Kajian Online WA Hamba اللَّهِ SWT Ummi 15 dan 16
Hari tanggal: Senin, 8 Desember 2014
Narasumber: Ustadz Tri Satya Hadi
Judul Kajian : Membangun ke sholihan personal dan sosial
No. Grup : 15 dan 16
Nama Notulen: Farabella & Nury
Editor: Indah Permata Sari
Editor: Indah Permata Sari
بِسْمِ اللّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Assalamualaikum, kita mulai kajiannya bunda
Membangun Kesholihan Personal dan Sosial
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS.
Al-Hajj: 77)
Dalam suatu riwayat dikatakan, Rasulullah pernah melaksanakan sholat
shubuh berjamaah dengan para sahabat beliau sehingga menjelang syuruq (terbit
matahari), tidak biasanya beliau mengimani sholat shubuh sedemikian lama
terlebih lagi lamanya saat ruku rakaat kedua.
Sesudah Rasulullah mengakhiri shalatnya dengan salam, Umar bin Khattab
memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa hari ini shalat
Subuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?”
Rasulullah balik bertanya, “Kenapakah, ya Umar? Apa yang berbeda?”
“Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanya engkau rukuk dalam rakaat
yang kedua tidak sepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau rukuk lama sekali.
Kenapa?”
Rasulullah menjawab, “Aku juga tidak tahu. Hanya tadi, pada saat aku
sedang rukuk dalam rakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba saja turun lalu
menekan punggungku sehingga aku tidak dapat bangun iktidal. Dan itu berlangsung
lama, seperti yang kau ketahui juga.”
Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuat seperti itu, ya Rasulullah?”
Nabi berkata, “Aku juga belum tahu. Jibril belum menceritakannya
kepadaku.”
Dengan perkenaan Allah, beberapa waktu kemudian Malaikat Jibril pun
turun. Ia berkata kepada Nabi saw., “Muhammad, aku tadi diperintahkan oleh
Allah untuk menekan punggungmu dalam rakaat yang kedua. Sengaja agar Ali
mendapatkan kesempatan shalat berjamaah denganmu, karena Allah sangat suka
kepada Ali yang menghormati seorang kakek tua Yahudi. Dari penghormatannya itu
sampai ia terpaksa berjalan pelan sekali karena kakek itupun berjalan pelan
pula.
Ali tidak sampai hati untuk mendahului si kakek yahudi yang berjalan
lambat ketika dilorong yang sempit. Ia khawatir kalau-kalau kakek itu terjatuh
atau kena celaka, karena Ali mengingat bahwa setiap muslim harus menghormati
semua orangtua siapun dia, tidak peduli agamanya apa.
Rasulullah melanjutkan perkataannya: ”Jika punggungmu tidak kutekan
tadi, pasti Ali akan terlambat dan tidak akan memperoleh peluang untuk
mengerjakan shalat Subuh berjamaah denganmu hari ini.” SUBHANALLAH.
Riwayat tadi hanyalah salah satu keteladanan tentang bagaimana seorang
hamba tidak hanya sholih secara pribadi juga harus sholih secara sosial.
Dalam QS. Al-Hajj:77 diawal tulisan ini, menggambarkan secara ringkas
rumus untuk mendapatkan keselamatan dan kemenangan. Di awali dengan perintah
untuk rukuk dan sujud yang merupakan gambaran gerakan shalat yang tampak dan
jelas, dilanjutkan dengan perintah menyembah Allah secara umum dalam bentuk
apapun, yang meliputi segala aktivitas dengan syarat semata mata untuk mencari
ridho Allah dengan pahala yang besar.
Selanjutnya Ayat ini di tutup dengan perintah berbuat baik secara umum
dalam hubungan horizontal dengan manusia setelah perintah untuk membangun
hubungan vertikal dengan Allah subhanahu wata ala sehingga dapat membangkitkan
kehidupan pribadi yang mulia dan istiqamah serta kehidupan masyarakat yang
penuh dengan suasana kasih sayang.
Seorang Ali Radiallahu Anhu ternyata mempunyai kesholihan pribadi dan
social yang seimbang, ketika dihadapkan pada keadaan dimana dia harus memilih
apakah mengejar pahala sholat shubuh berjamaah sebagai penghambaan kepada Allah
ataukah berjalan pelan di belakang si kakek itu. Dan beliau lebih memilih untuk
menghormati orang tua dari pada memaksakan mendapatkan kemuliaan sholat shubuh
berjamaah diawal waktu. Tapi, akhirnya pun beliau mendapatkan semua kemuliaan.
Sesuai ayat tadi pula, para sahabat dan salafushalih dalam membangun
kesholihan sosial, memulainya dengan kesholihan personal. Karena kesholihan
personal akan memberikan kekuatan untuk sholih secara sosial. Bahkan seluruh
perintah beribadah kepada Allah SWT dimaksudkan agar lahir darinya kesholihan
sosial, seperti shalat misalnya, bagaimana ia bisa mencegah dari perbuatan keji
dan munkar:
“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan munkar.” (QS. Al Ankabut : 45)
Dan ada juga kisah yang diabadikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah
haditsnya bagaimana seorang wanita yang sholih secara personal yang diwujudkan
dengan ibadah shalat, puasa dan ibadah mahdhah lainnya namun ternyata
Rasulullah SAW menyatakan bahwa ia dalam neraka. Karena ternyata kesholihan itu
tidak membawanya menuju kesholihan sosial, bahkan ia cenderung tidak mampu
menjaga lisannya dari tidak melukai hati orang lain.
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, pernah ditanyakan kepada
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya si
Fulanah suka sholat malam, shoum di siang hari, mengerjakan (berbagai kebaikan)
dan bersedekah, hanya saja ia suka mengganggu para tetangganya dengan
lisannya?” Bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tiada kebaikan
padanya, dia termasuk penghuni neraka” (HR Bukhori)
Bagaimana dengan kita sekarang ini, kalaulah banyak diantara manusia
mempunyai kepribadian tidak baik, jahat, dan selalu berbuat kemungkaran karena
jauh dari islam, wajar, sunnatullah nya demikian. Seperti Firman Allah:
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab,
’Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak
pula memberi makan orang miskin dan adalah kami membicarakan yang batil,
bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.” (QS. Al-Mudatsir : 42-45)
Lantas, jika ada seorang hamba terlihat taat ibadahnya seperti sholat
nya rajin atau dzikirnya oke namun lisannya tidak lepas dari ghibah dan dusta,
khianat atas suatu amanah, dzolim terhadap tetangga, tidak peduli terhadap
yatim ataupun orang miskin, suami mendustai istri, istri tidak berbakti, atau
sikap tidak terpuji lainnya, orang yang seperti disamping jauh dari keshoilihan
social jangan-jangan (naudzubillah) bisa masuk dalam kategori “muflis”
(bangkrut), Rasulullah bersabda:
“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”. Para
sahabat menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak
mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda : “Muflis di antara umatku itu
ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala
ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga
membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah
yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian
pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis
padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua
dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka. (HR.
Muslim)
Jika demikian, maka ada yang salah dalam ibadah vertikalnya
(habluminallah). Terkait dengan sholat misalnya, bisa jadi itu dia lakukan
hanya sebatas menggugurkan kewajiban, jadi baru melaksanakan belum menegakan
sholat (Aqimis sholah). Sedekah hanya untuk mendapatkan pujian, dan seterusnya.
Sederhanya dapat kita simpulkan bahwa orang yang sholih pribadi tapi
tidak sholih social Ibadah-ibadah nya dia tidak menenuhi syarat dan ketentuan
yang berlaku yaitu:
1) Ibadahnya tidak ikhlas atau ditujukan hanya mendapatkan ridho allah;
2) Tidak mencontoh Rosululloh.
Dalam tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, terdapat perbandingan lurus
antara kesholihan personal dan sosial dengan nilai-nilai mulia dari ajaran
Islam. Seperti, untuk menggapai predikat ihsan misalnya, seseorang dituntut
untuk mampu sholeh secara individu dan sosial yang diwakili dengan shalat malam
dan berinfak. Firman Allah:
“Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang
berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu
memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada
hak
[12/8, 21:45] +62 821-1011-6913: untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariyat : 16-19)
Ibnu Asyur mengomentari ayat ini dengan menjelaskan bahwa dua bentuk
amal inilah yang sangat berat untuk dilakukan karena: pertama, bangun malam
merupakan sesuatu yang sangat berat karena mengganggu istirahat seseorang.
Padahal amal itu merupakan amal yang paling utama untuk membangun
kesalehan personal seseorang. Kedua, amal yang melibatkan harta terkadang
sangat sukar untuk dipenuhi karena manusia pada dasarnya memiliki sifat kikir
dengan sangat mencintai hartanya. Di sinilah Allah SWT menguji kesalehan sosial
seseorang dengan memintanya untuk mengeluarkan sebagian harta untuk mereka yang
membutuhkan.
Selanjutnya Sabda nabiullah Muhammad Salallahu alai wasalam Dalam
lanjutan hadits terkait wanita yang sholih tapi ahli neraka di tulisan di awal
tadi, sahabat bertanya kembali:
“Sesungguhnya si Fulanah (yang lain) mengerjakan (hanya) sholat wajib
dan bersedekah dengan sepotong keju, namun tidak pernah mengganggu
seorangpun?”. Bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Dia termasuk
penghuni surga”. (HR Bukhori).
Terakhir, tidak sedikit pula umat sekarang ini yang mementingkan sholih
secara sosial tapi lupa akan hubungan baik dengan Allah SWT. Sebaliknya, banyak
juga yang sholih secara personal namun ketika berhadapan dengan sosial, ia
terwarnai dan ikut larut serta idak mampu membangun kesholihan di antara
mereka. Sungguh umat ini sangat membutuhkan kehadiran orang-orang sholih, yang
nantinya mereka bisa terikat dalam suatu masyarakat yang sholih secara
personal, dalam arti mampu menjaga hubungan baik dengan Allah SWT juga sholih
secara sosial dalam arti mampu memelihara hubungan baik dan memberi kebaikan
dan manfaat yang besar terhadap sesama manusia pada khususnya dan negeri pada
umumnya.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya."(QS.7:96)
Wallahu alam
materi tambahan Terkait perbedaan fikrah... Bahaya Menuduh Kafir Kepada
Seorang Muslim
Sesungguhnya perkataan tafsiq (menuduh fasiq), tabdi’ (menuduh bid’ah)
dan takfir (menuduh kafir) adalah kalimat kotor yang tidak akan hilang begitu
saja. Bila kata-kata itu dilontarkan kepada manusia, maka akan mempunyai
dampak.“
Bila seseorang berkata kepada saudaranya, hai si kafir! maka sungguh
akan kembali ucapan itu kepada salah satu dari keduanya” (HR Bukhari VII/97
dari Abi Hurairah)“
Barangsiapa yang melaknat seorang mukmin, maka dia seperti membunuhnya
dan barang siapa yang menyatakan seorang mukmin dengan kekafiran, maka ia
seperti membunuhnya.” (HR Bukhari VII/84 dari Tsabit bin Dhihah).
Maka jika seseorang berkata kepada saudaranya: Hai si Fasiq, hai si
Kafir, hai musuh Allah, sedangkan orang itu tidak demikian, maka akan kembali
ucapan itu kepada yang berkata. Seperti perkataan seseorang: Demi Allah, Allah
tidak akan mengampuni fulan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
bahwa Allah berfirman:“Barang siapa menyangka kepada-Ku tidak akan mengampuni
fulan, sungguh aku telah ampuni dia dan aku hapuskan amalmu.” (HR Muslim
IV/2023 dari Jundab)
Sesi Tanya Jawab:
Tanya:
Berarti harus seimbang Yaa Ustadz antara habluminallah dengan
habluminannas?
Bagaimana kalo kita berusaha mengingatkan dengan baik, lalu sambutan
nya kurang baik.. Malah jadi kita yang diomongin?
Jawab:
YA.
terus brbuat kebaikan bunda kan yg paling utama penilaian Allah bukan
manusia.
Dakwah hingga akhir jaman gk ada yg mudah pasti ada aja ujiannya bisa kesenangan atau
kesusahan. Sampaikan walaupun hanya satu
ayat. dalam dakwah tegas thd org kafir
dan berkasih sayang sesama muslim. Namun jika kita sdh dakwahkan kpd mereka
tetap tdk berubah tinggalkan dan selalu doakan mereka.
Msh byk org lain yg membutuhkan seruan kebaikan kita.
Tanya:
Ustadz Tri. bagaimana cara menjaga hati agar ketika berhadapan dengan
sosial tidak terwarnai, misalnya menghindari ghibah ketika sedang kumpul reuni
dan semacamnya
Jawab:
Ibarat kita ingin berenang atau menyebrang di sungai yg deras. Agar
kita bisa menikmati segar dan beningnya sungai tanpa hanyut tentunya kita harus
prepare:
1) cari tau kedalaman sungai dan derasnya arus - jika tempat yg kita
datangi tdk jelas siapa siapany tinggalkan
2)bisa berenang Atau pake pelampung - bekali ilmu agama dan iman yg kuat
3)cari pijakan atau pegangan - ajak teman atau dekati teman yg sefikrah
dg kita
4)fokus pada tujuan yaitu berenang atau nyebrang - fokus pd acaranya
silaturahmi nya hindari prbuatan yg sia sia, jika sdh mengarah ghibah ganti
topik dg cara yg baik, kurangi bicara
masa lalu, ajakan kebaikan, prbanyak omongan ms depan,bahkan mimpi2 jika perlu.
Tanya:
Mau tanya ustadz, klo ada seseorang atau segolongan orang yang
habluminallanya subhanallah bagus, tp muamalahnya kurang ( habluminanas ) atau
menarik diri dari lingkungan masyarakat dengan alasan tidak sefikroh,padahal
rosulullah dalam bermuamalah kan tidak mencontohkan seperti itu ya ustad,nah
ini bagaimana ustad seharusnya kita sikap.jazakallah
Jawab:
Sikap sepanjang mereka msh islam "Ruhamma ubainahum"
artinya Berkasih sayang, tetap jaga persatuan hilangkan masalah
khilafiyah.. tetap doakan mereka. Klo
sdh masalah prinsip aqidah perbedaan yg
mengarah prpecahan serahkan pada ulama dan pemerintah setempat
Tanya:
Berarti Kita gak boleh menuduh sembarangan yaaa Ustadz?
Jawab
Ya hati2, jgnkan menuduh,
berprasangka yg buruk saja tdk dibolehkan sblm ada bukti dg saksi yg kuat .
Tanya:
ustadz saya sering baca di fb status ummahat A menuduh radio xx ga
bagus,radio xxx ga sunnah,radio/tv xxxx bidah.
Bagaimana sikap kita terhadap mereka.
Dan ustadz apa benar radio dan saluran tv islam yang sekarang makin
banyak ada yang banyak bidah atau tidak sumnah,bahkan ada yang syiah?
Jawab:
In shaa Allah ada materi tersendiri bagaimana Kita memandang perbedaan
secara furu'iyah - khilafiyah sehingga kita tdk gampang membidahkan klp
tertentu. Sehingga pentingnya kita mencari ilmu dan memahami ada 4 imam/mazhab
yg semuanya punya dasar dan sumber. Tapi
kita juga harus tegas jika klp trtentu yg sudah ingkar sunnah bahkan sdh bukan
islam seperti "syiah ".
Tanya:
Saya merasa saya belum baik secara personal maupun sosial. Langkah apa
saja yang bisa dilakukan untuk mendekati kepada ke sholihan, baik secara
personal maupun sosial? Kan ada yang mengatakan bisa karena terbiasa.
Jawab:
dgn ikut grup ini brkumpul dg teman2 yg baik n sholih sbg langkah yg
baik bunda.
Belajar dan terus belajar agama, baca buku ataupun ikut taklim dg para
ulama yg fakih.
Perbuatan, perkataan, sikap yg mulia dan sholih akan muncul ketika ruhiyah / hati kita diisi
dg yg mulia juga.
Prinsip Teko, jika diisi kopi maka yg keluar kopi, jika diisi susu mk
yg dikeluarkan susu.
Isi hati kita dengan yg baik2 ilmu agama, dzikir, tilawatil quran,dan
doa.
Bergaulah dg orang 2 org sholih
sehingga berharap kita trwarnai.
Kurangi nonton sinetron, atau ngerumpi hal2 gk perlu.
In shaa Allah bunda akan melihat hasilnya.
Tanya:
Ustad ktka dsktar qt krg nyaman ky hub sosial,keluarga ap tu tkait jg
dg kekuatn hub qt dg allah?
Jawab:
Ya. Demikian,harusnya ketika hub
dg Allah baik, keimanan baik berbanding lurus dg hub sesma manusia.
Satu contoh hadits rasulullah yg menyatakan bukan trmasuk org yg
beriman ketika tetangga nya tdk merasa aman darinya.
sdh larut, kita sudahi ya...
In shaa Allah kita ketemu lg dikajian berikutnya. Afwan.
Assalamualaikum wr wb
Doa Kafaratul Majelis
سبحانك اللهم
وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan
bertaubat kepada-Mu.”
Semoga bermanfaat
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment