Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik
untukmu
Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat
buruk untukmu
Allah Maha mengetahui sementara kamu tidak mengetahui.
( Al-Baqarah
ayat 216 ).
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ {155} الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم
مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Dan
sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”[101]. (Al Baqarah: 155-156)
Abdul
Malik bin Abhar berkata, “Tidak ada seorang manusia pun, melainkan akan diuji dengan
kesehatan untuk melihat apakah ia mensyukurinya. Atau diuji dengan musibah
untuk melihat apakah ia bersabar atasnya”.
Allah
telah menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini adalah ujian dan cobaan
sebagaimana firmanNya, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)
Namun
janganlah khawatir dengan berbagai macam ujian tersebut, karena AllahTa’ala tidaklah
memberikan ujian melebihi kesanggupan kita.
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ
نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا …… (البقرة: 286)
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”….. (Al Baqarah: 286)
Karena
ujian dan cobaan ini tidak bisa kita hindari maka yang harus diatur atau
diperhatikan adalah bagaimana kondisi kita dalam menerima ujian. Kondisi
menerima ujian ada 2 macam, menerima dalam kondisi
beriman dan menerima dalam kondisi tidak beriman. Inilah yang membedakan antara manusia
satu dengan yang lainnya. hamba yang menerima dalam kondisi beriman tentu saja
melewati ujian dengan baik, memohon bantuan kepada Allah Ta’ala, dan mencari
solusi sesuai dengan yang tertulis di Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan hamba
yang menerima ujian dalam kondisi tidak beriman menggunakan cara yang salah,
tidak berserah diri pada Allah, atau bahkan mencari jalan ke jalan yang salah.
Dengan
kejernihan hati, mari membaca kemudahan yang Allah “selipkan” di dalam setiap
ujian yang kita terima. Urutan-urutan dari nomer 1 sampai 5, menunjukkan
tingkat keberhargaan kemudahan yang Allah berikan. Tapi mungkin justru yang
paling sering dilupakan.
1.
Kemudahan untuk diakuinya keimanan
Siapapun
orang yang ber-KTP Islam, pasti semuanya mengaku beriman kepada Allah dan
Rasulnya. Bila ditanya apakah anda beriman?, pasti dengan lantang kita menjawab
“ya, saya beriman”. Tapi pertanyaannya, di mata Allah azza wa jalla, apakah
Allah benar-benar memandang kita sebagai orang yang beriman? Sehingga layak
menikmati Surganya? Ketahuilah bahwa Allah telah mengingatkan di dalam
Al-Qur’an. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah : 214).
Maka
hakikatnya ujian itu mendatangkan kemudahan bagi kita untuk mendekati Surga.
Disinilah kita semestinya bisa membaca maksud dari “ada kemudahan dalam
kesulitan” tersebut.
2.
Kemudahan tergugurnya dosa-dosa
Kita
semua pasti tidak pernah lepas dari perbuatan dosa. Yang sengaja maupun tidak
sengaja. Diantara dosa-dosa itu, ada dosa yang tak bisa dihapus dengan mengucap
istighfar, tak bisa dihapus dengan sedekah, atau dengan sholat malam. Dosa itu
hanya bisa dihapus dengan “kesabaran kita menerima ujian”. Rasulullah bersabda,
“Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan,
gangguan, atau kerisauan, bahkan gangguan yang berupa duri, melainkan Alloh
akan menghapus dosa-dosanya dengan peristiwa-peristiwa itu (HR. Bukhari).
Kalau
kita meyakini adanya hari perhitungan amal kelak di akhirat, kemudahan untuk
menghapus dosa lewat musibah itu mestinya disadari pula sebagai “kemudahan di
dalam kesulitan”.
3.
Kemudahan kemampuan membaca hikmah
Ketika
ditimpa ujian, setiap orang berbeda-beda dalam menyikapinya. Ada yang bingung,
kalut, bahkan berujung kufur. Ada yang menyikapinya dengan tenang. Selalu saja,
tanpa dibuat-buat, dia lancar dan lugas menceritakan hikmah yang dia petik dari
musibah yang dia terima. Sesuatu yang dimata orang lain negatif, dia sanggup
melihat dampak positif yang akan diterimanya kelak.
Kemudahan
membaca hikmah dibalik ujian ini tak semua orang bisa melakukan. Semua orang
boleh mengatakan “saya mendapat hikmah begini dan begini”, Tapi hati tak bisa
dibohongi, kalau sejujurnya mereka masih lebih banyak kalut dan putusasanya
daripada membaca hikmahnya. Ya, karena kemudahan membaca hikmah bukanlah
sekedar bahan cerita kepada orang lain supaya kita dilihat sebagai orang yang
arif.
Kemudahan
membaca hikmah sepenuhnya adalah karunia dari Allah. Yang masuk kedalam hati.
Bukan dipaksa-paksakan oleh lisan. Allah ta’ala menyebut kemudahan membaca
hikmah itu sebagai karunia yang besar, “Allah menganugerahkan al hikmah kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah
: 269)
Maka
boleh jadi ujian itu belum selesai, tapi Allah telah mendahulukan satu kemudahan
dengan menggerakkan hati kita membaca hikmah di balik ujian tersebut. Bukankah
ini sebuah kemudahan di tengah kesulitan?
4.
Kemudahan berupa ketenangan hati.
Tidak
bisa tidak, bagi orang yang bersedia membaca (mensyukuri) kemudahan di dalam
kesulitan, ia akan mendapatkan ketentraman hati. Boleh saja ujian yang mereka
terima begitu dahsyat. Tapi nyatanya, jiwanya masih terlihat tegak. Orang lain
masih berkesempatan menerima senyumannya, dia masih punya waktu mendidik,
bercengkrama, mencandai anak dan istrinya, masih bisa sholat dengan khusyuk.
5.
Kemudahan menemukan jalan keluar
Kemudahan
menemukan jalan keluar. Pahamilah itu bukan semata-mata dari hasil usaha kita.
Segalanya datang dari Allah dan segalanya akan kembali kepada Allah. Ujian itu akan
terangkat, kalau Allah berkehendak mengangkat. “…Barangsiapa bertakwa kepada Alloh
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya…” (QS. At-Thalaaq 2:3)
*Ira Wahyudiyanti
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT