Kajian Online Hamba الله SWT
Jum’at, 12 Desember 2014
Narasumber : Ustadzah
Ira Wahyudianti
Rekapan Grup Nanda 119-120 (Shofie)
Tema : Syakhsiyatul Islam
Editor
: Rini Ismayanti
SYAHADAT
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
“Alhamdulillahilahi nahmaduhu wa nasta’iinuhu wanastagh firuhu
wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man
yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu
anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan
‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”.(Segala puji milik Allah. Kami memohon
pertolongan-Nya dan mohon ampun kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan diri kami dan keburukan amal kami. Barang siapa yang diberi petunjuk
Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya dan barang siapa yang
disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat memberikannya petunjuk. Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakan-Nya dan tidak
mempersekutukan-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan
Rasul-Nya, tidak ada nabi setelah Dia)
kita buka dengan membaca basmallah dan memperbanyak sholawat atas nab i
kita buka dengan membaca basmallah dan memperbanyak sholawat atas nab i
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan – bukan hanya mengucapkan – kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qassam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (QS ?).
Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci, sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.
2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari digambar oleh Nabi SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mukmin (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb). Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqamah merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim akan mendapatkan karunia dari Allah berupa :
1. Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah sifat pengecut.
2. Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
3. Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).
TANYA JAWAB
Q : Bagaimana menerapkan syahadat kita di lingkungan yang bisa
di bilang buruk atau acuh tak acuh dengann agama...
A : Dengan sabar, rasulullah saja butuh 23 tahun, belum lagi
ujian rasul-rasul lainnya yang begitu dashyat bagi keimanan mereka, teruslah
berlaku sesuai syariat, terus berbuat baik dan menebar kasih sayang dalam upaya
mengembalikan masyarakat pd kemurnian syahadat
Q : Tanya no.1:Iyya ustz. Kadang sakit hati jga klo kitaa
menyampaikan kebaikan tapi responnya kayak kita di anggap sok suci dan banyak
alasan-alasan yang membuat tidak bisa menerima kenyataan..
A : Ukhti Shalihah, Seorang yang meninggalkan suatu
amalan karena takut dibilang riya’ juga termasuk perbuatan riya’, sebab ia
meninggalkan amalan karena manusia bukan karena Allah.
Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’ dan beramal karena manusia adalah syirik. Sedang ikhlas, jika Allah Ta’ala menyelamatkanmu dari keduanya.” (Riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 6879)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Makna perkataan beliau, barangsiapa yang telah bertekad melakukan suatu amalan, kemudian ia meninggalkan amalan tersebut karena khawatir dilihat orang, maka ia telah melakukan riya’, sebab ia meninggalkan amalan karena manusia. Adapun jika ia meninggalkan shalat sunnah di keramaian untuk kemudian mengerjakannya saat tidak dilihat orang, maka yang seperti ini disunnahkan. Kecuali shalat wajib, atau zakat wajib, atau ia seorang ulama yang menjadi panutan, maka lebih afdhal dikerjakan secara terang-terangan.” (Syarhul Arba’in, Al-Imam An-Nawawi, hal. 11)
Ibadah sembunyi-sembunyi itu baik, terang-terangan juga baik, yang ga baik itu terang-terangan ga ibadah, apalagi terang-terangan bangga mengerjakan yang haram.
Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’ dan beramal karena manusia adalah syirik. Sedang ikhlas, jika Allah Ta’ala menyelamatkanmu dari keduanya.” (Riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 6879)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Makna perkataan beliau, barangsiapa yang telah bertekad melakukan suatu amalan, kemudian ia meninggalkan amalan tersebut karena khawatir dilihat orang, maka ia telah melakukan riya’, sebab ia meninggalkan amalan karena manusia. Adapun jika ia meninggalkan shalat sunnah di keramaian untuk kemudian mengerjakannya saat tidak dilihat orang, maka yang seperti ini disunnahkan. Kecuali shalat wajib, atau zakat wajib, atau ia seorang ulama yang menjadi panutan, maka lebih afdhal dikerjakan secara terang-terangan.” (Syarhul Arba’in, Al-Imam An-Nawawi, hal. 11)
Ibadah sembunyi-sembunyi itu baik, terang-terangan juga baik, yang ga baik itu terang-terangan ga ibadah, apalagi terang-terangan bangga mengerjakan yang haram.
yang pacaran, bahkan yang berzina terang-terangan saja banyak
yang ga punya malu, kenapa yang berbuat baik malah malu?
Teruslah berbuat baik, saling memotivasi, mari kita berlomba-lomba
dalam kebaikan, fastabikhul khairat ..!
Q : Ustadzah banyak ya fenomena nikah dengan orang yang beda
agama trus akhirnya pindah agama dan ucap syahadat, tapi ntar dengan berjalannya
waktu pernikahan kadang ga langgeng ato ga menjalankan kewajiban begitu
syahadat diucapkan, seolah" syahadat hanya dipake sebagai melegalkan, itu
bagaimana yaaa?
A : Jawabannya di hadist Arbain yang pertama ya mba
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda:
’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda:
’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).
Jadi orang yang mempermainkan agama, atau hanya dunia/wanita
tujuannya, ya dapetnya itu, malah kadang hanya kecewa dan kesia-siaan yang didapat
karena bergantung dan berharap pada manusia.
Q : Ustdz.. Alhamdullilah saya terlahir dari keturunan muslim. Tapi
saya ga ingat dari umur berapa mulai mengucapkan dua kalimat syahadat. Apa klo
terlahir sebagai muslim kita harus mengucapkan syahadat di depan saksi?
A : Tidak perlu ukhti sholihah , pembuktiannya adalah dengan
iman dan ibadah kita terutama sholat kita, dimana di dalam sholat syahadat kita
terus diperbaharui, wallahu a’lam wishowab
Dalilnya :
Setiap janin manusia telah bersaksi bahwa Allah adalah sesembahan mereka satu-satunya sejak berada di dalam sulbi bapaknya dan rahim ibunya. Allah berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ) (لأعراف:172)
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabbmu.” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb).” (Qs. 7:172)
Dalilnya :
Setiap janin manusia telah bersaksi bahwa Allah adalah sesembahan mereka satu-satunya sejak berada di dalam sulbi bapaknya dan rahim ibunya. Allah berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ) (لأعراف:172)
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabbmu.” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb).” (Qs. 7:172)
Jadi sebenernya setiap anak manusia yang lahir, secara fitrah
dia lahir dalam keadaan Islam, namun kedua tangan, perilaku dan ujian yang
berasal orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut jauh dari Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
Artinya: “Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di
atas fithrah , maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia yahudi , atau
menjadikan dia nashrani, atau menjadikan dia majusi.” (HR . Al-Bukhary dan
Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
setelah kalimat “fitrah”: yahudi, nashrani, dan majusi, yang menunjukkan bahwa
maksud dari Al-Fithrah adalah islam.
Q : Hati dibagi 3.. hati orang mukmin... munafik dan kafir.. yang
dua terakhir itu bukankah masih bisa diterima taubat nya ustdz? Kan banyak juga
orang kafir yang dapat hidayah dan mengucapkan syahadat.
A : Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bertauhid, yaitu sebelum
menghembuskan nafasnya yang terakhir dia berikrar dan mengucapkan dua kalimat Syahadat,
maka dia berhak beradadi sisi Allah dan masuk surgaNya.
Orang tersebut sudah dapat dipastikan oleh Allah akan masuk surga, walaupun masuknya terakhir (tidak bersama-sama orang yang masuk pertama), karena dia diazab terlebih dahulu di neraka disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosanya yang dikerjakan, yang belum bertobat dan tidak diampuni. Tetapi dia juga tidak kekal di neraka, karena didalam hatinya masih ada sebutir iman. Adapun dalil-dalilnya sebagaimana diterangkan dalam hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim,yaitu:
Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’kemudian meninggal, maka pasti masuk surga.”
Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, “Akan keluar dari neraka bagi orang yang mengucapkan, ‘Laa ilaahaillallaah,’ walaupun hanya sebesar satu butir iman dihatinya.”
Orang tersebut sudah dapat dipastikan oleh Allah akan masuk surga, walaupun masuknya terakhir (tidak bersama-sama orang yang masuk pertama), karena dia diazab terlebih dahulu di neraka disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosanya yang dikerjakan, yang belum bertobat dan tidak diampuni. Tetapi dia juga tidak kekal di neraka, karena didalam hatinya masih ada sebutir iman. Adapun dalil-dalilnya sebagaimana diterangkan dalam hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim,yaitu:
Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’kemudian meninggal, maka pasti masuk surga.”
Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, “Akan keluar dari neraka bagi orang yang mengucapkan, ‘Laa ilaahaillallaah,’ walaupun hanya sebesar satu butir iman dihatinya.”
Q : Kalo ada orng diluar islam yang membaca syahadat.. tapi buat
becanda aja gmn ustdz?
A : Sesungguhnya orang-orang kafir itu juga mengetahui makna syahadat, pengalaman dari temen-temen saya yang Nasrani mereka itu hafal Al Fatihah, bahkan surat-surat lain dalam Al Qur’an, namun pas kita suruh lafalkan asyhadu mereka ga mau, karena mereka sudah tau konsekuensi, dalam ucapkan Syahadat itu
Q : Beda ujub ma riya ma yah ustz??
A : Sesungguhnya orang-orang kafir itu juga mengetahui makna syahadat, pengalaman dari temen-temen saya yang Nasrani mereka itu hafal Al Fatihah, bahkan surat-surat lain dalam Al Qur’an, namun pas kita suruh lafalkan asyhadu mereka ga mau, karena mereka sudah tau konsekuensi, dalam ucapkan Syahadat itu
Q : Beda ujub ma riya ma yah ustz??
A : Ujub itu perasaan sombong. sedangkan riya berasal dari kata
ru'yah yang artinya menampakkan/memperlihatkan, secara hakikat, riya adalah memperlihatkan
suatu amal kebaikan/ibadah kepada manusia agar mendapat pujian, tidak berniat
ibadah kepada Allah atau dengann kt lain mengecilkan Allah. Ujub juga bisa
termasuk riya juga karena tidak mengakui kekuasaan Allah (syirik kecil)
Q : Kemarin ada ibu-ibu nasrani yang ngucapin nya di depan
saya dan temen2 nya..Saya bilang Alhamdulillah.. gratis gamis dan jilbab satu..
dia ketawa-ketawa.. trus bilang cuma guyon...
A : Ya Allah...innalillahi, parah banget ya ibu nasrani
itu...semoga kita terlindung dari keburukannya
Q : Assalamualaikum ustdzh, mw nanya, kan ada orang penakut
kan,misal takut gelap, takut hal-hal gaib dll,,, sebenarx dosa ga ustadzh????
A : Wa'alaykum salam wr wb, makhluk gaib itu memang ad, malaikat
kan juga makhluk gaib dan rukun iman yang ke 2. selain itu kan setiap diri ada
qodam atau jin yang menyertai dan hanya jinnya Rasul yang jelas muslim, jd utk
makhluk selain malaikat cukup percaya bahwa makhluk2 tersebut ada, namun jangan
sampai ketakutan itu mengalahkan keimanan kita kepada Allah, seperti misalnya
takut bangun malam, jika ad perasaan seperti itu diri kita bermasalah harus d
ruqyah sendiri dengann ayat-ayat Allah dan banyak belajar islam insyaAllah lama
kelamaan rasa takut itu makin berkurang seiring dengan iman yang semakin
menguat...aamiin insyaAllah
Q : Ustadzh, mw nanya lg, ikut berdosa kah kita klo seandainya
ada orang yang ngomongin kita, karena kesalahan kita atau aib yang kita buat
sendiri????
A: Jika kita bersabar dan tidak membalas fitnah yang mereka
lakukan, karena kebaikan orang yang bergunjing itu akan d berikan kepada kita. Ada
hadistnya nanti kita cari, di katakan bahwa mereka yang bergunjing hakikatnya
sedang mengambil dosa-dosa kita.
Q : Ustdh.afwn bertanya. Apakah ketika seseorang menyanyikan
lagu gereja,dan merasa terpukau dengan natal,apa itu dianggp murtad?ato perlu
pembaruan syahadat?
A : Seseorang yang mengikuti suatu kaum, maka termasuk kaum
tersebut
Doa Kafaratul Majelis :
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu
dan bertaubat
kepada-Mu.”.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment