Kajian Online WA Hamba اللَّهِ SWT
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Apa kabar Para Bunda...?
Semangat para Bunda di HA2 ini terlihat kekompakannya. Dan ini sangat luar biasaaa, padahal rata2 belum semuanya pernah bertatap muka
Kan sudah mau masuk bulan Ramadhan
Kita bahas yang mendekati dan kebiasaan orang Indonesia (ini hukumnya akan dibahas tersendiri) tentang boleh tidaknya wanita ziarah kubur...
Saya mohon maaf... Saya akan isi sesuai schedule yang diparsialkan per jam nya yaaa
Mengingat banyak aktifitas diluar sana yang juga harus dimaintain dihari senin ini ya
Kita mulai yaaa
بسم الله الرحمن الرحيم
Bagaimana Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita....?
Wanita boleh menziarahi kubur tanpa membedakan apakah dalam keadaan haid, nifas, ataukah suci. Haid atau nifas bukan udzur yang menghalangi wanita untuk berziarah kubur. Ziarah kubur tidak bisa disamakan dengan ibadah seperti shalat, puasa, Thawaf, dan membaca Al-Quran yang disyaratkan suci dari haid/nifas.
Dalil yang menunjukkan kebolehan wanita berziarah kubur adalah hadis berikut :
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
dari Ibnu Buraidah dari bapaknya ia berkata; Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah. (H.R.Muslim)
Perintah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَزُورُوهَا (maka sekarang ziarahilah) memakai Wawu Jama’ah, yakni huruf wawu yang menunjukkan Mukhothob (obyek seruan) adalah sekelompok orang yang bersifat umum, tanpa membedakan lelaki ataukah wanita. Oleh karena itu lafadz ini menunjukkan wanita boleh menziarahi kubur sebagaimana lelaki disyariatakan menziarahi kubur.
Riwayat lain dari Ibnu Majah, juga isinya semakna dengan hadis riwayat Muslim di atas. Ibnu Majah meriwayatkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Ziarahilah kubur, sesungguhnya ia dapat mengingatkan kalian dengan akhirat. ” (H.R.Muslim)
Adapun riwayat yang melarang wanita menziarahi kubur, misalnya riwayat berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم melaknat wanita peziarah kuburan. (H.R. At-Tirmidzi)
Riwayat ini bisa difahami bahwa larangan tersebut yang dimaksud adalah larangan di masa-masa awal Islam, yakni ketika Niyahah (ratapan) masih menjadi kebiasaan masyarakat Arab dan masih dekat masanya dengan era baru kaum Muslimin, padahal Islam mengharamkan Niyahah. Islam mengharamkan ratapan, yakni kesedihan hati dan tangisan air mata akibat kerabat/orang yang dicintai meninggal yang disertai ucapan-ucapan yang menunjukkan tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Setelah kaum muslimin jauh dari kebiasaan tersebut, maka hukum larangan menziarahi kubur itu dicabut (dinasakh) sehingga kaum muslimin boleh menziarahi kubur setelah sebelumnya sempat dilarang. Namun Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika membolehkan ziarah kubur, beliau tetap berpesan agar menjaga lisan ketika menziarahi kubur. Imam Malik meriwayatkan :
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّهُ قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَقَدَّمَ إِلَيْهِ أَهْلُهُ لَحْمًا فَقَالَ انْظُرُوا أَنْ يَكُونَ هَذَا مِنْ لُحُومِ الْأَضْحَى فَقَالُوا هُوَ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا فَقَالُوا إِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَكَ أَمْرٌ فَخَرَجَ أَبُو سَعِيدٍ فَسَأَلَ عَنْ ذَلِكَ فَأُخْبِرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضْحَى بَعْدَ ثَلَاثٍ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَادَّخِرُوا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ الِانْتِبَاذِ فَانْتَبِذُوا وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَنَ
Riwayat ini bisa difahami bahwa larangan tersebut yang dimaksud adalah larangan di masa-masa awal Islam, yakni ketika Niyahah (ratapan) masih menjadi kebiasaan masyarakat Arab dan masih dekat masanya dengan era baru kaum Muslimin, padahal Islam mengharamkan Niyahah. Islam mengharamkan ratapan, yakni kesedihan hati dan tangisan air mata akibat kerabat/orang yang dicintai meninggal yang disertai ucapan-ucapan yang menunjukkan tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Setelah kaum muslimin jauh dari kebiasaan tersebut, maka hukum larangan menziarahi kubur itu dicabut (dinasakh) sehingga kaum muslimin boleh menziarahi kubur setelah sebelumnya sempat dilarang. Namun Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika membolehkan ziarah kubur, beliau tetap berpesan agar menjaga lisan ketika menziarahi kubur. Imam Malik meriwayatkan :
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّهُ قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَقَدَّمَ إِلَيْهِ أَهْلُهُ لَحْمًا فَقَالَ انْظُرُوا أَنْ يَكُونَ هَذَا مِنْ لُحُومِ الْأَضْحَى فَقَالُوا هُوَ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا فَقَالُوا إِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَكَ أَمْرٌ فَخَرَجَ أَبُو سَعِيدٍ فَسَأَلَ عَنْ ذَلِكَ فَأُخْبِرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضْحَى بَعْدَ ثَلَاثٍ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَادَّخِرُوا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ الِانْتِبَاذِ فَانْتَبِذُوا وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا
يَعْنِي لَا تَقُولُوا سُوءًا
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Rabi’ah bin Abu Abdurrahman dari Abu Sa’id Al Khudri Bahwa ia baru datang dari suatu perjalanan, lalu keluarganya menyuguhkan daging kepadanya. Abu Sa’id lalu berkata; “Lihatlah ini, apakah ini daging kurban?” Mereka menjawab; “Ya, ini adalah daging kurban.” Abu Sa’id berkata; “Bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah melarangnya?” Mereka menjawab; “Telah ada perintah yang lain dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم setelah kepergianmu.” Abu Sa’id lalu keluar dan bertanya mengenai hal itu, kemudian dia diberi tahu bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Saya telah melarang kalian memakan daging kurban setelah tiga hari, sekarang makanlah, sedekahkanlah dan simpanlah sisanya. Saya juga telah melarang kalian menyimpan perasan anggur, sekarang lakukan hal itu, dan setiap yang memabukkan itu haram. Saya juga telah melarang kalian untuk berziarah kubur, sekarang ziarahlah dan janganlah kalian mengatakan ucapan yang jelek (saat berziarah) .” (H.R.Malik)
Dalil yang menguatkan adalah kisah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang melewati wanita disisi kuburan yang sedangan bersedih kemudian menasehatinya. Bukhari meriwayatkan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ فَقَالَ إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata,: Nabi صلى الله عليه وسلم pernah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur. Maka Beliau berkata,: “Bertakwalah kepada اللّهُ dan bersabarlah”. Wanita itu berkata,: “Kamu tidak mengerti keadaan saya, karena kamu tidak mengalami mushibah seperti yang aku alami”. Wanita itu tidak mengetahui jika yang menasehati itu Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu diberi tahu: “Sesungguhnya orang tadi adalah Nabi صلى الله عليه وسلم . Spontan wanita tersebut mendatangi rumah Nabi صلى الله عليه وسلم namun dia tidak menemukannya. Setelah bertemu dia berkata; “Maaf, tadi aku tidak mengetahui anda”. Maka Beliau bersabda: “Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama [truncated by WhatsApp]
[9:09AM, 6/4/2014] O Vita Kasih: “Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama (saat datang mushibah) “. (H.R.Bukhari)
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menasehati agar wanita tersebut tabah dan tegar (shobr), namun tidak menngingkari aktivitas ziarahnya. Oleh karena itu hadis ini juga menjadi dalil yang menunjukkan bahwa wanita boleh menziarahi kubur. Artinya, hukum larangan menziarahi kubur bagi wanita telah dinasakh (dihapus).
Lagipula, termasuk lebih dekat difahami bahwa laknat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap wanita yang melakukan ziarah kubur adalah jika wanita melakukannya berulang-ulang. Hal itu karena lafadz yang dilaknat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memakai Shighat Mubalaghoh زَوَّارَاتِ yang bermakna pekerjaan tersebut dilakukan berulang kali dan menjadi kebiasaan. Wanita yang banyak keluar rumah boleh jadi secara tidak sadar atau sadar menjadi ingin memamerkan kecantikannya, sehingga masuk hukum Tabarruj (bersolek) yang diharamkan islam. Banyak keluar rumah (meski dengan alasan melakukan ma’ruf) juga bertentangan dengan konsep wanita sebagai kehormatan, berpeluang besar menyia-nyiakan hak suami, dan menelantarkan urusan rumah. Bisa juga hal tersebut memicu niyahah yang diharomkan oleh islam. Semua hal ini bertentangan dengan konsep terkait ziarah kubur untuk mengingat akhirat.
Atas dasar ini, wanita boleh menziarahi kubur meski dalam keadaan haid, maupun nifas.
والله أعلم بالصواب
Bunda Ririn :
Di atas ada di sebutkan menyimpan air perasan anggur, boleh dijelaskan apa itu pak Dody? Apa bedanya dgn "wine" ?
Ust. Dodi :
Bunda Ririn...
Pada dasarjya inti dari IBADAH itu adalah HARAM, sampai ada yang memerintahkannya.
Pada dasarnya inti dari MAKANAN atau MINUMAN adalah HALAL, sampai ada yang melarangnya.
Dulu meminum wine (perasaan anggur) itu diperbolehkan, dan ada perintah larangan, maka itu menjadi minuman yang HARAM.
Bunda Lia n Atien :
pak dody ..Apa kah hukum nya org yg sdg haid /nifas berwudhu ??
krn terbiasa hbs mandi wudhu ..jd sering sekl wlw tdk mau melaksanakn sholat sy sll ber wudhu (reflek)
Ust. Dodi :
Bunda Lia dan Bunda Attin...
Wudhu dalam keadaan haid maka tidak menggugurkan hadastnya. Jikapun darah sudah berhenti dan Bunda Berwudhu, maka statusnya tetap saja Bunda Junub (karena belum mandi suci).
Dalilnya :
Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama mazhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub.
والله أعلم بالصواب
Senin, 2 Juni 2014
Narasumber : ustad Dodi Kristono MM
Rekapan Grup HA 2
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Apa kabar Para Bunda...?
Semangat para Bunda di HA2 ini terlihat kekompakannya. Dan ini sangat luar biasaaa, padahal rata2 belum semuanya pernah bertatap muka
Kan sudah mau masuk bulan Ramadhan
Kita bahas yang mendekati dan kebiasaan orang Indonesia (ini hukumnya akan dibahas tersendiri) tentang boleh tidaknya wanita ziarah kubur...
Saya mohon maaf... Saya akan isi sesuai schedule yang diparsialkan per jam nya yaaa
Mengingat banyak aktifitas diluar sana yang juga harus dimaintain dihari senin ini ya
Kita mulai yaaa
بسم الله الرحمن الرحيم
Bagaimana Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita....?
Wanita boleh menziarahi kubur tanpa membedakan apakah dalam keadaan haid, nifas, ataukah suci. Haid atau nifas bukan udzur yang menghalangi wanita untuk berziarah kubur. Ziarah kubur tidak bisa disamakan dengan ibadah seperti shalat, puasa, Thawaf, dan membaca Al-Quran yang disyaratkan suci dari haid/nifas.
Dalil yang menunjukkan kebolehan wanita berziarah kubur adalah hadis berikut :
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
dari Ibnu Buraidah dari bapaknya ia berkata; Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah. (H.R.Muslim)
Perintah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَزُورُوهَا (maka sekarang ziarahilah) memakai Wawu Jama’ah, yakni huruf wawu yang menunjukkan Mukhothob (obyek seruan) adalah sekelompok orang yang bersifat umum, tanpa membedakan lelaki ataukah wanita. Oleh karena itu lafadz ini menunjukkan wanita boleh menziarahi kubur sebagaimana lelaki disyariatakan menziarahi kubur.
Riwayat lain dari Ibnu Majah, juga isinya semakna dengan hadis riwayat Muslim di atas. Ibnu Majah meriwayatkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Ziarahilah kubur, sesungguhnya ia dapat mengingatkan kalian dengan akhirat. ” (H.R.Muslim)
Adapun riwayat yang melarang wanita menziarahi kubur, misalnya riwayat berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم melaknat wanita peziarah kuburan. (H.R. At-Tirmidzi)
Riwayat ini bisa difahami bahwa larangan tersebut yang dimaksud adalah larangan di masa-masa awal Islam, yakni ketika Niyahah (ratapan) masih menjadi kebiasaan masyarakat Arab dan masih dekat masanya dengan era baru kaum Muslimin, padahal Islam mengharamkan Niyahah. Islam mengharamkan ratapan, yakni kesedihan hati dan tangisan air mata akibat kerabat/orang yang dicintai meninggal yang disertai ucapan-ucapan yang menunjukkan tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Setelah kaum muslimin jauh dari kebiasaan tersebut, maka hukum larangan menziarahi kubur itu dicabut (dinasakh) sehingga kaum muslimin boleh menziarahi kubur setelah sebelumnya sempat dilarang. Namun Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika membolehkan ziarah kubur, beliau tetap berpesan agar menjaga lisan ketika menziarahi kubur. Imam Malik meriwayatkan :
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّهُ قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَقَدَّمَ إِلَيْهِ أَهْلُهُ لَحْمًا فَقَالَ انْظُرُوا أَنْ يَكُونَ هَذَا مِنْ لُحُومِ الْأَضْحَى فَقَالُوا هُوَ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا فَقَالُوا إِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَكَ أَمْرٌ فَخَرَجَ أَبُو سَعِيدٍ فَسَأَلَ عَنْ ذَلِكَ فَأُخْبِرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضْحَى بَعْدَ ثَلَاثٍ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَادَّخِرُوا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ الِانْتِبَاذِ فَانْتَبِذُوا وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَنَ
Riwayat ini bisa difahami bahwa larangan tersebut yang dimaksud adalah larangan di masa-masa awal Islam, yakni ketika Niyahah (ratapan) masih menjadi kebiasaan masyarakat Arab dan masih dekat masanya dengan era baru kaum Muslimin, padahal Islam mengharamkan Niyahah. Islam mengharamkan ratapan, yakni kesedihan hati dan tangisan air mata akibat kerabat/orang yang dicintai meninggal yang disertai ucapan-ucapan yang menunjukkan tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Setelah kaum muslimin jauh dari kebiasaan tersebut, maka hukum larangan menziarahi kubur itu dicabut (dinasakh) sehingga kaum muslimin boleh menziarahi kubur setelah sebelumnya sempat dilarang. Namun Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika membolehkan ziarah kubur, beliau tetap berpesan agar menjaga lisan ketika menziarahi kubur. Imam Malik meriwayatkan :
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّهُ قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَقَدَّمَ إِلَيْهِ أَهْلُهُ لَحْمًا فَقَالَ انْظُرُوا أَنْ يَكُونَ هَذَا مِنْ لُحُومِ الْأَضْحَى فَقَالُوا هُوَ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا فَقَالُوا إِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَكَ أَمْرٌ فَخَرَجَ أَبُو سَعِيدٍ فَسَأَلَ عَنْ ذَلِكَ فَأُخْبِرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضْحَى بَعْدَ ثَلَاثٍ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَادَّخِرُوا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ الِانْتِبَاذِ فَانْتَبِذُوا وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا
يَعْنِي لَا تَقُولُوا سُوءًا
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Rabi’ah bin Abu Abdurrahman dari Abu Sa’id Al Khudri Bahwa ia baru datang dari suatu perjalanan, lalu keluarganya menyuguhkan daging kepadanya. Abu Sa’id lalu berkata; “Lihatlah ini, apakah ini daging kurban?” Mereka menjawab; “Ya, ini adalah daging kurban.” Abu Sa’id berkata; “Bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah melarangnya?” Mereka menjawab; “Telah ada perintah yang lain dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم setelah kepergianmu.” Abu Sa’id lalu keluar dan bertanya mengenai hal itu, kemudian dia diberi tahu bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Saya telah melarang kalian memakan daging kurban setelah tiga hari, sekarang makanlah, sedekahkanlah dan simpanlah sisanya. Saya juga telah melarang kalian menyimpan perasan anggur, sekarang lakukan hal itu, dan setiap yang memabukkan itu haram. Saya juga telah melarang kalian untuk berziarah kubur, sekarang ziarahlah dan janganlah kalian mengatakan ucapan yang jelek (saat berziarah) .” (H.R.Malik)
Dalil yang menguatkan adalah kisah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang melewati wanita disisi kuburan yang sedangan bersedih kemudian menasehatinya. Bukhari meriwayatkan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ فَقَالَ إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata,: Nabi صلى الله عليه وسلم pernah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur. Maka Beliau berkata,: “Bertakwalah kepada اللّهُ dan bersabarlah”. Wanita itu berkata,: “Kamu tidak mengerti keadaan saya, karena kamu tidak mengalami mushibah seperti yang aku alami”. Wanita itu tidak mengetahui jika yang menasehati itu Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu diberi tahu: “Sesungguhnya orang tadi adalah Nabi صلى الله عليه وسلم . Spontan wanita tersebut mendatangi rumah Nabi صلى الله عليه وسلم namun dia tidak menemukannya. Setelah bertemu dia berkata; “Maaf, tadi aku tidak mengetahui anda”. Maka Beliau bersabda: “Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama [truncated by WhatsApp]
[9:09AM, 6/4/2014] O Vita Kasih: “Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama (saat datang mushibah) “. (H.R.Bukhari)
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menasehati agar wanita tersebut tabah dan tegar (shobr), namun tidak menngingkari aktivitas ziarahnya. Oleh karena itu hadis ini juga menjadi dalil yang menunjukkan bahwa wanita boleh menziarahi kubur. Artinya, hukum larangan menziarahi kubur bagi wanita telah dinasakh (dihapus).
Lagipula, termasuk lebih dekat difahami bahwa laknat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap wanita yang melakukan ziarah kubur adalah jika wanita melakukannya berulang-ulang. Hal itu karena lafadz yang dilaknat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memakai Shighat Mubalaghoh زَوَّارَاتِ yang bermakna pekerjaan tersebut dilakukan berulang kali dan menjadi kebiasaan. Wanita yang banyak keluar rumah boleh jadi secara tidak sadar atau sadar menjadi ingin memamerkan kecantikannya, sehingga masuk hukum Tabarruj (bersolek) yang diharamkan islam. Banyak keluar rumah (meski dengan alasan melakukan ma’ruf) juga bertentangan dengan konsep wanita sebagai kehormatan, berpeluang besar menyia-nyiakan hak suami, dan menelantarkan urusan rumah. Bisa juga hal tersebut memicu niyahah yang diharomkan oleh islam. Semua hal ini bertentangan dengan konsep terkait ziarah kubur untuk mengingat akhirat.
Atas dasar ini, wanita boleh menziarahi kubur meski dalam keadaan haid, maupun nifas.
والله أعلم بالصواب
Bunda Ririn :
Di atas ada di sebutkan menyimpan air perasan anggur, boleh dijelaskan apa itu pak Dody? Apa bedanya dgn "wine" ?
Ust. Dodi :
Bunda Ririn...
Pada dasarjya inti dari IBADAH itu adalah HARAM, sampai ada yang memerintahkannya.
Pada dasarnya inti dari MAKANAN atau MINUMAN adalah HALAL, sampai ada yang melarangnya.
Dulu meminum wine (perasaan anggur) itu diperbolehkan, dan ada perintah larangan, maka itu menjadi minuman yang HARAM.
Bunda Lia n Atien :
pak dody ..Apa kah hukum nya org yg sdg haid /nifas berwudhu ??
krn terbiasa hbs mandi wudhu ..jd sering sekl wlw tdk mau melaksanakn sholat sy sll ber wudhu (reflek)
Ust. Dodi :
Bunda Lia dan Bunda Attin...
Wudhu dalam keadaan haid maka tidak menggugurkan hadastnya. Jikapun darah sudah berhenti dan Bunda Berwudhu, maka statusnya tetap saja Bunda Junub (karena belum mandi suci).
Dalilnya :
Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama mazhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub.
والله أعلم بالصواب
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT