Kajian Online WA Hamba الله SWT
Rabu, 18 Januari 2017
Rekapan Grup Nanda
Narasumber : Ustadz Herman
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
HUKUM
ADOPSI ANAK
Kebiasan
mengadopsi anak adalah tradisi yang sudah ada sejak jaman Jahiliyah dan
dibenarkan di awal kedatangan Islam. Bahkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri melakukannya, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengadopsi Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu sebelum
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus
Allah Ta’ala sebagai nabi, kemudian AllahTa’ala menurunkan
larangan tentang perbuatan tersebut dalam firman-Nya,
{وَمَا
جَعَلَ
أَدْعِيَاءَكُمْ
أَبْنَاءَكُمْ
ذَلِكُمْ
قَوْلُكُمْ
بِأَفْوَاهِكُمْ
وَاللَّهُ
يَقُولُ
الْحَقَّ
وَهُوَ
يَهْدِي
السَّبِيلَ}
“Dan Allah tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian
itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya
dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)” (QS al-Ahzaab: 4).
Imam
Ibnu Katsir berkata, “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan
Zaid bin Haritsahradhiyallahu ‘anhu, bekas budak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebelum diangkat sebagai Nabi, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallammengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil “Zaid
bin Muhammad” (Zaid putranya Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam), maka
AllahTa’ala ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan penisbatannya (kepada
selain ayah kandungnya) dalam ayat ini, sebagaimana juga firman-Nya di
pertengahan surah al-Ahzaab,
{مَا
كَانَ
مُحَمَّدٌ
أَبَا
أَحَدٍ
مِنْ
رِجَالِكُمْ
وَلَكِنْ
رَسُولَ
اللَّهِ
وَخَاتَمَ
النَّبِيِّينَ
وَكَانَ
اللَّهُ
بِكُلِّ
شَيْءٍ
عَلِيمًا}
“Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu” (QS al-Ahzaab: 40)”
Status
anak angkat dalam Islam
Firman
Allah Ta’ala di atas menghapuskan kebolehan adopsi anak yang
dilakukan di jaman Jahiliyah dan awal Islam, maka status anak angkat dalam
Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya.
Dalam
ayat tersebut di atas Allah Ta’ala mengisyaratkan makna ini:
“Yang demikian itu
hanyalah perkataanmu di mulutmu saja”, artinya: perbuatanmu mengangkat mereka
sebagai anak (hanyalah) ucapan kalian (semata-mata) dan (sama sekali) tidak
mengandung konsekwensi bahwa dia (akan) menjadi anak yang sebenarnya (kandung),
karena dia diciptakan dari tulang sulbi laki-laki (ayah) yang lain, maka tidak
mungkin anak itu memiliki dua orang ayah
Adapun
hukum-hukum yang ditetapkan dalam syariat Islam sehubungan dengan anak angkat
yang berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah adalah sebagai berikut:
1. Larangan menisbatkan
anak angkat kepada selain ayah kandungnya,
berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{ادْعُوهُمْ
لِآَبَائِهِمْ
هُوَ
أَقْسَطُ
عِنْدَ
اللَّهِ
فَإِنْ
لَمْ
تَعْلَمُوا
آَبَاءَهُمْ
فَإِخْوَانُكُمْ
فِي
الدِّينِ
وَمَوَالِيكُمْ
وَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ
فِيمَا
أَخْطَأْتُمْ
بِهِ
وَلَكِنْ
مَا
تَعَمَّدَتْ
قُلُوبُكُمْ
وَكَانَ
اللَّهُ
غَفُورًا
رَحِيمًا}
“Panggillah mereka
(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka;
itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama
dan maula-maulamu Dan tidak ada dosa bagimu terhadap apa yang kamu salah
padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Ahzaab: 5).
Imam
Ibnu Katsir berkata, “(Ayat) ini (berisi) perintah (Allah Ta’ala) yang
menghapuskan perkara yang diperbolehkan di awal Islam, yaitu mengakui sebagai
anak (terhadap) orang yang bukan anak kandung, yaitu anak angkat. Maka (dalam
ayat ini) Allah Ta’alamemerintahkan untuk mengembalikan penisbatan mereka
kepada ayah mereka yang sebenarnya (ayah kandung), dan inilah (sikap) adil dan
tidak berat sebelah
2. Anak angkat tidak
berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya,
berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti
anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya
meninggal dunia
3. Anak angkat
bukanlah mahram sehingga wajib bagi orang tua
angkatnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi
aurat di depan anak angkat tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang
lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.
Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha bahwa Salim maula (bekas budak) Abu Hudzaifah radhiyallahu
‘anhu tinggal bersama Abu Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka
(sebagai anak angkat), maka (ketika turun ayat yang menghapuskan kebolehan
adopsi anak) datanglah Sahlah bintu Suhail radhiyallahu ‘anhu, istri Abu
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan dia berkata: Sesungguhnya Salim telah mencapai usia
laki-laki dewasa dan telah paham sebagaimana laki-laki dewasa, padahal dia
sudah biasa (keluar) masuk rumah kami (tanpa kami memakai hijab), dan sungguh
aku menduga dalam diri Abu Hudzaifah ada sesuatu (ketidaksukaan) akan hal
tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya,”Susukanlah dia agar engkau menjadi mahramnya dan agar hilang
ketidaksukaan yang ada dalam diri Abu Hudzaifah (HR Muslim)
4. Diperbolehkannya bagi
bapak angkat untuk menikahi bekas istri anak angkatnya, berbeda
dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{وَإِذْ
تَقُولُ
لِلَّذِي
أَنْعَمَ
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَأَنْعَمْتَ
عَلَيْهِ
أَمْسِكْ
عَلَيْكَ
زَوْجَكَ
وَاتَّقِ
اللَّهَ
وَتُخْفِي
فِي
نَفْسِكَ
مَا
اللَّهُ
مُبْدِيهِ
وَتَخْشَى
النَّاسَ
وَاللَّهُ
أَحَقُّ
أَنْ
تَخْشَاهُ
فَلَمَّا
قَضَى
زَيْدٌ
مِنْهَا
وَطَرًا
زَوَّجْنَاكَهَا
لِكَيْ
لا
يَكُونَ
عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ
حَرَجٌ
فِي
أَزْوَاجِ
أَدْعِيَائِهِمْ
إِذَا
قَضَوْا
مِنْهُنَّ
وَطَرًا
وَكَانَ
أَمْرُ
اللَّهِ
مَفْعُولا}
“Dan (ingatlah),
ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya
dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan
bertaqwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang
Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang
lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak
ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
daripada isterinya (menceraikannya). Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi” (QS al-Ahzaab: 37).
Syaikh
‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa
Allah Ta’ala ingin menetapkan ketentuan syriat yang umum bagi semua
kaum mukminin, (yaitu) bahwa anak-anak angkat hukumnya berbeda dengan anak-anak
yang sebenarnya (kandung) dari semua segi, dan bahwa (bekas) istri anak angkat
boleh dinikahi oleh bapak angkat mereka…Dan jika Allah menghendaki suatu
perkara, maka Dia akan menjadikan suatu sebab bagi (terjadinya) hal tersebut,
(yaitu kisah) Zaid bin Haritsah yang dipanggil “Zaid bin Muhammad” (di jaman
Jahiliyah), karena Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengangkatnya sebagai anak, sehingga dia dinisbatkan kepada (nama) Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam, sampai turunnya firman Allah:
“Panggillah mereka
(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka” (QS
al-Ahzaab: 5).
Maka
setelah itu dia dipanggil “Zaid bin Haritsah”.
Istri
Zaid bin Haritsah adalah Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha, putri bibi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah terlintas dalam hati
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa jika Zaid menceraikannya
maka beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam akan menikahinya. Kemudian Allah
menakdirkan terjadinya sesuatu antara Zaid dengan istrinya tersebut yang
membuat Zaid mendatangi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dan
meminta izin kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menceraikan istrinya…(Kemudian setelah itu Allah Ta’alamenikahkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab bintu
Jahsyradhiyallahu ‘anha sebagaimana ayat tersebut di atas
Memanggil
‘anak atau nak’ kepada orang lain untuk memuliakan dan kasih sayang
Hal
ini diperbolehkan dan sama sekali tidak termasuk perkara yang dilarang dalam
ayat di atas. Karena Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
melakukannya, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih, di
antaranya:
– Dari Ibnu
Abbas radhiayallahu ‘anhumadia berkata: Ketika malam (menginap) di
Muzdalifah, kami anak-anak kecil keturunan Abdul Muththalib datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan menunggangi)
keledai, lalu beliau menepuk paha kami dan bersabda: “Wahai anak-anak kecilku,
janganlah kalian melempar/melontarJamrah ‘aqabah (pada hari tanggal 10
Dzulhijjah) sampai matahari terbit” (HR Abu Daud)
– Dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhudia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah berkata kepada: “Wahai anakku”(HR Muslim)
Oleh
karena itu, imam an-Nawawi dalam kitab “shahih Muslim” (3/1692) mencantumkan
hadits ini dalam bab: Bolehnya seseorang berkata kepada selain anaknya: “Wahai
anakku”, dan dianjurkannya hal tersebut untuk menunjukkan kasih sayang.
Demikian
materi ini disampaikan smg bermanfaat.
TANYA
JAWAB
Q : 1. Ketika yang diadopsi bayi
perempuan dan bayi tsb disusui oleh ibu angkatnya, apakah ayah angkatnya juga
akan menjadi mahram bagi bayi perempuan tsb sehingga gugur kewajibannya
berhijab?
2. Untuk point kedua diatas, jika orgtua
angkat dengan ikhlas memberikan warisan kepada anak angkatnya tsb apakah tetap
boleh ustadz?
A : 1. Betul akan menjadi mahram sehingga
bisa tidak berhijab
2. Boleh diberikan wasiat maksimal
1/3 dari harta. Tetap tidak boleh warisan karena menyalahi hukum islam.
Q : Ustadz bagaimana perwalian
nikah anak jika sang anak diadopsi dari panti asuhan dan tidak diketahui
tentang keluarga itu?
A : Bila tidak diketahui maka wali
hakim (KUA)/ulama
Q : Apakah islam tidak
menganjurkan untuk mengangkat anak?
A : Islam menganjurkan menolong
orang susah termasuk anak yatim yang kesulitan dengan cara benar tapi tidak
dengan menjadikannya anak.
Q : Bagaimana jika ada yang bilang "adopsi". Namun
mereka menggantikan dengan uang?
A : Hukumnya haram jual beli anak.
Q : 1. Menanggapi pertanyaan yang
kwajiban berhijab bagi bayi perempuan, berapa batasan usia minimal lama susuan
dan jika diadopsi dari usia berapa sehingga gugur kewajibannya berhijab?
2. Jika diberikan harta sebelum
ortu meninggal, sehingga menjadi hadiah
ateu hibah apakah boleh? Maksimal seberapa
yang diperbolehkan?
A : 1. Boleh disusukan dengan
minimal 5 kali sampai kenyang maka akan menjadi mahrom persusuan. Tetapi tetap
bukan sebagai anak sehingga tidak mendapatkan waris. Batas usia ada beberapa
pendapat tapi yang jelas sebelum baligh
2. Hadiah/hibah boleh diberikan
sebelum meninggal tapi harus adil dalam memberikan hadiah klo ada anak yang
lain
Q : Bagaimana jika orgtua kandung
dari anak adopsi ini adalah non muslim. Maka, yang benar-benar menjadi
orgtuanya yang manakah ustadz? Seperti dalam
hal berdoa atau yang harus diutamakan yang manakah semisal kedua belah pihak dalam
kondisi tua dan harus diurus.
A : Ortunya tetap yang non muslim
tapi dalam hal berbakti maka anak bisa memilih ketika dewasa apakah akan
tinggal bersama orang tua angkat atau ortu asli. Seperti contoh anak angkat
Rosul yaitu Zaid bin Haritsah ketika dewasa maka diminta memilih akan ikut
siapa dan dia memilih ikut dengan Rosulullah
Q : Afwan ustd sedikit melenceng
kmateri, aku mau nanya ustd. Ada duda&janda trus nikah tapi si janda tsb sudah
punya anak nah apakah anak tiri tsb berhak atas warisan ayah tirinya?
A : Bila beliau punya anak kandung
laki dan perempuan maka anak tiri tidak mendapatkan warisan. Tapi klo tidak ada
ada anak maka bisa mendapatkan warisan.
Q : Bila dalam satu keluarga ada
yang sulit memiliki keturunan dan memutuskan untuk mengangkat anak kakak
kandungnya. Apakah anak tersebut tetap tidak mendapatkan warisan ustad?
A : Tetap tidak mendapat
Alhamdulillah, kajian kita hari ini
berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat.
Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon
maaf atas segala kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar
masing-masing sebanyak-banyakanya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu
allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan
memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan
diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment