Home » » TA'RIFUL QUR'AN

TA'RIFUL QUR'AN

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Saturday, December 13, 2014

Kajian Online Wa Hamba الله SWT 
Ummi 22

Hari/Tanggal : Jum'at, 12 Desember 2014
Narasumber : Ustadzah Runie
Materi : Tarbiyah ("Ta'riful Qur'an)
Notulen : Aya
Admin : Euis
Editor : Ana Trienta  

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Para Ummi, Bunda, IBU, Mamah,.. yg drahmati Allah😊
Kaifa haluk?
Perkenalkan Ana Runie, alhamdulillah dipertemukan dgn antum semua d grup HA 22 ini.
Para Ummi, IBU, Bunda yg dirahmati Allah ijinkan Ana share materi tarbiyah "ta'riful Qur'an"z

Bismillahhirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah yang memelihara alam. Siapa yang diberi hidayah oleh Allah, tidak ada siapa pun yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak siapa pun yang dapat memberi hidayah kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagiNya, dan Aku berasaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
...........
Ta'riful Qur'an ; 
Sudahkah Al Qur'an menjadi jiwa dalam diri dan keluarga?

Sebuah kisah dari seorang yang sholeh, semoga bisa diambil manfaat dari kisah Salim Al-Khowwash menemukan kenikamatan membaca Al-Qur’an, In sya Allah. Simak kisahnya dibawah ini, semoga setelah membacanya dapat meingkatkan keimanan kita kepada Allah Ta'ala.

Ahmad bin Tsa'labah rohimahulloh berkata: Bahwa Ia pernah mendengar Salim Al-Khowwash mengatakan: "Saya telah membaca Al-Qur'an dan saya tidak merasakan kenikmatannya. Lalu saya mengatakan kepada diri saya sendiri:  Bacalah seakan-akan engkau mendengarnya langsung dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam. Ternyata kemudian ada sedikit kenikmatan yang datang."

Lalu saya berkata lagi kepada diri saya: "Bacalah seakan-akan engkau mendengarnya langsung dari Jibril 'alaihissalam ketika Ia menyampaikannya kepada Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam. Ternyata kenikmatan itu semakin bertambah."

Lalu saya berkata lagi kepada diri saya: "Bacalah seakan-akan engkau mendengarnya ketika diucapkan oleh Alloh subhanahu wa ta'ala. Dan ternyata kenikmatan itu semakin bertambah secara total."
(Lihat: Kitab Hilyatul 'Auliyaa' wa Thobaqotul Ashfiyaa', Abu Nu'aim Al-Ashbahani Rohimahulloh)

Subhanalloh, semoga kisah ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan keimanan kepada Allah Azza wa Jalla.

Para ummahat yang ana cintai karena Allah
Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan Al Qur'an hanya sekedar untuk mendapatkan berkah dengan membacanya, juga bukan untuk menghiasi dinding dinding dengan ayat ayatnya serta bukan untuk dibacakan saat seremonial semata dengan harapan semoga Allah mengasihi mereka. Melainkan Allah sesungguhnya hanyalah untuk mengatur dengan hidayahNya perjalanan kehidupan diri, pasangan, anak-anak juga mengendalikan dengan apa yang diturunkan Allah dari petunjuk dan agama yang benar, menunjuki dengan cahaya-Nya kepada diri dan keluarga kepada jalan yang paling lurus, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Maka Al Qur'an tidaklah diturunkan Allah untuk dibacakan atas orang-orang yang hatinya mati melainkan mengendalikan orang-orang yang hidup.
(QS Al An'am:155) "Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat."
"Jika hati seseorang telah bersih dan suci, niscaya ia takkan kenyang merasa untuk terus menerus membaca Al Qur'an." (Utsman bin Affan dan Hudzaifah ra)

Sudahkah diri dan keluarga mengetahui "apa itu Al Qur'an?";

1.   (كلام الله) Kalam Allah
Bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang Allah ucapkan kepada Rasulullah saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril as. Firman Allah merupakan kalam (perkataan), yang tentu saja tetap berbeda dengan kalam manusia, kalam hewan ataupun kalam para malaikat. Allah berfirman, “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 4)

2.     (اَلْمُعْجِز) Mu’jizat
Kemu’jizaan Al-Qur’an merupakan suatu hal yang sudah terbukti dari semejak zaman Rasulullah saw. hingga zaman kita dan hingga akhir zaman kelak. Dari segi susunan bahasanya, sejak dahulu hingga kini, Al-Qur’an dijadikan rujukan oleh para pakar-pakar bahasa. Dari segi isi kandungannya, Al-Qur’an juga sudah menunjukkan mu’jizat, mencakup bidang ilmu alam, matematika, astronomi bahkan juga ‘prediksi’ (sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Rum mengenai bangsa Romawi yang mendapatkan kemenangan setelah kekalahan), dan sebagainya.

Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an itu merupakan mu’jizat adalah bahwa Al-Qur’an sejak diturunkan senantiasa memberikan tantangan kepada umat manusia untuk membuat semisal ‘Al-Qur’an tandingan’, jika mereka memiliki keraguan bahwa Al-Qur’an merupakan kalamullah. Allah swt. berfirman, 
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 23-24)
Bahkan dalam ayat lainnya, Allah menantang mereka-mereka yang ingkar terhadap Al-Qur’an untuk membuat semisal Al-Qur’an, meskipun mereka mengumpulkan seluruh umat manusia dan seluruh bangsa jin sekaligus, 
“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Isra': 88)
3.     (اَلْمُنَـزَّلُ عَلَى قَلْبِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan oleh Allah swt. langsung kepada Rasulullah saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril a.s. Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an, 
“Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara: 192-195)

4.     (اَلْمَنْقُوْلُ بِالتَّوَاتُرِ) Diriwayatkan secara mutawatir
Setelah Rasulullah saw. mendapatkan wahyu dari Allah swt., beliau langsung menyampaikan wahyu tersebut kepada para sahabatnya. Di antara mereka terdapat beberapa orang sahabat yang secara khusus mendapatkan tugas dari Rasulullah saw. untuk menuliskan wahyu. Terkadang Al-Qur’an ditulis di pelepah korma, di tulang-tulang, kulit hewan, dan sebagainya. Di antara yang terkenal sebagai penulis Al-Qur’an adalah Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Ubai ibn Ka’b, dan Zaid bin Tsabit. Demikianlah, para sahabat yang lain pun banyak yang menulis Al-Qur’an meskipun tidak mendapatkan instruksi secara langsung dari Rasulullah saw. Namun pada masa Rasulullah saw. ini, Al-Qur’an belum terkumpulkan dalam satu mushaf sebagaimana yang ada pada saat ini.

Pengumpulan Al-Qur’an pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar Al-Shidiq, atas usulan Umar bin Khatab yang khawatir akan hilangnya Al-Qur’an, karena banyak para sahabat dan qari’ yang gugur dalam Peperangan Yamamah. Tercatat dalam peperangan ini, terdapat tiga puluh sahabat yang syahid. Mulanya Abu Bakar menolak, namun setelah mendapat penjelasan dari Umar, beliaupun mau melaksanakannya. Mereka berdua menunjuk Zaid bin Tsabit, karena Zaid merupakan orang terakhir kali membacakan Al-Qur’an di hadapan Rasulullah saw. sebelum beliau wafat.

Pada mulanya pun Zaid menolak, namun setelah mendapatkan penjelasan dari Abu Bakar dan Umar, Allah pun membukakan pintu hatinya. Setelah ditulis, Mushaf ini dipegang oleh Abu Bakar, kemudian pindah ke Umar, lalu pindah lagi ke tangan Hafshah binti Umar. Kemudian pada masa Utsman bin Affan ra, beliau memintanya dari tangan Hafsah. (Al-Qatthan, 1995: 125 – 126).

Kemudian pada masa Utsman bin Affan, para sahabat banyak yang berselisih pendapat mengenai bacaan (baca; qiraat) dalam Al-Qur’an. Apalagi pada masa beliau kekuasan kaum muslimin telah menyebar sedemikian luasnya. Sementara para sahabat terpencar-pencar di berbagai daerah, yang masing-masing memiliki bacaan/ qiraat yang berbeda dengan qiraat sahabat lainnya (Qiraat sab’ah). Kondisi seperti ini membuat suasana kehidupan kaum muslimin menjadi sarat dengan perselisihan, yang dikhawatirkan mengarah pada perpecahan. Pada saat itulah, Hudzaifah bin al-Yaman melaporkan ke Utsman bin Affan, dan disepakati oleh para sahabat untuk menyalin mushaf Abu Bakar dengan bacaan/qiraat yang tetap pada satu huruf. 

Utsman memerintahkan (1) Zaid bin Tsabit, (2) Abdullah bin Zubair, (3) Sa’d bin ‘Ash, (4) Abdul Rahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin dan memperbanyak mushaf. Dan jika terjadi perbedaan di antara mereka, maka hendaknya Al-Qur’an ditulis dengan logat Quraisy. Karena dengan logat Quraisylah Al-Qur’an diturunkan.

Setelah usai penulisan Al-Qur’an dalam beberapa mushaf, Utsman mengirimkan ke setiap daerah satu mushaf, serta beliau memerintahkan untuk membakar mushaf atau lembaran yang lain. Sedangkan satu mushaf tetap disimpan di Madinah, yang akhirnya dikenal dengan sebutan mushaf imam. Kemudian mushaf asli yang diminta dari Hafsah, dikembalikan pada beliau. Sehingga jadilah Al-Qur’an dituliskan pada masa Utsman dengan satu huruf, yang sampai pada tangan kita. (Al-Qatthan, 1995 : 128 – 131)

5.     (اَلْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ) Membacanya sebagai ibadah
Dalam setiap huruf Al-Qur’an yang kita baca, memiliki nilai ibadah yang tiada terhingga besarnya. Dan inilah keistimewaan Al-Qur’an, yang tidak dimiliki oleh apapun yang ada di muka bumi ini. Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Fathir: 29 – 30)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. juga pernah mengatakan,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

”Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitabullah (Al-Qur’an), maka ia akan mendapatkan satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim sebagai satu haruf. Namun Alif merupakan satu huruf, Lam satu huruf dan Mim juga satu huruf.” (HR. Tirmidzi).

Para ummahat yang ana cintai karena Allah,
ada taqdirullah (ketentuan Allah) dan tadbirullah (rekayasa Allah) melalui Al Qur'an dalam diri kita, pasangan dan anak-anal. Tinggal bagaimana Al Qur'an sudahkah menjadi jiwa dalam segala kenikmatan pun tantangan yang hadir di tengah kita dan keluarga.

Kondisi saat Al Quran tidak menjadi petunjuk
Interaksi yang dengan Al-Qur’an adalah salah satu ciri dari orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dikatakan oleh sebagian Ulama, bahwa esensi daripada takwa yang sesungguhnya adalah senantiasa berupaya untuk mengamalkan Al-Qur’an.

Namun apabila melihat fenomena yang berkembang di masyarakat, ternyata sebagian masyarakat, bahkan kitapun terkadang melakukannya, Al-Qur’an tidak lagi dijadikan sebagai sahabat dalam kesehariannya. Al-Qur’an tidak lagi dijadikan lagi sebagai teman untuk bercengkrama bersama, Al-Qur’an tidak lagi dijadikan obat kegalauan hatinya, padahal ia adalah sebagai kisah yang menyenangkan, sebagai sya’ir yang indah untuk dinikmati dan sekaligus sebagai acuan dalam hidup dan kehidupan, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.

Realita sebagian masyarakat ini, padahal mereka sebagai Muslim, adalah realita yang sangat menyedihkan dan menghawatirkan untuk masa depan umat ini, sekaligus menunjukkan bahwa mereka telah menjauhkan al-Qur’an dari kehidupannya. AlQur’an hanya dijadikan sebagai pajangan di lemari buku untuk melengkapi buku-buku yang lainnya, atau Al-Qur’an hanya dibuka seminggu sekali setiap malam jum’at, atau bahkan sebagian dari mereka dekat dengan Al-Qur’an hanya ketika ada yang meninggal. Dan masih banyak lagi realita yang lainnya yang menunjukkan bahwa al-Qur’an sudah benar-benar dijauhkan dari kehidupan mereka.

Rasulullah SAW pernah mengadukan keadaan sebagian umatnya yang meninggalkan Al-Qur’an sebagaimana disinyalir dalam firman Allah SWT,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا.

Berkatalah Rasul:”Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sesuatu yang diacuhkan”. (QS. Al-Furqan (25) : 30)

Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan kalimat mahjuran dalam ayat tersebut adalah matrukan (ditinggalkan). 

Yang termasuk kategori meninggalkan Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam tafsir Ibnu Katsir adalah, tidak mau mendengarkan, tidak membacanya, tidak mau mentadaburi dan tidak mengamalkannya.

Para Ummahat yang ana cintai karena Allah..
Pemaparan di atas menjadi evaluasi pun untuk ana pribadi, "sudahkah Al Qur'an menjadi jiwa dalam diri yang memeberikan keteneangan dalam aktivitas melayani dan mendidik di tengah keluarga?", "jika ingjn menjadi "jiwa", maka sudah berapa banyak harikah yang terlewat tanpa kita bisa mengkhatamkan Al Qur'an?" jika para sahabat, para salafushalih mentargetkan banyaknya khatam adalah per hari! Sungguh saat kita mengenal Al Qur'an, maka kita akan bisa berusaha dan terus berusaha untuk memposisikan Al Qur'an sebagai kebutuhan yang tak tergantikan. Dengan berinteraksi terhadap Al-Qur’an yang sesungguhnya yang harus dilakukan oleh umat Islam dengan semangat untuk selalu mendengarkan ayat-ayat Allah, kemudian diikuti dengan upaya keras untuk meningkatkan interaksi tersebut dengan membaca, mentadaburi kemudian mengamalkannya.

Ya Allah, limpahkanlah rizki kepada kami, untuk membaca Al Qur'an di waktu siang dan malam. Dan ijinkanlah ya Allah, bahwa ia kan menjadi hujjah bagi diri dan keluarga di akhirat kelak.
Amin ya Rabb..

TANYA JAWAB

1. Ustadzah, ayat al-qur'an turun sesuai dengan keadaan dan masalah saat itu. Bagaimana penyusunan ayat per ayat hingga menjadi sebuah surat dan menjadi al-qur'an seperti sekarang ini? Misalnya, QS Al-Alaq ayat 1 yg merupakan ayat yg pertama kali diturunkan. Bagaimana bisa menjadi surat ke 96, ya? Bisakah dijelaskan kronologisnya tentang penyusunan al-qur'an sprt itu. Apakah penyusunan tersebut saat Rosulullah masih ada ataukah saat beliau sudah meninggal? Berdasarkan apa penyusunan al-qur'an tersebut dan untuk menamakannya bagaimana? Apakah memang atas perintah Allah.
JAWAB : 
Subhanallah Ummi vrita atas pertanyaannya
Merujuk ulama 
Syaikh Rasyid Ridha berpendapat dalam tafsirnya bahwa susunan Al Quran langsung dari Allah. Tidak ada celah ijithad di dalamnya. Karena itu susunan tersebut sangat rapi dan mengandung mukjizat. Banyak hikmah di dalam susunan yang ada. Baik dari segi keindahan yang tak terhingga maupun dari segi kerapian tema yang mengalir bagaikan samudera. Siapapun yang membaca Al Quran akan mendapatkan dirinya tiba-tiba pindah dari tema ke tema tanpa terasa. Syaikh Rasyid Ridha mengakui hakikat ini dengan penegasan yang sangat kuat.

a. bahwa Allah swt. telah menjaga Al Quran tidak saja dari segi isinya melainkan juga dari segi susunannya. Karenanya sekalipun Al Quran turun berangsur-angsur berdasarkan peristiwa yang terjadi, tetapi susunannya tetap dipandu olehNya melalui malaikat Jibril ke Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw. memandu para sahabatnya, dengan mengatakan letakkan ayat ini setelah ayat ini dalam surah ini, dan letakkan surah ini sesudah surah ini dan seterusnya.

b. Bahwa para ulama sepanjang sejarah telah bersungguh-sungguh membahas mengenai susunan Al Quran, sebab ini berkaitan erat dengan mukjizat Al Quran dari segi keindahan susunannya dan kerapian tema-tema di dalamnya. Karena Itu pembahasan mengenai susunan Al Quran ini dimasukkan dalam kajian khusus dalam ulumul Quran.

c.bahwa dengan pembahasan ini setidaknya kita telah menolak tuduhan para orientalis yang mengatakan bahwa susunan Al Quran tidak sistematis pun juga kita telah menolak akidah Syi’ah yang mengatakan bahwa banyak dari sebagian Al Quran yang hilang. Sebab ternyata susunan Al Quran yang ada menunjukkan kerapian yang sangat kuat dan tidak ada satu katapun atau satu surahpun yang hilang.

d. dengan mengukap sikap Syaikh Rasyid Ridha terhadap persoalan ini kita tahu bahwa beliau sebagai pemikir muslim modern telah melihat pentingnya masalah ini, dan bahwa persolan ini tidak boleh diabaikan begitu saja, sebab tanpa adanya pembahasan yang mendalam mengenai hal ini, bisa jadi kelak orang-orang yang tidak bertanggung jawab mempreteli Al Quran,  dengan seenaknya  membuat susunan baru, lalu menganggap bahwa hasil susunannya lebih baik dari susunan yang ada. Padahal susunan yang ada telah ditetapk  an berdasarkan wahyu.

2. Ustadzah, berarti Al-Qur'an telah tersusun saat Rosulullah masih hidup kemudian diteruskan oleh sahabat2 nya, saya pernah mendengar bahwa Al-qur'an saat itu belum ada tajwidnya. Jadi, masih berupa arab gundul. Apakaj benar begitu? Lalu, bagaiman saat ini bisa ada tajwidnya? Apakah itu juga atas perintah Rosulullah? 
JAWAB 
Prinsip Al Qur'an diturunkan atas Taufiq- Wahyu Allah. Jika Al Qur'an tersusun yang dimaksud adalah buku dalam arti lembaran-lembaran yang terbuat dari kulit, pelepah kurma atau media lain yang sudah dikenal saat itu. Maka sebenarnya Al Qur'an telah ditulis sejak pertama kali turun. Rasulullah SAW punya beberapa sekretaris pribadi yang kerjanya terus hanya menulis Al Qur'an. Mereka adalah para penulis wahyu dari kalangan sahabat terkemuka,seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhum. Bila suatu ayat turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah.
#konteks penulisan tidak bertajwid dikarenakan yang menulis adalah penghapal Qu'an dan asli bangsa-bangsa Arab.

Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah disaat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan diatas, ayat-ayat dan surah-surah dipisah -dipisahkan atau ditertibkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.

Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh. Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra' dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannta dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunya wahyu dari waktu ke waktu. Disamping itu terkadang pula terdapat ayat tang me-nasikh sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzul-nya, tetepi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi-ia menjelaskan bahwa ayat itu harus diletakkan dalam surah itu.

Andaikata pada masa Nabi SAW Qur'an itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Adapu  penulisan diantara dua sampul dan satu mushaf. Dimulai pada masa sahabat Abu Bakar atas usilan dan pertimbangan sahabat. Umar bin khattab.

Referensi :
Sirah nabawiyah,
Tafsir Al Qur'an al Hakim, oleh Muhammad Rasyid Ridho, jilid.9/582. Dan lihat Tafsir Ruhul ma'ani fi tafsir al Qur'an al 'Adzim wassab'ul matsani, oleh abulFadhl Syihabuddin al Allusi,jilid.9/230, darul fikr, Beirut 1414H.

Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Moga ilmu yg kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin.

Baiklah langsung saja kita tutjp dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان ﻻ إله اﻻ انت استغفرك واتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

"Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan melaikan diri-Mu,aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu."

Wassalamu'alaikum....

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!