Kajian Online WA Hamba الله SWT
Selasa, 31 Mei 2016
Narasumber : Ustadz
Hizzbullah
Kajian Link Ramadhan Pekan-1 Grup Nanda
Tema : Tarhib Ramadhan
Editor : Rini Ismayanti
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita
nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul
qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah
hasanah kita, pejuang peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT
yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga
kita mendapatkan syafaat beliau di hari akhir nanti. Insya Allah aamiin
ADAB-ADAB BERPUASA RAMADHAN
Sesungguhnya puasa itu memiliki banyak adab sebagai
penyempurnanya. Adab-adab tersebut terbagi dua,
1. Adab-adab yang wajib yang harus diperhatikan dan dijaga oleh
orang yang berpuasa
2. Adab-adab sunnah yang selayaknya dikerjakan.
Di antara adab yang wajib adalah orang yang berpuasa juga harus
melaksanakan berbagai ibadah lain yang telah Allah wajibkan, baik itu berupa
perkataan maupun perbuatan. Salah satu contoh yang paling penting adalah shalat
wajib, yang merupakan rukun Islam yang paling mendasar setelah dua kalimat
syahadat. Ia wajib diperhatikan dengan menjaga rukun, kewajiban, syarat dan
waktu pelaksanaannya di masjid secara berjama'ah. Ini merupakan bagian dari
ketakwaan yang juga menjadi alasan diwajibkannya puasa atas ummat ini.
Menyia-nyiakan shalat akan meniadakan ketakwaan dan menyebabkan terjadinya
hukuman.
Ada orang yang berpuasa tetapi meremehkan shalat berjama'ah,
padahal hal itu merupakan kewajibannya. Apabila Allah telah memerintahkan pelaksanaan
shalat berjama'ah dalam kondisi peperangan dan ketakutan, maka pada saat
tentram tentu lebih ditekankan.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».
Disebutkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Ada pria buta yang
mengadu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, ya Rasulullah,
aku tidak mempunyai penuntun yang membimbingku ke masjid" Beliau lalu
memberinya keringanan untuk tidak hadir shalat berjamaah, Namun, tatkala dia
hendak pergi, Rasulullah صلى الله عليه وسلم memanggilnya
kembali, lalu bertanya, "apakah engkau mendengar panggilan shalat?"
Dia menjawab, "Ya" Beliau bersabda: "Maka penuhilah panggilan
tersebut" (HR. Muslim)
Lihatlah, betapa Rasulullah صلى الله علبه وسلم tidak
memberi keringanan terhadap pria tersebut, padahal dia orang buta yang tidak
mempunyai penuntun.
Orang yang meninggalkan shalat berjama'ah telah menyia-nyiakan
suatu kewajiban sekaligus menghalangi dirinya sendiri dari kebaikan yang banyak,
berupa berlipat gandanya kebaikan. Dia juga tidak mendapatkan keuntungan sosial
yang didapat dari berkumpulnya kaum muslimin ketika pelaksanaan shalat
berjamaah seperti tenteramnya rasa persatuan, cinta, nilai pendidikan, bantuan
kepada pihak yang membutuhkan, dan lain sebagainya.
Ada juga orang yang benar-benar teledor di dalam masalah shalat,
sampai-sampai dia shalat di luar waktu yang ditentukan disebabkan tidurnya.
Sebagian ulama berkata: "Barangsiapa yang mengakhirkan shalat di luar
waktunya tanpa adanya udzur syar'i maka shalatnya tersebut tidak diterima
meskipun ia melakukannya sebanyak seratus kali. Sholat yang dilakukan di luar
waktu yang ditentukan itu tidak sesuai dengan perintah Nabi صلى الله علبه وسلم. Oleh karena
itu, shalatnya tertolak dan tidak diterima.
Adab-adab berikutnya yaitu harus menjauhi perkara yang diharamkan
oleh Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya,
dia tidak boleh berdusta. Dan yang dimaksud dengan dusta adalah memberikan
kabar yang tidak sesuai dengan realita. Perbuatan dusta yang paling besar
adalah dusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, seperti menisbatkan halal dan
haramnya suatu perkara kepada Allah atau Rasulullah صلى الله عليه وسلم tanpa ilmu. Firman Allah,
{وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ (116) مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ } [النحل: 116، 117]
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta *ini halal dan ini haram* untuk
mengada-ngadakan kebohongan kepada Allah. Sesungguhnya orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung. (Itu adalah)
kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka adzab yang pedih" (QS. an-Nahl :
116-117)
Beliau ثلى الله عليه وسلم bersabda,
مَنْ كَذّبَ عَلَيّ مُتَعَمّدًا فَلْيَتَبَوّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النّارِ.
"Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah
ia mempersiapkan tempat duduknya di Neraka" (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Orang yang berpuasa juga wajib menjauhi ghibah, yaitu menyebutkan
sesuatu yang tidak disukai dari saudaranya tanpa sepengetahuannya, baik itu
memang benar ataupun tidak, dan baik itu berkaitan dengan bentuk fisiknya dalam
rangka untuk menyebarkan aib atau menghinanya, ataupun berkaitan dengan tingkah
lakunya. Larangan terhadap ghibah juga disebutkan di dalam Alquran.
Sampai-sampai Allah menyerupakan perbuatan ghibah dengan gambaran yang paling
buruk, yaitu seperti seorang yang memakan daging saudaranya yang telah menjadi
bangkai.
Nabi صلى الله علبه وسلم juga
mengabarkan bahwa ketika beliau naik ke langit (pada peristiwa Isra'dan
Mi'raj), beliau melalui sekelompok orang yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga,
mereka mencakari wajah dan dada mereka dengan kuku tersebut. Beliau bertanya:
مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيْلُ؟ قَالَ : هَؤُلاَءِ الّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لَُحُوْمَِ النّاسِ وَ يَقَعُوْنَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
"Siapakah mereka itu wahai Jibril?" Jibril menjawab,
"Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (berbuat ghibah)
dan menodai kehormatan mereka" (HR. Abu Dawud)
Orang yang berpuasa juga wajib menjauhi namimah (mengadu domba),
yaitu menukil perkataan seseorang tentang orang lain untuk merusak hubungan
baik di antara keduanya. Perbuatan ini masuk ke dalam kategori dosa besar.
Rasulullah صلى الله علبه وسلم bersabda,
« لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ ».
"Orang yang sering melakukan namimah tidak akan masuk
Surga" (Muttafaq 'alaihi).
Di dalam shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim ada riwayat
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
"Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Suatu ketika Nabi
berjalan melewati dua kuburan lalu bersabda, "Kedua penghuni kuburan ini
sedang diadzab, dan mereka berdua diadzab dengan sebab dua perkara: yang
pertama menerima adzab dengan sebab tidak bersuci setelah buang air kecil, dan
yang kedua dengan sebab melakukan namimah" (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ingatlah, barangsiapa menceritakan perkataan jelek mengenai orang
lain kepadamu, maka ia juga akan menceritakan perkataanmu kepada orang lain,
maka berhati-hatilah.
Pelaku puasa juga wajib menjauhi tipu daya dalam seluruh
mu'amalah, baik itu di dalam jual beli, sewa-menyewa, kerajinan tangan,
pegadaian, ataupun selainnya. Perbuatan ini termasuk dosa besar, Nabi صلى الله علبه ويلم telah berlepas diri dari pelakunya. Beliau bersabda,
مَنْ غَشّنَا فَلَيْسَ مِنّا
"Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk dari
golongan kami" Dan dalam lafazh yang lain: "Barangsiapa yang menipu
maka ia tidak termasuk dari golonganku" (HR. Muslim)
Tipu daya itu akan menghilangkan amanah dan kepercayaan manusia.
Dan setiap penghasilan yang didapat dari tipu daya adalah penghasilan yang
haram dan kotor, tidak akan menambah pemiliknya kecuali hanya semakin jauh dari
Allah.
Semoga Allah subhanahu wa تعالى menjadikan kita termasuk orang-orang yang menjalankan ibadah puasa
dengan benar, dan semoga puasa yang kita lakukan diterima Allah تعالى
أمين
TANYA JAWAB
M110
Q : Apabila seseorang sedang makan sahur kemudian muadzin
mengumandangkan adzan apakah wajib baginya untuk membuang / mengeluarkan
apa-apa yang ada di mulutnya.
A : Jika yang dimaksud adalah adzan shubuh, maka segala yang ada
dalam mulut haruslah dimuntahkan keluar, karena adzan shubuh adalah batasan
waktu sahur.
Q : Apa hukumnya bagi seorang wanita yang haidh, sedang ia dalam
keadaan shaum yang haidhnya itu dengan jarak yang sedikit sebelum berbuka?
A : Dia wajib membatalkan puasanya
Q : Mau tanya ustdz.. Di daerah saya lagi musim tanam, biasanya
klo orang menanam itu dibawain makanan.... Trus bagaimana hukumnya seseorang
yang menyediakan makanan (dalam puasa) karena biasanya orang yang menanam itu
yang minta..
A : Kalau yang minta seorang muslim, jangan dibawakan.
M111
Q : Mau nanya mba. Shalat jamaah di mesjid ini.. Saya
pernah dengar. Kalo di anjurkan untuk laki-laki saja. Wanita
katanya lebih di anjurkan untuk di rumah. Bagaimana itu ustad?? Apa
benar??
A : Naam, memang itu yang sebenar, tempat ibadah terbaik seorang
wanita adalah di rumahnya, dan yang terbaik dari yang terbaik adalah di dalam
kamarnya yang kecil. Namun, jika seorang wanita ingin sholat berjama'ah di
masjid ia diperbolehkan jika mendapat izin dari mahramnya, dan akan lebih baik
berangkat dengan mahramnya (tidak berangkat sendiri), dan jangan pernah
menggunakan minyak wangi, serta bersolek, dah harus menghindari jalan yang
biasa di gunakan oleh para laki-laki, serta jangan pernah mengangkat
pandangannya, apalagi dengan sengaja memperlihatkan wajahnya terhadap laki-laki
non mahram selama diperjalanan dan di dalam masjid, usahakan berwudhu di rumah.
Q : Assalamualaikum. ... bertanya ustadz, di kelompok arisan saya
ada yg bersitegang, kedua belah pihak ini bercerita kepada saya, saya risih
sebenarnya, kadang saya bohong ustadz, misalkan pada saat bicara dengan si A :
Saya bilang bahwa si B tidak bermaksud menjelekan dia dan sebaliknya dengan
harapan mereka bisa saling memaafkan ustadz, apakah ini termasuk gibah ustadz,
saya bingung, mau saya hindari ini keduanya teman saya... gimana sebaiknya
sikap saya ya ustadz, mohon saran... terimakasih.
A : Fasilitasi agar mereka bisa bertemu, agar mereka bisa
berbaikan kembali.
M113
Q : Kalau cerita sama teman tentang orang lain. Karena kita sebel
sama orang itu. Atau kita merasa bhagia karena orang lain. Istilahnya 'curhat'.
Apa sama dengan ghibah? Tapi saya cuma curhat saja sih, paling minta solusi
sama temanku tadi baik nya bagaimana..Klo seperti itu boleh tidak ya?
A : Jika menceritakan keburukan yang benar maka dinamakan ghibah,
jika menceritakan keburukan yang tiada dilakukan namanya fitnah. Menceritakan
kebaikan orang lain kepada orang lain adalah sebuah kebaikan, dengan syarat
tanpa berlebihan.
M116
Q : Assalamualaikum. Ustadz bagaimana hukum menggosok gigi saat
puasa dan kumur-kumur saat wudhu waktu puasa?
A : Berkumur dan menghirup air dari hidung saat berpuasa,
hati-hati, jaga jangan sampai ada air yang masuk kerongkongan. Sikat gigi, yang
ana ketahui ada ulama yang membolehkannya, dengan syarat tidak menggunakan
pasta gigi.
M112
Q : Penjelasan ust di atas mengatakan bahwasanya “jangan pernah
menggunakan wewangian dan bersolek saat hendak shalat..”Tapi kan ust saya
pernah mendengar salah satu da'iah di tv swasta bahwasanya boleh bersolek saat
shalat dan saya pernah juga bertanya dengan seorang ustadzah kenalan saya
tentang pemakaian parfum saat hendak shalat dan beliau mengatakan boleh.. Mohon
penjelasannya ust.
A : Hal ini terkait dengan sebuah atsar ...
لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت لبست أطمار وليدتها
"Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai
wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan demikian dan demikian. Hendaklah
kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika keluar rumah hendaknya memakai
kain jelek yang biasa dipakai oleh budak perempuan" Ibrahim mengatakan,
"Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang memakai wewangian itu sampai
ngompol karena takut (dengan Umar)" (Abdur Razaq)
atsar tadi terkait erat dengan hadits,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
"Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui
sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka
perempuan tersebut adalah seorang pelacur" (HR. an-Nasa'i no. 5129, Abu
Daud no. 4173, Tirmidzi no. 2786 dan Ahmad 4: 414)
Itu perihal wewangian, sedangkan mengenai berhias,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu ..."
(QS. al-Ahzab : 33)
Hal ini terkait dengan adab-adab ketika seorang wanita keluar dari
rumahnya. Kalau ia sholat di rumah, silahkan kenakan pakaian terbaik, wangian
yang harum, karena ia di tempat yang terbaik untuknya.
Q : Maaf ustadz, mau tanya mengenai batasan makan sahur tadi.
Apakah batasnya akhir adzan atau dimulainya adzan?
A : Saat awal adzan berkumandang karena
itu menandakan masuknya waktu shubuh.
M104
Q : Klo orang yang kerja di lapang kan berat tuh untuk puasa,,
bisa di qodho ga? Karena klo ga salah pernah baca ada yang bilang klo
membatalkan puasa bukan alasan syari, meskipun diganti puasa selama setahun pun
itu ga bisa diterima..
A : Kerjanya apa? Kalau tukang bangunan, yang ia bukan tukang baru, artinya ia sudah terbiasa dengan pekerjaannya, maka usahakan berpuasa pasti bisa, untuk urusan ibadah kita selalu memandang begitu berat dalam pelaksanaan, padahal ketika kita lawan, akan terasa sangat bermakna.
A : Kerjanya apa? Kalau tukang bangunan, yang ia bukan tukang baru, artinya ia sudah terbiasa dengan pekerjaannya, maka usahakan berpuasa pasti bisa, untuk urusan ibadah kita selalu memandang begitu berat dalam pelaksanaan, padahal ketika kita lawan, akan terasa sangat bermakna.
Q : Kerjanya tambang,, eksplorasi jadi naik turun keluar masuk
gunung gitu,, mau ganti tapi katax ada hadist yang bilang gitu, ga boleh jadi
gimana?
A : Sabar, jalani puasa semampunya, usahakan dulu. Jika hari itu memang sudah tak mampu, karena terasa terlalu berat, berbukalah dan ganti dihari lain, kalau selalu berulang setiap ramadhan, lebih ahsan cari pekerjaan lain, karena Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadanya Allah tidak memerlukan rezeki yang didapat oleh manusia.
A : Sabar, jalani puasa semampunya, usahakan dulu. Jika hari itu memang sudah tak mampu, karena terasa terlalu berat, berbukalah dan ganti dihari lain, kalau selalu berulang setiap ramadhan, lebih ahsan cari pekerjaan lain, karena Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadanya Allah tidak memerlukan rezeki yang didapat oleh manusia.
M114
Q : Sekarang kan lagi zaman kalau di perkumpulan anak muda
sekarang klu kita ga hadir kita di omongin kalau kita hadir temen kita di
omongin gimana sebagai sikap kita yang di omongin n gimana sikap kita kalau temen
kita ngomongin temen kita yang lain?? Kadang kita juga ke bawa ikutan ngegosip
temen itu ustad
A : Itu ghibah segera hindari jika akan ada ghibah.
Q : Assalamu'alaikum ust...bulan romadhon biasanya selalu
dibanyakin tilawah sampe khatam berkali-kali bahkan bisa sampe 5 atau 6 x...nah
target bulan romadhon sekarang selain dengan tilawah diiringi taddabur...apa
bisa dikatakan mundur ya stadz..secara ketika taddabur otomatis target tilawah
berkurang.
A : Seorang yang telah terbiasa tilawah, tentu harus naik kelas
karena al-Qur'an bukan hanya untuk dibaca, namun juga untuk ditaddaburkan
maknanya ... Saran ana, untuk taddabur berikan waktu khusus, misal saat
menunggu adzan shubuh, tidak perlu banyak, cukup ½-1 lembar, lalu lanjut
tilawah sebanyak dan semampu yang bisa dilakukan.
Rekap Pertanyaan Bunda
Q : Ustadz klu bumil 7 bulan gak puasa boleh kah? Karena
kesehatannya kadang lemah terima kasih.
A : Ibu Hamil dan Menyusui Jika Tidak Mampu Berpuasa (Syariat
dan Medis)
Bagi wanita hamil dan menyusui yang khawatir dengan bayinya,
apakah harus mengqadha setelah melahirkan dan setelah menyusui? atau membayar
fidyah saja? Ulama berselisih pendapat dalam hal ini, dan ada beberapa pendapat:
1. Mengqadha puasa saja setelah melahirkan atau setelah menyusui
2. Hanya membayar fidyah saja
3. Mengqadha dan juga sekaligus membayar fidyah
Dari beberapa pendapat tersebut Anda silahkan memilih mana yang
lebih kuat pendapatnya dan lebih menenangkan hati.
Adapun kami lebih memilih pendapat dengan urutan berikut:
1. Jika Ibu hamil dan menyusui mampu berpuasa, maka sebaiknya
berpuasa
2. Jika tidak mampu berpuasa, setelahnya bisa menqadha (setelah
melahirkan atau menyusui)
3. Jika tidak mampu menqadha, maka membayar fidyah saja
Contoh kasusnya:
-Ketika sedang hamil, kemudian tidak bisa berpuasa hampir
sebulan karena mual-muntah hebat (morning sickness) dia boleh tidak berpuasa
dan mencoba menqadha setelah melahirkan (ketika menyusui)
-Ketika menyusui juga tidak bisa berpuasa, karena merasa lemas
sehingga tidak bisa mengurus bayi atau air susu jadi sedikit, boleh tidak
berpuasa dan mencoba menqadha setelah menyusui
-Jika masih juga tidak bisa mengqadha setelah menyusui ternyata
hamil lagi dan ketika hamil dia juga tidak mampu berpuasa lagi, maka cukup
bayar fidyah
Bisa kita bayangkan seorang ibu dengan kasus di atas, tahun
pertama selama Ramadhan mungkin punya hutang puasa sebulan penuh, kemudian
selama dua tahun menyusui jika tidak mampu, punya hutang qadha dua tahun juga
(total tiga tahun dan 3 bulan Ramadhan harus dibayar dengan qadha).
Ternyata setelah selesai menyusui ia hamil lagi (bahkan ada yang
belum selesai dua tahun menyusui sudah hamil lagi), maka kapan dia qadha
puasanya yang sudah menumpuk? Karenanya ada pendapat ulama yang membolehkan
fidyah saja berdasarkan dalilnya.
Dalil bolehnya mengqadha bagi ibu hamil dan menyusui.
Ibu Hamil dan menyusui mendapatkan keringan dalam berpuasa
sebagaimana musafir dan setelahnya mengadha.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir,
juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”[1]
Ibu hamil yang sakit mual-muntah hebat (morning sickness),
termasuk sakit yang boleh tidak berpuasa dan mengqadha setelahnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 185).
Dalil bolehnya membayar fidyah bagi ibu hamil dan menyusui
Ibu Hamil dan menyusui boleh membayar fidyah saja jika khawatir
terhadap kesehatan ibu hami dan anaknya.”[2]
Mengenai ayat,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
(Al-Baqarah:184)
Al-Mawardi berkata, menukil pendapat ahli tafsir Ibnu Abbas dan
Mujahid,
فلا يقدرون على صيامه لعجزهم عنه، كالشيخ والشيخة والحامل والمرضع، فدية طعام مسكين، ولا قضاء عليهم لعجزهم عنه
“Bagi yang tidak mampu berpuasa karena kelemahan mereka seperti
orang tua, WANITA HAMIL dan MENYUSUI, maka membayar FIDYAH memberi maka orang
miskin. TIDAK ada kewajiban qadha karena mereka kelemahan mereka (tidak
mampu).”[3]
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumamenafsirkan,
“Yaitu laki-laki dan wanita yang sudah tua dan lemah dan
tidak mampu berpuasa maka memberi makan orang miskin sejumlah hari yang mereka
berbuka pada bulan Ramadhan yaitu stengah sha’ gandum.”[4]
Di kesempatan lain Ibnu Abbasradhiallahu ‘anhuma tatkala
melihatummu waladnya hamil atau menyusui kemudian berkata,
“Engkau adalah termasuk yang tidak mampu, wajib bagimu membayar
(fidyah), dan tidak wajib membayar qadha’.”[5]
Untuk menguatkan, dari Malik dari Nafi’ bahwasanya Ibnu
Umarradhiallahu ‘anhuma tatkala ditanya tentang wanita yang hamil jika
mengkhawatirkan anaknya, beliau menjawab,
“Ia berbuka dan memberi makan orang miskin sejumlah hari
tersebut satu mud gandum.”[6]
Pandangan secara medis
Kondisi setiap orang berbeda-beda, ada yang mampu dan ada yang
tidak. Sebaiknya dicoba dahulu untuk berpuasa ketika hamil dan menyusui, jangan
langsung tidak berpuasa tanpa mencoba terlebih dahulu atau hanya sekedar
kekhawatiran saja, padahal sejatinya ia mampu.
Jika kekhawatiran itu ada indikasinya, misalnya mual-muntah
hebat selama hamil maka tidak perlu memaksakan mencoba berpuasa, ia termasuk
yang mendapat udzur, yaitu orang yang sakit (moring scikness). Terlebih lagi ada
anjuran dari dokter yang terpercaya agar dia sebaiknya tidak berpuasa.
Jika mencoba berpuasa dalam keadaan hamil dan menyusui:
-Jadwal makan tetap diatur tiga kali yaitu berbuka, pertengahan
malam dan sahur
-Atau sering makan tetapi sedikit-sedikit
-Perbanyak minum dan minuman bergizi
-Tetap beraktifitas seperti biasa dan jangan hanya tidur-tiduran
saja
Sekedar berbagi pengalaman:
-Hamil pertama: Istri saya saat hamil 7-8 bulan berpuasa
Ramadhan pada kehamilan itu hanya berbuka dua hari atau beberapa hari
-Hamil kedua: Istri saya hamil 8-9 bulan ketika Ramadhan,
alhamdulillah ketika melahirkan masih dalam keadaan berpuasa jam 11 siang
karena tidak sempat berbuka dan sangat lancarnya proses melahirkan yang cepat
(hanya kurang dari 5 menit langsung melahirkan, alhamdulillah)
Alhamdulillah semuanya sehat, Jadi apabila tidak ada indikasi
atau nasehat dari dokter untuk tidak berpuasa maka berpuasa lebih baik.Wallahu
a’lam.
Semoga ibu hamil dan menyusui dimudahkan untuk menjalai puasa
Ramadhan dan menikmai ibadah keada Allah.
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] HR. An Nasai no. 2274 dan Ahmad 5/29. Syaikh Al Albani dan
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan
[2] Kami nukilkan pendapat dari kitab Sifat Shaum Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dan Syaikh Salim
bin ‘Ied Al-HIlali
[3] An-Nukat wal ‘Uyun Al-Mawardi
1/238-239,sumber:http://vb.tafsir.net/tafsir27451/#.VXkH90bTHIU
[4] Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, I/25, Darul
Kutubil Ilmiyah, As-syamilah
[5] HR. Ad-Daruquthni I/207 dishahihkan oleh penulis kitab
[6] HR. Al-Baihaqiy IV/230 dari jalan Imam syafi’I,
dishahihkan Syaikh Ali Hasan Al-Halabi
Q : Menghindari ghibah itu sulit ya ustad.... apalagi kita
selaku manusia yang butuh bersosialisasi. Walaupun membicarakan benar itu masuk
ghibah, perkataan jelek apalagi. Trus gimana ustad.... tuk menghindarinya.....
apakah kita membatasi tuk bergaul bermasyarakat? Saya pribadi merasa sulit
ustad..
A : Hindari ghibah sekuatnya. Silahkan bergaul dengan masyarakat
kan tidak 100% pembicaraan di masyarakat itu isinya ghibah. Pastinya yang non
ghibah lebih banyak. Jika sudah membahas ghibah coba alihkan tema pembicaraan.
klo tidak bisa, mungkin bisa izin sebentar ke toilet, mudah-mudahan ghibahnya
sudah selesai sedari toilet. Sembari terus diajak agar menjauhi ghibah baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Q : Klo untuk laki-laki / suami,utamanya shalat di masjid ato
jadi Imam dikeluarga, alias kaga ke masjid dianya.....gimana?
A : Laki-laki lebih utama di masjid. Keluarganya boleh diajak ke
masjid semuanya sekalian, atau keluarga laki ke masjid, yang perempuan di
rumah, boleh berjamaah sesama perempuan.
Q : Jelang lebaran ini kan kantor bagi-bagi honor. Kadang gak
jelas itu halal atau haram. Nah...kalau honor itu dipakai untuk bayar hutang
boleh gak ?
A : Jelang lebaran yang dibagikan biasanya THR. Klo THR kan
jelas. Klopun ada honor yang diragukan sumbernya tidak jelas ya ditanyakan saja
sampai jelas. Klo kantor tidak bisa menjelaskan ya tidak usah diterima sekalian.
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar.
Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala
kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing
sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment