Home » , » ADA YANG LEBIH JELITA DARI SEKEDAR CHEMISTRY

ADA YANG LEBIH JELITA DARI SEKEDAR CHEMISTRY

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Friday, January 16, 2015

Kajian Online Hamba الله SWT

Jum’at, 16 Januari 2015
Narasumber : Ustadz Umar Hidayat
Rekapan Grup Nanda M 111 (Peny)
Tema : Syakhsiatul Islamiah
Editor : Rini Ismayanti


ADA YANG LEBIH JELITA DARI SEKEDAR CHEMISTRY

Mengganti kaca cermin dengan kaca jendela di hati kita,maka akan meluaskan pandangan dan mendewasakan jiwa kita. Inilah sebentuk kematangan kepribadian yang dinanti. Bersebab apakah sepasangan kekasih suami istri yang pada awalnya sedemikian mesra berakhir dengan perceraian atau putus cinta? Bersebab apakah sepasang sahabat yang sudah menjalin hubungan begitu lama, kemudian berakhir dengan saling membenci?
Bersebab apakah seringnya kita memilih kawan, lalu ada sedikit saja masalah lepaslah ia? Bersebab apakah kadang saat terjadi ketidak cocokan terhadap saudara kita, seolah kebengisan menghunjam dalam di palung hati kita? Bahkan ada yang meletupkan peperangan dan pertumpahan darah. Bahkan ada yang paling ringan kedengkian menyulut putusnya silaturahim. Adakah yang bisa menjamin hubungan diantara kita terlanggengkan?

Menjaga hubungan dalam komunitas tertentu nampaknya simple tapi fakitaanya ternyata tidak gampang. Salah satu yang sering menjadi dasar dalam interaksi dengan orang lain adalah tentang kecocokan, keserasian, Chemistry.  Kesesuaian antar dua orang sehingga mereka merasakan kenyamanan dan kecocokan bila berdekatan atau bersama-sama. Kecocokan chemistry tumbuh dengan sendirinya, namun dalam kondisi tertentu, kecocokan chemistry bisa ditumbuhkembangkan.
Chemistry juga bisa dipahami dalam arti berpasangan. Yakni adanya perbedaan (baik Positive maupun  Negative) yang menjelaskan tentang sifat kedua pasangan tersebut. Meski bisa pula diterapkan tidak hanya untuk suami istri. Contohnya, kalau seorang dari pasangan itu seorang yang pemarah (Negative), pasangannya seorang yang penyabar dan pemaaf (Positive).
Berdasarkan penelitian, ketika seseorang mencari partner kerja, pertimbangan utamanya adalah adanya kesamaan chemistry. Apalagi ketika mencari seorang pendamping hidup. Maka tak salah jika dikatakan kekasihnya itu adalah cerminan dirinya. Begitupun dalam mencari teman atau sahabat, sesorang juga cenderung menyukai orang lain yang banyak memiliki kesamaan dengan dirinya. Misalnya orang yang senang berpenampilan sederhana akan cenderung senang berada di dekat orang yang juga senang berpenampilan sederhana.

Biasanya untuk mencari orang-orang yang memiliki kesamaan chemistry kita hanya perlu membuka mata, membuka hati dan membuka diri dalam pergaulan. Bagi yang berjiwa sosial, gaul, mudah bersosialisasi, mungkin tak ada kendala berarti. Namun bagi mereka yang memiliki keterbatasan wakitau dan keterbatasan pergaulan, merasakan kesulitan. Tapi untuk yang kedua sebenarnya bisa menggunakan kekuatan pikirannya (mind power) agar bisa didekati atau bertemu dengan orang-orang yang memiliki kesamaan chemistry dalam lingkungan apa pun.
Pasang surut atau lama tidaknya keserasian seseorang kadang tergantung pada fakitaor saling mendukung antara satu sama lain. Sehingga berlakulah adagium “kekuranganmu adalah sebagai suatu kekuatan pada diriku”. “Sempurnamu bila kau ada di sisiku.” Di sinilah kepandaian menjaga hubungan menjadi penting adanya.
Namun bagi mereka yang telah memiliki chemistry tidak ada jaminan pula bertahan dalam pertemanan. Persahabatan. Atau mungkin juga persaudaraan. Kerap sekali hanya persoalan yang sepele mengundang pertengkaran dan kebencian. Tidak jarang hanya karena silap kata membuat hubungan terenggangkan. Sering terjadi salah paham membuatnya berpaling dari orang lain. Ini juga membukitaikan bahwa  chemistry tidak cukup.

Ada yang lebih jelita dari sekedar Chemestry? Teringatlah aku akan kisah Mu'awiyah ibn Abi Sufyan. Kisah ini telah masyhur termuat di berbagai buku kisah sahabat. Satu diantaranya sperti di kisahkan dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah ustadz Salim Fillah. Mari kita seksamai kisah berikut ini.
AKU belum pernah menjumpai seseorang yang begitu terampil memerintah sesudah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam," demikian suatu hari 'Abdullah ibn 'Umar berkata, "Selain dari Mu'awiyah ibn Abi Sufyan." Lalu orang-orang takjub mendengar pengakuan ini. "Bagaimana dengan 'Utsman dan 'Ali?" tanya orang-orang. "Pribadi beliau berdua, Radhiyallaahu 'Anhuma, lebih baik dari pada Mu'awiyah," ujar Ibnu 'Umar sambil tersenyum. "Tetapi Mu'awiyah lebih terampil memerintah."
Mu'awiyah ibn Abi Sufyan, sang raja pertama ummat ini, memang seorang yang amat terampil dalam memimpin dan menjalin hubungan. Terlepas dari beberapa kesalahan beliau, karena memang beliau tidaklah ma'shum. Salah satu pelajaran besar itu kita dapati dalam kisah penyerobotan lahan 'Abdullah ibn Zubair di Hijjaz oleh beberapa budak dan pekerja Mu'awiyah. March atas pelanggaran batas dan perampasan itu, 'Abdullah ibn Zubair menulis surat untuk Mu'awiyah.

"Bismillahirrahmanirrahiim," demikian tulisnya, "Dari 'Abdullah, putra dari sang Hawari, penolong setia Rasulullah, Az-Zubair ibn Al-'Awwam. Juga putra Dzatun Nithaqain, wanita yang bersabuk dua ketika membantu hijrah Sang Nabi, Asma' bind Abi Bakar; kepada Mu'awiyah ibn Abi Sufyan, anaknya Hindun, perempuan yang mencincang dan mengunyah jantung Hamzah, Paman Rasulullah."
Setelah selesai ‘narsis’ mensifati dirinya dan berbalik mengolok Mu'awiyah, 'Abdullah ibn Zubair meneriakkan gugatannya. "Ketahuilah," tulisnya dengan geram, "Tukang kebunmu telah memasuki kebunku. Demi Allah yang tidak ada sesembahan selain Dia, kalau engkau ticlak segera larang mereka, aku akan mempunyai urusan denganmu!"
Di Damaskus, Mu'awiyah membaca surat itu sambil tersenyum pahit. Ditunjukkannya surat itu pada putranya, Yazid ibn Mu'awiyah. "Bagaimana menurutmu," ujarnya sambil memandang sang pangeran, "Apakah kita perlu menjawabnya?" Wajah Yazid memerah membaca surat yang diulungkan padanya itu. "Menuruntuku," ujarnya berapi-api dengan mata menyala, "Ayah harus mengirimkan pasukan dengan kekuatan besar yang barisan terdepannya ada di Madinah clan ujung terakhimya ada di Damaskus. Mereka harus datang kembali dengan membawa kepala Ibnu Zubair!"

Lalu Yazid melemparkan surat itu ke lantai, tapi Mua'wiyah dengan anggun segera memungutnya kembali. "Aku memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu," kata Mua'wiyah sambil tersenyum. Diambilnya pena dan kertas, lalu dia mulai menulis jawaban untuk 'Abdullah ibn Zubair dengan khathnya yang inclah. Inilah mantan juru tulis Rasulullah menunjukkan kepiawaiannya dalam pesona kemuliaan akhlaknya.
"Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih dan kasihNya tiada memilih. Yang Maha Penyayang, dan rasa sayangNya tak terbilang. Dari hambaNya, Mu'awiyah ibn Abi Sufyan, kepada 'Abdullah ibn Zubair, putra penolong Rasulullah yang setia, dan putra Dzatun Nithaqain yang mulia."
"Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh," kalimat pembuka itu dituliskan Mu'awiyah dengan cermat clan teliti. "Saudaraku," lanjutnya,
"Sesungguhnya, jika ada bagian dari dunia ini yang menjadi milikku dan milikmu, lalu engkau meminta bagianku untukmu, pasti akan kuberikan semuanya padamu. jika surat ini telah kau terima, maka dengan demikian seluruh kebunku itu telah menjadi milikmu. Demikian pula, semua tukang kebunku yang telah melanggar hakmu itu, semua kuhadiahkan padamu sebagai tanda maaf dariku. Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh."
Apa yang terjadi pada 'Abdullah ibn Zubair????

Menerima surat itu, 'Abdullah ibn Zubair menitikkan air mata. Bergegas, disiapkannya kuda dan para pengiring perjalanan. Dia berangkat ke Damaskus untuk menemui Mu'awiyah. Begitu sampai di hadapan sang penguasa, Mua'wiyah segera membentangkan tangan dan berjalan tergopoh menyambut Ibnu Zubair. Mereka berpelukan. Seperti sepasang kekasih yang telah lama terpisahkan dan dipertemukan kembali dengan sejuta kerinduan. Ketika itu, 'Abdullah ibn Zubair mencium ubun-ubun Mu'awiyah, lalu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Semoga Allah menjaga akalmu!" ujarnya, "Sungguh Allah telah memilihmu di antara orang-orang Quraisy untuk menduduki jabatan kepemimpinan ini!"
Subhanallah Allahu Akbar. Ya Allah begitu mulia para sahabat Nabi nih…. Bagaimana dengan kita!!!
Bagaimana dengan kita. Yang mungkin dosanya menggunung dan menjulang.
Yang kemalasan kita jauh lebih akrab dari mengenal mereka. Yang persabahatan kita belum setulus dan seikhlas mereka. Yang maknawiyah kita jauh jarak yang harus ditempuh untuk mengejar mereka. Padahal sarana kita jauh lebih canggih dari mereka. Padahal tantangan mereka dengan segala keterbatasannya lebih dahsyat dari kita.

Mu'awiyah ibn Abi Sufyan begitu lihai meluluhkan hati 'Abdullah ibn Zubair. Inilah ibrah terpenting agar kita bisa berbenah, bahwa betapa pentingnya keterampilan menata hubungan. Mu'awiyah ibn Abi Sufyan begitu stiqah terhadap 'Abdullah ibn Zubair, sehingga tidak perlu ada keributan apalagi peperangan. Bahkan perang mulutapiun tak ada. Stiqoh itulah yang lebih jelita dari sekedar Chemestry.
Seperti sebegitu stiqohnya Umar bin Khattab terhadap Abu Bakar Shidiq, tercemin dalam sesaat menjelang pengangkatan khalifah pertama. “Ulurkan tanganmu, aku akan membaiatmu," pinta Umar RA
"Justeru aku ingin membaiotmu," jawab Abu Bakar RA.
"Engkau lebih utoma (afdhal) donpodaku,"tulkas Umar.
"Engkau lebih kuo t daripadaku," jawab Abu Bakar.
"Kekuatanku untukmu bergabung dengan keutamaanmu."
Apa yang membuat Umar begitu percaya kepada kekuatan Abu Bakar, padahal ia mendapatkan pengakuan Rasulullah saw: "Allah meletakkan kebenaran di lidah dan hati Umar?" Jawabnya: Tsiqah. Ketika pandangan mayoritas sahabat berpihak kepada Umar untuk tidak memerangi orang yang menolak bayar zakat dan Abu Bakar bersikukuh untuk memerangi mereka, akhirnya Umar mengambil pandangan Abu Bakar. "Demi Allah, tak lain yang kulihat kecuali telah melapangkan hati Abu Bakor untuk berperang, maka akupun tahu bahwa itu kebenaranlah adanya.'
Singkat kata tsiqah adalah sikap manusia normal yang menyadari keterbatasan masing-masing lalu saling menyetor saham kepercayaan sebagai modal bersama untuk kemudian menikmati kemenangan bersama. Hidup dalam ukhuwah penuh ketenangan jiwa. Saling berbaur bahu membahu. Saling menjaga. Saling memberi tempat. Saling mendukung dalam kebaikan dan kebenaran. Berjibaku bersama merwujudkan tatanan yang menjadi impian bersama. Dan saling mengingatkan agar tak salah langkah terjerumus dalam kemaksiatan dan kemungkaran.
Simaklah firman Allah : “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal: 63).
Ini semua akan terjadi pada kita bila kita segera Mengganti kaca cermin dengan kaca jendela di hati kita, maka akan meluaskan pandangan dan mendewasakan jiwa kita. Kaca cermin yang sering menggambarkan sikap egosentris, melihat persoalan hanya dari sudut pandang dan perasaannya sendiri. ‘Narsisme’ ananiyah. Sedangkan kaca jendela merupakan cara melihat dan mengetahui persoalan dan kepentingan orang lain, di samping kepentingannya sendiri. Angkatlah sebagian kaca cermin di hati kita dan gantikanlah dengan kaca jendela. Inilah langkah penting dalam menjaga hubungan, sebagai bagian stiqoh kita kepada orang lain, disamping kebutuhan akan chemistry. Dengan cara ini perhatian seseorang tidak hanya tertuju ke dalam (self centered), tetapi juga empati, iba dan ada rasa kepeduliaan kepada orang lain (extra centered sensitivity).
Kita kepengin jadi pribadi yang sholih pada saat yang sama mengajak dan memberikan ruang pada orang lain agar ia juga menjadi sholih. Insya Allah dengan ini semua jalinan interaksi social dan ukhuwah akan semakin terkokohkan. Aamiin.
Semoga bermanfaat.  (KOL 22 Ha Nanda M111/16-01-15)

TANYA JAWAB

Q : Masya Allah,ingin bisa tsiqoh juga dengann teman,,namun kenyataannya susah juga untuk membangun itu,,rekan kerja saya orangnya perfeksionis & sangat teliti,sehingga apabila ada hasil kerja saya yang `cacat` menurutnya,akan ia perbaiki n sarankan,,masalahnya adalah setiap complain-komplainnya itu selalu mengganggu sehingga dalam pikiran saya selalu ada prasangka buruk tentang beliau,dan itu berpengaruh pada hubungan persahabatan kami,,bagaimana y untuk membangun ketsiqohan kepada teman-teman apalagi yang sudah bermasalah spt itu?
A : Prinsip dalam hubungan itu "Saling"yang dimulai dengan ta'aruf (saling mengenal), Tafahum (saling memahami dan memahamkan), dan Ta'awun (saling menolong, termasuk menasehati). Klo pingin Tsiqoh tapi hanya sepihak tidak ada komitmen bersama ya susah. tapi tidak ada kata terlambat. bisa dimulai.

Q : Wah subhanallah. Indah yaa Ustd kalo bisa tsiqoh sama orang apalagi sama pasangan Ustd. Gimana kalo ternyata memahami hanya sepihak? Sedangkan yang berkaitan/orang lain itu tetep kekeuh sama egonya? Selalu merasa untuk dingertiin tapi dia enggak mau ngertiin orang lain. Kata & perbuatannya kasar. Afwan jadi curhat 
A : Biasanya pertanyaan itu bagian dari curhat. Ya ambil wakitau tuk berduan; obrolkan yang 'dirasa masing2'. kita juga memberi contoh/ tauladan. ajaklah ngaji.
orang yang suka pakai 'cermin' biasanya suka mematut-matuntukan diri. padahal boleh jadi ngga patut untuk dirinya. biasanya ngga mau kalah, n ngga mau disalahkan meski aslinya ia yang salah.
kita yang sadar dan ingin sekali menyadarkannya, boleh jadi dengan cara memberi nasehat tapi via komfirmasi. misalnya: pada suami (misal lho!!!) "Sayang, kalau menurut ayah ....."
klo sudah dengan semua cara dilakukan, na'udzubillah masih juga belum berubah. do'akan ia.

Q : Contoh lain selain sama suami Ustd? Belum berpengalaman sama yang itu. 
Iyaa yaa bener Ustd. Kadang orang yang udah terbiasa pakai "cermin" mereka selalu enggak mau dianggap salah. Gampang ngerendahin orang. Bahkan kalo diajak sharing, saat itu sih bilang "iyaa.. Khilaf.. Abis mau gimana lagi.." Setelah itu lupa deh. Kembali seperti sedia kala. Masuk habits atau watak yang enggak bisa diubah tuh Ustd? Atau mindset?
A : oh ya maaf ni Nanda sholihat ya. bukan Bunda2.
Ya prinsipnya hampir sama. tapi siapapun akan mudah berubah bila yang disentuh emosinya, terutama hati kecilnya. dan jugan diawali dengan menyalahkannya. jadi pilihan kita yang tepat. pilihan kita yang tepat harus mempertimbangkan siapa dia, kondisinya juga. misal; "mungkin sebaiknya kita....." kata kata berarti tidak tendensius memojokan pada yang bersangkutan. kita kita menandakan kita juga sama setara.

Q : Selebihnya doakan yaa ustd. Belakangan ngalamin yang namanya ditinggal teman-teman main dulu. Jadi jarang diajak kumpul dan main lagi karena katanya udah enggak sejalan feelnya. Ilang chemistry karena keputusan hijrah. Tapi alhamdulillah mereka masih menerima baik silaturahmi saya walaupun yaa begitu Ustd. 
A : Yups.ya kita bisa bercermin dari para sahabat bgaimana menjaga hubungan antar mereka.

Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan
kita tutup kajiannya ya..

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh


​السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!