Kajian Online WA Hamba اللَّهِ SWT
Rekapan kajian online HA-12Nanda
Narsum : Ustadzah Hani
Selasa 3 Ramadhan 1435 H
Narsum : Ustadzah Hani
Selasa 3 Ramadhan 1435 H
Beberapa Hal yang Dibolehkan Ketika Puasa.
Alloh SWT Maha Rahmaan Rahiim
Dalam perihal puasa, Allah Ta’ala juga menginginkan
kemudahan dan ingin menghilangkan kesulitan dari
hamba-Nya.
Berikut ini adalah beberapa hal yang dibolehkan oleh syari’at ini dan tidak membatalkan puasa :
1. Mendapati waktu fajar dalam keadaan junub.
Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.( HR. Bukhari no. 1926)
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.( HR. Bukhari no. 1926)
2. Bersiwak ketika berpuasa.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan
kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali
berwudhu.”(Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya
secara mu’allaq (tanpa sanad).
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Khuzaimah 1/73 dengan sanad
lebih lengkap. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih..)
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمً
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air
dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.”(HR. Abu Daud no. 142,
Tirmidzi no. 788, An Nasa’i no. 87, Ibnu Majah no. 407, dari Laqith bin
Shobroh.
At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun berkumur-kumur dan
beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi orang yang
berpuasa berdasarkan kesepakatan para ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga
berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. … Akan tetapi, dilarang
untuk berlebih-lebihan ketika itu.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/266)
Juga tidak mengapa jika orang yang berpuasa berkumur-kumur meski tidak karena wudhu dan mandi.[Shahih Fiqh Sunnah, 2/112]
Jika masih ada sesuatu yang basah –yang tersisa sesudah
berkumur-kumur- di dalam mulut lalu tertelan tanpa sengaja, seperti itu
tidak membatalkan puasa karena sulit dihindari.
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Jika dikhawatirkan sehabis bersiwak terdapat sesuatu yang basah di dalam mulut (seperti sesudah berkumur-kumur dan masih tersisa sesuatu yang basah di dalam mulut), maka itu tidak membatalkan puasa walaupun sesuatu yang basah tadi ikut tertelan.”( Fathul Bari, 4/159.)
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Jika dikhawatirkan sehabis bersiwak terdapat sesuatu yang basah di dalam mulut (seperti sesudah berkumur-kumur dan masih tersisa sesuatu yang basah di dalam mulut), maka itu tidak membatalkan puasa walaupun sesuatu yang basah tadi ikut tertelan.”( Fathul Bari, 4/159.)
4. Bercumbu dan mencium istri selama aman dari keluarnya mani.
Orang yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya
selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari terjerumus pada hal
yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani.(Lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/13123 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/110-111)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perselisihan
di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan
puasa selama tidak keluar mani”(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/215.)
Dalil-dalil berikut menunjukkan bolehnya bercumbu dengan
istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِهِ .
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِهِ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan
mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan berpuasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan
syahwatnya.”[HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106)
Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar Bin Al Khaththab, beliau berkata,
هَشَشْتُ يَوْما فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْراً
عَظِيماً قَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ ».
قُلْتُ لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
فَفِيمَ »
“Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku berkata, “Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?” Aku menjawab, “Seperti itu tidak mengapa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lalu apa masalahnya?“( HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
“Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku berkata, “Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?” Aku menjawab, “Seperti itu tidak mengapa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lalu apa masalahnya?“( HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Masyruq pernah bertanya pada ‘Aisyah,
مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنْ اِمْرَأَته صَائِمًا ؟ قَالَتْ كُلُّ شَيْء إِلَّا الْجِمَاعَ
“Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya
ketika puasa? ‘Aisyah menjawab, ‘Segala sesuatu selain jima’
(bersetubuh)’.(”Riwayat ini disebutkan dalam Fathul Bari (4/149),
dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih)
5. Bekam dan donor darah jika tidak membuat lemas.
Dalil-dalil berikut menunjukkan dibolehkannya bekam bagi orang yang berpuasa.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ النَّبِىَّ –
صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ
صَائِمٌ .
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan
berpuasa. (HR. Bukhari no. 1938)
يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ
تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ
الضَّعْفِ
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian
tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata,
“Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari no. 1940)
Menurut jumhur (mayoritas ulama) yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, berbekam tidaklah membatalkan puasa. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, Abu Sa’id Al Khudri dan sebagian ulama salaf.
Menurut jumhur (mayoritas ulama) yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, berbekam tidaklah membatalkan puasa. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, Abu Sa’id Al Khudri dan sebagian ulama salaf.
Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm mengatakan, “Jika seseorang
meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka kehati-hatian, maka itu
lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam, aku tidak
menganggap puasanya batal.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment