Home » , , , » Halal-Haram Bisnis Online

Halal-Haram Bisnis Online

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Tuesday, October 22, 2019


Hasil gambar untuk bisnis online


Rekap Kajian Link Online Hamba Allah
Grup : Ummi G1-G6 & Akhwat
Hari/Tgl : Jum'at ,22 Desember 2018
Materi : Hukum Jual Beli Online
Nara Sumber : Ustadz Dodi Abu-El
Waktu Kajian : 19.30 - 21:00

*******************************




Halal-Haram Bisnis Online

Kemajuan teknologi informatika juga merambat ke perdagangan. Dulu, transaksi niaga hanya dapat dilakukan dengan menghadirkan kedua belah pihak yang bertransaksi dalam satu majelis. Sekarang, dengan jaringan Internet, jarak tidak lagi menjadi kendala untuk bertransaksi.
Transaksi seperti itu populer disebut jual-beli online. Transaksi dengan jaringan Internet ini berlangsung pada jual-beli barang/jasa, penukaran mata uang, penarikan uang tunai, pengiriman uang dan seabreg transaksi lainnya. Perbankan memanfaatkan kemajuan teknologi informatika untuk melayani para nasabahnya dengan lebih mudah, cepat dan nyaman.

Para ulama sepakat, transaksi barang dan uang yang disyaratkan secara tunai tidak boleh dilakukan melalui Internet, seperti jual-beli emas atau perak. Karena itu, tidak sah membeli emas atau perak melalui Internet dengan cara transfer uang ke rekening penjual, kemudian emas diterima pembeli beberapa waktu setelah uang ditransfer. Transaksi semacam ini termasuk riba nasi’ah (tukar-menukar barang ribawi yang ‘illatnya sama, dengan cara tidak tunai).

Dari Ubadah abin Shomit, Rasulullah Shalallaahu  ‘alaihi wa sallam bersabda: “(jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama beratnya dan tunai.”—HR Muslim—

Berdasarkan hadits tersebut, seperti kita ketahui bersama, barang ribawi ada enam: emas, perak, kurma, gandum kasar, gandum halus, dan garam. Keenam barang ini dikelompokkan menjadi dua berdasarkan illatnya (fungsinya). Emas dan perak dianggap satu kelompok, karena fungsinya sama: alat tukar.
Sedangkan empat sisanya masuk kelompok dua, dengan fungsi sama: bahan makanan. Tukar- menukar barang ribawi yang sama fungsinya, seperti emas dengan perak, atau uang, harus dilakukan tunai. Jika ada penundaan penyerahan, terjebak dalam larangan riba nasi’ah. Namun jika barang dapat diserah-terimakan saat itu juga, diperbolehkan, seperti; penukaran mata uang asing melalui anjungan tunai mandiri (ATM).

Untuk mempermudah pemahaman, kita ilustrasikan: A memiliki tabungan berbentuk rupiah di salah satu bank di Indonesia. Saat A di luar negeri, ia membutuhkan dolar Amerika. A menarik uang tunai dolar AS dengan kartu ATM-nya di salah satu mesin ATM sebuah bank di negeri ia berada. Transaksi yang dilakukan A diperbolehkan dan tidak termasuk riba bai’ (jual-beli), karena yang terjadi penukaran rupiah dengan dolar, secara tunai.

Berdasarkan keputusan Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqh Organisasi Kerjasama Islam/OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990, setelah menjelaskan kaidah dalam transaksi menggunakan sarana komunikasi modern, “Kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas tidak dapat diterapkan untuk akad nikah karena disyaratkan harus ada saksi, juga tidak dapat diterapkan untuk sharf (tukar-menukar mata uang, atau jual-beli emas dan perak) karena disyaratkan harus serah-terima barang dan uang secara tunai”.—Jurnal Majma’ Al Fiqh Al Islami edisi VI jilid II hal 785
Untuk barang yang tidak disyaratkan serah terima secara tunai dalam transaksi, yaitu seluruh jenis barang, selain emas, perak dan mata uang, bisa di-transaksikan melalui internet.

Hukumnya ini ditakhrij (diturunkan) dari kasus jual-beli melalui surat-menyurat.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqh OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990—dalam Jurnal Majma’ Al Fiqh Al Islami edisi VI jilid II hal 785, juga memutuskan: “Apabila akad terjadi antara dua orang yang berjauhan, tidak berada dalam satu majelis dan satu dengan lainnya tidak saling melihat atau mendengar, sedangkan media perantara antara mereka adalah tulisan atau surat atau orang suruhan, sebagaimana hal ini dapat diterapkan pada faksmili, teleks dan layar komputer (Internet).

Dalam hal ini akad berlangsung dengan sampainya ijab dan qabul kepada masing-masing pihak yang bertransaksi“.

Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fiqh OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990 juga menyebutkan, Bila transaksi berlangsung dalam satu waktu sedangkan kedua belah pihak berada di tempat yang berjauhan, seperti yang diterapkan pada transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler, maka akad ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung, karena seolah-olah keduanya berada dalam satu tempat”.
Dalam transaksi online, penyediaan aplikasi permohonan barang oleh pihak pemilik situs (penjual) merupakan ijab. Sedangkan pengisian dan pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul.

Penjelasan di atas masih meninggalkan satu masalah, bagaimana dengan status fisik barang yang diperjual-belikan, yang tidak dapat disaksikan pembeli langsung, namun hanya berupa gambar beserta spesifikasinya. Apakah ini mempengaruhi keabsahan jual-beli online?

Terkait masalah pembeli yang tidak dapat melihat barang secara langsung, namun hanya kriteria dan spesifikasi, masih diperselisihkan para ulama. Sistem transaksi semacam ini dianalogikan dengan bai’ alghaib ala shifat. Yaitu jual-beli barang yang tidak dihadirkan pada majelis akad, atau tidak dapat disaksikan langsung, seperti membeli barang dalam kardus/kotak yang isinya hanya dijelaskannya melalui keterangan.

Agar lebih sistematis mengupas hukum bai’ alghaib ala shifat pada transaksi online, kita perlu lebih dulu membedakan antara menjual barang milik sendiri dan menjualkan barang milik orang lain (makelar).

Menjual Barang Milik Sendiri

Ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menjual barang milik pribadi secara online, yang sejatinya merupakan perselisihan mengenai hukum bai’ alghaib ala shifat.

Pendapat pertama: Tidak sah jual-beli barang yang tidak dihadirkan pada saat akad, sekali pun barang tersebut ada. Pendapat ini merupakan mazhab Syafi’i.
An Nawawi dalam Minhajut Thalibin, jilid II, hal 12 menulis, “Pendapat yang kuat dalam mazhab bahwa tidak sah bai’ alghaib ala shifat“. Pendapat ini berpegang pada riwayat dari Abu Hurairah bahwa “Nabi melarang jual beli Gharar.”—HR Muslim—

Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang mengandung unsur gharar, dan jual-beli barang yang tidak terlihat oleh mata. Sementara menjual dengan sekadar penjelasan melalui keterangan termasuk jual-beli gharar, karena objeknya tidak jelas.

Tanggapan: Tidak benar bai’ alghaib ala shifat termasuk jual-beli gharar. Karena sebuah objek barang bisa menjadi jelas melalui indera mata (melihat langsung), atau melalui indera yang lain.
Adanya penjelasan spesifikasi barang melalui keterangan, baik dalam bentuk tulisan atau pun lisan tidaklah dianggap menyembunyikan barang. Sementara syariat menghukumi sama antara mengetahui sesuatu dan melihat langsung atau pun dengan sekadar uraian keterangan.

Allah berfirman, (yang artinya): “Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya“.—Al-Baqarah: 89—

Dalam ayat di atas, Allah menghukumi orang Yahudi sebagai kafir karena keingkaran mereka terhadap Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Padahal  mereka telah mengetahui sifat-sifatnya dari penjelasan kitab mereka. Allah menghukumi sama antara pengetahuan melalui uraian keterangan dengan menyaksikan langsung.

Begitu juga sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang wanita yang bergaul dengan wanita lain, kemudian ia menceritakan ciri-ciri tubuh wanita tersebut kepada suaminya, seolah-olah suaminya melihat langsung wanita yang dia ceritakan”.—HR Bukhari—

Hadits ini sangat tegas menyatakan sama antara penjelasan melalui keterangan dan cerita dengan melihat langsung.
Dengan demikian, penjelasan spesifikasi barang melalui keterangan dihukumi sama dengan melihat langsung dan tidak ada unsur gharar, karena barang sudah jelas, demikian dikemukakan Dr. Adil Syahin, dalam aqdut taurid; haqiqatuhu wa ahkamuhu fil fiqhil Islami jilid I, hal 296.

Pendapat kedua: bai’ alghaib ala shifat hukumnya sah. Pendapat ini merupakan mazhab mayoritas para ulama: Hanafi, Maliki dan Hanbali dalam Al Mausu’ah al Kuwaitiyah jilid IX, hal 16.

Dalil pendapat kedua adalah nash-nash yang menjelaskan bahwa hukum jual-beli pada dasarnya adalah boleh/halal. Seperti firman Allah, yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli”.—Al-Baqarah: 275—

Bai’ alghaib ala shifat termasuk jual-beli. Sementara hukum asal jual-beli adalah halal. Dengan demikian, bai’ alghaib ala shifat hukumnya halal.
Juga tidak ada hal-hal yang menyebabkan jual-beli ini menjadi haram sehingga hukumnya tetap pada kaidah dasar yaitu halal.

Wallahu a’lam, insyaaAllah pendapat kedualah yang lebih kuat, karena tidak ada hal yang mengubah hukumnya dari halal menjadi haram. Hanya saja perlu diingat, penjelasan spesifikasi haruslah jelas. Jika tidak, seperti seorang penjual mengatakan kepada pembeli: “Saya jual baju yang ada dalam kotak ini,” tanpa menjelaskan warna, ukuran, model, jenis dan hal-hal lain yang mempengaruhi harga barang, maka hukumnya haram karena termasuk jual beli gharar.

Penjual Online Tidak Memiliki Barang yang Ia Tampilkan.

Para ulama sepakat, tidak sah hukum jual-beli jika pemilik situs tidak memiliki barang-barang yang ia tampilkan pada situsnya.
Sebagai ilustrasi, ada tiga pihak yang terlibat: A, pemilik barang X, B sebagai penjual online, dan C pembeli melalui Internet. Mula-mula C mengirim aplikasi permohonan barang X. B langsung menghubungi A, yang sesungguhnya sebatas untuk konfirmasi keberadaan barang tanpa melakukan akad jual-beli. Setelah B yakin barang ada, dia meminta C mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah uang diterima, barulah B membeli barang X dari A, lalu mengirimkannya kepada C.

Akad jual-beli semacam itu tidak sah. Karena ia menjual barang yang bukan miliknya, dan hal ini mengandung unsur gharar. Sebab dia belum bisa memastikan pada saat akad berlangsung, apakah barang dapat dikirim kepada pembeli atau tidak?

Hal tersebut berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dia berkata, “Wahai Rasulullah!Seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang dia inginkan dari pasar? Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!” –HR Abu Daud; dishahihkan al-Albani.

Untuk menghindari hal di atas dan agar jual-beli menjadi sah, pemilik situs dapat melakukan langkah-langkah berikut:

1. Penjual (B) memberi tahu kepada setiap calon pembeli (C) bahwa penyediaan aplikasi permohonan barang bukan berarti ijab dari penjual (B).
2. Setelah calon pembeli mengisi aplikasi dan mengirimkannya, B tidak boleh menerima akad jual-beli langsung, akan tetapi dia beli terlebih dahulu barang tersebut dari si A dan diantar ke tempat B, kemudian baru B dibolehkan menjawab permohonan C dan memintanya untuk transfer uang ke rekeningnya, lalu mengirimkan barang ke pembeli (C).
3. Untuk menghindari kerugian akibat pembeli via Internet membatalkan niatnya selama masa tunggu, sebaiknya penjual online (B) meminta syarat kepada pemilik barang (A) bahwa ia berhak mengembalikan barang selama tiga hari sejak barang dibeli, ini yang dinamakan khiyar syarat.

Jika langkah-langkah di atas diikuti, jual-beli menjadi sah dan keuntungannya pun halal. Wallahu’alam.

Source : Dr. Erwandi Tarmizi

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

TANYA JAWAB


1. Akhwat
Assalamualaikum ustadz ijin bertanya:
1. Bagaimana usaha jasa titip  halal kah?
2. Semisal kita tidak punya modal lalu bergabung dengan salah satu olshop dengan menjadi marketer/salesnya dengan imbalan semisal 10% dari penjualan apakah ini dperbolehkan atau tidak? atau lebih baik menjadi reseller saja?
Jawab :
1. Masuk kategori akad jual beli jasa. Sama juga status karyawan kan. Akadnya demikian. Jasa karyawan yang dipakai perusahaan.
2. Boleh selama pemilik tangan pertama menyetujuinya.


2. G6
Bismillah. Ijin bertanya, bagaimanakah hukum go/grabpay, paytren, dan e money? Menurut seorang ustadz, muamalah kontemporer semua itu haram. Tapi ternyata beberapa ustadz yang lain membolehkan. Jika sesuatu itu haram tapi sifatnya mengikat pada sistem yang tidak bisa kita hindari karena sistem pemerintahan kita bukan Islam, bagaimana status dosanya? Benarkah ditanggung oleh Ulil Amri yang menfasilitasi maksiat tersebut? Syukron
Jawab :
Hukum GoPay yang dijadikan masalah adalah bahwa pihak Gojek melakukan akad pinjam dengan Nasabah. Maka kelebihan dari akad pinjam ini masuk kategori riba. Seperti discount-discountnya. Jika ada Ulama yang mengkritisi maka menjadi tanggung jawab Pribadi.


3. Akhwat
Assalamualaikum ustadz.
1. Apakah berarti dropship itu termasuk gharar?
2. Apakah boleh meminta uang muka sebagai tanda jadi untuk membeli barang sebagai syarat?
Jawab :
1. Supaya dropship tidak termasuk gharar. Maka tidak boleh DP. Harus bayar lunas full
2. Jika dropshipper tidak boleh


4. G-5
Assalamualaikum. Izin bertanya. Saya kan berjualan kadang saya share lewat FB atau WA. Barangnya bukan punya saya, misal punya ibu mertua saya dan teman saya. Tapi barangnya ada. Jelas dan siap kirim. Terkadang kalau yang jangkauan rumahnya dekat maka saya menolak transfer. Ada barang ada uang. Tetapi buat yang rumahnya sangat jauh, terkadang konsumen (kenal secara pribadi) suka transfer duluan padahal barang belum aku kirim. Nah kalo kayak gini apakah termasuk haram juga transaksinya?
Jawab :
Tidak apa-apa


5. G-5
Assalamualaikum. Mau bertanya, kalau kita jual barang dengan harga yang berbeda boleh tak ustadz? Misal kalau cash segini, kalau nyicil jadi lebih mahal. Terima kasih atas penjelasannya.
Jawab :
Boleh


6.  Akhwat
Nama ana, dari Serang, izin bertanya. Kita sering mendengar istilah gadai, misal ada tetangga yang menggadaikan motornya kepada kita, apa barang yang di gadai boleh kita pakai?
Jawab :
Tidak boleh dipakai


7. G1
Aassalamualaikum ustadz. Afwan bagaimana hukumnya jika kita dititipin untuk menjual barang milik pribadi teman /bukan penjual?
Jawab :
Boleh saja. Selama semua spek jelas baik yang nilai lebihnya maupun kecacatan barangnya juga disampaikan jika ada.


8. G3
Izin bertanya ustadz, kalo nabung emas di pegadaian syariah itu hukumnya gimana ya? akadnya katanya beli emas lalu titip dengan membayar biaya admin. Apakah sama hukumnya bila nabungnya lewat transfer dengan mobile banking?
Jawab :
Emas itu harus COD. Dan hukumnya berbeda dengan menabung traditional


9. G2
Ustadz, kalau sudah mendaftar di seorang distributor suatu produk sebagai agen. Tidak ada aturan mengikat tentang target penjualan dalam waktu tertentu, semenjak terdaftar sebagai agen berhak kah kita menjual dengan sistem dropship walau nantinya kita transfer ke distributor begitu sudah ada yang order saja baru transfer ke distributor
Jawab :
Boleh


10. G4
Untuk item 3 bagian paling bawah dimana ada akad di awal dimana barang bisa dkembalikan dalam tempo tertentu ke penjual, berarti barang tersebut boleh dicoba /dipakai dulu atau bagaimana?
Jawab :
Maksudnya sebagai reseller boleh mengembalikan ke produsen jika pembeli batal membelinya


11. G1
Afwan ustadz, jika kita dapat barang ori murah sekali kemudian kita jual harga dibawah harga yang ditetapkan distributor resmi apakah boleh?
Jawab :
Boleh jika sepenuhnya jadi milik kita


12. G1
Afwan ustadz nyambung pertanyaan no 11. Apakah tidak mendholimi penjual lain yang jual harga resmi?
Jawab :
Tidak


13. G2
Ustadz, ketika menjual online secara dropship, pas order pertama konsumen puas, kemudian dia order lagi dalam jumlah lebih banyak. Ternyata kualitas barang order kedua ini, kurang dari ketika dia order kali pertama. Ternyata komplain ke distributor dan produsen, barang tidak bisa  di return, karena bukan kualitas produk yang berkurang katanya, tapi bahan dasarnya yang beda kualitas beda supplier tapi dengan modal masih sama. Kalau terjadi seperti ini apakah dropshiper salah ustadz?
Jawab :
Sebagai dropshipper harusnya menyampaikan hal tersebut. Bahwa bahan dasarnya berbeda. Ini MUTLAK harus diketahui pembeli.


14. G2
Produsen/distributor tidak kasih tahu ustadz, konsumen setelah terima barang baru komplain soal itu!?
Jawab :
Salah dropshippernya. Tidak jeli


15. Akhwat
Bagaimana hukumnya jual beli di market place sperti shopee, tokoped, dll? Jika riba, di bagian manakah yang dapat mnyebabkan riba? Terima kasih
Jawab :
Tidak apa-apa


16. G-5
Assalamualaikum ijin tanya ustadz, saya pernah jual baju yang belum pernah saya pakai (karena kebesaran karena beli ol) kemudian saya jual di shopee, terus ada yang order (si B) dari aplikasi tersebut. Dia ternyata dropshipper, jadi dia mengaku itu barangnya ke customer A, tapi saya kirimnya ke alamat si A lgs, bukan ke alamat pengorder. Apa saya kena efek gharar juga?
Jawab :
Tidak


17. Akhwat
Mau tanya, untuk cashback di jual beli online ato gopay hukumnya bagaimana ustad? Dan mohon penjelasan Ribanya dimana?

Jawab :
Menurut saya ini RIBA. Jual beli online jika ada discount ini tidak masuk riba.  Yang masuk Riba adalah Gopay nya. Kita topup ke gopay 100.000 dan pakai gopay misal jadi 5.000 kalau normal 10.000. Uang yang kita topup ke Gopay, sebenarnya pihak gojek pinjam uang kita bukan? Akadnya akad pinjam. Maka setiap kelebihan dari akad pinjam meminjam jatuhnya gopay. Sedangkan belanja online kan tidak ada saldo mengendap di merchant onlinenya. Dikasih harga 50.000 dengan syarat free ongkir ya kita bayar 50.000 dan dapat discount free ongkir


18. Akhwat
Mohon detail lagi atas jawaban No 17 ustadz?
Jawab :
Gopay Akad Pinjam
Saldo ada 100.000. Jika sekali pakai 10.000 maka bisa dipakai 10x. Tapi karena ada discount dari Gopay harganya jadi 5.000 maka bisa dipakai 20x. Kalau harga normal 10.000 x 20 maka totalmya kan jadi 200.000. Maka selisih 200.000-100.000 = 100.000. Inilah menjadi riba
Discount dari Akad Jual Beli dipersilahkan. Discount dari Akad Pinjam dilarang.


19. Akhwat
Uang kita di gopay milik siapa? Milik kita ya?
Jawab :
Iya. Sama saja uang yang kita setor di Bank. Ya milik kita.  Bank hanya pinjam uang kita kan untuk diputar. Gojek hanya pinjam uang kita kan untuk diputar. Maka kelebihan dari akad pinjam ya Riba. Ini kelebihannya bukan discount tapi berbunga. Sama saja ketika dijumlahkan nominalnya baik yang di bank atau di gopay, secara value BERTAMBAH

Ada kisah Sahabat Nabi Menagih hutang kepada orang yang berhutang. Dan sampai dilokasi, ternyata turun hujan lebat. Dan dia disuruh masuk ke rumahnya sambil menunggu tuan rumah datang. Yang bersangkutan menolak dan memilih berteduh dibawah pohon. Karena menikmati KELEBIHAN dalam proses hutang piutang atau akad pinjam masuk kategori RIBA.
Bayangkan! Hanya berteduh dari Hujan saja beliau sangat takut terkena riba. Karena itu merupakan “kelebihan” dari maksud dia menagih hutangnya. Bagaimana dengan kita...?




•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Kita tutup dengan membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin

Doa Kafaratul Majelis:

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
 


Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!