Home » , , , » MENDENGARKAN TIDAK SAMA DENGAN MENDENGAR

MENDENGARKAN TIDAK SAMA DENGAN MENDENGAR

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Saturday, October 12, 2019


Hasil gambar untuk mendengarkan
Rekap Kajian Online HA Ummi G1-G6 & Akhwat
Hari/Tgl: Selasa, 11 Desember 2018 
Nara Sumber :  Udzh. Sandra, Udzh. Pristia, Udzh. Maryam, Udzh. Tribuwhana, Udzh. Riyanti, Udzh. Enung, Udzh. Rini
**********************************
KAJIAN RUTIN-05
HAMBA ALLAH ONLINE
MENDENGARKAN TIDAK SAMA DENGAN MENDENGAR
*******************************************




Sahabat surga rahimakumullah...

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata baik atau diam“. (Muttafaqqun ‘Alaih)

Dalam sebuah penelitian, para ahli komunikasi menyimpulkan bahwa 75% waktu manusia digunakan untuk berkomunikasi dan 25% dialokasikan untuk mendengar. Di sinilah pentingnya agar manusia  mengetahui seni mendengar yang baik agar komunikasi dengan sesama lebih lancar.
Ada sebuah perkataan bahwa “seorang pembicara yang baik adalah pendengar yang baik”. Tentu saja kalimat ini bukan sekedar kiasan kata atau kalimat tanpa makna. Jika kita cermati, susunan kalimat diatas bisa kita maknai bahwa setiap pembicara yang baik adalah pendengar yang baik atau dengan kata lain, jika kita ingin menjadi pembicara yang baik maka haruslah kita belajar dulu menjadi pendengar yang baik.

Allah Subhanallahu wata’ala menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga. Hal ini terbukti ketika awal mula manusia terlahir di dunia panca indra yang pertama kali berfungsi adalah telinga, bahkan ketika seorang bayi yang di dalam Rahim ibunya bisa mendengar suara yang ada di sekitarnya. Hal ini  seakan mengisyaratkan bahwa hendaknya manusia lebih banyak mendengar daripada banyak berbicara.

Rasulullah Saw adalah seorang pendengar yang baik.

Ketika dakwah Rasulullah Sallallahu 'Alayhiwasalam mulai menarik simpati penduduk kota Mekkah, para pembesar Quraisy mencari cara agak hal itu tidak berlanjut kepada seluruh penduduk Mekkah. Maka mereka mengirim ‘Utbah bin Rabi’ah seorang yang dikenal orator ulung dan negosiator yang piawai. Berharap dapat membujuk Rasulullah Saw agar tidak melanjutkan gerakan dakwahnya.

Kemudian ketika ‘Utbah telah sampai, Rasulullah Saw menyambutnya layaknya sebagai tamu yang  perlu dihormati. Dan Rasulullah Saw mempersilahkan ‘Utbah untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Mulailah ‘Utbah dengan memuji Rasulullah Saw dan berbicara panjang tentang nasab dan kedudukannya di Bani Quraisy, dan menawarkan beberapa hal yang diharapkan bisa membuat Rasulullah berpikir ulang dan menghentikan dakwahnya. Ketika itu Rasulullah Saw dengan seksama mendengarkan setiap perkataan ‘Utbah dan sambil tersenyum mendengar tawaran-tawaran manis tersebut.

Dan ketika ‘Utbah selesai berbicara, barulah Rasulullah mulai berbicara dan memberikan tanggapan. Kemudian Rasulullah Saw membaca ayat 1-5 dari surat Fushilat, ‘Utbah mendengarkan sampai akhir hingga ketika selesai membaca, Rasulullah Saw meminta ‘Utbah untuk merenungkan setiap kata dari ayat tadi. Tampak dari raut wajah ‘Utbah dan sedikit gelisah hingga ia bergegas kembali untuk melaporkan hasil pertemuannya tersebut kepada pemuka Quraisy yang tidak sabar menunggu kabar gembira. Tapi kenyataan yang diperoleh sebaliknya, ‘Utbah malah memberi saran kepada mereka agar berhenti untuk menghalangi dakwah Muhammad dan ia bercerita bahwa Muhammad membaca suatu perkataan yang bukan syai’ir dan diyakininya bukanlah datang dari manusia biasa. Sontak saja hal itu membuat para pemuka Quraisy murka, Bagaimana mungkin seorang yang mereka utus dan dianggap paling bisa menaklukkan setiap argumen Muhammad kini malah membela bahkan mulai mempercayai perkataannya.

Kisah diatas tentu saja bukan sebuah klise atau dongeng, karena memang seperti itulah Rasulullah Saw selalu menghargai lawan bicaranya, hingga pada akhirnya mampu membuat ‘Utbah bin Rabi’ah mau mendengarkan Rasulullah Saw. Satu pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Rasulullah Saw diatas adalah bagaimana menghargai lawan bicara dan memposisikan diri sebagai pendengar yang baik, karena dengan begitu perkataan kita pun akan mudah diterima orang lain.


Akhwatifillah,

Mendengarkan tidak sama dengan mendengar. Mendengar bisa sambil lalu, masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Sedangkan mendengarkan, butuh teknik yang lebih rumit.

Belajar mendengarkan berbanding lurus dengan mengekang lidah, membisukan diri. Kata orang bijak, alasan mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan hanya satu lidah adalah supaya manusia jauh lebih banyak mendengarkan dibanding berbicara.

Menjadi pendengar yang baik itu tidak mudah. Kegiatan mendengarkan harus dilakukan dengan konsentrasi penuh. Apa yang didengar, sungguh-sungguh disimak, dicatat dalam memori hati dan otak, diresapi, dan dimengerti.

Dalam mendengarkan, kita perlu mengaktifkan emosi dan rasio pada saat yang bersamaan. Emosi yang aktif digunakan agar kita mampu berempati kepada mereka yang bertutur kepada kita. Memperhatikan dengan saksama, fokus menyimak, tidak melakukan hal lain—misalnya: asyik dengan handphone. Emosi juga mengatur ekspresi apa yang harus kita tampilkan saat mendengarkan. Apakah gembira, antusias, bersemangat, serius, prihatin, bersedih, atau bahkan tanpa ekspresi? Semua tergantung dari apa yang sedang kita dengarkan. Dengan aktivasi emosi yang tepat, Si Pembicara merasa dirinya dihargai.

Rasio atau logika juga harus dalam keadaan on saat mendengarkan. Otak harus menyusun dan merunut informasi atau cerita yang kita dengar. Alur informasi yang runut memudahkan kita untuk memahami apa yang dimaksudkan pembicara, sehingga kita terhindar dari kesalahpahaman. Rasio juga penting untuk menganalisis informasi.

Analisis tersebut bermanfaat sebagai bahan pertimbangan action atau feedback pasca mendengarkan. Bagaimana pun kita harus bijak saat mendengarkan. Kita dilarang menerima semua informasi secara mentah. Tidak semua informasi yang kita dapat benar adanya. Kita punya telinga kanan dan kiri, keadaan ini selain mengingatkan kita untuk banyak mendengar, juga mengarahkan kita untuk mendengarkan dari semua sisi. Sekali lagi pentingnya logika saat mendengarkan adalah memposisikan diri sebagai pihak netral, yang bersikap objektif dan tidak mudah terprovokasi.

Semakin kita beranjak dewasa, kita akan lebih mengerti mana yang hanya perlu didengar dan mana yang perlu didengarkan. Melewati pasang surut hidup dengan menyelami ragam cerita dan informasi pada akhirnya akan memperkaya hikmat kita sendiri.

Selagi kita diberi kesempatan hidup dengan dua telinga yang normal, marilah kita luangkan waktu untuk mendengarkan: mendengarkan kawan curhat, mendengarkan ibu memberi nasihat, mendengarkan ceramah dosen, mendengarkan Rabb Sang Maha Mendengar.

Wallahu a'laam bishshawab

=====================

TANYA JAWAB
************

TJ G1 (Udzh. Sandra)

T:  Ijin bertanya ustadzah. Kalau seorang daiyyah berarti harus berjiwa mendengar dan mendengarkan ya kan?
J: Biar lebih mudah
Mendengar hanya sekedar sampai ke telinga dan sambil lalu
Mendengarkan menyimak apa yang didengarkan dan bisa memunculkan emosi dan ekspresi diri dari apa yang didengar
Sebagai seorang daiyah sebaiknya mendengarkan bukan hanya sekedar mendengar.

T: Ustadzah, semakin kita dewasa, jadinya harus banyak mendengarkann ya, begitukah tingkatannya?
J: Semakin dewasa kita akan semakin bijak saat mendengarkan.

T: Ijin bertanya ustadzah. Apakah ada batasan otak dalam mendengarkan? Adakah hubungannya dengan umur? Misalnya masih ana-anak2 atau dewasa. Seperti anak-anak yang cepat menghafal?
J: Biasanya manusia mampu mendengarkan dengan baik selama 20 menit selebihnya kurang fokus. Karena otak kalau digenjot terus-terusan juga dia akan merintih jadi butuh istirahat dulu lalu lanjut bekerja. Kalau masalah otak lebih cepat menerima anak-anak karena mereka masih fresh, sedang orang dewasa sudah banyak yang dipikirkan

**********

TJ G2 (Udzh. Pristia)

T: Afwan ustadzh tanya. Bagaimana dengan laki-laki yang jika kita ajak bicara tapi dia seolah-olah tidak mendengarkan, apakah otak laki-laki dan permpuan berbeda dalam mendengar, kadang kita suka terbawa emosi dan berfikir dulu jika mau curhat ke suami, takutnya ga da respon?
J: Terkadang posisi beliau sedang pada waktu yang tidak tepat. Jika kita curhat perlu melihat situasi . para suami cenderung menggunakan logika dibanding perasaan.

T: Ustadzah, bolehkah kita mendengarkan curhat dari teman saudara atau tetangga kita, dalam hal pribadi?
J: Boleh. Asalkan tidak menjelekkan orang lain, dan kita sudah pernah mengalaminya. Jika kita belum pernah mengalaminya hendaknnya kita hanya sebagai pendengar yang baik

T: Afwan ustadzah maaf mau tanya. Bagaimana kalau kita punya tetangga tapi bicaranya selalu pamer apa yang dia punya bagaimana kita harus mendengarkan kadang kadang kita suka kesel?
J: Kita hindari saja ukhti. Karena jika kita mendengarnya lama-lama kita terjangkit penyakit hati

T: Bagaimana kalau kita punya unek-unek dan pengen bercerita kepada suami (misalnya) tapi suami seakan-akan cuek, atau kalau pun sudah mendengarkan tapi tidak suka dengan apa yang kita sampaikan, apakah diam lebih baik? karena apapun itu adalah informasi juga buat suami. Terimakasih
J: Iya kalau suami tidak senang lebih baik diam.

T: Berarti kalau ada informasi biar saja ketinggalan begitu ya, maksudnya semua sudah tahu suami baru tahu dari orang lain, begitu kah? Biarpun terkadang tidak suka begitu? Karena terus terang, berita tidak selalu baik, kadang ada juga yang merugikan dan bahkan awalnya tidak bisa dipercaya kebenarannya?
J: Sebaiknya sampaikan saja dahulu pada suami. Tentang bagaimana pendapat beliau urusan belakangan. Yang jelas beliau tahu terlebih dahulu. Jika tidak baik maka jangan dibahas. Dari pada timbul penyakit hati

**********

TJ G3 (Udzh. Maryam)

T: Izin bertanya ustadzah, bagaimana melatih supaya anak-anak kita juga bisa jadi pendengar yang baik dan mendengarkan kita. Kadang mereka mendengarkan tapi suka menjawab, sehingga terjadi adu argumen dengan kita. Syukron ustadzah.
J: Saya akan coba menjawab ya mba. Sebenarnya dalam Islam jelas ya bagaimana ada adab dan contoh teladan kita, Nabiyullah Muhamammad SAW, namun realitanya kadang anak kita ternyata masih perlu di ingatkan. Sebagai orangtua memang tugasnya untuk selalu mengingatkan, jangan bosan bahkan tidak mengapa kalau kita bilang “bahwa adab orang dulu patut dtiru apalagi kalau guru/ulama dan orang tua sedang bicara-bicara pantang kita menjawab setelah mrk selesai"
Tambahan, kita sebagai orantua juga harus berusaha menjadi contoh. Saat anak cerita, dengarkan dengan seksama bukan langsung djawab atau dbantah.

T: Izin bertanya Ustadzah. Gimana cara yang baik menegur kawan yang suka berbicara sendiri disaat Ustadzah menyampaikan materi dalam suatu kajian. Supaya tidak menyinggung. Karena kawan saya itu memang tipe banyak bicara!?
J: Wah sepertinya persoalan yang sama ya mba, tapi kalau kita sebagai sahabatnya tidak mengapa kita tegur, tapi tanpa spengetahuan yang lain (menjaga harga dirinya). Kasih saja secarik kertas, “maaf mba, tolong ditunda dulu ceritanya, kedengaran sampai belakang/kamu malah jd sorotan yg lain” ~sahabat mu”
Kalau dia hatinya bersih, InsyaAllah akan berterima kasih, karena sudah di ingatkan, tapi bila sebaliknya, kita harus siap menghadapinya dengan jawaban yang baik supaya dia sadar (disini kita di uji bisakah tidak dengan emosi). Atau bisa saja kita beritahu sikapnya itu via orang yang dekat dengannya.

**********

TJ G4 (Udzh. Tribuwhana)

T:  Assalamu'alaykum ustadzah, mohon share tips agar tidak mudah memotong pembicaraan orang lain, terutama ketika dalam satu diskusi,  jazaakillah khoir
J:   وعليكم السلام ور حمة الله وبر كا ته
Jika tidak bisa menahan mulut untuk ngomong, bawa permen sekantong,heheheh. Diam itu harus dilatih dan insyaAllah semua orang bisa kecuali yang tidak bisa, intinya adalah menahan nafsu agar tidak terlihat paling pintar dibanding yang lain. wallahu a'lam

T: Ijin bertanya ustadzah. Ibu identik crewet, kalau belum dicerewetin anak masih santai dan cuek, tapi saat ibunya sudah makin cerewet dan nada sudah naik, baru bergerak, ini bagaimana ustadzah?
J: Ibunda segera pergi meninggalkan TKP, agar tidak terjadi sesuatu hal yang akan membuat penyesalan kelak, entah karena ucapan atau perbuatan. Bunda bisa wudhu atau mandi aja sekalian. Karena anak yang sudah dewasa tidak mempan di cerewetin, tapi diajak ngobrol, dialog. Jika masih kecil belum baligh juga tidak mempan di cerewetin. Lebih baik membuat anak goodmood dulu baru dinasehati.


**********

TJ G5 (Udzh. Riyanti)

T: Izin bertanya d luar materi ya. Assalamualaikum ijin bertanya ustadzah, bolehkah ketika kita marah sama anak kita bilang kamu tuh udah enak tinggal ada...bla..bla.. yang maksudnya memberi tahu. Apakah itu termasuk kita mengungkit-ungkit kepada anak, sehingga kita tidak mendapat pahala dalam mrawat/ mendidik anak? Mohon penjelasannya ustadzah, terimakasih.
J: Waalaikum salam wrwb. Tergantung bunda. Kalimat atau pilihan kata itu tergantung dengan intonasi dan volume suara kita. Dan juga bahasa tubuh kita. Kalo kita melarang anak, tegas. Tapi dengan bahasa tubuh dan intonasi yang lembut. Lebih bisa bikin nyaman. Tapi lebih baik memang menghindari kalimat atau pernyataan yang mungkin bikin anak nggak nyaman. Bertahap cara ngingetinnya. Kunci komunikasi : pilihan kalimat, intonasi dan volume suara dan bahasa tubuh.
Marah itu seni. Ada yang model ortu marah dg memilih tempat. Dan itu dilakukan secara konsisten. Misal. Bila orangtua mengajak bicara dengan anak dan duduk di kursi berhadapan. Bila ini dilakukan secara konsisten. Kelamaan anak akan sadar diri. Saat ortu udah mulai mengajak bicara dengan berhadapan, anak akan mikir. Ada apa nih. Ayah kok ngajak duduk kek gini. Tanpa kita harus marah dengan suara tinggi pun. Anak tahu jika kita lagi marah.

**********

TJ G6 (Udzh. Enung)

T: Assalamualaikum ustadzah. Afwan bertanya. Bagaimana cara mengkondisikan dan melatih telinga kita supaya hanya mendengarkan yang baik dan benar saja? Karena kedua telinga ini akan dimintai pertanggungjawaban kelak bukan? Jazakillah khoiron.
J: wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh, mba aysar yang dirahmati Allah, bila terasa telinga kita mendengar hal-hal yang kurang baik atau yang tidak layak didengar, segera alihkan. Bisa dengan cara mengingat secara halus pada yang menyampaikan berita atau berusaha keluar dari majelis itu, izin pamit dengan cara yang baik.

T: Na'am ustadzah, kadang sering di situasi seperti itu dan bingung mengakhirinya karena engga enak?
J: Kita belajar, mengingatkan baik-baik, bila tak berkenan, pamit baik-baik.

T: Assalamu'alaykum. Terkadang suka ga nahan juga kalo mendengarkan cerita atau obrolan yang mereka minta pendapat kita tapi selalu salah aja, dan pendapat dia yang bener. Suka kesel, sudah mendengarkan menyimak tapi gagal kasih masukan, malah ga dianggap. Gimana mesti kita bersikap dengan orang seperti ini dzah? Mendengarkan atau mendengar saja?
J:  wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh, tanyakan aja teh, sebelum memberi masukan, apa benar mau minta masukan? Atau setelah memberi masukan, kita sampaikan, ini hanya sekedar masukan ya. Keputusan tetap ada di tangan anda, tapi ingat, apapun keputusan yang diambil harus siap dengan resikonya.

T: Ijin tanya lagi ustadzah. Bagaimana cara jitu mendengarkan anak agar mereka merasa didengar dan lega telah bercerita keluh kesah mereka? Sebagai ibu terkadang belum merasa cukup mendengarkan anak-anak karena kapasitas otak yang sudah over.
J: Khusus untuk anak-anak segera luang kan waktu kita, tinggalkan semua pekerjaan, beri perhatian penuh dengan apa yang akan mereka sampaikan. Karena sikap kita akan dilihat dan akan diingat selamanya, berikan kesan bahwa kita adalah orang yang tepat dijadikan teman bicara.

**********

TJ Akhwat (Udzh. Rini)

T: Assalamualaikum ustadzah, saya ingin bertanya. Ketika saudara kita menceritakan aibny ke pada kita untuk meminta saran, yang harus kita lakukan mendengar atau mendengarkan ustazah?
J: Wa'alaikumussalam. Mendengarkan dengan seksama,agar kita tahu solusi yang tepat sesuai yang dibutuhkan oleh saudara kita.



★★★★★★★★★★★★★★
Badan Pengurus Harian (BPH) Pusat
Hamba اللَّهِ SWT
Blog: http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage : Kajian On line-Hamba Allah
FB : Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!