Kajian Online WA Hamba الله SWT
Selasa, 9 Agustus 2016
Narasumber : Ustadzah
Pristisia
Rekapan Grup Nanda M114 (Ima)
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita
nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul
qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah
hasanah kita, pejuang peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT
yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga
kita mendapatkan syafaat beliau di hari akhir nanti. InsyaAllah aamiin.
MENJAGA DIRI DARI KEFUTURAN
“Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah
karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak
(pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali
Imran: 146)
Ukhtifillah...
Pengikut yang bertaqwa adalah mereka yang tidak menjadi lemah
karena bencana, ujian, ketidakberuntungan yang menimpa mereka di jalan Allah,
tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh Allah dan Allah menyukai
orang-orang yang bersabar.
Ada fenomena kelesuan atau futur dalam dimensi aqidah dan
umumnya terjadi karena pergeseran orientasi hidup, lebih berorientasi pada
materi duniawi.
Dan ada juga dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin
-indhibath- terhadap amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian).
Adapun dalam dimensi fikriyah terlihat dengan lemahnya semangat
meningkatkan ilmu. Di sisi lain pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq
mereka, belum lagi rasa jenuh dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau
pembinaan keislaman dan hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis.
Dalam hidup akan banyak ditemui bermacam jalan. Kadang datar,
kadang menurun, kadang pula meninggi. Begitu pula dalam perjalanan dakwah. Ada
saatnya para muharrik (orang yang bergerak) menemui jalan yang lurus dan mudah.
Namun tidak jarang menjumpai onak dan duri. Hal demikian juga
terjadi pada muharrik. Suatu saat ia memiliki kondisi iman yang tinggi. Di saat
lain, iapun dapat mengalami degradasi iman. Tabiat manusia memang menggariskan
demikian.
Dalam kondisi iman yang turun ini, para muharrik kadang terkena
satu penyakit yang membahayakan kelangsungan gerang langkah dakwah. Yaitu
penyakit futur atau kelesuan.
Ukhtifillah...
Futur berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak atau
diam setelah bergerak, atau malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh.
Terjadinya futur bagi muharrik, sebenarnya merupakan hal yang
wajar. Asal saja tidak mengakibatkan terlepasnya muharrik dari roda dakwah.
Hanya malaikat yang mampu kontinyu mengabdi kepada Allah dengan kualitas
terbaik.
Firman Allah, “dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang di langit
dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa
angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih
malam dan siang tiada hentinya.” (Al-Anbiya: 19-20)
Karena itu Rasulallah sering berdoa:
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku akhirnya. Ya
Allah, jadikanlah sebaik-baik amalku keridhaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah
sebaik-baik hariku saat bertemu dengan-Mu.”
Penyebab Futur
Walaupun futur merupakan hal yang mungkin terjadi bagi muharrik,
ada beberapa penyebab yang dapat menyegerakan timbulnya:
Pertama, berlebihan dalam din (Bersikap keras dan berlebihan
dalam beragama)
Berlebihan pada suatu jenis amal akan berdampak kepada
terabaikannya kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sikap yang dituntut pada kita
dalam beramal adalah washathiyyah atau sedang dan tengah-tengah agar tidak
terperangkap dalam ifrath dan tafrith (mengabaikan kewajiban yang lain).
Dalam hadits yang lain Rasul bersabda:
“Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang
mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.”
(H.R. Muslim)
Karena itu, amal yang paling di sukai Allah swt. adalah yang
sedikit dan kontinyu.
Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. (Berlebihan dan
melampaui batas dalam mengkonsumsi hal-hal yang diperbolehkan)
Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat
menjaganya. Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah
karena takut terjatuh pada yang haram. Berlebihan dalam makanan menyebabkan
seseorang menjadi gemuk. Kegemukan akan memberatkan badan. Sehingga orang
menjadi malas. Malas membuat seseorang menjadi santai. Dan santai mengakibatkan
kemunduran. Karena itu secara keseluruhan hal ini bisa menghalangi dalam amal
dakwah.
Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah
(Mengedepankan hidup menyendiri dan berlepas dari organisasi atau berjamaah)
Jauhnya seseorang dari berjamaah membuatnya mudah didekati
syaitan. Rasul bersabda: “Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri,
seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (H.R. Ahmad)
Dengan berjamaah, seseorang akan selalu mendapatkan adanya kegiatan
yang selalu baru. Karena itu imam Ali berkata: “Sekeruh-keruh hidup berjamaah,
lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri.”
Keempat, sedikit mengingat akhirat (Lemah dalam mengingat
kematian dan kehidupan akhirat)
Ukhtifillah...
Banyak mengingat kehidupan akhirat membuat seseorang giat
beramal. Selalu diingat akan adanya hisab atas setiap amalnya. Kebalikannya,
sedikit mengingat kehidupan akhirat menyulitkan seseorang untuk giat beramal.
Ini disebabkan tidak adanya pemacu amal berupa keinginan untuk mendapatkan
ganjaran di sisi Allah pada hari yaumul hisab nanti. Karena itu Rasulullah
bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya
engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Kelima, melalaikan amalan siang dan malam (Tidak memiliki
komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ’ubudiyah harian)
Pelaksanaan ibadah secara tekun, membuat seseorang selalu ada
dalam perlindungan Allah. Selalu terjaga komunikasi sambung rasa antara ia
dengan Allah swt. Ini membuatnya mempersiapkan kondisi ruhiyah atau spiritual
yang baik sebagai dasar untuk bergerak dakwah. Namun sebaliknya, kelalaian
untuk melaksanakan amalan, berupa rangkaian ibadah baik yang wajib maupun
sunnah, dapat membuat seseorang terjerumus untuk sedikit demi sedikit
merenggangkan hubungannya dengan Allah. jika ini terjadi, maka sulit baginya
menjaga kondisi ruhiyah dalam keadaan taat kepada Allah. kadang hal ini juga
berkaitan dengan kemampuan untuk berbicara kepada hati. Dakwah yang benar,
selalu memulainya dengan memanggil hati manusia, sementara sedikitnya
pelaksanaan ibadah membuatnya sedikit memiliki cahaya.
Allah berfirman: “Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk)
oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)
Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi
sesuatu yang syubhat, apalagi haram)
Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan.
(Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan
dakwah)
Setiap perjuangan selalu menghadapi tantangan. Haq dan bathil
selalu berusaha untuk memperbesar pengaruhnya masing-masing. Akan selalu ada
orang-orang Pendukung Islam. Di lain pihak akan selalu tumbuh orang-orang
pendukung hawa nafsu. Dan dalam waktu yang Allah kehendaki akan bertemu dalam suatu
“fitnah”. Dalam bahasa Arab, kata “fitnah” berasal dari kata yang digunakan
untuk menggambarkan proses penyaringan emas dari batu-batu lainnya. Karena itu
“fitnah” merupakan sunnatullah yang akan mengenai para pelaku dakwah. Dengan
“fitnah” Allah juga menyaring siapa hamba yang masuk golongan shadiqin dan
siapa yang kadzib (dusta). Dan jika fitnah itu datang, sementara ia tidak siap
menerimanya, besar kemungkinan akan terjadi pengubahan orientasi dalam
perjuangannya. Dan itu membuat futur. Allah Berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antara
istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka hati-hatilah
kamu terhadap mereka.” (Al-Ahqaf: 14)
Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah (Berteman
dengan orang-orang yang buruk dan bersemangat rendah)
Kondisi lingkungan (biah) dapat menentukan kualitas seseorang.
Teman yang baik Akan tumbuh suasana ta’awun atau tolong-menolong dan saling menasihatkan.
Sementara teman yang buruk dapat melunturkan hamasah (kemauan) yang semula
telah menjadi tekad. Karena itu Rasulullah bersabda:
“Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang
di antara kalian siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)
Kesembilan, spontanitas dalam beramal (Tidak ada perencanaan
yang baik dalam beramal, baik dalam skala individu atau fardi maupun komunitas
atau jama’i)
Amal yang tidak terencana, yang tidak memiliki tujuan sasaran
dan sarana yang jelas, tidak dapat melahirkan hasil yang diharapkan. Hanya akan
timbul kepenatan dalam berdakwah, sementara hasil yang ditunggu tak kunjung
datang. Karena itu setiap amal harus memiliki minhajiatul amal (sistematika
kerja). Hal ini akan membuat ringan dan
mudahnya suatu amal.
mudahnya suatu amal.
Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan (Meremehkan dosa dan maksiat)
Perbuatan maksiat membuat hati tertutup dengan kefasikan. Jika
kondisi ini terjadi, sulit diharapkan seorang juru dakwah mampu beramal untuk
jamaahnya. Bahkan untuk menjaga diri sendiri pun sulit.
Cara Mengobati Kelesuan
Saudaraku… Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama
memberikan beberapa resep.
Pertama, jauhi kemaksiatan
Kemaksiatan akan mendatangkan kemungkaran Allah. Dan pada
akhirnya membawa kepada kesesatan. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan
kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa musibah oleh kemurkaan-Ku,
maka binasalah ia.” (Thaha: 81)
Jauh dari kemaksiatan akan mendatangkan hidup yang akan lebih
berkah. Dengan keberkahan ini orang dapat terhindar dari penyakit futur. Allah
berfirman:
“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
kami melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan dari bumi.”
(Al-A’raf: 96)
Kedua, tekun mengamalkan amalan siang dan malam
Amalan siang dan malam dapat melindungi dan menjaga pelaku
dakwah untuk selalu berhubungan dengan Allah swt. Hal ini dapat menjauhkannya
dari perbuatan yang tidak mendapat restu dari Allah.
Allah berfirman:
“Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu,
ialah orang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang (mengandung)
keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan
berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqan: 63-64)
Ketiga, mengintai waktu-waktu yang baik
Dalam banyak hadits Rasulullah saw. banyak menginformasikan
adanya waktu-waktu tertentu dimana Allah swt. lebih memperhatikan doa
hamba-Nya. Sepertiga malam terakhir, hari Jum’at, antara dua khutbah, ba’da
Ashar hari Jum’at, bulan Ramadhan, bulan Zulqaedah, Zulhijjah, Muharram, rajab
dll. Waktu-waktu itu memiliki keistimewaan yang dapat mengangkat derajat
seseorang di hadapan Allah.
Keempat, menjauhi hal-hal yang berlebihan.
Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana.
Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan
kemampuannya.
Firman Allah:
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan
kesanggupanmu!” (At-Taghabun: 6)
Islam adalah Din tawazun (keseimbangan). Disuruhnya pemeluknya
memperhatikan akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota
tubuh dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan. Dalam ayat
lain Allah berfirman:
“Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)
Kelima, melazimi Jamaah
“Berjamaah itu rahmat, Firqah (perpecahan) itu azab.” demikian
sabda Rasulullah. Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa yang menghendaki
tengahnya surga, hendaklah ia melazimi jamaah.”
Dengan jamaah seorang muharrik akan selalu berada dalam majelis
dzikir dan pikir. Hal ini membuatnya selalu terikat dengan komitmennya semula.
Juga jamaah dapat memberikan program dan kegiatan yang variatif. Sehingga
terhindarlah ia dari kebosanan dan rutinitas.
Keenam, mengenal kendala yang akan menghadang
Saudaraku…
Pengetahuan pelaku dakwah dan pejuang akan tabiat jalan yang
hendak dilalui serta rambu-rambu yang ada, akan membuatnya siap, minimal tidak
gentar, untuk menjalani rintangan yang akan datang. Allah berfirman:
“Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian
besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak
pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali
Imran: 146)
Ketujuh, teliti dan sistemik dalam kerja.
Dengan perencanaan yang baik, Pembagian tugas yang jelas, serta
kesadaran akan tanggung jawab yang diemban, dapat membuat harakah menjadi
harakatul muntijah (harakah yang berhasil). Perencanaan akan menyadarkan
pejuang, bahwa jalan yang ditempuh amat panjang. Tujuan yang akan dicapai amat
besar. Karena itu juga dibutuhkan waktu, amal dan percobaan yang besar. Jika
ini semua telah dimengerti, insya Allah akan tercapai sasaran-sasaran yang
telah ditentukan.
Kedelapan, memilih teman yang shalih
Rasulullah bersabda:
“Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat
dengan siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)
Kesembilan, menghibur diri dengan hal yang mubah
Bercengkerama dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan
rekreatif serta memberikan hak badan secara cukup mampu membuat diri menjadi
segar kembali untuk melanjutkan amal yang sedang dikerjakan.
Kesepuluh, mengingat mati, surga dan neraka
Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang
aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Saudaraku…
Ketahuilah, bahwa futur menyebabkan jalan dakwah yang harus di
tempuh menjadi lebih panjang, sebab tidak mendapatkan ma’iyatullah (kebersamaan
dan pembelaan Allah) dan daya intilaq (lompatan) kita menjadi lebih berat, baik
karena borosnya biaya dan rontoknya para pejuang dan penyeru dakwah.
Mudah-mudahan Allah selalu menjaga kita, Amin. Wallahu a’lam bis shawab
TANYA JAWAB
Q : Assalamu'alaikum ustadzah,,, Apakah ada do'a yang bisa kita
panjatkan kepada Allah agar supaya di waktu kita melaksanakan amal sholeh
dengan baik tidak mendekati level futur. Syukron.
A : Wa'alaikumsalam. Tidak ada doa khusus. Berdoa dengan bahasa apapun yang penting adalah inti doa tsb.
A : Wa'alaikumsalam. Tidak ada doa khusus. Berdoa dengan bahasa apapun yang penting adalah inti doa tsb.
Q : Assalamu'alaikum, saya mau tanya wanita kan ada batasannya
pergi ke masjid untuk sholat berjamaah. Kalau saya justru lebih merasa tentram
pergi ke masjid daripada sholat sendri di kos, itu bagaimana?
A : Wa'alaikumsalam. Shalat dimasjid berjama'ah juga di anjurkan . Akan tetapi akan lebih baik bagi wanita shalat di rumah untuk menghindari fitnah.
A : Wa'alaikumsalam. Shalat dimasjid berjama'ah juga di anjurkan . Akan tetapi akan lebih baik bagi wanita shalat di rumah untuk menghindari fitnah.
Q : Assalamualaikum ustadzah.. Saya juga merasakan hal yang
sama,, ssolat di masjid lebih damai rasanya daripada solat sendiri. Namun yang
saya tau. Untuk wanita solat sendirian lah yang lebih baik. Yang jadi
pertanyaan saya. Apakah tidak apa-apa jika kita lebih memilih yang lebih dekat
rasanya dengan Allah saat beribadah di masjid darkpada solat sendirian di
kostan.
A : Wa'alaikumsalam. Tidak mengapa . Bisa diatur ukhti tempat shalatnya. Waktu-waktu yang tepat untuk shalat di masjid.
A : Wa'alaikumsalam. Tidak mengapa . Bisa diatur ukhti tempat shalatnya. Waktu-waktu yang tepat untuk shalat di masjid.
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar.
Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala
kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing
sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment