Home » , , » HUKUM WANITA DI BULAN RAMADHAN

HUKUM WANITA DI BULAN RAMADHAN

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Tuesday, July 1, 2014

Kajian Online WA Hamba اللَّهِ SWT

Senin, 30 Juni 2014
Narasumber : U Lillah Nurul F

Rekapan Grup HA 11 & 12
Notulen: Elviawati
Editor: Linda dan Nofita

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Melaksanakan Puasa Ramadhan adalah kewajiban umat Islam, sebagaimana di perintahkan Allah di surat Al Baqarah : 183. Pelaksanaan puasa Ramadhan tidaklah berbeda antara laki-laki dan perempuan, namun ada beberapa hukum khusus bagi wanita.  Hal ini terjadi karena perbedaan fithrah yang ada pada perempuan yang tidak dimiliki oleh laki-laki.
Dalam kajian ini dibahas hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita secara khusus.
  1. Wanita sebagaimana pria disyari’atkan memanfaatkan bulan suci ini untuk hal-hal yang bermanfaat, dan memperbanyak menggunakan waktu untuk beribadah. Seperti memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dzikir, do’a, shodaqoh dan lain sebagainya, karena pada bulan ini amal sholeh dilipatgandakan pahalanya.
  2. Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan Ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.
  3. Tidak mengabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang wanita
    perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
  4. Melaksanakan shalat pada waktunya (awal waktu)
    Hukum berpuasa bagi muslimah berdasarkan umumnya firman Allah SWT (QS. Al-Baqoroh: 183) serta hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim), maka para ulama’ ber-ijma’ bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat; antara lain: Islam, akil baligh, muqim, dan tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk berpuasa.

WANITA SHALAT TARAWIH, I’TIKAF dan LAILAT AL QODR

Wanita diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid jika aman dari fitnah. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah ” (HR. Bukhori). Perilaku ini juga dilakukan oleh para salafush shaleh. Namun demikian, wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai wangi-wangian, dan keluar dengan izin (ridho) suami atau orang tua.
Shaf wanita berada dibelakang shof pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang di belakang (HR. Muslim). Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk shalat, tidak untuk yang lainnya, seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan Al-Qur’an (yang dialunkan dengan baik), maka shalat di rumahnya adalah lebih afdlol.
Wanita juga diperbolehkan melakukan i’tikaf baik di masjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan izin suami, dan sebaiknya masjid yang dipakai i’tikaf menempel atau sangat berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus bagi wanita.
Disamping itu wanita juga di perbolehkan menggapai ‘lailat al qodr’, sebagaimana hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri beliau.


WANITA HAID DAN NIFAS
Shiyam dalam kondisi ini hukumnya haram. Apabila haid atau nifas keluar meski sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodo’nya (mengganti) pada waktu yang lain.
Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci. Apabila ia suci pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka puasa pada hari itu wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.

WANITA HAMIL DAN MENYUSUI
  • Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka.
  • Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang terpercaya, berbuka untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan janin yang ada dikandungannya.
  • Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama’ membolehkan ia berbuka, dan ia hanya wajib mengqodo’ (mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang sakit.
  • Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya (setelah para ulama’ sepakat bahwa
    sang ibu boleh berbuka), mereka berbeda pendapat dalam hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo’? atau hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ia tinggalkan)? atau kedua-duanya qodho’ dan fidyah (memberi makan):
  • 1. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
    2. Mayoritas ulama’ mewajibkan hanya mengqodho’.
    3. Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho’ dan fidyah.
    4. DR. Yusuf Qorodhowi dalam Fatawa Mu’ashiroh mengatakan bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup untuk membanyar fidyah (memberi makan orang setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil dan menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui, kemudian hamil dan menyusui, dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesempatan untuk mengqodho’ puasanya. 
    Lanjut DR. Yusuf al-Qorodhowi; apabila kita membebani dengan mengqodho’ puasa yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa beberapa tahun berturut-turut sertelah itu, dan itu sangat memberatkan, sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.

WANITA YANG BERUSIA LANJUT
Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia boleh tidak berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk melaksanakan (mengqodho’) puasa pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).

WANITA DAN TABLET PENAHAN HAID
Syekh Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah membebani diri mereka untuk melakukan hal tersebut.

MENCICIPI MASAKAN
Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan atau tidak atau yang lain-lainnya. Maka bolehkah ia mencicipi masakannya?
Para ulama’ memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan dengan berkumur. (Jami’u Ahkam an Nisa’).



TANYA DAN JAWAB:

■ Bunda mau tanya mengenai wanita dan tablet penahan haid, apakah bisa dijelaskan lebih detail atau disertai beberapa hadist? soalnya di tempat saya bekerja ada ibu-ibunya yang mengkonsumsi tablet KB agar puasanya penuh. Jazakillah.
Jawab:
Tidak ada hadits yang secara gamblang menjelaskan masalah ini karena memang di masa Rasulullah belum ada hal tersebut. Saya kutipkan pendapat Syekh Yusuf Qorodlowi sbb:
Sesungguhnya keluarnya darah haid merupakan perkara thabi'i (kebiasaan) dan fitrah bagi setiap wanita, karena itu hendaklah dibiarkan berjalan sesuai dengan fitrahnya sebagaimana ia diciptakan oleh Allah. Syekh al-Qordhowi berkata, ”lebih afdhol jika segala sesuatu berjalan secara alamiah sesuai dengan tabiat dan fitronya,”[5] Oleh sebab itu, Allah SWT mewajibkan berbuka bagi muslimah yang sedang haid dan bukan sekedar membolehkan untuk berbuka, apabila dia berpuasa, puasanya tidak akan diterima bahkan justru berdosa. Wanita yang sedang datang bulan hendaklah bersabar dan mengharap pahala, berzikir kepada Allah, bersedekah, berbuat baik kepada orang lain dengan kata-kata dan perbuatan.

■ Bunda mau tanya, antara haid vs tilawah. Kalau bukan bulan romadhon saat haid tidak tilawah, tapi khusus romadhon tilawah dengan menggunakan mushaf terjemahan atau memakai sarung tangan. Gimana hukumnya bunda, boleh tidak.? Tidak mau ketinggalan kebersamaan dengan Al-Quran selama romadhon.
Jawab: 
Masalah ini seharusnya dikembalikan pada keyakinan masing2, dan tentu yang namanya prinsip tidak boleh mendua.
Sebenarnya, yang tidak diizinkan adalah menyentuh mushaf Al Qur'an. Tilawahnya sendiri tidak mengapa. Kedekatan dengan Al Qur'an tetap bisa dilakukan dengan membaca terjemah atau mendengar murottal.

 Bagaimana tata cara membayar fidyah bagi ibu hamil dan menyusui?
Jawab: 
1 mud makanan pokok x jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
1 mud = 1/4 dr zakat fitrah
Boleh diberikan pula dalam kondisi matang + lauk pauk

 Apa benar menangis dapat membatalkan puasa?
Jawab: 
Tidak sama sekali

 Kalau seseorang sakit diabetes dan berpuasa. Kemudian dia lemes banget, takutnya gulanya drop. Kemudian di tes pake strip gula, butuh darah 1 tetes. Apakah itu membatalkan puasanya? Karena untuk mengetahui kadar gulanya saat itu.
Jawab: 
Tidak membatalkan, karena itu kan justru keluar, bukan masuk

 Menelan air liur  itu membatalkan puasa tidak bun? Masih belum jelas saya tentang apa saja yang  membatalkan puasa.
Jawab: 
Menelan air ludah jika tidak disengaja, tidak apa-apa.

 Apakah ghibah membatalkan puasa bun?
Jawab: 
Ghibah tidak membatalkan puasa, namun mengurangi nilai puasa.

 Kalau mimisan pas puasa bagimana bun?
Jawab : 
Tidak apa-apa ukhti, itu kan tidak kita sengaja. Bersihkan saja seperti biasa, asal jangan istinsyaq (menghisap air melalui hidung) terlalu dalam.


 Apabila ia suci pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka puasa pada hari itu wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar. Apakah artinya sama walau mandi sesudah azan subuh dia wajib berpuasa ustdzah? Terima kasih
Tambahan anggota lain:
◇ Jika seorang wanita sudah selesai haid pada malam hari dan belum mandi wajib,  lalu beliau berpuasa di pagi hari dan mandi wajibnya saat beliau sudah berpuasa. Apakah itu boleh? Atau bagaimana?
Jawab:
Iya, sama maknanya.
Fajr = wkt subuh
Mereka yang sudah selesai haidl di waktu malam atau bahkan sesaat sebelum  fajr yang memungkinkan untuk melaksanakan sahur, maka mandi junub dapat dilakukan setelah adzan subuh.

TARAWIH DAN TAHAJUD

 Ada yang bilang kalau sudah tarawih tidak usah tahajud, tapi ada juga yang bilang tidak apa-apa sudah tarawih tetap tahajud. Maaf boleh minta penjelasannya.
Tambahan dari anggota:
◇Mohon penjelasannya mengenai hadist
"Dari aisyah, rosululloh bersabda, aku tidak sholat sunnat  2x di bulan romadhon" rowinya Buchori wa Muslim
◇Kalo yang saya baca hadist yang menyatakan rosul sholat malam tidak lebih dari 11 rokaat baik di bulan ramadhan ataupun selain ramadhan, sama hadistnya bukhori muslim juga.
Jawab:
Oh ya, mengenai tarawih dan tahajjud
Sebenarnya di masa Rasulullah, semua disebut dengan qiyamul lail. Namun selama ramadhan, Rasulullah biasa melaksanakannya di awal malam (ba'da Isya), dan karena ada jeda rehat antar 2 rakaat, kemudian banyak disebut dengan tarawih. Sementara sholat tahajjud biasanya dilaksanakan di sepertiga malam terakhir (karena ada yang mensyaratkan harus tidur terlebih dahulu).
Tanggapan:
Jadi ustadzah, apa Rasulullah memang tidak melakukan sholat tahajud lagi jika sudah sholat tarawih?
Jawab:
Dalam sebuah hadits dari Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah melaksanakan QL dalam semalam hanya 11 rakaat. Tidak dijelaskan apakah dibagi 2 atau tidak. Namun pendapat yang membolehkan tahajjud meski sudah tarawih berdasarkan amalan para sahabat yang melaksanakan QL lebih dari 20 rakaat dalam semalam. Sepanjang witir hanya satu kali. Jadi kalau ba'da tarawih sudah witir, jika ingin melaksanakan tahajjud tidak perlu witir lagi. Allahu a'lam.

 Ustadzah kalau tidak sengaja pas mencicipi tertelan karena dikagetkan dari belalang apa hukumnya? lalu jika kita meninggalkan berkumur pada saat berwudhu apa hukumnya? jadi langsung muka.
Jawab:
Segala sesuatu yang tidak disengaja, tentu tidak terkena hukum.
Berkumur termasuk bagian sunnah-sunnah dalam berwudlu, maka hukumnya tidak mengapa ditinggalkan.

 Ustadzah, kalau mengganti puasa+membayar fidyah itu fidyahnya berupa apa? Apa harus sehari dibagi 1x, atau boleh satu hari sekalian 3x kalau utang puasanya 3 hari.
Jawab:
Fidyah berupa makanan pokok, boleh juga diberikan matang. Boleh sehari sekali, atau sekaligus sekian hari.


Doa Kafaratul Majelis

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Semoga bermanfaat.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!