Seberapa pentingkah islam dalam urusan makanan? untuk menjawabnya, silahkan baca surat 'Abasa ayat 24. Sudah dibuka mushafnya? Allah berfirman yang artinya:
"Hendaklah manusia memperhatikan makanannya"
Ini menunjukkan dalam islam, makanan adalah perkara yang prinsip. Di ayat ini Allah mengingatkan manusia agar memperhatikan makanannya. Kenapa? karena makan dan minum adalah kebutuhan mendasar bagi manusia. Perintah memperhatikan makanan adalah isyarat agar manusia hati-hati, tak asal makan dan minum sebelum mengetahui hakikat makanan dan minuman yang akan ia konsumsi. Pertanyaannya, bagaimana perhatian kita kepada makanan hari ini?
Ternyata makanan erat hubungannya dengan langkah-langkah setan
Binatang Ternak (Al-'An`ām):142 - dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Ayat 142 adalah tuntunan umum yang terkait makanan. Jadi al-Qur'an membolehkan kita memakan hewan ternak, tidak perlu ikut-ikutan jadi vegetarian. Coba perhatikan ayat setelahnya al-baqoroh 168. Kalau kita baca albaqarah 169, disitu diterangkan
"Sesungguhnya setan hanya menyuruh kalian untuk berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kalian ketahui.”
Perintah makan juga seringkali berdampingan dengan larangan berlebih-lebihan atau melampaui batas. Hal ini sebagai etika pembeda antara makan yang bernilai ibadah dan sebaliknya. Jika dikaitkan dengan ayat di atas, maka salah satu bentuk tidak mengikuti langkah setan adalah tidak makan dan minum berlebih-lebihan. Ada yang tau bedanya berlebih-lebihan dengan melampaui batas?
Jika kita makan tidak berlebihan atau melampaui batas, maka ia bernilai ibadah. Jika berlebihan atau melampaui batas, maka ia tidak lagi bernilai ibadah, melaikan mengikuti langkah-langkah setan. Silahkan dibuka mushafnya dan simak dua ayat ini: al-a'raf ayat 31 dan almaidah ayat 87
al-a'raf 31: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
almaidah 87: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Maka ketika dalam keadaan baik, normal, makanan tersedia dengan mudah, janganlah kita makan berlebih-lebihan sedangkan ketika kita dalam keadaan sulit, darurat maka makanlah bahkan sesuatu yang tadinya haram menjadi halal, tetapi jangan melampaui batas maka ketika kita tidak menemukan makanan selain babi misalnya, maka kita dihalalkan makan sebanyak yang kita butuhkan untuk bertahan hidup saja, jangan sampe satu ekor ludeS. Ketika puasa misalnya, lalu datang waktu berbuka, jangan sampai kita makan minum berlebihan yang mengakibatkan kita kehilangan nilai ibadahnya
Kembali ke tema halalan thoyyiban. Kriteria yang paling mengikat dalam tuntunan makan dan minum adalah pemenuhan kriteria halal thayyib (halal dan baik). Sebanyak empat kali Al-Qur'an memerintahkan untuk mengkonsumsi makanan yang bersifat halal thayyib:
1. Al-Baqarah: 168
2. Al-Ma'idah: 88
3. Al-Anfaal: 69
4. An-Nahl: 114
Surah al-Baqarah : 168 dikaitkan dengan larangan mengikuti langkah-langkah setan
surah al-Ma'idah : 88 yg dikaitkan dgn perintah bertakwa
surah al- Anfal: 69 yg berisi perintah makan dari harta rampasan perang yang dikaitkan dengan perintah bertaqwa
surah an-Nahl : 114 yang disandingkan dengan perintah bersyukur kepada Allah
Jadi makanan yang halal dan baik itu juga erat kaitannya dengan takwa dan syukur. Bagaimana sikap kita terhadap apa yang kita makan dan minum, ternyata erat kaitannya dengan ketakwaan dan rasa syukur. Kata halal thayyib selalu dirangkaikan dalam ayat-ayat yang berbicara tentang makanan secara berdampingan, sehingga pemenuhan kriteria halal thayyib merupakan sebuah keharusan. Apalagi secara redaksional kedua kata tersebut tidak dipisahkan dengan kata sambung seperti و yg ًberarti “dan” atau أو yang berarti “atau”. Melekatnya kedua kata itu pada makanan dan minuman menjadi isyarat bahwa tidak cukup hanya memenuhi salah satunya, baik halal maupun thayyib tetapi keduanya harus terpenuhi secara bersamaan.
Sifat Halal untuk menghindari penyakit mental, batin, dan rohani. Kriteria ini berada di urutan pertama yang mengisyaratkan urgensinya yang lebih tinggi. Sifat thayyib untuk mencegah penyakit jasmani. Jika tidak halal atau tidak thayyib, apalagi tidak halal dan tidak thayyib maka dilarang mengkonsumsinya, sehingga terjaga kebaikan dan kesehatan lahir dan batin
Ibnu Taimiyah menjabarkan makna thayyib dalam kitab Majmu’ Fatawa, yaitu sesuatu yang membuat baik jasmani, rohani, akal dan akhlak manusia. Lawan dari kata thayyib adalah khabits, yaitu sesuatu yang menjijikkan dan dapat merusak fisik, psikis, akal dan akhlak seseorang. Karnanya, mengkonsumsi makanan yang halal dan baik merupakan perintah Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang beriman. Bahkan nilai perintah ini disejajarkan dengan nilai bertaqwa dan bersyukur kepada Allah, seperti di surah al-Ma'idah:88 dan An-nahl :114
Pada tataran aplikasi, pemaknaan kata thayyib terus mengalami perkembangan dan perluasan makna sejalan dengan perkembangan pengetahuan tentang gizi, nutrisi dsb. Intinya bagaimana makanan itu memenuhi standar gizi yang seimbang, tidak mengandung zat yang membahayakan, aman dikonsumsi dan bermanfaat bagi kesehatan. Jadi jangan coba-coba makan beras dari plastik dan sejenisnya atau makanan yang tidak ada nilai gizinya atau bahkan membahayakan kesehatan
Tuntunan lain yang mendapat perhatian besar Al- Qur'an terkait makanan dan minuman adalah pesan kesederhanaan, dalam arti proporsional, seimbang tidak berlebih lebihan, dan tidak melampaui batas. Seperti pesan Allah swt, "Makan dan minumlah kalian, dan jangan berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang yang berlebih-lebihan.” (al-A'raf: 31)
Tuntunan ini diperkuat dengan sabda Rasulullah, "Tidak ada yang dipenuhkan manusia lebih buruk dari perut, cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus (memenuhkan perut), maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernafasan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Maka marilah mulai sekarang kita perhatikan apa-apa yang kita makan dan minum. Kita teliti kehalalannya, dan kita teliti kebaikannya agar kita termasuk orang-orang yang bertakwa, bersyukur, dan tidak mengikuti langkah-langkah setan.
Kurang lebihnya saya mohon maaf, semoga bermanfaat
sekian dan terima kasih
DISKUSI
1. Harusnya makanan yang halal dan thoyib diurus negara apakah bisa stadz? karena khawatir juga yang palsu palsu itu termakan
Jawab
Tugas pemimpin salah satunya menjamin pemenuhan kebutuhan yang dipimpin. Jika kita terlanjur mengonsumsi dan tidak tahu apa hukumnya
2. Ustadz sekarang ini banyak makanan yang halal tapi ternyata berformalin atau mengandung pengawet.
Jawab
Nah, itu makanan berformalin masuk kategori halal tetapi tidak thoyyib
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah: 286)
Akan tetapi dengan syarat kita telah maksimal berikhtiar seperti misalnya teliti dan mempelajari ciri-ciri makan berformalin atau mengenal penjualnya dengan baik
Cukup ya
Kita tutup dengan Doa Kafaratul majelis
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
--------------------------------------------------
Hari / Tanggal : Kamis, 04 Juni 2015
Narasumber : Ustadz Dian Alamanda
Tema : Kajian Islam
Notulen : Ana Trienta
Narasumber : Ustadz Dian Alamanda
Tema : Kajian Islam
Notulen : Ana Trienta
Kajian Online Telegram Hamba اَﻟﻠﱣﻪ Ta'ala
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT




0 komentar:
Post a Comment