Setelah kita bicarakan tentang #ziarahkubur, sedikit saya ingin bicarakan tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan kuburan
Secara garis besar, Islam melarang kita untuk melecehkan kuburan dan mengagung-agungkannya sedemikian rupa. Artinya, kuburan tetaplah dihormati. Karenanya, dalam Islam tidak boleh kuburan diinjak, duduki, atau dibongkar begitu saja…
(Masih ingat waktu kecil, disamping rumah nenek di Kampung Melayu ada pekuburan; ada yang main layang-layang, angon kambing, pacaran bahkan main gaple’.. :)
Bahkan disunahkan dalam Islam, jika memasuki area pekuburan agar kita melepaskan alas kaki . Tentu jika tidak khawatir tertusuk duri atau semacamnya. Di sisi lain, kuburan hendaknya tidak boleh diperlakukan berlebihan. Islam menghendaki kuburan sebagai pengingat manusia akan akhirat dan kematian. Karenanya dia dilarang dibangun, diplester, diberi lampu, atau bahkan dilarang didirikan masjid di atasnya…
Ajaran seperti ini, bukan ajaran Wahabi, tapi ajaran Rasulullah saw. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih Syafii akan sering kita dapatkan hal seperti ini. Misalnya dalam kitab Al-Muhazzab karangan Imam Asy-Syaerazi yang menjadi salah satu rujukan Mazhab Syafii, bab Janaiz. Pengarang dengan jelas mengtakan hal tersebut terhadap kuburan
Ini teksnya dari kitab Al-Muhazzab, Kitab Al-Janaiz, bab Fi Taswiyatil Qabr:
ويكره أن يجصص القبر وأن يبنى عليه أو يعقد أو يكتب عليه لما روى جابر قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يجصص القبر وأن يبنى عليه أو يعقد وأن يكتب عليه ولان ذلك من الزينة
Disamping, bagi ahli kubur, yang mrk butuhkan kini bukan bangunan mewah, atau perkara dunia, tapi doa dan ampunan yg dipanjatkan orang yang hidup
Orang mati seperti kata Abu Bakar Ash-Shiddiq, seperti orang tenggelam. Dia tak akan bahagia jika dilemparkan sekilo emas. Yang dibutuhkan hanyalah seutas tambang yang dalam ukuran duniawi tidak berharga. Begitulah… keinginan kita untuk membahagiakan yang telah dikubur, jangan diukur dengan ukuran dunia. Tapi hendaknya diketahui apa yang mereka butuhkan. Demikianlah Islam memperlakukan kuburan. Meskipun tidak boleh dilecehkan, namun tidak diperlakukan berlebihan.
Kuburan cukup ditimbun dengan tanah galiannya, bagus kalau ditutup dengan kerikil, lalu disiram air. Dan letakkan tanda di bagian kepala. Memperbagus kuburan, apalagi membangunnya secara permanen, lalu meneranginya, akan menjadi celah pelanggaran, dari yang ringan hingga berat. Begitu memang alurnya, jika yang satu dilanggar, maka pelanggaran berikutnya akan menyusul, dan hakekat pesan yang pertama akan hilang.
Kenyataannya, sejak dulu hingga sekarang, kuburan sering menjadi sumber penyimpangan. Tentu bukan karena kuburannya, tapi pengamalan yang keliru. Karena itu Rasulullah saw sejak awal wanti-wanti agar perlakun kita terhadap kuburan tidak melebih batas dari batas yang telah beliau tetapkan. Maka beliau marah sekali dan melaknat ketika mendengar orang Yahudi menjadikan kuburan nabinya sebagai masjid (Muttafaq alaih)
Di sisi lain, hal ini menguatkan sebuah kesimpulan bahwa kuburan bukanlah tempat yang dikhususkan untuk beribadah. Sebab, kecaman Rasulullah saw terhadap orang Yahudi yang menjadi kuburan para nabinya sebagi masjid, ada dua pemahaman. Pemahaman pertama, mereka mendirikan masjid di atas kuburan para nabinya. Pemahaman kedua, mereka menjadikan kuburan nabinya sebagai tempat khusus untuk beribadah.
Masih ingatkan tentang hadits 5 keutamaan Rasulullah saw dibanding nabi-nabi sebelumnya? Di antaranya beliau mengatakan….
“Dijadikan bumi bagiku sebagai masjid dan alat bersuci.” Maksudnya adalah bahwa pada masa Rasulullah saw beribadah dapat dimana saja di atas bumi.
Jadi masjid dalam hadits itu tidak dimaknai sebagai bangunan, akan tetapi sebagai tempat ibadah. Kesimpulan bahwa kuburan bukan tempat yang dikhususkan untuk beribadah diperkuat dengan beberapa hadits lain
Di antaranya Nabi saw bersabda, “Bumi itu seluruhnya masjid, kecuali kuburan dan WC.” (HR. Abu Daud, dll)
Juga hadits Rasulullah saw,
“Jangan duduk di atas kuburan dan jangan shalat kepadanya..” (HR. Muslim)
Atau hadits ini,
“Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan. Karena setan akan lari dari rumah yg di dalmnya dibacakan
surat AlBaqarah” (Muslim)
Hadits ini memberikan isyarat bahwa rumah yang di dalamnya tidak dibacakan Al-Quran (dalam riwayat lain tidak dilakukan shalat), maka dia seperti kuburan. Maka kesimpulan kebalikannya adalah, bahwa kuburan asalnya bukan tempat untuk ibadah semacam shalat dan baca Al-Quran.
Langkah terbaik terhadap kuburan adalah dibiarkan apa adanya lalu diziarahi untuk mengingat kematian, menyampaikan salam kepada ahli kubur dan mendoakan yang dikubur… sederhana saja….
wallahua’lam…
Doa penutup majelis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ ٭
Artinya:
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamualaikum wr.wb
--------------------------------------------------
Hari / Tanggal : Kamis, 28 Januari 2016
Narasumber : Ustadz Abdullah Haidir Lc
Tema : Kajian Islam
Notulen : Az Trisna
Kajian Online Telegram Hamba اَﻟﻠﱣﻪ Ta'ala
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment