hikmah ternyata ketika kita merasa
bahwa kita harus benar- benar menerima apa itu ketentuan dari Allah, kita harus
sabar.
Mungkin contoh yang kedua adalah bunda
sendiri gitu ya. Ketika suami bunda meninggal, kemudian 14 hari kemudian bunda
dirampok ya, harta habis gitu. Ditinggalin tiga anak yang masih kecil-kecil,
pada saat itu bunda hanya mampu bersandar dan berbisik pada bumi bermohon
kemurahan curahan rahmat dari Allah dari langit, begitu.
Bunda hanya bisa berbisik: "Ya Allah
yang mencari nafkah sudah Engkau panggil kemudian harta yang tersisa dibawa
oleh rampok, begitu. Jika memang ini
adalah takdir-Mu, hamba ikhlas, kalau itu memang untuk membersihkan dosa-dosa
kami karena mungkin ada hak orang lain yang tidak kami tunaikan. Tapi tolong
Rabb, berikan rasa syukur yang lebih kepada kami, berikan kami kesabaran yang
luar biasa dan berikan saya kesanggupan untuk membersamai anak-anak dan
anak-anak tidak pernah kufur nikmat. Mudahkan saya untuk membimbing mereka dan
jawaban Allah adalah betapa Allah itu tidak ingin membebani bunda dengan tiga
anak yatim yang masih kecil-kecil dengan kesulitan saat mendidik, anak-anak
begitu mudah untuk disentuh, untuk diingatkan.
Mereka lebih mudah untuk, apa ya,
menerima ketika dinasehati, kemudian ketika mereka di-support untuk berjuang
maka mereka maksimal sehingga mereka tumbuh dalam, apa ya, semangat untuk
selalu berprestasi kemudian menunjukkan bahwa mereka tidak boleh menjadi anak
yang trouble maker. Mereka harus menjadi anak yang sholih sehingga ayahnya di
sana itu bahagia dengan perjuangan mereka, itu subhanallah buat bunda, itu-itu
adalah hikmah yang luar biasa yang diberikan Allah kepada bunda.
Jadi kita memang harus sabar menunggu
mendidik, jadi, jangan pernah terburu-buru untuk meminta jawaban dari Allah,
yakini saja, sepenuhnya, bahwa pasti ada hikmah. Seandainya itu tidak seperti
itu maka bisa jadi ada hal lain yang Allah, apa ya, siapkan untuk kita.
Satu contoh lagi adalah, saya mendapatkan
cerita dari ayahnya teman, suami teman bunda tuh cerita begitu, ketika dia, apa
namanya, ternyata gagal, padahal dia sudah berusaha untuk menjadi yang pertama
datang sehingga dia yang terpilih begitu, ternyata interview temannya yang
lebih pagi datang kemudian menjadi nahkoda. Dan ternyata masyaallah dia begitu
kecewa, dia pulang padahal dia sudah maksimal berusaha untuk datang pertama,
tetapi ternyata ada yang lebih pertama, begitu kan?
Ternyata, di tengah jalan, sebulan
perjalanan kapal itu dihantam oleh ombak dan kapalnya menjadi karam, sampai
sekarang tidak diketahui bagaimana nasib temannya itu. Dan, suami teman bunda
itu begitu bersyukur, dia bilang, "Coba kalau saya yang pertama, bisa jadi
pada saat itu, saya tidak akan seperti sekarang, bu. Bisa jadi saya tidak akan
pernah menikah dan punya anak yang menjadi teman anak ibu, karena saya mati
muda.", gitu.
Nah itu ternyata, Allah, apa, mengagalkan
saya menjadi seorang nahkoda pada saat itu karena Allah sedang menyiapkan hal
lain untuk saya. Dan itu saya benar-benar bersyukur meskipun pada saat itu saya
merasa Allah tidak adil kepada saya, kenapa kok bukan saya yang terpilih pada
saat itu, sementara, niatan saya pada saat itu adalah untuk menyenangkan orang
tua dan saya sakit hati pada saat itu. Saat ini saya hanya bisa beristighfar
ternyata Allah sudah menyiapkan yang jauh lebih baik lagi dari apa yang saya
impikan pada masa itu.
2.
Assalamualaykum, mau nanya, bagaimana cara
bergaul yang baik dengan tetangga di sekitar tempat tinggal, agar tidak terbawa
arus negatif. Bisa dikatakan memilik tetangga-tetangga yang memiliki kebiasaan
kumpul-kumpul, ngerumpi, dll. Sedangkan saya bukan tipe orang yang suka dengan
keramaian atau suatu perkumpulan seperti itu. Jadi saya lebih memilih
menghabiskan waktu di dalam rumah dengan keluarga, apakah itu salah, Bu? Mohon
penjelasannya.
Jawab:
Untuk pertanyaan yang kedua, bagaimana
menghadapi kondisi tetangga ya yang memang suka ngerumpi, kemudian
ngumpul-ngumpul gaje begitu di gardu sambil entah nyari kutulah atau sambil yah
apalah ya, ngabisin waktu ga jelas aja, gitu ya.
Nah itu bunda pernah ngalamin gitu loh.
Jadi, ketika bunda tinggal di kampung, dimana tempat kami tinggal dulu begitu,
itu suka tuh orang-orang, pokoknya habis masak aja, jam-jam segini nih mereka
udah beres, jemur, nyuci, yaudah mereka ngumpul, kemudian ada aja yang dibahas
tuh. Ya sementara memang bunda benar-benar tidak bisa harus gabung seperti itu,
gitu loh. Bagi bunda ngapain coba, gitu kan, tetapi bukan berarti kemudian
bunda tidak gaul sama sekali, tidak, gitu kan, sesekali saja, jadi ketika
memanfaatkan waktu yang bisa bunda gunakan untuk tetap berta'aruf dengan mereka,
mentransfer kebaikan kepada mereka, mencontohkan tauladan yang baik dengan
mereka. Itu bunda lakukan ketika misalnya sedang bertemu di tukang sayur,
begitu, belanja bareng-bareng gitu kan, kita nanya, "Ooh ya kelas berapa
anaknya?", kemudian, misalnya lagi batuk-batuk anaknya, kita sharing obat
kemudian ketika tetangga yang satunya mengeluh, "Ibu kalau kaki suka linu
apa apa apa, gitu kan". Kita saranin. Kemudian kalau ada yang bilang ibu
gimana sih cara ngajarin anak begini begini. Nah kita ngobrol aja. Kita siapkan
waktu di warung itu sambil berdiri sambil nunggu antrian begitu. Kita transfer
ilmu yang terbaik kepada mereka. Misalnya tips cara membuat atau bunda yang
belajar misalnya, "Bu gimana sih, bu caranya bikin apa namanya mie srodot
yang khas Sunda itu, misalnya gitu kan.", atau apa begitu. Karena apa?
Karena tetangga itu punya hak untuk kita ajarin. Nah setelah kenal di warung
begitu, pertama kali bunda itu kan belum kenal ya siapa-siapa, bagaimana
karakter orang di sekitar rumah, begitu. Maka orang pertama yang bunda deketin
adalah tukang warung. Jadi tukang warungnya harus menjadi sahabat bunda. Jadi
si bibi, si teteh gitu kan, kemudian kita ngumpul-ngumpul di warung kemudian
saya tawarkan, mau enggak kalau sore kita ngaji, nanti kita bareng-bareng yuk
belajar Islam begini-begini. Alhamdulillah, akhirnya dua majelis ta'lim bisa
dibuat begitu. Tiap sore hari tertentu dalam sepekan bertemu begitu, sepekan
sekali yah kita ketemu.
Kemudian, bunda belajar mengajari mereka
tentang fiqih, kemudian tentang banyak hal-lah, ada ( ) dan lain sebagainya.
Kemudian, setelah ibu-ibunya, oh afwan, pertama kali saya mendekati
anak-anaknya, jadi ibunya enggak saya minta untuk ngaji dulu, jadi anak-anak
remaja mereka saya bilang, "Bu, punya anak enggak? Mau enggak saya ajarin
anaknya supaya jadi anak yang taat, bla bla bla.", begitu, kemudian
terbentuklah pengajian remaja namanya di rumah bunda begitu, malam jum'atan
begitu. Karena mereka kalau malam jum'at libur ngaji jadi ngajinya di rumah
saya, kalau di hari lain mereka ngaji di musholla, begitu, dengan guru ngaji
abata begitu.
Nah pada malam jum'at ngajinya di rumah
bunda maka bunda ajarin gitu, mereka saya ajarin fiqih, adab, akhlak dan lain
sebagainya. Kemudian begitu mereka ngaji, ternyata emak-emaknya pada tertarik
untuk ikutan ngaji maka terbentuklah dua majelis ta'lim.
Jadi, kita memang apa ya, perlu berbaur
dengan masyarakat. Karena kita tidak, tidak bisa eksklusif ya karena nanti
kalau kita itu nanti mati, kita enggak akan bisa jalan sendiri kan ke pemakaman
begitu.
3.
Bunda, tanya lagi ya. Boleh sedikit tanya
parenting ya, bunda kan ahlinya nih. Ada kiat khusus enggak agar memory anak
usia TK lebih maksimal untuk hafalan (doa, surah pendek, angka, huruf dan lain-lain)?
Jawab:
Untuk pertanyaan ketiga tentang bagaimana
memunculkan motivasi agar anak itu rajin untuk menghafal ya. Sebenarnya anak
itu kalau bunda lihat dari anak-anak bunda saja ya berdasarkan pengalaman.
Mereka itu kalau suasana belajar itu enjoy itu enggak usah diajarin kok, mereka
itu hafal sendiri. Karena di sekolah gurunya itu pinter cara ngajarinnya gitu.
Seingat bunda dulu, anak-anak itu sambil loncat-loncatan, sambil main kucing
itu keluar itu doa-doa terus kemudian hafalan surat pendek terus kemudian ya
sambil gulang guling, sambil baca, kadang nyeletuk aja itu keluar hafalan,
begitu kan.
Nah, yang terbaik itu memang kalau mau
memotivasi ya, yang pernah bunda lihat atau bunda dengar di youtube-nya Ustadz
Adi Hidayat itu adalah mengkondisikan rumah ya, jadi no tivi, terus anak itu no
gadget kemudian dari bayi itu diputarkan murottal 1 bulan tuh 1 juz katanya.
Jadi, full satu, jadi dari bayi itu juz 1 aja diputar full itu satu bulan,
dengerin juz 1. Kemudian ketika umur dua bulan berarti juz 2 terus begitu ya
sampai jus 30 nanti ulang lagi dari yang pertama, begitu. Jadi ketika umur dua
tahun itu banyak yang nyantol itu hafalan itu, begitu ya, tetapi kalau anak
kita sudah lewat masa bayinya yah, balita begitu, sudah balita, sudah mulai,
berarti memang review dengan ibu begitu. Jadi memang sediakan waktu dan yang
perlu ekstra sabar itu adalah ketika tiba-tiba anak bilang, bunda atau mama,
ibu, aku hari ini setoran donk. Padahal kita tuh lagi ribet-ribetnya ngiris
ayam misalnya atau lagi bersihin ikan, anak mau setoran, nah ini yang, yang
bikin kadang emosi, enggak, enggak matching gitu kan. Padahal anak uda semangat
pengen setoran, tangan emak lagi ribet gitu kan.
Nah, yang ini yang perlu kita waspadai
bagaimana caranya kita bisa ngomong ke anak misalnya kalau emang kita mau
setoran, coba lihat kondisi ummi dulu, misalnya mama lagi habis shalat, nah itu
hayuk setoran tapi kalau mama lagi bersihin ikan kan harus dicuci dulu
tangannya, baunya kan enggak enak, ade juga kan enggak nyaman gitu, jadi memang
perlu dibuat kesepakatan untuk apa yah, dengan anak, buat aturan-aturan yang,
jadi kesepakatan bersama, bukan kita yang buat tapi anak, anak kita tawarkan,
anak setuju maka menjadi kesepakatan, gitu. Kita tidak boleh memaksakan, kalau
bunda begitu. Jadi kalau shubuh itu bunda biasanya meminta anak untuk mau
diajak, tidak ada ceritanya nonton, tidak ada ceritanya baca komik, tidak ada
ceritanya lihat hp. Jadi habis shubuh itu fokus, paling tidak ngaji selembar
saja, bolak balik ya, dua muka berarti kan, satu lembar itu kan dua halaman ya.
Kemudian membaca mengulang, me-review. Jadi saya bilang coba ibu abis kalian
ngaji, ibu siapin sarapan, abis balik nanti ibu tunggu setorannya dan itu
efektif begitu, satu hari satu ayat saja, gitu kan, dan itu ada reward gitu. Kadang kalau adzan
begitu, "Ibu, aku hari ini enggak mau aah setor satu, aku mau tiga ayat,
gitu. Nah, reward-nya nanti kita tawarin, oke deh hari ini minta hadiah apa
misalnya, burger misalnya murmer aja gitu yang bukan yang mahal ya, burgernya
yang biasa ajalah, yang 5.000 atau 6.000 ya, itu buat upah dia karena hari ini
harusnya setoran satu ayat jadi tiga ayat begitu. Nah, makanannya yang dia
suka, yang dia mau begitu dan itu cukup untuk mensupport mereka lebih semangat
untuk menghafal begitu.
4.
Wah ini menarik bunda. Kebiasaan kan enggak enak
ini benar-benar menetap di saya. Bagaimana meminimalisir atau menghalaunya?
Jawab:
Kebiasaan merasa tidak enak ya, ya karena
dia saudara, karena dia teman dekat dan lain sebagainya. Biasakan kita untuk,
apa ya, mengukurnya itu dari sisi syariat, begitu loh. Jadi, bagaimana syariat
mengaturnya, kalau memang syariat itu mewajibkan begitu kan, enggak ada
salahnya begitu, misalnya kewajiban kita terhadap orang tua dan kita memang
tidak sedang ngapa-ngapain, begitu kan. Enggak ada salahnya kita mendahulukan
orang tua begitu atau tetangga gitu kan, tetapi kalau misalnya kita punya
kewajiban nih terus kemudian tiba-tiba teman bilang, "yuk kita jalan yuk,
kongkow yuk, apa yuk". Sementara kita, apa ya, "suami melarang"
kemudian masih ada hal yang harus diselesaikan dan lain sebagainya.
Sampaikan saja gitu loh, bahwa, ya mohon
maaf gitu, kita tidak bisa gabung untuk kali ini, semoga bulan depan atau lain
kali kita bisa gabung karena memang masih harus ada yang dikerjakan. Kalau kita
tegas atau mungkin nanti, dia akan mengatakan, aah kamu mah ego, kamu mah ini
gitu kan, ya enggak masalah begitu, yang penting yakinkan diri kita bahwa apa
yang kita lakukan itu dalam kerangka, dalam koridor, kebenaran. Karena untuk
menjadi orang yang, apa namanya, bisa dipahami orang lain bahwa kita bukan
orang yang istilahnya seperti buih ya, dicomot sana sini tuh bisa gitu, bukan
seperti itu gitu loh. Kita juga punya agenda mana yang bisa memang didahulukan,
mana yang tidak bisa, gitu kan. Apalagi kalau cuma sekedar jalan bareng, kongkow,
foto-foto, selfi dan lain sebagainya. Ada hal lain yang jauh lebih manfaat dari
itu. Toh kan tidak ikut di acara itu kan bisa ikut mengkomen di grup misalnya
yah. Kalau bunda kayak gitu, misalnya acara arisan, tidak bisa datang, begitu
tapi kemudian teman-teman tuh kan posting tuh, kita makan-makan donk di sini,
apa, ya kita komen aja yang positif-positif. Itu siapa ya yang pakai baju ungu
kok cantik banget, gitu, berasa pangling deh atau apa gitu. Jadi tetap kita
dianggap ada begitu kan di antara mereka gitu kan. Jadi jangan kemudian kita
blas dateng engga, komen enggak gitu kan, yang penting komen kita itu tetap
positif, kita tidak, apa, memberikan komen yang negatif, misalnya dengan
mengatakan, wah acaranya cuma kayak gitu doank ya, wah alhamdulillah gw engga
ikutan dateng misalnya. Itu kan juga enggak ahsan gitu loh. Jadi enggak bagus
untuk tetap membangun aura positif ya di dalam grup, begitu.
5.
Tanya lagi bunda. Untuk anak lelaki 7 tahun
cenderung dimanja ayahnya, dan sekarang terlanjur malas untuk apa saja. Buka plastik jajan males, nali
sepatu males. Sering jika dibilangin pelan-pelan malah jadi nangis. Dibentak
(karena kadang kesabaran hilang), dia jadi lebih emosi. Apa yang harus
dilakukan seorang ibu untuk bisa memulai merubah dia jadi lebih mandiri. Note:
dia lebih nurut ke ayahnya, karena dia merasa lebih aman, daripada mamanya yang
galak. Maturnuwun.
Jawab:
Untuk pertanyaan nomer 5 ya bagaimana
dengan anak yang jauh lebih nurut kepada ayah dibanding dengan ibu. Nah ini
yang perlu dikoreksi adalah cara pola didik antara ayah dan ibu yang tidak
sama. Dan ini sangat-sangat merugikan anak karena dia menjadi orang yang, apa
ya, "ambigu." Jadi ketika disalahkan oleh mama, dia akan lari ke
papa. Ketika papanya marah, dia merasa tidak aman ketika kembali kepada mama,
karena mama nanti pasti akan ikut menyalahkan, begitu kan. Bisa jadi, jadi
seakan-akan, apa yah, dia diping-pong, begitu.
Ini yang kemudian yang paling pertama
kali harus diluruskan itu adalah bagaimana caranya mencari persepsi yang sama
antara ayah dan ibu, begitu. Jadi kalau bunda sendiri ya, contoh di rumah
begitu, kalau anak-anak bilang misalnya begini tuh, Fauzan bilang kan:
"Bapak boleh enggak aku ke warnet, aku ada tugas nih, begini begini
begini." Ayahnya langsung bilang: "Coba tanya sama ibu boleh enggak,
kalau kata ibu boleh sekalian minta uang ke ibu, tapi beneran ya ngerjain
tugas." Nah saya sebelum jawab, misalnya, "Ibu kata bapak suruh tanya
ibu boleh enggak aku ke warnet?" Saya sebelum jawab iya cari kesepakatan
dulu dengan bapaknya, begitu kan. Waktu itu belum musim ya, apa namanya, kita
masih dalam keterbatasan, untuk bisa mengerjakan tugas itu harus ke warnet dan
begitu anak-anak pada saat itu. Dan ketika ayahnya, "Ya terserah ummi,
kalau kata ummi ok, abi mah ok" Ya sudah berarti keputusan ada di saya,
begitu.
Begitu juga ketika saya marah, abi itu
diam begitu, artinya dia tidak kemudian,
sudahlah mi, jangan dimarah-marahin aja anaknya, enggak, jadi justru ketika
mereka berulah dengan saya, misalnya "Aku enggak mau makan, aku enggak
suka makanan ibu, misalnya mereka bilang begitu maka abi yang ambil alih tugas.
Abi akan mengatakan begini: "Siapa tadi yang bilang tidak mau makan? Abi
aja yang cari duit untuk bisa ngasih kalian makan tidak pernah protes dengan
apa yang dimasak oleh ibu. Ibu itu udah capek dari pagi udah ngurusin kalian,
pulang itu sudah harus mateng terus begitu mateng kalian tidak mau makan. Ya
sudah jangan makan untuk hari ini, tidak ada yang boleh menyentuh makanan,
biarkan, kalau lapar, tahan laparnya sampai besok, sampai kalian merasa butuh
untuk makan. Jadi, jangan pernah protes pada ibu, bapak yang marah" Itu
kata ayahnya. Jadi kita satu kata begitu loh. Jadi ketika dan ini sungguh
membuat karakter anak itu tidak bisa lari, jadi begitu dimarahin bapak, dia mau
lari ke ibu pasti dimarahin juga gitu karena dia tahu kita salah, gitu kan.
Begitu juga ketika ditegur ibu maka ketika lari ke bapak, dia tidak akan
dapatkan pembelaan, gitu.
Nah kalau sudah terlanjur seperti itu
maka pelan-pelan biasakan dengan reward, coba. Jadi, kalau dia tahu bahwa
mendingan sama ayah karena mama kan galak misalnya. Bagaimana kita merubah
mindset itu, mama galak itu demi kebaikan. Kita jelaskan ketika anak itu dalam
mental yang, apa ya, tenang. Jadi, misalnya bilang begini, kenapa kok mama
galak sama kakak atau sama adek atau sama abang, misalnya. Coba, abang aja
untuk pasang tali sepatu aja enggak bisa karena apa karena selalu dipasangin,
coba lihat teman abang bisa kan masang tali sepatu, karena dilatih. Jadi, mama
itu ingin abang itu terlatih untuk mandiri karena bisa jadi kita tidak pernah
tahu loh, Bang siapa yang akan hidupnya tuh panjang umurnya. Kalau emang abang
percaya terus bahwa ayah itu akan hidup selamanya sampai abang besar, belum
tentu. Abang bisa lihat kan misalnya si X itu coba, ayahnya tiba-tiba meninggal
kan, terus gimana kalau kayak gitu. Harus putus asa, enggak, gitu loh. Jadi
hal-hal, banyak kok motivasi yang bisa disampaikan kepada anak sehingga mereka
berpikir bahwa ketika mereka itu dimarahin, ketika mereka itu ditegur, ketika
mereka disalahkan, dibenarkan ya, ditegur dalam artian kata mereka salah itu
bukan karena kita benci, bukan, tapi karena memang ini loh yang harus kalian
pahami. Bahwa aturan di luar sana tuh jauh lebih kejam daripada aturan di dalam
rumah.
Kadang di luar itu, orang tidak tahu
batas benar dan salah pokoknya sikat saja. Dan itu tidak diajarkan di rumah
ini. Yang benar adalah benar, yang salah adalah salah, gitu. Dan tolong diajak
komunikasi yang intens dengan ayah, begitu, enggak seperti itu. Bahkan coba deh
baca kalau di postingan FB bunda itu ya, "Bahwa dengan memberikan
kemanjaan kepada anak, (itu tulisan seorang parenting ya), Justru Anda sedang
menyiapkan masa depan yang suram buat anak-anak Anda." Itu...Tulisan itu
mengatakan begitu. Coba dibaca tulisan Pak Reinald Kasali, Jangan Manjakan Anak
Anda. Itu luar biasa gitu loh.
Dan itu benar, begitu kan, anak-anak yang
dididik dengan segala cara mereka itu dimudahkan maka mereka tidak akan pernah
bisa struggle, gitu kan, mereka tidak akan pernah kuat, gitu, karena apa,
karena mereka selalu mudah, mereka selalu di- back up, kalau aku enggak bisa
kan ada ayah, kalau aku enggak bisa ini kan ada ayah, gitu kan. Tapi anak-anak
yang, ayo kamu bisa, ayo kamu mandiri dan seperti apapun hasilnya kalaupun
misalnya dinilai itu hanya ukurnya nilainya itu adalah skornya tiga, enggak
sampai enam, begitu, di bawah KKM-lah istilahnya tapi itu adalah usaha dia.
Hargai, peluk dia dan support bahwa satu saat kamu bisa jauh lebih baik
daripada ini yah.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita
tutup dengan membacakan istighfar....hamdalah..
Astaghfirullahal’adzim.....
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa
Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا
أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
★★★★★★★★★★★★★★
Badan
Pengurus Harian (BPH) Pusat
Hamba
اللَّهِ SWT
Blog:
http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage
: Kajian On line-Hamba Allah
FB
: Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment