Kajian Online WA Hamba الله Ta'ala
(Link Bunda)
Hari / Tanggal : Selasa, 10 & 17
Februari 2015
Narasumber : Ustadzah Rochma Yulika
Materi : Kajian Islam
Notulen : Ana Trienta
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
بسم الله الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
Walaikumsalam bunda-bunda shalihah
Shalawat serta salam teruntuk uswah dan
qudwah kita Rasulullah saw. Kaifa halukum ya ukhty fillah... Semoga saat ini
kita dalam keistiqamahan.
MENJAGA LISAN DARI GHIBAH DAN FITNAH
Bismillah semoga kita selamat dari ghibah
dan fitnah dan bukan termasuk orang yang melebarkan mulutnya lantaran besarnya
hawa nafsu yang menguasai kita.
Nikmat lisan merupakan
nikmat yang sangat luar biasa. Lisan adalah anugerah, apabila anugerah ini
tidak kita manfaatkan sebaik-baiknya maka akan menjadi bumerang bagi
pemiliknya. Namun kebanyakan umat Islam tidak menyadari bahwa lisan ini
benar-benar berbahaya.
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu menasehatkan,
“Telah sampai kepadaku, seseorang mengatakan bahwa tidak ada satu bagian dari tubuhnya yang paling dimurkai pada hari kiamat melebihi lisannya, kecuali yang menggunakannya untuk mengucapkan yang baik-baik atau mengisinya dengan kebaikan,”
Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu juga menasehatkan,
”Demi Allah yang tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia, tidak ada sesuatupun yang paling perlu untuk dipenjara lebih lama dari pada lisan.” Ia pernah berkata, ”Wahai lisan, ucapkan yang baik maka kamu beruntung! dan diamlah dari mengucapkan keburukan maka kamu selamat, sebelum kamu menyesal!.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Seluruh pembicaraan anak
Adam itu menjadi ancaman baginya selain amar ma’ruf nahi munkar dan
dzikrullah.”
(Hadis hasan. Hadis
selengkapnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Tidak ada satu
bagian tubuh pun kecuali ia mengeluhkan kelancangan lidah.” HR.Abu Ya’la dalam
Musnad dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman. Lihat takhrij Ihya’ Al-‘Iraaqiy VII
/ 1539]
Suatu ketika Umar bin
Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengunjungi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Ternyata
Abu Bakr sedang menarik lidah dengan tangannya. Umar pun bertanya, ”Apa
yang Anda lakukan? Semoga Allah mengampunimu!” Abu Bakar menjawab, ”Inilah
benda yang akan menjerumuskanku ke neraka.”
Dari Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaii wasallam bertanya kepadanya,
”Maukah kamu aku beritahukan kunci dari semua itu?” Aku (Mu’adz)
menjawab,”Tentu wahai Rasulullah.” Lalu Rasul memegang lidahnya dan berkata,
”Peliharalah ini!” Akupun bertanya, ”Wahai Nabi Allah, benarkah kita akan
disiksa karena pembicaraan kita?” Rasul menjawab, ”Ibumu kehilanganmu, Mu’adz!
(kalimat yang biasa digunakan untuk menekankan suatu masalah). Bukankah manusia
itu diseret ke neraka dengan wajah-wajah mereka atau hidung-hidung mereka,
hanya disebabkan oleh hasil perkataan mereka?”
(HR. At-Tirmidzi, Al Iman,
VII/362 dan Hakim dalam Al Mustadrak fi At Tafsir VI/142, shahih sesuai syarat
Bukhari-Muslim)
Semoga yang baca dan ambil
manfaat serta mengazamkan diri untuk berubah menjadi lebih baik semoga Allah
memudahkan.
Al-Hafidz Ibnu Rajab
rahimahullah mengomentari hadis ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam
(II/147),
“Yang dimaksud dengan buah
perkataannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram.
Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau
keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat
kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang
baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan.
Sebaliknya, barangsiapa yang menanam sesuatu yang jelek dari ucapan maupun
perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”.
Beliau juga berkata dalam
kitab yang sama (hal.146),
“Hal ini menunjukkan bahwa
menjaga lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan pangkal segala kebaikan.
Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu
menguasai, mengontrol dan mengatur semua urusannya”.
Kemudian pada hal. 149
beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “Seseorang yang menganggap bahwa
lisannya bisa membawa bencana, umumnya baik amalan-amalannya”.
Diriwayatkan bahwa Yahya
bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya dapat aku
lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang jelek perkataannya pun dapat
aku lihat dari amal-amal perbuatannya”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya ada
seseorang yang mengucapkan kalimat yang ia anggap biasa tetapi karenanya ia
terjun ke neraka sejauh tujuh puluh tahun.”
[HR. At-Tirmidzi
(Ar-Raqa’iq, VI/604),beliau berkata, ”Hadis ini hasan gharib.”]
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bertanya kepada para sahabatnya :
أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ؟ قَالُوْا:
اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيْلَ:
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا
تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Artinya : “Tahukah kalian (wahai para
sahabat) apakah yang disebut ghibah itu?” Mereka (para sahabat) menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “(Ghibah) yaitu
engkau menyebut saudaramu (sesama muslim) sesuatu yang dibencinya.” (Kemudian)
sahabat bertanya, “(Ya Rasul) bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu
(memang) terdapat pada saudaraku?” Beliau (pun) menjawab, “Jika apa yang kamu
katakan itu (memang) terdapat pada saudaramu, maka (itulah berarti) engkau
(memang) telah menggunjingnya (melakukan ghibah), (namun sebaliknya) jika apa
(yang kalian katakan) itu tidak terdapat padanya, maka engkau telah berdusta
(membuat fitnah) terhadapnya.” (Hadits Shahih riwayat Muslim).
Bicara benar tentang seseorang dari
sesuatu yang tidak kita sukai ➡GHIBAH
Bicara tidak benar atau salah tentang
seseorang dari sesuatu hal yang tdk kita sukai➡ FITNAH
Astaghfirullahal ‘adzim. Ya Allah,
seringkali terdengar di tempat kerja, di ruang minum kopi, di rumah, bahkan di
majelis pengajian, seorang kaum muslimin menggunjing saudaranya sesama muslim
tanpa merasa berdosa sedikitpun. Mereka asyik dengan gunjingannya itu, dan puas
mengupas tuntas kejelekan, kelemahan, dan kesalahan saudaranya, yang semestinya
dicintai, dikasihi dan dijaga nama baiknya karena Allah. Padahal, kalau kita
melihat bagaimana Allah menggambarkan menggunjing itu dengan suatu yang amat
kotor dan menjijikkan, yaitu bangkai.
Sekarang apalagi ga hanya dengan lidah.
Dengan tulisan, chatting, obrolan di grup dengan teman dll ngebahas orang
dengan nada tidak suka. Hmmmm... Apa namanya????
Jika benar GHIBAH
Jika salah FITNAH
Forum pengajian pun bisa jadi forum
keburukan jika ada masalah sedikit dibahas dengan nada menjelekkan pihak
lain...
#istighfar...
Hidup ini sangat sebentar...
Apa tak sayang bila kita mengisi hidup
dengan keburukan? Allah nih yang ingetin. Dan kita sangat berhati-hati dalam
menjaga lisan, hati, dan perilaku kita.
Bagaimana Allah menyebut di dalam
firman-Nya yang Mahamulia :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا اجْتَنِبُوْا
كَثِيْرًا مّنَ الظَّنّ، اِنَّ بَعْضَ الظَّنّ اِثْمٌ وَّ لاَ تَجَسَّسُوْا وَ لاَ
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ، وَ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman,
jauhkanlah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu
adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
di antara kalian memakan daging (bangkai) saudaranya yang sudah mati? Maka,
tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Quran Surat
Al-Hujurat [49] ayat 12).
Pengertian Ghibah
Secara bahasa, kata
“ghibah” (غيبة) berasal dari akar kata “ghaba, yaghibu” (غاب يغيب) yang artinya
tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak. Kita sering menyebut
“ghaib”, tidak hadir.
Syaikh Muhammad Shalih
Al-Munajjid menyimpulkan bahwa ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat
pada diri seorang muslim, sedangkan orang muslim itu tidak suka bila hal itu
disebutkan.
Seorang ulama yang menggugah jiwa lewat
tulisan-tulisannya, Imam Al-Ghazali mengungkapkan, ghibah tidak hanya
pengungkapan aib seseorang yang dilakukan secara lisan. Tetapi juga termasuk
pengungkapan dengan melalui perbuatan, misalnya dengan isyarat tangan, isyarat
mata, tulisan, gerakan dan seluruh yang dapat dipahami maksudnya.
Menurut Imam Al-Ghazali, aib seseorang
yang diungkapkan itu meliputi berbagai hal, seperti kekurangan pada badannya,
pada keturunannya, pada akhlaknya, pada pebuatannya, pada ucapannya, pada
agamanya, termasuk pada pakaian, tempat tinggal dan kendaraannya.
Demikian banyak hal yang dapat menjadi
obyek pengungkapan tentang kekurangan diri seseorang, sehingga seorang muslim,
sadar atau tidak sadar memungkinkan dirinya sangat mudah terjerumus dalam
ghibah ini, bila tidak berhati-hati dan tidak pula mewaspadainya.
Bagaimana tidak? Seperti makan daging?
Sementara yang digunjing tidak mampu menjawabnya, karena tidak ada di tempat
gunjingan. Benar-benar seperti daging mati, tidak mampu membalasnya, memberikan
penjelasan, alasan, dan argumen, yang memungkinkan adanya penjelasan seimbang
dengan gunjingannya itu.
Seorang ulama hafidz Al-Quran yang juga
ahli tafsir dan hadits, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan, tentang Surat
Al-Hujurat ayat 12 yang artinya, “Sukakah salah seorang di antara kalian
memakan daging (bangkai) saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kalian
merasa jijik kepadanya.” Ayat ini merupakan gambaran betapa ghibah bagaikan
mencabik-cabik orang dari belakang tanpa sempat orang tersebut membelanya.
Karena tak dapat membela itulah maka diibaratkan orang mati, yang hanya bisa
diam saja sekalipun dirobek-robek. Masih menurut Ibnul Qayyim, menikmati ghibah
sama seperti makan sekerat daging, memang enak rasanya hingga susah
menghentikannya. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa daging itu sudah basi
alias telah menjadi bangkai.
NA'UDZUBILLAH TSUMMA NA'UDZUBILLAH
Kasak kusuk di belakang...
Bahkan hati pun jk tidak kita jaga akan
mengantarkan pada keterjerumusan kita pada jurang kegelapan..
REMINDER
HATI-HATI DENGAN LISAN
Di dalam Kitab Sunan At-Tirmidzi terdapat
suatu riwayat yang menyebutkan hadits dari Ibnu ‘Umar, beliau berkata
:Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam naik mimbar dan menyeru dengan suara
yang lantang :
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ
يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا
وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ
الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ
وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ
Artinya : “Wahai segenap manusia yang
masih beriman dengan lisannya, namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya,
janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, dan janganlah kalian melecehkan
mereka, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena
sesungguhnya barangsiapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama
muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa
yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka pasti dihinakan, meskipun dia
berada di dalam bilik rumahnya.”
Begitu besar dosa menggunjing,
sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diperlihatkan balasannya
kelak di akhirat.
لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ
أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَصُدُوْرَهُمْ ، فَقُلْتُ مَنْ
هؤُلاَءِ يَاجِبْرِيْلُ؟ قَالَ : هؤُلاَءِ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ
النَّاسِ وَيَقَعُوْنَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
Artinya : “Ketika aku mi’raj (naik di
langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan
mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu
wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang
memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud no.
4878 dan lainnya dari Anas bin Malik).
Imam Hasan Al Bashri pernah mengatakan:
“Sesungguhnya Lidah orang Mukmin berada dibelakang Hatinya, Apabila ingin
berbicara tentang sesuatu maka dia merenungkannya. Sedangkan lidah orang
munafik berada didepan Hatinya, apabila menginginkan sesuatu dia mengutamakan
lidahnya daripada memikirkan dulu dengan hatinya.”
Bahkan setajam mata bathin Rasulullah
dalam sabdanya : “Sesungguhnya kebanyak dosa anak adam berada pada lidahnya”
(HR. Ath Thabarani, Ibnu Abi Dunya dan Al Baihaqi).
Bahaya Sesuka Lisan
Seorang teman sambil duduk santai.
sesekali seteguk kopi membasahi bibir, mencegah kantuk. Lalu tanpa di bujuk,
apa lagi di rayu, ia menceritakan tentang ada tetangganya yang hobi
sekali gosip.
Ya namanya saja hobi. Kalo tidak
disalurkan mandul, mungkin malah bikin stres. "Mas Sampeyan ngomong terus,
mana ceritanya," pancingku yang sedari tadi siap jadi pendengar yang baik,
tapi cerita belum on air. ";Oya begini..."
Ada orang yang gosip mengenai tetangganya
and dalam beberapa hari saja, seluruh lingkungan mengetahui ceritanya.
Tetangganya itu tentu saja sakit hati. Beberapa hari kemudian, orang yang
menyebarluaskan gossip tersebut menyadari bahwa ternyata gosip itu tak benar.
(Nah lho...., kapok kowe)
Tapi orang yang "bermulut lebar" jarang menyadari karena biasanya telinganya ga bisa dengar nasihat lembut dari ulama lantaran CETAR nya kata-kata keji dari mulutnya sendiri. Dia menyesal, lalu datang kepada orang yang bijaksana untuk mencari tahu apa yang harus dilakukannya untuk memperbaiki kesalahannya itu. ‘Pergilah ke pasar’ kata orang bijak itu, ‘belilah kemoceng, kemudian dalam perjalanan pulang, cabuti bulu ayam di kemoceng and buanglah satu persatu di sepanjang jalan pulang. Meski kaget mendengar saran itu, si penyebar gosip tetap melakukan apa yang disuruh kepadanya.
Keesokan harinya orang tersebut melaporkan
apa yang sudah dilakukannya. Orang bijak itu berkata lagi, ‘Sekarang pergilah dan
kumpulkan kembali semua bulu ayam yang kau buang kemarin dan bawa kepadaku
’Orang itu pun menyusuri jalan yang sama, tapi angin telah melemparkan
bulu-bulu itu ke segala arah.
Setelah mencari selama beberapa jam, ia
kembali hanya dengan tiga potong bulu.‘Lihat kan?’ kata orang bijak itu,
‘sangat mudah melemparkannya, namun tak mungkin mengumpulkannya kembali, begitu
pula dengan gossip. Tak sulit menyebarluaskan gossip, namun sekali gossip
terlempar, 7 ekor kudapun tak dapat menariknya kembali.
Hikmah tak bertuan:
Aada benarnya Hidup dan mati seseorang dikuasai lidah, siapa suka meng-gema-kannya, akan memakan buahnya. Lidah memang suatu anggota yang kecil, tapi sangatlah besar kuasanya. Bila kita salah menggunakan, maka hancurlah semua yang ada disekitar kita.
Lidah itu sepotong tapi dahsyat...
Hati-hati yang suka mudah komentar tentang
selintas yang dilihat karena itu belum menggambarkan yang sesungguhnya.
Seserakan Himmah, Imam Hasan Al Bashri
pernah mengatakan: “Sesungguhnya Lidah orang Mukmin berada dibelakang Hatinya,
Apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka dia merenungkannya. Sedangkan
lidah orang munafik berada didepan Hatinya, apabila menginginkan sesuatu dia
mengutamakan lidahnya daripada memikirkan dulu dengan hatinya.”
Bahkan setajam mata bathin Rasulullah
dalam sabdanya : “Sesungguhnya kebanyak dosa anak adam berada pada lidahnya”
(HR. Ath Thabarani, Ibnu Abi Dunya dan Al Baihaqi).
Tajamkan mata batin kita sehingga dapat
memilah mana yang benar dan yang salah tak hanya mampu mengasah lidah dan lisan
hingga setajam pedang yang melukai hati lawan bicara.
Mari kita istighfar
Saya kira cukup...
Semoga semua yang dengan niat karena Allah
untuk membaca dan mengambil manfaat dan meniatkan ada perubahan dalam hidup
ini. Semoga kelak Allah hadirkan kemulian yang tak bertepian. Aamiin ya rabbal
'alamin
TANYA JAWAB
Pertanyaan M01
1. Bagaimana sikap kita menghadapi
orang-orang yang telah menggibahi kita? saya ada pengalaman pribadi sehingga
membuat saya malas untuk bertegur sapa dengannya.
Jawab
Bersabar dengan sikapnya dan bersyukur
banyak kesempatan untuk berdoa. Tetap berbuat baik. Jangan malas meski berat
sapaan ringan dan kita mengalah bukan berarti kalah. Kememangan di ujung
kehidupan yang kita nantikan
2. Assalamualaikum ustdzah.. Saya jadi
malas sering-sering ke luar rumah untuk sekedar ngobrol sama tetangga. Niat
awalnya hanya silaturahmi tapi kok ujungnya jadi ke mana-mana. Kadang kalo
sudah melantur pengennya menyudahi terus pulang aja. Tapi seringnya masih
terbentur sungkan jadi akhirnya diam dan menanggapi sekedarnya. Gimana ya
ustadzah baiknya? Karena saya punya anak kecil jadi sering ke luar sore-sore
terus dicegat deh diajak ngobrol
Jawab
Yah memang setan sangat pandai mengelabui
manusia. Berawal dari alasan silaturrahim, curhat hingga terpeleset sampe
ghibah. Kita harus punya sikap. Beri alasan yang sekiranya diterima. Karena
memang seperti itu masyarakat. Ngobrol tidak apa-apa pas mau ngarah ke
pergunjingan ijin untuk berlalu. Jika sulit tak perlu berkomentar dari ucapan
mereka. Memang butuh sabar dan lapang dada dalam bermasyarakat
3. Bun..kalau kita gak ikut-ikutan
teman-teman di kantor ngobrol duduk-duduk santai nanti kita di bilang orang nya
'seriusan' dan gak gaul padahal kalau sudah ikutan begitu nanti ujung-ujungnya
ada aja yang di omongin, bagaimana baiknya?
Jawab
Bergaul secukupnya... Cari teman yang bisa
saling mengingatkan. Jangan pasang wajah kaku. Yang ramah... Tapi tetap
waspada. Saya juga gitu Tetap ramah menyapa... Tapi bila sudah ada nada-nada
yang kurang positif ijin mau aktivitas apa gitu
4. Kalo kita sering di fitnah terus kan banyak
bersabar, sudah di klarifiksi tetap ga bisa...apa yang dilakukan lagi
bunda? Benarkah ada pernyataan “sabar itu ada batasnya"?
Jawab
Kita wajib tabayun atau klarifikasi. Jika
memang susah dan tetap saja coba minta bantuan orang yang punya pengaruh ke orang
tersebut untuk diberi masukan. Jika ga bisa ya serahkan sama Allah. Allah
berkehendak bagi siapa saja yang dikehendaki. Ada ibarat kerasnya hati seperti
batu. Diistilahkan assyaddu qashwah. Jadi memang sabar dan syukur. Yakin Allah
tak jadi kan setiap peristiwa yang terjadi tanpa maksud.
RAHASIA BERSABAR
Seseorang mampu bsabar karena ia
MENGETAHUI adanya konsekwensi yang baik jika ia bersabar & ada akibat yang
buruk jika ia tidak sabar. Seorang buruh rela bersabar bekerja keras karena
tahu di akhir bulan ia akan digaji. Seorang karyawan bersabar dimarahi
atasannya karena ia tahu kalau ia tidak sabar dimarahi, ia akan lebih dimarahi
lagi.
Rahasia Bersabar
Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang
dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika
kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika
kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.
–Khalifah Ali bin Abi Thalib-
Demikianlah, orang-orang mulia mampu
bersabar karena tahu balasan dari sabar adalah sesuatu yang tak terhingga,
yaitu kebahagiaan di akhirat.
"Tidak ada seorangpun yang bersabar terhadap
kesulitan hidupnya kecuali aku akan menjadi penolongnya nanti di hari kiamat"
(HR Muslim)
Pertanyaan M02
1. Jika kita di curhatin orang, dia bicara
aibnya minta solusi, kita minta dia jujur apa yang terjadi apa itu termasuk
menggali aib orang? Terus kalo kita menjadikan dia sebagai contoh bahasan tanpa
menyebut namanya, apa itu termasuk mengupas aib orang juga?
Jawab
Menanggapi curhat teman dengan sikap wajar
dan netral. Jangan seolah berpihak pada yang curhat. Jangan hadirkan rasa.
Rasio yang kita kedepankan. Maksudnya apa ya jika kita menyikapi masalah dengan
rasional dan untuk mencari solusi dengan niat yang baik semoga itu bagian dari
kewaspadaan kita agar tak terjerumus pada ghibah
Menyusuri kehidupan
Oleh: Rochma Yulika
Jangan pernah kotori kebersamaan dengan
fitnah.
Jangan pernah nodai ukhuwah dengan
namimah.
Jangan pernah lukai persahabatan dengan
ghibah.
Jangan pernah sakiti hati teman dengan
amarah.
Selayaknya musafir yang sedang melakukan
perjalanan.
Sudah sewajarnya kan bertemu dengan banyak
rintangan.
Kadang masalah yang timbul bisa menjadikan
perpecahan.
Namun bila keimanan yang dijadikan
landasan niscaya tak kan timbul tertikaian lantaran adanya perbedaan.
Hidup ini hanya sebentar janganlah sampai
tertukar.
Hidup ini sesaat lewat maka jangan
sia-siakan dengan sesuatu yang tak bermanfaat.
Hidup ini tak kan lama lantas bekal apa
yang sudah kita bawa?
Menyibukkan diri dengan amalan lantaran
menyadari tentang lamanya perjalanan.
Namun sangat disayangkan, ada sebagian
kita yang kadang tersibukkan dalam keburukan.
Sibuk membicarakan teman, sibuk mencari
kesalahan, dan sibuk mencela kekurangan.
Apakah diri tiada menyadari bahwa semua
kan berbalas di akhirat nanti?
Atau terlalaikan oleh dahsyatnya nafsu
manusiawi?
Yang ada hanya iri, dengki, dan sakit
hati.
Bukan lantaran kita telah melukai, namun
keberuntungan yang kita dapatkan dari Ilahi.
Sadarilah kawan ternyata diri kita banyak
keterbatasan.
Janganlah merasa hebat dengan segala
kelebihan.
Namun bersahajalah dengan mengingat betapa
banyaknya kekurangan.
Bersegera tancapkan kesadaran dalam diri
kita.
Sungguh... Kita tak punya kuasa tanpa
kekuatan dari Nya.
Dan kita lalai segalanya kan bermuara pada
kehendak Nya.
2. Bagaimanakah caranya mengelak kalau ada
teman yang mengajak kita melakukannya? Adakah ghibah yang diperbolehkan ust?
Jawab
Menghindar dengan cara yang tepat. Ada
ghibah yang dibolehkan, jika diniatkan untuk kebaikan dan dilandasi keimanan
kita masih boleh. Untuk mencari jalan keluar dari masalah.
Membicarakan Orang Lain yang Dibolehkan
Imam Nawawi di dalam Kitab Syarah Nawawi
fi Shahih Muslim menjelaskan bahwa membicarakan orang lain yang dibolehkan
adalah karena adanya tujuan yang dibenarkan syariat, yang tidak mungkin tujuan
itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ini.
Pertama, saat mengadukan kezaliman orang
kepada pimpinan (ulil amri), hakim dalam persidangan, atau siapa saja yang
mempunyai wewenang dan diberi kewenangan untuk menanganinya.
Kedua, untuk meminta bantuan orang lain
atau mengadukan (seperti ulama, kyai, ustadz,) demi mengubah kemungkaran dan
mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada kebenaran. Tujuan di balik
pengaduan itu adalah demi menghilangkan kemungkaran. Tetapi kalau dia tidak
bermaksud demikian, maka hukumnya tetap haram membicarakannya.
Ketiga, untuk meminta fatwa kepada orang
‘alim atau sholih atas kelakuan seseorang terhadap dirinya. Penyampaiannya pun,
untuk kehati-hatian mengindarkan aib itu menyebar, dengan kalimat santun,
seperti, “Bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang melakukan perbuatan
demikian dan demikian (tanpa menyebut namanya)?”.
Keempat, untuk memperingatkan kaum
muslimin dari kejahatan sebagian orang dan dalam rangka menasihati mereka.
Kelima, menyebutkan kejahatan pelaku
maksiat yang berterang-terangan dalam melakukan dosa, seperti orang yang
merampas harta secara paksa, dengan syarat kejelekan yang disebutkan adalah
yang terkait dengan kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.
Keenam, untuk memperkenalkan jati diri
seseorang, contohnya : “Mohon maaf orangnya yang pincang itu,….”. Akan tetapi
hal ini diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan.
Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk memperkenalkannya maka
itulah yang lebih utama.
3. Ustadzah bila kita dikasih tau untuk
berhati-hati akan keburukan seseorang apa bisa dikatakan gibah juga ya
ustadzah? Kemudian bagaimana kalau kita hanya bermksud menasehati tapi yang
dinasehati tersinggung, apa termasuk ghibah juga?
Jawab
>Kembalikan semua pada niat. Kalo orang
ghibah itu dalam hadits kan bicara karena sesuatu yang tidak kita suka dari orang
tersebut. Jika untuk kebaikan dan tidak dilandasi kebencian in sya Allah tidak.
>Menasihati secara langsung demi
kebaikan itu bukan ghibah..
Pertanyaan M03
1. Bun, saya ini kan suka usil ejekin
temen tapi judulnya tetap bercanda, gimana tuh bun?
Jawab
Seperti halnya teko... Yang keluar dari
teko itulah isi teko. Itu akhlak.. Dan banyak di antara kita tak selamat dari
lisan maaf meski becanda. Kita tak bisa baca hati teman satu persatu. Juga
suasana hati pun tak selalu sama. Bisa jadi ada satu kalimat terlontar yang
seolah hal biasa akan menjadi masalah yang berkepanjangan. Bahkan para ulama
banyak berbincang. Jika manusia menyadari akan datangnya kematian mereka tak
lagi sempat bercanda. Justru akan menangis mengingat perjalanan yang panjang
Adab Bercanda Sesuai Syariat
Poin di atas cukup mewakili arti bercanda
yang dibolehkan dalam syariat. Selain itu, hal penting yang harus kita
perhatikan dalam bercanda adalah:
a. Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk
menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan
canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam
melakukan hal-hal yang bermanfaat.
b. Jangan melewati batas. Sebagian orang
sering berlebihan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak
bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.
c. Jangan bercanda dengan orang yang tidak
suka bercanda. Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak
suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan
menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak
bercanda.
d. Jangan bercanda dalam perkara-perkara
yang serius. Seperti dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim
(pengadilan-ed), ketika memberikan persaksian dan lain sebagainya.
e. Hindari perkara yang dilarang Allah
Azza Wa Jalla saat bercanda.
–Menakut-nakuti seorang muslim dalam
bercanda. Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah
seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun
bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
juga bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim
yang lain.” (HR. Abu Dawud)
–Berdusta saat bercanda. Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin dengan sebuah istana di
bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di
pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang
meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga
bagi seseorang yang memperbaiki akhlaknya.” (HR. Abu Dawud). Rasullullah pun
telah memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain
tertawa dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah seseorang
yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.”
(HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
–Melecehkan sekelompok orang tertentu.
Misalnya bercanda dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi
tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat
dilarang.
–Canda yang berisi tuduhan dan fitnah
terhadap orang lain. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela,
memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang
lain tertawa.
f. Hindari bercanda dengan aksi atau
kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik
(benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Isra': 53)
g. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah
kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR.
Ibnu Majah)
h. Bercanda dengan orang-orang yang
membutuhkannya.
i. Jangan melecehkan syiar-syiar agama
dalam bercanda. Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan
simbol-simbol agama, ayat-ayat Al-Qur’an dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah!
Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan
kekufuran.
2. Assalammu'alaikum bunda, kalau ada
orang yang membicarakan kita di dekat kita atau terdengar oleh kita. apa yang
harus dilakukan? Kadang-kadang rasanya pingin nangis, gpp misal tidak terdengar
atau di dekat dengan artian menghargai. Bagaimana supaya yang dibicarakan tidak
down? apakah benar apabila kita dibicarakan bisa menghapus dosa kita.makasih
bun. .
Jawab
Mungkin dengan maksud apa ya? Ada cerita teman.
Dia lafi di ruang lain. Terus di ruang yang satunya ada teman yang bicara di depan
beberapa orang ngebahas dia. Sedih memang sampe nangis. Kebetulan sudah pada
tau karakter orang tersebut maka ya abaikan saja. Jiwa nya memang sakit. Dan in
sya Allah dosa kita terkurangi. Mau ngebales? Lah apa beda kita ma dia. Nah
maka dari itu memilih bersabar.. In sya Allah akan ada hikmah. Saya sendiri
sering alami. Ketika itu saya sakit typus ijin masuk rumah sakit. Kemudian
recovery 3 pekan. Nah dijadikan bahan omongan. Dibilang enak ya ga masuk bla
bla bla. Ga ane bales... Tapi Allah yang
bales. Dia kena hepatitis ga masuk 2 bulan
cuti
3. Assalamualaikum ustadzah. Saya Minta
saran ngadepi orang yang gualak suka nilai orang semua salah?
Jawab
Mlipir ajah... Nyelametin ati aja daripada
nambah dosa dan ga enak di jiwa
Pertanyaan M04
1. Saya hidup bersama masyarakat
awam. Ketika pengen bercengkrama tak taunya orang itu justru ghibah dan itu
posisi sadar kalo yang dilakukan ghibah. Tapi itu semua dilakukan karena pengen
curhat aja. Apakah saya sebagai pendengarnya harus menghindar ato gimana?
Jawab
Tugas utama kita amar ma'ruf nahy munkar.
Bagaimana pun juga kita punya kewajiban untuk mengingatkan. Maka dari itu kita
tetap berhati-hati dalam bergaul. Jangan sampai terbawa arus. Semua itu memang
tidak semua bisa melakukan dengan mudah dengan melihat kondisi masyarakat yang
ada. Yang terpenting adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga hati,
lisan, pikiran, juga sikap
2. Kalau dalam hati apakah termasuk ghibah
juga? Misal bicara dalam hati, duh itu fulana kok bajunya ketat gitu sih, apa
gak malu dilihat banyak orang?
Jawab
Hati pun wajib kita jaga. Kadang memang
tergoda untuk berpikir, membatin itu jika dibiasakan akan terlontarkan juga. Ya
tetap. Hati pikiran lisan tulisan. P
3. Menambahkan pertanyaan mba
siti,bund..iya gimana kalo posisinya kita sebagai pendengar, jadi tempat curhat
teman atau sahabat, walaupun yang disampaikan teman tersebut benar adanya tetap
dikategorikan gibah dan si teman tadi cerita atau curhat karena merasa dizalimi
atau disakiti oleh orang yang dibicarakan..
Jawab
Jika diniatkan untuk kebaikan dan
dilandasi keimanan kita masih boleh. Untuk mencari jalan keluar dari masalah.
4. Bagaimana caranya kita bisa sabar
menggadapi seseorang yang bicaranya sering kali menyakiti hati kita? sakuig
seringnya sampai terkadang si fulan tidak menyadari bahwa perkataannya sering
menyakiti banyak orang
Jawab
Saya juga bertemu orang seperti itu. Bisa jadi seperti
itulah orang yang dikatakan jiwanya sakit. Orang yang tak mau menyadari
kesalahan. Mengevaluasi diri. Lantas kita bagaimana? Sakit memang bunda. Tapi
curhatlah pada Allah minta padaNya untuk bantu sembuhkan hati kita. Belajar
sabar dan ikhlas. Terus dan terus... Hingga memang kita tahu bahwa sesungguhnya
kita harus kasihan padanya
Pertanyaan M05
1. Supaya menghindar dari ghibah gimana ya
jika kasusnya seperti ini? Ibu mertua kalo silaturahim suka curhat, cerita banyak
hal beliau memang butuh didengarkan karena anak-anaknya semua laki-laki & sudah
besar. Tapi yang diceritakan ya itu.. kadang membicarakan anak-anaknya &
menantu yang lain, tentang tetangganya. Saya cuma bisa diam, iya iya aja. Mau
mengingatkan bingung. Baiknya bagaimana ya? Bingungnya karena orang yang sudh
tua/sepuh biasanya jadi lebih sensitif & perasa. Inginnya didengarkan. Jadi
selama ini saya cuma diam jadi pendengar 'yang baik', tapi takut ghibah juga
Jawab
Memang butuh hati-hati jika itu orang tua
kita. Perlahan kita luruskan demi kebaikan. Boleh untuk hati-hati kita letakkan
majalah atau buku di tempat strategis agar tertarik untuk dibaca. Sehingga tidak
secara langsung. Atau di moment yang khusus kita ajak bicara tentang menjaga
lisan dsb
2. Bagaimana jika kondisi di kantor ada
suatu uneg-uneg dan tidak bisa diungkapkan dalam forum lalu akhirnya
diungkapkan di rumah (kebetulan suami sekantor) dengan mengeluhkan seseorang?
Jawab
Jadi ingat nasihat ustadz.... Jangan bawa
masalah kantor atau tempat kerja ke dalam rumah. Karena sangat di sayangkan
rumah yang seharusnya jadi tempat rehat nanti ikut runyam. Apalagi jika ada
anak-anak. Ibarat bawa tas gitu tas yang isi beban masalah di luar di gantung
di luar rumah. Supaya suasana fresh. Hmmm kalo sekantor memang kadang sulit
bedain mana kantor mana rumah ya.... Hehe... Tapi yang jelas semarah apa kita tentang
masalah kantor usahakan redam deh. Khawatir kecampur aduk. Palagi anak kita yang
unyu-unyu sedang nunggu
3. Apakah aktivitas 'membatin' atau
nggerundel dalam hati juga termasuk ghibah?
Jawab
Nggrundel karen apa? Bisa kategori ghadab
juga bisa ghibah tergantung ngedumel karena apa.
Kita teliti dulu seperti apa ghibah.
Menurut bahasa, ghibah artinya
meggunjing. Menurut istilah, ghibah berarti membicarakan kejelekan dan
kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik
jasmani, agama, kekayaan, akhlak, ataupun yang lainnya. Ghibah tidak terbatas hanya pada ucapan lidah,
akan tetapi setiap gerakan, isyarat, ungkapan, sindiran, celaan, tulisan, SMS,
atau segala sesuatu yang dipahami sebagai hinaan, maka hal itu haram dan
termasuk ghibah. Mendengarkan orang yang sedang ghibah dengan sikap kagum dan
menyetujui apa yang dikatakannya hukumnya sama dengan melakukan ghibah.
Dalil Naqli
Artinya : “Dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain, dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Q.S. Al
Hujurat : 12)
Sabda Rasulullah SAW tentang ghibah, yang
artinya :
“Tahukah kamu apa ghibah itu?” Para
sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu Rasul ditanya :
Bagaimana jika saudaraku itu memang seperti yang aku katakan tadi?”
Nabi menjawab : “Walaupun yang kamu katakan itu benar, maka kamu berarti
menggunjingnya.” (H.R. Muslim)
Akibat Negatif Ghibah
a. Orang yang melakukan ghibah
akan mengalami kerugian, karena pahala amal kebaikannya dia berikan kepada
orang yang menjadi sasaran ghibahnya.
b. Mengakibatkan putusnya ukhuwah,
rusaknya kasih sayang, timbulnya permusuhan, tersebarnya aib, lahirnya kehinaan
dan timbulnya keinginan untuk menyebarkan berita keburukan orang lain tersebut.
c. Mendapat azab Allah swt yang
sangat pedih Lebih ngeri bila berbicara tentang ghibah, apabila kita mengetahui
balasan yang akan diterima pelakunya. Seperti dikisahkan oleh Rasulullah saw di
malam mi'rajnya. Beliau menyaksikan suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar
wajah dan dada mereka sendiri. Rasul pun bertanya tentang keberadaan mereka,
maka dijawab bahwa merekalah orang-orang yang ghibah melanggar kehormatan orang
lain.
Contoh Perilaku Ghibah
a). Membicarakan keburukan orang
lain melalui lisan
b). Membicarakan keburukan orang
lain melalui bahasa isyarat
c). Membicarakan keburukan orang lain
melalui gerakan tubuh dengan maksud mengolok-olok.
d). Membicarakan keburukan orang
lain melalui media massa tanpa ada maksud untuk kebaikan
Cara Menghindari Ghibah
a. Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah
adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah SWT.
b. Selalu mengingat bahwasannya timbangan
kebaikan ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingkannya.
c. Hendaknya orang yang melakukan ghibah
mengingat terlebih dahulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha
memperbaikinya.
d. Menjauhi faktor-faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya ghibah.
e. Senantiasa mengingatkan orang-orang
yang melakukan ghibah.
f. Dengan cara menyesali perbuatan itu,
bertekad untuk tidak melakukannya kembali dan beristighfar serta bertaubat
dengan benar.
g. Bila ghibah telah terdengar oleh orang
yang bersangkutan, maka dia harus mengemukakan alasan serta meminta maaf
kepadanya. Jika belum terdengar, hendaklah memintakan ampun untuknya,
mendo’akannya kepada Allah dan memuliakannya sebanding dengan kejelekan yang
telah dilakukan terhadapnya
Pertanyaan M06
1. Kalo dalam keluarga besar kaka beradik,
salah satu kaka ato adik ada masalah, dan kita membahas kekurangan dan
kelebihannya untuk mencari solusi permasalahannya.. apa ini termasuk ghibah
juga?
Jawab
Kembalikan semua pada niat. Innamal a'malu
bi niyat... Jika memang mau cari solusi jangan melebar. Yang sekiranya akan
mengantarkan pada percakapan yang sia-sia
2. Lalu bagaimana baiknya jika lingkungan
rumah banyak orang-orang yang suka bergunjing. Jika berdiam di rumah apakah
salah. Apalagi lebih baik pindah?
Jawab
Jika mampu mewarnai. Jangan pindah juga tidak
di dalam rumah terus bergaul tapi kewaspadaan dijaga. Jika bisa ikat hati
masyarakat mudah koq diajak ngaji dll. Berbagi nasihat tapi jangan berkesan menggurui.
Sambil bergurau kala obrolan
Pertanyaan M07
1. Rasanya sulit ya lidah ini untuk tidak
berkata terkadang kita sudah berusaha untuk lebih baik diam, rupanya setan
tetep menggoda dan pada akhirnya masih tetap berkata-kata walau sesudahnya
beristghfar. Apakah ghibah yang telah kita lontarkan dapat di tarik dengan
beristghfar dan memohon maaf kepada yang di ghibahi walo tidak secara langsung
kalo kita sudah membicarakanya tentang masalah tersebut?terirma kasih
Jawab
Al insan itu ga hanya berarti manusia tapi
al insan bisa berarti lalai atau lupa. Ya namanya juga manusia salah itu sebuah
kewajaran asal jangan keterusan. Banyak-banyak istighfar dan ingat pemusnah
segala yang ada yakni kematian
Subhanallah, indahnya ukhuwah Islamiyyah,
janganlah sampai tercabik-cabik gara-gara dosa lidah ini. Di akhirat pun, akan
sangat disayangkan, menambah dosa, sementara pahala kita belum tentu seberapa
yang Allah terima.
Ukhuwah islamiyah bisa rusak disebabkan
oleh perbuatan lidah dalam bentuk ghibah. Ghibah akan menyebabkan ketegangan
hubungan, baik dari yang menggunjing maupun pada yang digunjing. Kalau tidak
segera ditutup, bisa merembet kepada hal yang lebih besar lagi, yakni
permusuhan terselubung atau bahkan permusuhan terang-terangan. Na’udzubillahi
min dzalik.
Untuk itu, agar terhindar dari azab kubur
karena ghibah, ada beberapa terapi mengatasinya.
Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam mengarahkan agar orang beriman gemar berbicara yang baik atau lebih
baik diam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam”. (Hadits Shahih
Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Kedua, melakukan klarifikasi (tabayyun)
bila ditemukan pembicaraan ghibah yang dapat merembet ke fitnah memecah belah
umat.
Allah Ta’ala memperingatkan kita di dalam
Al-Quran :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن
جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا
بِجَهَـٰلَةٍ۬ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِينَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
((Al-Quran Surat Al-Hujurat [49] ayat 6).
Ketiga, memberi nasihat bila ditemukan
kesalahan orang lain, bukan malah membicarakan di belakang, atau
membicarakannya beramai-ramai dengan orang banyak agar kesalahan dan aibnya itu
semakin meluas dan menyebar.
اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟
قَالَ: ِللهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ.
Artinya : “Agama itu adalah nasihat, agama
itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. Mereka (para sahabat)
bertanya,”Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab, “Untuk Allah, dan untuk Kitab-Nya, dan untuk Rasul-Nya, dan
untuk Imaamul Muslimin atau mukminin, dan bagi kaum muslimin pada umumnya.”
(Hadits Shahih Riwayat Muslim dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus ad-Dâri
Radhiyallahu ‘Anhu).
Imam al-Khaththabi menjelaskan, “Nasihat
ialah kata-kata yang menjelaskan sejumlah hal, yang menginginkan adanya
kebaikan pada orang yang diberi nasihat.
Begitu inginnya agar saudaranya sesama
muslim itu menjadi baik, sampai-sampai kalau ada cela atau kekurangannya, maka
nasihatilah ia ketika ia sendirian, tidak di depan orang lain apalagi orang
banyak.
Seperti nasihat Imam Abu Muhammad bin
Ahmad bin Sa’id Ibnu Hazm yang mengatakan, “Maka wajib bagi seseorang untuk
selalu memberikan nasihat kepada saudaranya, baik yang diberi nasihat itu suka
maupun benci, tersinggung maupun tidak tersinggung. Akan tetapi, apabila engkau
hendak memberikan nasihat, maka sampaikanlah secara rahasia, langsung kepada
yang bersangkutan, janganlah di hadapan orang lain. Akan tetapi juga, janganlah
memberikan nasihat dengan syarat harus diterima. Sebab, pelaksanaannya kembali
kepada orang yang bersangkutan, dan tanggung jawabnya kepada Allah., Tanggung
jawab kita memberikan nasihat sudah tunai. Sebab, jika engkau memaksanya,
berarti engkau adalah orang yang zalim, bukan pemberi nasihat, dan engkau
adalah orang yang gila untuk ditaati, gila kekuasaan, bukan pelaksana hak
ukhuwah Islamiyah. Hal ini bukan untuk mempererat persahabatan, melainkan hanya
menegakkan hukum rimba seperti seorang penguasa dengan rakyatnya, dan tuan
dengan hamba sahayanya.”
Keempat, memperbanyak istighfar dan dzikrullah.
Istighfar dan dzikrullah itu ibarat obat penyakit, sementara ghibah adalah
pantangannya.
Kelima, memintakan maaf dan ridhanya
terhadap orang yang pernah digunjingnya, dengan bersamalan, saling mengucapkan
salam, hilangkan dendam, tumbuhkan ruhamaa, kasih sayang. Sehingga tumbuh
persaudaraan dan kekuataan bersama. Itulah hakikat berjama’ah, saling
melengkapi. Sebab semua kita punya kelemahan dan kekurangan.
Mengenai terapi ghibah ini, seorang ulama
Imam An-Nawawi di dalam Kitab Al-Adzkar mengatakan, “Ketahuilah, hal yang
seharusnya dilakukan seseorang yang mendengar seorang muslim dipergunjingkan,
maka hendaklah dia mencegah dan menghentikan pembicaraan itu. Andaikan orang
yang menggunjing itu tidak mau berhenti setelah diingatkan dengan kata-kata, maka
hendaklah diingatkan dengan tangan. Seandainya orang yang mendengar ghibah tadi
tidak mampu mengingatkan dengan tangan maupun dengan lisan, maka hendaklah dia
meninggalkan tempat itu”.
Begitulah Allah memerintahkan muslimin
untuk berjama’ah saling bersaudara karena Allah, jauhi persengketaan. Seperti
firman-Nya :
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا
وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ
أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ
إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم
مِّنۡہَاۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ
تَہۡتَدُونَ
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kalian
semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah dan janganlah kalian
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian,
lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan
kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat
petunjuk”. (Al-Quran Surat Ali Imran ayat 103).
Di dalam sebuah hadits shahih
dijelaskan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا
وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ
وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ
يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ
إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ
وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu, bersabda Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Janganlah saling
menghasud, janganlah saling mengecuh, janganlah saling membenci, janganlah
saling membelakangi, janganlah sebagian kamu menjual atas jualan sebagian yang
lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim yang satu adalah
saudara muslim yang lain, ia tidak boleh menzaliminya juga tidak boleh
merendahkannya dan juga tidak boleh menghinanya. Taqwa itu di sini -beliau
sambil berisyarat pada dadanya 3 kali-, cukuplah seseorang (dikatakan) berbuat
jahat jika ia merendahkan saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim
yang lain haram (terpelihara) darahnya, hartanya dan kehormatannya. (HR
Muslim).
2. Mba yang membantu menyetrika dirumah
pernah bercerita bahwa pak X yang dirumahnya ada pengajian pernah colek-colek teman
mba saya yang kerja disana. Pas temannya itu bilang ke istrinya malah kata
istrinya bapak mengajak bercanda. akhirnya ia keluar kerja dari sana. Nah untuk
informasi seperti baiknya bagaimanakah? Apakah kita boleh memberitahu orang
lain terutama yang punya anak perempuan untuk waspada aja walau belum tahu kebenarannya,
karena yang ngaji disana mulai tk sampai besar... soalnya ada anak teman saya
perempuan kelas 2 sd mengaji dsana. Dari rumah berangkat sndiri. Bapak ibu
kerja dirumah sama eyang dan bibi. jadi kadang khawatir juga, tapi kalo bilang
ke teman saya, takut salah takut ghibah dan fitna, bagaimana yaa.. makasih ya
ustadzah
Jawab
Ghibah itu bicara karena ada rasa ga suka.
Tapi ini kan karena hati-hati demi kebaikan gpp
3. Apakah mendengarkan infotainment juga
ghibah?
Jawab
Coba apa isinya... Ngomongin orang kan bahkan
didramatisir maaf kadang ga bener juga biar rame dan laris... Na'udzubillah....
Saya sangat hati-hati melihat tivi dan
media lain...
Takut diri ini ga bisa jaga hati
Pertanyaan M09
1. Bila kita menjadi korban ghibah apakah
yang sebaiknya dilakukan? Bersabar atau membuat klarifikasi?
Jawab
Bersabar dan diklarifikasi dengan cara
yang baik jika ada keberanian. Tapi jika diam berdoa karena saat kita sedang
diuji dengan hal yang menyakitkan saat itulah kesempatan banyak berdoa
2. Adakah ghibah yang diperbolehkan?
Dengan tujuan agar mengambil ibroh? Atau membicarakan seseorang di depan
persidangan demi terungkap kebenaran? Sudah pasti terdakwa tidak suka jika
aibnya di buka di muka umum.
Jawab
Membicarakan Orang Lain yang Dibolehkan
Imam Nawawi di dalam Kitab Syarah Nawawi
fi Shahih Muslim menjelaskan bahwa membicarakan orang lain yang dibolehkan
adalah karena adanya tujuan yang dibenarkan syariat, yang tidak mungkin tujuan
itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ini.
Pertama, saat mengadukan kezaliman orang
kepada pimpinan (ulil amri), hakim dalam persidangan, atau siapa saja yang
mempunyai wewenang dan diberi kewenangan untuk menanganinya.
Kedua, untuk meminta bantuan orang lain
atau mengadukan (seperti ulama, kyai, ustadz,) demi mengubah kemungkaran dan
mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada kebenaran. Tujuan di balik
pengaduan itu adalah demi menghilangkan kemungkaran. Tetapi kalau dia tidak
bermaksud demikian, maka hukumnya tetap haram membicarakannya.
Ketiga, untuk meminta fatwa kepada orang
‘alim atau sholih atas kelakuan seseorang terhadap dirinya. Penyampaiannya pun,
untuk kehati-hatian mengindarkan aib itu menyebar, dengan kalimat santun,
seperti, “Bagaimana pendapat Anda terhadap orang yang melakukan perbuatan
demikian dan demikian (tanpa menyebut namanya)?”.
Keempat, untuk memperingatkan kaum
muslimin dari kejahatan sebagian orang dan dalam rangka menasihati mereka.
Kelima, menyebutkan kejahatan pelaku
maksiat yang berterang-terangan dalam melakukan dosa, seperti orang yang
merampas harta secara paksa, dengan syarat kejelekan yang disebutkan adalah
yang terkait dengan kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.
Keenam, untuk memperkenalkan jati diri
seseorang, contohnya : “Mohon maaf orangnya yang pincang itu,….”. Akan tetapi
hal ini diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan.
Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk memperkenalkannya maka
itulah yang lebih utama.
3. Bagaimana caranya kita bersikap sama
teman yang senang sekali membicarakan orang? Kalo kita sudah melakukan ghibah,
kemudian kita menyesal, Apa kita harus meminta maaf kepada orang yang sudah
kita ghibah?
Jawab
Diiingatkan.. Didoakan...
Terapi Ghibah
Subhanallah, indahnya ukhuwah Islamiyyah,
janganlah sampai tercabik-cabik gara-gara dosa lidah ini. Di akhirat pun, akan
sangat disayangkan, menambah dosa, sementara pahala kita belum tentu seberapa
yang Allah terima.
Ukhuwah islamiyah bisa rusak disebabkan
oleh perbuatan lidah dalam bentuk ghibah. Ghibah akan menyebabkan ketegangan
hubungan, baik dari yang menggunjing maupun pada yang digunjing. Kalau tidak
segera ditutup, bisa merembet kepada hal yang lebih besar lagi, yakni
permusuhan terselubung atau bahkan permusuhan terang-terangan. Na’udzubillahi
min dzalik.
Untuk itu, agar terhindar dari azab kubur
karena ghibah, ada beberapa terapi mengatasinya. Pertama, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mengarahkan agar orang beriman gemar berbicara yang baik atau
lebih baik diam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam”. (Hadits Shahih
Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Kedua, melakukan klarifikasi (tabayyun)
bila ditemukan pembicaraan ghibah yang dapat merembet ke fitnah memecah belah
umat.
Allah Ta’ala memperingatkan kita di dalam
Al-Quran :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن
جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا
بِجَهَـٰلَةٍ۬ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِينَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
((Al-Quran Surat Al-Hujurat [49] ayat 6).
Ketiga, memberi nasihat bila ditemukan
kesalahan orang lain, bukan malah membicarakan di belakang, atau
membicarakannya beramai-ramai dengan orang banyak agar kesalahan dan aibnya itu
semakin meluas dan menyebar.
اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟
قَالَ: ِللهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ.
Artinya : “Agama itu adalah nasihat, agama
itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. Mereka (para sahabat)
bertanya,”Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab, “Untuk Allah, dan untuk Kitab-Nya, dan untuk Rasul-Nya, dan
untuk Imaamul Muslimin atau mukminin, dan bagi kaum muslimin pada umumnya.”
(Hadits Shahih Riwayat Muslim dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus ad-Dâri
Radhiyallahu ‘Anhu).
Imam al-Khaththabi menjelaskan, “Nasihat
ialah kata-kata yang menjelaskan sejumlah hal, yang menginginkan adanya
kebaikan pada orang yang diberi nasihat.
Begitu inginnya agar saudaranya sesama
muslim itu menjadi baik, sampai-sampai kalau ada cela atau kekurangannya, maka
nasihatilah ia ketika ia sendirian, tidak di depan orang lain apalagi orang
banyak.
Seperti nasihat Imam Abu Muhammad bin
Ahmad bin Sa’id Ibnu Hazm yang mengatakan, “Maka wajib bagi seseorang untuk
selalu memberikan nasihat kepada saudaranya, baik yang diberi nasihat itu suka
maupun benci, tersinggung maupun tidak tersinggung. Akan tetapi, apabila engkau
hendak memberikan nasihat, maka sampaikanlah secara rahasia, langsung kepada
yang bersangkutan, janganlah di hadapan orang lain. Akan tetapi juga, janganlah
memberikan nasihat dengan syarat harus diterima. Sebab, pelaksanaannya kembali
kepada orang yang bersangkutan, dan tanggung jawabnya kepada Allah., Tanggung
jawab kita memberikan nasihat sudah tunai. Sebab, jika engkau memaksanya,
berarti engkau adalah orang yang zalim, bukan pemberi nasihat, dan engkau
adalah orang yang gila untuk ditaati, gila kekuasaan, bukan pelaksana hak
ukhuwah Islamiyah. Hal ini bukan untuk mempererat persahabatan, melainkan hanya
menegakkan hukum rimba seperti seorang penguasa dengan rakyatnya, dan tuan
dengan hamba sahayanya.”
Keempat, memperbanyak istighfar dan dzikrullah.
Istighfar dan dzikrullah itu ibarat obat penyakit, sementara ghibah adalah
pantangannya.
Kelima, memintakan maaf dan ridhanya
terhadap orang yang pernah digunjingnya, dengan bersamalan, saling mengucapkan
salam, hilangkan dendam, tumbuhkan ruhamaa, kasih sayang. Sehingga tumbuh
persaudaraan dan kekuataan bersama. Itulah hakikat berjama’ah, saling
melengkapi. Sebab semua kita punya kelemahan dan kekurangan.
Mengenai terapi ghibah ini, seorang ulama
Imam An-Nawawi di dalam Kitab Al-Adzkar mengatakan, “Ketahuilah, hal yang
seharusnya dilakukan seseorang yang mendengar seorang muslim dipergunjingkan,
maka hendaklah dia mencegah dan menghentikan pembicaraan itu. Andaikan orang
yang menggunjing itu tidak mau berhenti setelah diingatkan dengan kata-kata, maka
hendaklah diingatkan dengan tangan. Seandainya orang yang mendengar ghibah tadi
tidak mampu mengingatkan dengan tangan maupun dengan lisan, maka hendaklah dia
meninggalkan tempat itu”.
Begitulah Allah memerintahkan muslimin
untuk berjama’ah saling bersaudara karena Allah, jauhi persengketaan. Seperti
firman-Nya :
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا
وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ
أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ
إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم
مِّنۡہَاۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ
تَہۡتَدُونَ
Artinya : “Dan berpegang teguhlah kalian
semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah dan janganlah kalian
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian,
lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan
kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat
petunjuk”. (Al-Quran Surat Ali Imran ayat 103).
Di dalam sebuah hadits shahih
dijelaskan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا
وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ
وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ
يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ
إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ
وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu, bersabda Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Janganlah saling
menghasud, janganlah saling mengecuh, janganlah saling membenci, janganlah
saling membelakangi, janganlah sebagian kamu menjual atas jualan sebagian yang
lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim yang satu adalah
saudara muslim yang lain, ia tidak boleh menzaliminya juga tidak boleh
merendahkannya dan juga tidak boleh menghinanya. Taqwa itu di sini -beliau
sambil berisyarat pada dadanya 3 kali-, cukuplah seseorang (dikatakan) berbuat
jahat jika ia merendahkan saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim
yang lain haram (terpelihara) darahnya, hartanya dan kehormatannya. (HR
Muslim).
Pertanyaan M10
1. Assalaamu'alaikuum
wr.wb
Bunda..memang sangat sulit
sekali menjaga lidah ini terkadang lidah tak terucap hati yang terucap walau
tak diketahui orang lain dan hanya Allohlah yang mengetahuinya, lidah dan hati
tidak sinkron. Bunda, bagaimana tipsnya agar hati dan lidah ini sejalan
Jawab
Waalaikumsalam bunda
shalihah...
Sibukan diri dalam
kebaikan niscaya kan terhindar dari keburukan. Berhati-hati dalam pergaulan
lantaran bahaya lisan kadang tak mampu tertahan. Waspada terhadap isi dari
obrolan lantaran kita tak tahu seperti apa tipu daya setan.
2. Bagaimana ya bun bila
ingin meluruskan suatu masalah terhadap orang yang temperamen dan yang suka
memfitnah, apakah harus diam?
Jawab
tabayun/klarifikasi... Jika
mampu dan berani sendiri. Namun jika tidak berani mintalah bantuan orang lain.
Jika sulit... Meminimalisir interksi dengan orang yang berperangai seperti itu
3. Assalamu'alaikum
Membaca kajian hari ini
sangat bagus, saya hanya bisa beristigfar. "ghibah dan fitnah"
terkadang lidah ini tanpa di sadari suka bergibah ketika berkumpul dengan
ibu" yang ingin di tanyakan jika telah melakukan ghibah dan setelah
menyadarinya apakah kita harus segera meminta maaf pada orang tersebut dan
mengakui kesalahan kepada orang tersebut?
Jawab
Banyak beristighfar dan
memintakan maaf dan ridhanya terhadap orang yang pernah digunjingnya, dengan
bersamalan, saling mengucapkan salam, hilangkan dendam, tumbuhkan ruhamaa,
kasih sayang. Sehingga tumbuh persaudaraan dan kekuataan bersama. Itulah
hakikat berjama’ah, saling melengkapi. Sebab semua kita punya kelemahan dan
kekurangan.
Pertanyaan M11
1. Bagaimana menahan
emosi/ kekeselan terhadap orang yang mngunjing kita. Di depan kita manis di belakang
pait. Kadang kalau ingat perbuatan orang tersebut bawannya emosi terpendam, di
tahan-tahan ya Allah, sabar. Walaupun kejadian itu misal baru/sudah lama bagaimana
menghilangkannya. Apakah diem lebih baik? Dan bagaimana jika hal itu terulang hanya
karena kita diam.
Jawab
Haditsnya kan jelas, “Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkata yang baik atau diam.”
Ngikuti perilaku orang yang
seperti itu kadang menghabiskan energi. Cari kesibukan yang membuat kita lupa tentang
sakit hati kita pada seseorang. Hibur diri dengan membaca keutamaan-keutamaan
orang yang sedang didzalimi. Syukuri saja. Jadi pengurang dosa
2. Bagaimana menghadapi
orang yg sering banyak bertanya mengenai apa-apa yang saya yakini dalam sunnah,
didepan saya manggut-manggut dan iya-iya tapi ketika di belakang bilang saya
begini dan begitu, ajaran saya aneh, terlalu fanatik.
Apa salah bila sekarang
saya menjaga jarak?
Jawab
Seperti apa rasulullah
berdakwah? Para sahabat, dan para nabi. Mereka dicaci dimaki jg dimusuhi. Dan
kita? Maju terus dan pantang menyerah tetap sampekan kebenaran. Tetap bersikap
yang baik. Dan jaga sikap kedepankan ukhuwah. Saya juga mengalami hal seperti
itu. Tetap tersenyum...
Pertanyaan M12
1. Afwan ustadzah, saat
kita menyampaikan suatu ilmu, bagaimana jika ada seseorang yg menganggap kita
hanya bisa omong saja, tidak bisa melaksanakan apa yang kita omongkan.(misal
dalam satu grup wa, tidak pernah bersua)
Jawab
Dakwah sebenarnya harus
talaqqi... Bertatap muka. Namun ada istilah tsiqah. Maka dari itu keteladanan
yg diutamakan. Tetap lakukan yang terbaik. Hindari prasangka buruk dengan orang
lain. Dan jika ada yang berprasangka buruk maka klarifikasi. Komunikasi yang
baik menjadi kata kuncinya
2. Bagaimana ustadzah agar
kita selalu semangat dengan kebaikan, saya guru mengajar di 3 sekolah. Mereka
rata-rata ilmu agamanya pas-pasan sudah diminta menjadi murobi di 3 sekolah tersebut
guru-gurunya juga, belum tetangga juga kadang saya lelah dan malas bund. Pengennya
fokus sama anak sendiri yang sudah seharian saya tinggalin, nggak tega juga
hanya sisa-sisa waktu yang saya beri, ilmu agama saya juga masih sedikit. Serta
bagaimana cara menangani anak usia 4 thn yang perbendaharaan kata semakin banyak
dan terselip ada kata-kata yang kurang enak di dengar karena lingkungan di luar
sangat dominan, anak saya sering mngucapkan kata-kata yang kurang pantas
Jawab
Ingatlah buah dari
menjalankan amanah. Hidup kita ini berbatas. Dan batas waktu kita tak kita
tahu. Dan bekal mana yang mampu jadi pengetuk pintu maghfirah Nya. Sementara
dakwah berpahala jariyyah. Untuk anak tetap jadi kewajiban utama. Maka
kedisiplinan dalam menajemen waktu harus tertata. Jika ada pengaruh buruk kita
benahi terus dan terus. Karena bisa jadi itu adalah cara Allah mendidik kita
melalui anak-anak kita. Supaya kita bs belajar dan belajar
Pertanyaan M14
1. Sebagai perempuan
seringkali nggak sadar, mbak.. Plos.. Tiba-tiba keluar lah membicarakan orang
lain. Bagaimana mengontrolnya? Lalu bagaimana membedakan ghibah dengan mencari
solusi dalam musyawarah?
Jawab
Tetap ada kontrol diri...
Kepeleset itu gpp tapi jangan sengaja diplesetin saja. Waspada akan tipu daya
setan yg menggoda. Setan itu akan nempel dimana saja di tubuh kita yang ada
peluang untuk mejerat diri kita ke lembah maksiat.
Pertanyaan M15
1. Ustadzah terkadang kita
berbicara tidak bermaksud menyakiti tapi tanpa tersadar membuat orang lain
tersinggung, apa kita berdosa?
Jawab
Manusia tempat salah. Jika
tak sengaja wajar karena manusia. Tapi menjadi pribadi yang hati-hati itu
wajib. Banyak istighfar dan minta maaf meski ga sngaja
Pertanyaan M17
1. Bagaimana menyingkapi
jika ada orang yang bicaranya benar tapi kadang menyinggung orang lain dia tidak
bermaksud menyinggung tapi bahasa dan intonasinya yang membuat orang
tersinggung. jadi dia berfikir lebih baik diam saja dari pada menyampaikan yang
benar atau orang tersinggung. apa benar tindakannya?
Jawab
Sudah benar. Kadang ada orang
yang maaf sakit jiwanya
>Maksudnya sakit jiwa gimana?
Jawab
Hatinya yang sakit. Jauh dari
petunjuk
2. Bagaimana caranya
menyembuhkan penyakit hati, ustadzah? Apakah perlu ruqyah?
Jawab
Jawab
Beberapa obat untuk
menyembuhkan penyakit hati kita :
a. Tidak Banyak Bicara
Terlalu banyak bicara
dapat membuat hati kita menjadi keras. Berbicaralah yang tidak penting
secukupnya dan hindari menjadi orang yang omong besar, omdo / omong doang,
pembual, tukang bohong, ghibah, ngerumpi, dan lain sebagainya. Banyak bicara
dalam kebaikan boleh-boleh saja seperti untuk mengajar, petugas pelayanan,
ngobrol biasa dengan teman, tetangga, keluarga, dan lain sebagainya.
b. Menjaga Emosi Dan
Nafsu
Emosi dapat membuat
hidup menjadi tidak tenang. Oleh karena itu kita sebaiknya selalu menjaga emosi
kita agar tidak menjurus ke penyakit hati. Beberapa contoh nafsu yang harus
kita tundukkan antara lain seperti nafsu akan harta, nafsu seks, nafsu makan,
nafsu jabatan, nafsu marah, nafsu mewujudkan impian, dan lain sebagainya. Salah
satu cara untuk melatih emosi dan nafsu kita adalah dengan melakukan ibadah
puasa, baik puasa sunah maupun puasa wajib ramadhan.
c. Selalu Mengingat
Allah SWT
Ada beberapa cara untuk
dapat selalu mengingat Allah SWT yaitu seperti dengan rajin sholat baik sholat
wajib lima waktu, shalat tahajud, sholat dhuha, solat malam, dan lain-lain.
Selain itu zikir, doa dan mengaji atau membaca al-qur'an juga dapat
menghindarkan kita dari penyakit hati. Diharapkan dari mengingat Allah SWT kita
menjadi takut atas ancaman Allah SWT jika kita melakukan dosa yang disebabkan
oleh penyakit hati dan perbuatan maksiat.
d. Bergaul Dengan Orang
Saleh / Soleh
Dengan berteman dengan
orang-orang yang penuh dengan penyakit hati hanya akan menulari kita dengan
penyakit-penyakit itu sehingga kita akan semakin jauh dari Allah. Salah
pergaulan juga dapat menambah dosa akibat perbuatan maksiat yang baik disadari
atau tidak telah kita lakukan. Lain hal apabila kita bergaul dengan orang
shaleh yang selalu menjaga dan membatasi diri dalam pergaulan agar mereka tidak
terjerumus dalam maksiat.
Semoga anda selalu
terhindar dari penyakit hati, serta masalah yang disebabkan olehnya.
Pertanyaan M18
1. Bagaiimana menghindari orang
yang selalu ghibah? padahal dia orang dekat kita?
Jawab
Selalu mengingatkan
bahayanya, beri nasihat bijak. Minimalisir pembicaraan yang mengantarkan pada
ghibah juga fitnah. Karena jika benar itu ghibah dan jika yang diomongkan salah
nah itu fitnah
2. Jika seseorang
bertetangga dilingkungan tersebut menganut saling pinjam. jika ada orang yg
tidak ikut seperti itu digunjing.. salah tidak ya umm?
Jawab
Tidak salah. Kita ga mau
minjam kok disalahkan hehe. Digunjing? Tidak masalah. Mengurangi dosa kita. Suatu
ketika jika ada kesempatan saling beri tausiyah tentang ghibah dsb
3. Ada lagi ada seorang
teman dia suka sekali bagi-bagi makanan ke tetangga baik enak maupun ga enak orang
satunya bilang "makanan kayak gini kok ya dibagikan" yang lain
menimpali.. "lha iya".. padahal orang yang bagi-bagi makanan emang
sifatnya suka bagi-bagi gimana tu umm? terimakasih umm.. jazakillah
Jawab
Diingatkan saja, dengan
cara yang santun. Jangankan mencela orang. Mencela makanan saja tidak
dibolehkan
4. Kalo bertetangga jarang
keluar karena tiap ikut nimbrung ujung-ujungnya ngomongin orang laen. gimana
umm sebaiknya dalam bermasyarakat?
Jawab
Tetap bermasyarakat. Tapi
waspada saja. Kadang sulit langsung memaksa mereka dalam keadaan seperti kita.
Tunjukkan dengan keteladanan. Sikap baik kita yang jadi ukuran. Berserah diri pada
Allah dalam menjalani kehidupan ini
5. Kalo bersosialisasi di
dunia maya termasuk gibah ga? misal di wa, BBM, faceboo, twiter?
Jawab
Sama dulu lisan sekarang
berkembang ke tulisan.
Pertanyaan M19
1. Assalamualaikum
bun..saya mau bertanya, saya mempunyai teman sebut saja si A yang mempunyai
sifat tidak baik dalam berteman dan tidak amanah (karena si A ini sudah kenal dengan
saya dan pernah mengecewakan saya & beberapa teman kami juga) sedangkan si
A dikenal secara umum pintar bergaul, suatu hari si A dipilih mengemban jabatan
penting diorganisasi kami karena si A orangnya pintar dalam bergaul dan mudah
mendapat simpati orang-orang. Bagaimana sikap saya disatu sisi saya tidak ingin
membuka aibnya tapi kalo saya diam saja saya takut terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan Bagaimana saya harus bersikap? karena selama ini saya tetap memberi
masukan yang baik jika ada teman yang bertanya tentang si A (afwan
pertanyaannya kepanjangan..Jazakillah)
Jawab
Menegakkan kebenaran
adalah bagian dari kewajiban. Boleh menyampaikan untuk kebermanfaatan. Bukan
lantaran kebencian kita. Masukan yang diberikan teruskan saja. Namun perlu kita
ingat bahwa Allah memberikan petunjuk bagi siapa saja yang dikehendaki
2. Ustadzah boleh nanya ya
bagaimana hukumnya dengan seorang yang curhat karena telah difitnah oleh orang
lain karena sudah tak sanggup menghadapi si pemfitnah tersebut? Amalan apa yang
sebaiknya dilakukan saat kita sedang difitnah?
Jawab
Jika untuk mencari solusi
yang terbaik tidak masalah. Bukan didasari pada dendam dsb
Jika dirasa tidak ada
pertanyaan mohon undur diri
Mohon maaf jika terlepas
khilaf
Jazakumullah khairon katsiron
Wassalamualaikum wr wb...
Dan do'a kafaratul
majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد
ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment