Rekap Kajian Link Online Hamba Allah
Grup : Ummi G1-G6 & Akhwat
Hari/Tgl : Jum'at ,22 Desember 2018
Materi : Hukum Jual Beli Online
Nara Sumber : Ustadz Dodi Abu-El
Waktu Kajian : 19.30 - 21:00
*******************************
Halal-Haram
Bisnis Online
Kemajuan teknologi informatika juga
merambat ke perdagangan. Dulu, transaksi niaga hanya dapat dilakukan dengan
menghadirkan kedua belah pihak yang bertransaksi dalam satu majelis. Sekarang,
dengan jaringan Internet, jarak tidak lagi menjadi kendala untuk bertransaksi.
Transaksi seperti itu populer disebut
jual-beli online. Transaksi dengan jaringan Internet ini berlangsung pada
jual-beli barang/jasa, penukaran mata uang, penarikan uang tunai, pengiriman
uang dan seabreg transaksi lainnya. Perbankan memanfaatkan kemajuan teknologi
informatika untuk melayani para nasabahnya dengan lebih mudah, cepat dan
nyaman.
Para ulama sepakat, transaksi barang dan
uang yang disyaratkan secara tunai tidak boleh dilakukan melalui Internet,
seperti jual-beli emas atau perak. Karena itu, tidak sah membeli emas atau
perak melalui Internet dengan cara transfer uang ke rekening penjual, kemudian
emas diterima pembeli beberapa waktu setelah uang ditransfer. Transaksi semacam
ini termasuk riba nasi’ah (tukar-menukar barang ribawi yang ‘illatnya sama,
dengan cara tidak tunai).
Dari Ubadah abin Shomit, Rasulullah
Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, sya’ir (gandum kasar) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan
garam, harus sama beratnya dan tunai.”—HR Muslim—
Berdasarkan hadits tersebut, seperti kita
ketahui bersama, barang ribawi ada enam: emas, perak, kurma, gandum kasar,
gandum halus, dan garam. Keenam barang ini dikelompokkan menjadi dua berdasarkan
illatnya (fungsinya). Emas dan perak dianggap satu kelompok, karena fungsinya
sama: alat tukar.
Sedangkan empat sisanya masuk kelompok
dua, dengan fungsi sama: bahan makanan. Tukar- menukar barang ribawi yang sama
fungsinya, seperti emas dengan perak, atau uang, harus dilakukan tunai. Jika
ada penundaan penyerahan, terjebak dalam larangan riba nasi’ah. Namun jika
barang dapat diserah-terimakan saat itu juga, diperbolehkan, seperti; penukaran
mata uang asing melalui anjungan tunai mandiri (ATM).
Untuk mempermudah pemahaman, kita
ilustrasikan: A memiliki tabungan berbentuk rupiah di salah satu bank di
Indonesia. Saat A di luar negeri, ia membutuhkan dolar Amerika. A menarik uang
tunai dolar AS dengan kartu ATM-nya di salah satu mesin ATM sebuah bank di negeri
ia berada. Transaksi yang dilakukan A diperbolehkan dan tidak termasuk riba
bai’ (jual-beli), karena yang terjadi penukaran rupiah dengan dolar, secara
tunai.
Berdasarkan keputusan Majma’ Al Fiqh Al
Islami (Divisi Fiqh Organisasi Kerjasama Islam/OKI) keputusan No. 52 (3/6)
1990, setelah menjelaskan kaidah dalam transaksi menggunakan sarana komunikasi
modern, “Kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas tidak dapat diterapkan
untuk akad nikah karena disyaratkan harus ada saksi, juga tidak dapat diterapkan
untuk sharf (tukar-menukar mata uang, atau jual-beli emas dan perak) karena
disyaratkan harus serah-terima barang dan uang secara tunai”.—Jurnal Majma’ Al
Fiqh Al Islami edisi VI jilid II hal 785
Untuk barang yang tidak disyaratkan serah
terima secara tunai dalam transaksi, yaitu seluruh jenis barang, selain emas,
perak dan mata uang, bisa di-transaksikan melalui internet.
Hukumnya ini ditakhrij (diturunkan) dari
kasus jual-beli melalui surat-menyurat.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqh
OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990—dalam Jurnal Majma’ Al Fiqh Al Islami edisi VI
jilid II hal 785, juga memutuskan: “Apabila akad terjadi antara dua orang yang
berjauhan, tidak berada dalam satu majelis dan satu dengan lainnya tidak saling
melihat atau mendengar, sedangkan media perantara antara mereka adalah tulisan
atau surat atau orang suruhan, sebagaimana hal ini dapat diterapkan pada
faksmili, teleks dan layar komputer (Internet).
Dalam hal ini akad berlangsung dengan
sampainya ijab dan qabul kepada masing-masing pihak yang bertransaksi“.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fiqh
OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990 juga menyebutkan, Bila transaksi berlangsung
dalam satu waktu sedangkan kedua belah pihak berada di tempat yang berjauhan,
seperti yang diterapkan pada transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler,
maka akad ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung, karena seolah-olah
keduanya berada dalam satu tempat”.
Dalam transaksi online, penyediaan
aplikasi permohonan barang oleh pihak pemilik situs (penjual) merupakan ijab.
Sedangkan pengisian dan pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli
merupakan qabul.
Penjelasan di atas masih meninggalkan
satu masalah, bagaimana dengan status fisik barang yang diperjual-belikan, yang
tidak dapat disaksikan pembeli langsung, namun hanya berupa gambar beserta
spesifikasinya. Apakah ini mempengaruhi keabsahan jual-beli online?
Terkait masalah pembeli yang tidak dapat
melihat barang secara langsung, namun hanya kriteria dan spesifikasi, masih
diperselisihkan para ulama. Sistem transaksi semacam ini dianalogikan dengan
bai’ alghaib ala shifat. Yaitu jual-beli barang yang tidak dihadirkan pada
majelis akad, atau tidak dapat disaksikan langsung, seperti membeli barang
dalam kardus/kotak yang isinya hanya dijelaskannya melalui keterangan.
Agar lebih sistematis mengupas hukum bai’
alghaib ala shifat pada transaksi online, kita perlu lebih dulu membedakan
antara menjual barang milik sendiri dan menjualkan barang milik orang lain
(makelar).
Menjual
Barang Milik Sendiri
Ulama berbeda pendapat tentang keabsahan
menjual barang milik pribadi secara online, yang sejatinya merupakan
perselisihan mengenai hukum bai’ alghaib ala shifat.
Pendapat pertama: Tidak sah jual-beli
barang yang tidak dihadirkan pada saat akad, sekali pun barang tersebut ada.
Pendapat ini merupakan mazhab Syafi’i.
An Nawawi dalam Minhajut Thalibin, jilid
II, hal 12 menulis, “Pendapat yang kuat
dalam mazhab bahwa tidak sah bai’ alghaib ala shifat“. Pendapat ini
berpegang pada riwayat dari Abu Hurairah bahwa “Nabi melarang jual beli
Gharar.”—HR Muslim—
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
melarang jual-beli yang mengandung unsur gharar, dan jual-beli barang yang
tidak terlihat oleh mata. Sementara menjual dengan sekadar penjelasan melalui
keterangan termasuk jual-beli gharar, karena objeknya tidak jelas.
Tanggapan: Tidak benar bai’ alghaib ala
shifat termasuk jual-beli gharar. Karena sebuah objek barang bisa menjadi jelas
melalui indera mata (melihat langsung), atau melalui indera yang lain.
Adanya penjelasan spesifikasi barang
melalui keterangan, baik dalam bentuk tulisan atau pun lisan tidaklah dianggap
menyembunyikan barang. Sementara syariat menghukumi sama antara mengetahui
sesuatu dan melihat langsung atau pun dengan sekadar uraian keterangan.
Allah berfirman, (yang artinya): “Maka setelah datang kepada mereka apa yang
telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya“.—Al-Baqarah: 89—
Dalam ayat di atas, Allah menghukumi
orang Yahudi sebagai kafir karena keingkaran mereka terhadap Nabi Muhammad
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Padahal mereka telah mengetahui
sifat-sifatnya dari penjelasan kitab mereka. Allah menghukumi sama antara
pengetahuan melalui uraian keterangan dengan menyaksikan langsung.
Begitu juga sabda Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang
wanita yang bergaul dengan wanita lain, kemudian ia menceritakan ciri-ciri
tubuh wanita tersebut kepada suaminya, seolah-olah suaminya melihat langsung
wanita yang dia ceritakan”.—HR Bukhari—
Hadits ini sangat tegas menyatakan sama
antara penjelasan melalui keterangan dan cerita dengan melihat langsung.
Dengan demikian, penjelasan spesifikasi
barang melalui keterangan dihukumi sama dengan melihat langsung dan tidak ada
unsur gharar, karena barang sudah jelas, demikian dikemukakan Dr. Adil Syahin,
dalam aqdut taurid; haqiqatuhu wa ahkamuhu fil fiqhil Islami jilid I, hal 296.
Pendapat kedua: bai’ alghaib ala shifat
hukumnya sah. Pendapat ini merupakan mazhab mayoritas para ulama: Hanafi,
Maliki dan Hanbali dalam Al Mausu’ah al Kuwaitiyah jilid IX, hal 16.
Dalil pendapat kedua adalah nash-nash
yang menjelaskan bahwa hukum jual-beli pada dasarnya adalah boleh/halal.
Seperti firman Allah, yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli”.—Al-Baqarah:
275—
Bai’ alghaib ala shifat termasuk
jual-beli. Sementara hukum asal jual-beli adalah halal. Dengan demikian, bai’
alghaib ala shifat hukumnya halal.
Juga tidak ada hal-hal yang menyebabkan
jual-beli ini menjadi haram sehingga hukumnya tetap pada kaidah dasar yaitu
halal.
Wallahu a’lam, insyaaAllah pendapat
kedualah yang lebih kuat, karena tidak ada hal yang mengubah hukumnya dari
halal menjadi haram. Hanya saja perlu diingat, penjelasan spesifikasi haruslah
jelas. Jika tidak, seperti seorang penjual mengatakan kepada pembeli: “Saya
jual baju yang ada dalam kotak ini,” tanpa menjelaskan warna, ukuran, model,
jenis dan hal-hal lain yang mempengaruhi harga barang, maka hukumnya haram
karena termasuk jual beli gharar.
Penjual
Online Tidak Memiliki Barang yang Ia Tampilkan.
Para ulama sepakat, tidak sah hukum
jual-beli jika pemilik situs tidak memiliki barang-barang yang ia tampilkan
pada situsnya.
Sebagai ilustrasi, ada tiga pihak yang
terlibat: A, pemilik barang X, B sebagai penjual online, dan C pembeli melalui
Internet. Mula-mula C mengirim aplikasi permohonan barang X. B langsung
menghubungi A, yang sesungguhnya sebatas untuk konfirmasi keberadaan barang
tanpa melakukan akad jual-beli. Setelah B yakin barang ada, dia meminta C
mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah uang diterima, barulah B membeli
barang X dari A, lalu mengirimkannya kepada C.
Akad jual-beli semacam itu tidak sah.
Karena ia menjual barang yang bukan miliknya, dan hal ini mengandung unsur
gharar. Sebab dia belum bisa memastikan pada saat akad berlangsung, apakah
barang dapat dikirim kepada pembeli atau tidak?
Hal tersebut berdasarkan hadist yang
diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dia berkata, “Wahai Rasulullah!Seseorang
datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang
tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang
dia inginkan dari pasar? Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
”Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!” –HR Abu Daud; dishahihkan
al-Albani.
Untuk menghindari hal di atas dan agar
jual-beli menjadi sah, pemilik situs dapat melakukan langkah-langkah berikut:
1. Penjual (B) memberi tahu kepada setiap
calon pembeli (C) bahwa penyediaan aplikasi permohonan barang bukan berarti
ijab dari penjual (B).
2. Setelah calon pembeli mengisi aplikasi
dan mengirimkannya, B tidak boleh menerima akad jual-beli langsung, akan tetapi
dia beli terlebih dahulu barang tersebut dari si A dan diantar ke tempat B,
kemudian baru B dibolehkan menjawab permohonan C dan memintanya untuk transfer
uang ke rekeningnya, lalu mengirimkan barang ke pembeli (C).
3. Untuk menghindari kerugian akibat
pembeli via Internet membatalkan niatnya selama masa tunggu, sebaiknya penjual
online (B) meminta syarat kepada pemilik barang (A) bahwa ia berhak
mengembalikan barang selama tiga hari sejak barang dibeli, ini yang dinamakan
khiyar syarat.
Jika langkah-langkah di atas diikuti,
jual-beli menjadi sah dan keuntungannya pun halal. Wallahu’alam.
Source : Dr. Erwandi Tarmizi
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA JAWAB
1. Akhwat
Assalamualaikum ustadz ijin bertanya:
1. Bagaimana usaha jasa titip halal kah?
2. Semisal kita tidak punya modal lalu
bergabung dengan salah satu olshop dengan menjadi marketer/salesnya dengan
imbalan semisal 10% dari penjualan apakah ini dperbolehkan atau tidak? atau
lebih baik menjadi reseller saja?
Jawab
:
1. Masuk kategori akad jual beli jasa.
Sama juga status karyawan kan. Akadnya demikian. Jasa karyawan yang dipakai
perusahaan.
2. Boleh selama pemilik tangan pertama
menyetujuinya.
2. G6
Bismillah. Ijin bertanya, bagaimanakah
hukum go/grabpay, paytren, dan e money? Menurut seorang ustadz, muamalah
kontemporer semua itu haram. Tapi ternyata beberapa ustadz yang lain
membolehkan. Jika sesuatu itu haram tapi sifatnya mengikat pada sistem yang
tidak bisa kita hindari karena sistem pemerintahan kita bukan Islam, bagaimana
status dosanya? Benarkah ditanggung oleh Ulil Amri yang menfasilitasi maksiat
tersebut? Syukron
Jawab
:
Hukum GoPay yang dijadikan masalah adalah
bahwa pihak Gojek melakukan akad pinjam dengan Nasabah. Maka kelebihan dari
akad pinjam ini masuk kategori riba. Seperti discount-discountnya. Jika ada
Ulama yang mengkritisi maka menjadi tanggung jawab Pribadi.
3. Akhwat
Assalamualaikum ustadz.
1. Apakah berarti dropship itu termasuk
gharar?
2. Apakah boleh meminta uang muka sebagai
tanda jadi untuk membeli barang sebagai syarat?
Jawab
:
1. Supaya dropship tidak termasuk gharar.
Maka tidak boleh DP. Harus bayar lunas full
2. Jika dropshipper tidak boleh
4. G-5
Assalamualaikum. Izin bertanya. Saya kan
berjualan kadang saya share lewat FB atau WA. Barangnya bukan punya saya, misal
punya ibu mertua saya dan teman saya. Tapi barangnya ada. Jelas dan siap kirim.
Terkadang kalau yang jangkauan rumahnya dekat maka saya menolak transfer. Ada
barang ada uang. Tetapi buat yang rumahnya sangat jauh, terkadang konsumen
(kenal secara pribadi) suka transfer duluan padahal barang belum aku kirim. Nah
kalo kayak gini apakah termasuk haram juga transaksinya?
Jawab
:
Tidak apa-apa
5. G-5
Assalamualaikum. Mau bertanya, kalau kita
jual barang dengan harga yang berbeda boleh tak ustadz? Misal kalau cash
segini, kalau nyicil jadi lebih mahal. Terima kasih atas penjelasannya.
Jawab
:
Boleh
6. Akhwat
Nama ana, dari Serang, izin bertanya. Kita
sering mendengar istilah gadai, misal ada tetangga yang menggadaikan motornya kepada
kita, apa barang yang di gadai boleh kita pakai?
Jawab
:
Tidak boleh dipakai
7. G1
Aassalamualaikum ustadz. Afwan bagaimana
hukumnya jika kita dititipin untuk menjual barang milik pribadi teman /bukan
penjual?
Jawab
:
Boleh saja. Selama semua spek jelas baik
yang nilai lebihnya maupun kecacatan barangnya juga disampaikan jika ada.
8. G3
Izin bertanya ustadz, kalo nabung emas di
pegadaian syariah itu hukumnya gimana ya? akadnya katanya beli emas lalu titip
dengan membayar biaya admin. Apakah sama hukumnya bila nabungnya lewat transfer
dengan mobile banking?
Jawab
:
Emas itu harus COD. Dan hukumnya berbeda
dengan menabung traditional
9. G2
Ustadz, kalau sudah mendaftar di seorang
distributor suatu produk sebagai agen. Tidak ada aturan mengikat tentang target
penjualan dalam waktu tertentu, semenjak terdaftar sebagai agen berhak kah kita
menjual dengan sistem dropship walau nantinya kita transfer ke distributor
begitu sudah ada yang order saja baru transfer ke distributor
Jawab
:
Boleh
10. G4
Untuk item 3 bagian paling bawah dimana
ada akad di awal dimana barang bisa dkembalikan dalam tempo tertentu ke
penjual, berarti barang tersebut boleh dicoba /dipakai dulu atau bagaimana?
Jawab
:
Maksudnya sebagai reseller boleh
mengembalikan ke produsen jika pembeli batal membelinya
11. G1
Afwan ustadz, jika kita dapat barang ori
murah sekali kemudian kita jual harga dibawah harga yang ditetapkan distributor
resmi apakah boleh?
Jawab
:
Boleh jika sepenuhnya jadi milik kita
12. G1
Afwan ustadz nyambung pertanyaan no 11. Apakah
tidak mendholimi penjual lain yang jual harga resmi?
Jawab
:
Tidak
13. G2
Ustadz, ketika menjual online secara
dropship, pas order pertama konsumen puas, kemudian dia order lagi dalam jumlah
lebih banyak. Ternyata kualitas barang order kedua ini, kurang dari ketika dia
order kali pertama. Ternyata komplain ke distributor dan produsen, barang tidak
bisa di return, karena bukan kualitas
produk yang berkurang katanya, tapi bahan dasarnya yang beda kualitas beda
supplier tapi dengan modal masih sama. Kalau terjadi seperti ini apakah
dropshiper salah ustadz?
Jawab
:
Sebagai dropshipper harusnya menyampaikan
hal tersebut. Bahwa bahan dasarnya berbeda. Ini MUTLAK harus diketahui pembeli.
14. G2
Produsen/distributor tidak kasih tahu
ustadz, konsumen setelah terima barang baru komplain soal itu!?
Jawab
:
Salah dropshippernya. Tidak jeli
15. Akhwat
Bagaimana hukumnya jual beli di market
place sperti shopee, tokoped, dll? Jika riba, di bagian manakah yang dapat
mnyebabkan riba? Terima kasih
Jawab
:
Tidak apa-apa
16. G-5
Assalamualaikum ijin tanya ustadz, saya
pernah jual baju yang belum pernah saya pakai (karena kebesaran karena beli ol)
kemudian saya jual di shopee, terus ada yang order (si B) dari aplikasi tersebut.
Dia ternyata dropshipper, jadi dia mengaku itu barangnya ke customer A, tapi saya
kirimnya ke alamat si A lgs, bukan ke alamat pengorder. Apa saya kena efek
gharar juga?
Jawab
:
Tidak
17. Akhwat
Mau tanya, untuk cashback di jual beli
online ato gopay hukumnya bagaimana ustad? Dan mohon penjelasan Ribanya dimana?
Jawab
:
Menurut saya ini RIBA. Jual beli online
jika ada discount ini tidak masuk riba. Yang
masuk Riba adalah Gopay nya. Kita topup ke gopay 100.000 dan pakai gopay misal
jadi 5.000 kalau normal 10.000. Uang yang kita topup ke Gopay, sebenarnya pihak
gojek pinjam uang kita bukan? Akadnya akad pinjam. Maka setiap kelebihan dari
akad pinjam meminjam jatuhnya gopay. Sedangkan belanja online kan tidak ada
saldo mengendap di merchant onlinenya. Dikasih harga 50.000 dengan syarat free
ongkir ya kita bayar 50.000 dan dapat discount free ongkir
18. Akhwat
Mohon detail lagi atas jawaban No 17 ustadz?
Jawab
:
Gopay →
Akad Pinjam
Saldo ada 100.000. Jika sekali pakai
10.000 maka bisa dipakai 10x. Tapi karena ada discount dari Gopay harganya jadi
5.000 maka bisa dipakai 20x. Kalau harga normal 10.000 x 20 maka totalmya kan
jadi 200.000. Maka selisih 200.000-100.000 = 100.000. Inilah menjadi riba
Discount dari Akad Jual Beli
dipersilahkan. Discount dari Akad Pinjam dilarang.
19. Akhwat
Uang kita di gopay milik siapa? Milik
kita ya?
Jawab
:
Iya. Sama saja uang yang kita setor di
Bank. Ya milik kita. Bank hanya pinjam uang
kita kan untuk diputar. Gojek hanya pinjam uang kita kan untuk diputar. Maka
kelebihan dari akad pinjam ya Riba. Ini kelebihannya bukan discount tapi
berbunga. Sama saja ketika dijumlahkan nominalnya baik yang di bank atau di
gopay, secara value BERTAMBAH
Ada kisah Sahabat Nabi ﷺ Menagih hutang
kepada orang yang berhutang. Dan sampai dilokasi, ternyata turun hujan lebat. Dan
dia disuruh masuk ke rumahnya sambil menunggu tuan rumah datang. Yang bersangkutan
menolak dan memilih berteduh dibawah pohon. Karena menikmati KELEBIHAN dalam
proses hutang piutang atau akad pinjam masuk kategori → RIBA.
Bayangkan! Hanya berteduh dari Hujan saja
beliau sangat takut terkena riba. Karena itu merupakan “kelebihan” dari maksud
dia menagih hutangnya. Bagaimana dengan kita...?
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan membacakan
hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا
أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika
asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah,
dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus
Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog:
http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On
line-Hamba Allah
FB : Kajian On
Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment