Kajian Online WA Hamba ,الله
Group Ayah 301
Selasa ,28 Oktober 2014
Nara sumber : Ustadz Dodi Kristono MM
Admin : Sugeng
Tema:
Adab berjima'
Mau bahas apa nih Ayahanda yang Guanteng
Guanteng Soleh (GGS - copas sinetron anak anak yang bikin gereeem)
Manakah pernyataan yang benar dari
statement dibawah ini :
1. Mani tidak najis (Benar / Salah)
2. Boleh membuang hajat menghadap Kiblat
(B/S)
3. Tidak boleh Berjima menghadap Kiblat.
4. Tidak boleh melihat kemaluan pasangan
(B/S)
5. Berjima menutup dengan selimut, katanya
harus (B/S)
Monggo dijawab dan nanti kita coba kupas
ya...
بسم الله الرحمن
الرحيم
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu anhu
bahwa Nabi sholallohu 'alaihi wasalam
bersabda:
إِذَا أَتَيْتُمْ
الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا
“Jika kalian
mendatangi masuk ke dalam WC, maka janganlah kalian menghadap ke arah kiblat
dan jangan pula membelakanginya.”(HR. Al-Bukhari no. 380 dan Muslim no. 388)
Hadits ini di antara dalil yang digunakan
oleh para ulama yang melarang buang air menghadap dan membelakangi kiblat.
Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai sebab larangan ini menjadi 3
pendapat:
1.
Sebabnya adalah adanya najis yang keluar dari tubuh Manusia
2.
Sebabnya adalah membuka aurat tubuh Manusia.
3.
Kedua sebab ini merupakan sebab larangan di atas.
Dari perbedaan pendapat di atas inilah dan
juga perbedaan dalam hal najis tidaknya mani, dibangun perbedaan pendapat dalam
masalah jima’ menghadap kiblat.
Bagi yang berpendapat dengan pendapat yang
pertama, maka dia membolehkan jima’ menghadap dan membelakangi kiblat karena
tidak adanya najis yang keluar.
Sementara bagi yang berpendapat dengan
pendapat pertama dan ketiga dan berpendapat akan najisnya mani, maka dia akan
melarang jima’ menghadap dan membelakangi kiblat karena adanya najis yang
keluar.
Sementara yang berpendapat dengan pendapat
kedua maka dia akan melarang jima’ menghadap dan membelakangi kiblat secara
mutlak. Bahkan kelazimannya akan melarang mandi atau tidur telanjang menghadap
dan membelakangi kiblat, karena adanya amalan memperlihatkan aurat.
Sementara yang berpendapat dengan pendapat
ketiga tapi tidak menganggap mani itu najis, maka mereka tetap
memperbolehkannya karena kedua sebab itu tidak berkumpul.
Kesimpulannya, ada 2 pendapat dalam
masalah hukum jima’ menghadap dan membelakangi kiblat:
1. Tidak membolehkan. Ini adalah pendapat
Ibnu Habib dan sebagian Al-Malikiah.
2. Boleh jima’ menghadap dan membelakangi
kiblat. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad, dan Daud Azh-Zhahiri.
Dan pendapat yang lebih kuat in sha اللّهُ pendapat
kedua. Hal itu dikarenakan menurut pendapat yang paling kuat →
Mani bukanlah najis dan sebab larangan dalam hadits Abu Ayyub di atas
adalah karena adanya najis yang keluar, bukan karena terbukanya aurat.
Maka tatkala mani bukanlah najis dan tidak
ada dalil yang tegas dan shahih melarang dari membuka aurat menghadap dan
membelakangi kiblat, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang
membolehkan jima’ menghadap dan membelakangi kiblat, dan pendapat inilah yang
dikuatkan oleh Imam Ibnu Al-Mulaqqin rahimahullah dalam Al-I’lam: 1/450.
Menyentuh kemaluan antara suami istri,
maka hal itu diperbolehkan berdasarkan keumuman firman اللّهُ Ta’ala yang
artinya, “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223)
Dan juga sabda Nabi sholallohu 'alaihi
wasalam tentang yang dibolehkan dari
wanita haid :
اصْنَعُوا كُلَّ
شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Perbuatlah segala
sesuatu kecuali jima'”. (HR. Muslim no. 455)
Dan ‘segala sesuatu’ di sini mencakup
menyentuh kemaluan.
Naaaahhh.... Semakin jelas bukan...?
والله أعلم بالصواب
4-5 dipersilahkan
sesama suami dan istri untuk saling melihat kemaluan dari pasangannya. Dan
tidak diperlukan adanya penutup yang menutupi badannya saat sedang berjima'.
Bahasa gaulnya →
Telanjanglah dengan seluruhnya dihadapan suami atau istri kita dan itu
HALAL.
Dalilnya adalah sewaktu Nabi ﷺ mandi bersama
istri tercinta dalam satu bejana.
Kalau gelap kepleseeettt
Kalau pake sarung, kedinginan kan .
Jadi jawabannya semua salah kecuali nomer
1 benar..
Tanya Jawab
Tanya :
Ustadz Saya pernah dengar, rasul pada saat
mandi menggunakan penutup kain .... lalu bagaimana adab pada saat jima'
Jawab:
Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كُنْتُ أَغْتَسِلُ
أَنَا وَالنَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنْ جَنَابَةٍ
“Aku pernah mandi bersama
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam dari satu bejana dan kami berdua dalam keadaan
junub” (HR. Bukhari no. 263 dan Muslim no. 321).
Al-Hafizh lbnu Hajar Al Asqalani
rahimahullah berkata, “Ad-Dawudi berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan
bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan sebaliknya. Pendapat ini
dikuatkan dengan kabar yang diriwayatkan lbnu Hibban dari jalan Sulaiman bin
Musa bahwasanya ia ditanya tentang hukum seorang suami melihat aurat istrinya.
Maka Sulaiman pun berkata, Aku pernah bertanya kepada Atha tentang hal ini, ia
menjawab, Aku pernah menanyakan permasalahan ini kepada Aisyah maka Aisyah
membawakan hadits ini dengan maknanya’.” (Fathul Bari, 1: 364).
Sebagai pendukung lagi adalah dari ayat Al
Qur’an berikut, اللّهُ
Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ
لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
“Dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba
sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela” (QS. Al Mu’minun: 5-6). Ibnu Hazm berkata, “Ayat ini umum, menjaga
kemaluan hanya pada istri dan hamba sahaya berarti dibolehkan melihat,
menyentuh dan bercampur dengannya.” (Al Muhalla, 10: 33)
Sedangkan adab- adab jima adalah :
1. Disunnahkan bercumbu rayu
2. Menyetubuhi istri dari mana saja.
3. No Dubur
4. No saat haid
5. Boleh mengulang 2-3 kali jika kuat dan
diselingi dengan berwudhu
6. Boleh saling melihat dalam keadaan
telanjang
7.
Dan lain sebagainya.
Tanya:
Manakala dhoher sudah siap menikah,namun
batin belum siap. apakah hendaknya yang terbaik yang harus diperbuat ?
Jawab
→ Batin yang secara detailnya
apa...?
Buat keputusan apapun secara kongruen...
Usahakan marginnya tidak terlalu timpang antara dhoer dan batin.
Dan luruskan niat kembali, bahwa menikah
ini adalah menjalankan syariat dan sunnah.
Pastilah اللّهُ tidak
akan berlepas pengawasan selama kita pun merapat kepada Nya.
Mari kita tutup kajian ini dengan Doa
Kafaratul Majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب
إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu
allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu
aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku
memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Semoga Bermanfaat
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment