Rekap Kajian Online Hamba اللَّهِ SWT Ummi G2, G3, G5, G6
Hari, Tgl: Selasa, 26 Maret 2019
Materi: Dialog-dialog Kita Dengan Allah
Narasumber: Ustadzah Riyanti, Ustadzah Enung, Ustadzah Tribuwhana, Ustadz Undang
Waktu Kajian: 15.42-21.33 WIB
Notulen: Bunda Betty, Bunda Tati, Bunda Saydah, Bunda Sasi
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum warohmatulloh wabarakaatuh
Segala hanyalah milik Allah semata...
Karena berkat nikmat hidayah...inayah dan karunianya. Kita masih diberikan
kesempatan untuk berkumpul dalam majelis ilmu di room wa ini.
Walaupun kita tidak bisa bertatap muka bertemu, secara fisik
karena kajian online ini.
Tapi Insyaallah keberkahan ilmu akan kita dapatkan bagi
mereka yang benar-benar sungguh-sungguh dalam mencari ilmu.
Tak lupa sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Karena berkat perjuangannya-lah kita
dapat menikmati manisnya islam yang masih bisa kita rasakan dan kita
perjuangkan hingga hari, menit dan detik ini.
Sore hingga malam ini, ana akan coba memaparkan materi
tentang:
Dialog-Dialog Kita Dengan
Allah
Sahabat Sholihah HA Ummi....Rahimakumullah
Sesungguhnya Allah tidak
mengabulkan do'a dari hati yang lalai" (HR. Tirmidzi)
Kita mempunyai waktu-waktu khusus yang rutin, setiap hari dan
bahkan setiap saat untuk bisa bertemu dengan Dzat Yang Kekuasaan-Nya tak
terbatas. Sehingga kita semestinya tidak pernah terlalu merasa sempit, terlalu
berduka menghadapi kesulitan di dunia.
Kita, sebenarnya sudah diberi sarana sangat efektif untuk
berbicara, meminta, memohon, mengadu kepada Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Sehingga kita seharusnya tidak perlu mencari alternatif lain untuk
mengungkapkan apapun dan waktu kapanpun agar dada selalu lapang dan langkah
kita ringan.
Allah SWT menyediakan waktu-waktu dialog yang sangat istimewa
untuk kita.
Lihatlah bagaimana indahnya dialog Allah dengan kita dalam
hadits qudsi yang disampaikan Rasulullah saw di saat kita sholat.
Rasulullah saw bersabda bahwa Allah swt berfirman : "Aku telah membagi sholat menjadi dua
bagian antara Aku dan hambaKu. Dan hamba Ku mendapatkan apa yang ia minta. Jika
ia (hamba Allah) mengatakan,
"Alhamdulillah Rabbil Alamiin", Allah berfirman :
"HambaKu telah memuji Ku." Jika ia mengatakan, "Maliki
yaumiddin". Allah berfirman : "HambaKu memuliakanKu." Jika ia
mengatakan, "Iyya ka na'budu wa iyya ka nasta'in", Allah berfirman :
"Inilah bagianKu dari hamba Ku dan bagi hambaKu maka ia akan memperoleh
yang ia minta." Jika orang yang sholat itu berkata, "Ihdina shiratal
mustaqim, shiratal ladziina an'amta alaihim ghairil maghduubi alaihim wala
dhoollin, " Allah berfirman : "Ini bagian untuk hambaKu dan bagi
hambaKu apa yang ia minta (Shahih Muslim, kitabus As Sholat).
Sungguh ada dialog antara kita dan Allah swt Yang Maha
Segalanya, saat kita melakukan shalat. Dialog yang menyelinapkan kebanggaan,
kebahagiaan dan ketenangan begitu dalam pada hati kita. Kebanggaan karena
memang sesungguhnya telah terjadi dialog antara ucapan kita, makhluk Allah yang
sangat membutuhkan pertolongan-Nya, dengan Allah swt Yang Maha Kuasa.
Kebahagiaan karena ucapan-ucapan kita itu didengarkan oleh Allah swt.
Ketenangan yang dalam karena bacaan kita dalam shalat itu, menjadi syarat
dikabulkannya permintaan kita agar diselamatkan dari tipu daya dan fitnah dunia.
Benarlah apa yang Rasul sabdakan, "Jika salah seorang kalian shalat, sesungguhnya dia sedang
bermunajat dengan Tuhannya, maka lihatlah bagaimana ia bermunajat, " Ibnu
Abbas ra bahkan mengatakan, " Engkau tidak mendapatkan apapun dari
shalatmu kecuali apa yang engkau pahami dari shalat itu." (Al Mughni,
1/285)
Lihatlah bagaimana jawaban Hatim Al A'sham saat ditanya,
Bagaimana engkau bisa khusyu dalam shalatmu? Ia mengatakan, "Aku khusyu
dalam shalat dengan cara aku berdiri lalu bertakbir lalu berpikir seolah Ka'bah
ada di hadapanku, bahwa jembatan shirat ada di bawah kakiku, bahwa surga ada di
sisi kananku, dan neraka ada di sisi kiriku, bahwa malaikat maut ada di
belakangku, bahwa Rasulullah saw memperhatikan shalatku, dan aku mengira itu adalah
shalat yang terakhir. Lalu aku bertakbir dengan penuh ketundukkan, dan aku
jadikan dalam shalatku takut kepada Allah dan berharap kepada rahmat-Nya.
Hingga aku mengucapkan salam. Lalu aku berkata dalam hati, apakah shalatku ini
diterima ya Allah? "...
Hatim Al A'Sham menganggap shalat bener-bener sebagai media
yang menghubungkan dirinya dengan Allah swt. Begitulah orang-orang shalih.
Jasad dan tubuh berada di bumi, tapi hati dan pikiran menerawang tinggi jauh ke
alam Arasy, berdialog dan berkomunikasi dengan Sang Pencipta, Allah swt, Zat
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Segalanya, itulah bagian dari
rahasia kekuatan mereka. Mereka memaknai shalat tidak hanya bersandar pada
hal-hal yang fiqhiyyah atau yang lahiriah semata. Melainkan meliputi aspek
batiniah, termasuk aspek dialog yang bisa menghidupkan hati.
Sahabat Sholihah Ummi HA
Mari hadirkan pikiran dan hati kita dalam dialog-dialog
sahabat. Karena ini adalah kesempatan istimewa saat kita bisa memperoleh
kekuatan kita kembali. Lepaskan segala duniawi yang melilit kita. Biarkan
urusan-urusan itu tak ada dalam hati pikiran kita saat kita shalat. Karena kita
sedang menghadap Dzat Yang Maha Mengatur semua urusan-urusan itu.
Konsentrasi dan menghadirkan hati saat shalat maupun
bermunajat kepada Allah swt adalah syarat dikabulkannya permintaan kita.
Rasulullah saw bersabda, " Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan do'a dari
hati yang lalai" (HR. Tirmidzi).
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan bahwa ibadah yang
didominasi oleh kelalaian dan kelengahan biasanya tidak disertai keikhlasan.
Sebab indikasi ikhlas adalah memurnikan ibadah hanya kepada Allah saja.
Sedangkan orang yang hatinya lalai saat beribadah berarti dia tidak memurnikan
ibadah hanya kepada-Nya.
Cermatilah bagaimana Allah swt berfirman dalam surat Al Ma'un
ayat 4-5 tentang kecelakaan bagi orang-orang yang "Lalai" dalam
shalatnya.
Memang ada dua pendapat yang menafsirkan firman Allah
tersebut adalah lalai dari melakukan shalat. Dan lara musafir lainnya menafsirkan
ayat tersebut dengan, lalai dari konsentrasi saat mendirikan shalat.
Ibnul Qoyyim membenarkan kedua pendapat tersebut namun ia
menambahkan, makna kelalaian dari konsentrasi pikiran ketika shalat, mempunyai
korelasi dengan firman Allah swt tentang "riya" yang juga disebutkan
dalam ayat selanjutnya, "Sesungguhnya yang dimaksud lalai itu adalah
meninggalkan shalat, niscaya tak ada pembicaraan tentang riya dalam ayat
selanjutnya," kata Ibnul Qoyyim.
Kita tidak mendirikan shalat semata-mata dalam rangka
menjalankan kewajiban. Tapi kita mendirikan shalat karena kebutuhan dan hajat
kita kepada Allah swt. Mari hidupkan dialog-dialog kita dengan Allah swt.
Rindukanlah saat saat bertemu, berdialog, dan bermunajat kepadaNya. Karena kita
perlu berbicara, kita harus menyalurkan isi hati, kita butuh menyampaikan
kesulitan yang kita alami. Kita mutlak mempunyai saluran yang bisa meringankan
perjalanan ini.
Wallahu a'lam bisshowwab.
Demikian Paparan kali ini.
Yang benar datangnya dari اللّه
Mohon maaf jika ada salah salah kata dalam penulisan, itu
murni kesalahan ana yang masih fakir dalam ilmu Agama.
من اراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن ارادالاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم
Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hal itu dapat
dicapai dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat hal itu bisa didapat
dengan ilmu, maka yang mnginginkan keduanya dapat didapat dengan ilmu.
العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر
Ilmu itu apabila tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak
berbuah.
جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...
والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TANYA JAWAB
G-2 (Ustadzah Riyanti)
1. Bila
shalat kita lalai, apakah kewajibannya sudah gugur? Apakah bisa shalat yang lalai malah dicatat dosa dan tidak mendapat
pahala? Selama
kita masih hidup di dunia, pasti banyak
masalah dan keinginan sehingga jadi pikirin. Itu yang membuat tidak khusu
ustadzah.
Bagaimana cara menanggalkan pikiran-pikiran itu ustazah?
Pernah
suatu saat kita jalan ke mall. Saat ingin sholat ternyata maaf mukena bau,
kotor dan lain-lain, sedangkan kita pake
gamis dengan
khimar pendek dan lupa bawa mukena. Akhirnya kita pulang dengan harapan masih bisa
sholat dirumah, tapi
ternyata macet dan lain-lain, dan sudah masuk waktu sholat
magrib. Bagaimana dengan ashar? Apa dosa ya
kita lalai sholat ashar tersebut?
Jawab:
Saya
jawab secara umum njih nomor nomor diatas.
Berkata
al-auza’i råhimahullåh,
إنما أضاعوا المواقيت، ولو كان تركا كان كفرا
“Sesungguhnya
mereka (yang) menyia-nyiakan (shalat) (dalam ayat tersebut, adalah
menyianyiakan) WAKTU PELAKSANAAN SHALAT. jika penyia-nyiaan itu merupakan
peninggalan, niscaya itu merupakan kekafiran”
Berkata
‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziiz:
لَمْ يَكُنْ إِضَاعَتُهُمْ تَرْكَهَا ، وَلَكِنْ أَضَاعُوا الْمَوَاقِيتَ
Bukanlah maksud “menyia-nyiakan (shalat)” adalah meninggalkannya.
Akan tetapi maksudnya adalah “menyianyiakan waktunya” (yaitu shalat di akhir
waktunya)
Secara
kewajiban sudah gugur sholat tersebut bila kita tidak khusyu. Kita tidak dapat kenikmatan bertemu
Allah saja. Sholat tidak khusyu semua pasti merasakan. Maka perbaiki dengan sholat rawatib,
perbaiki wudhu kita.
Kasus
mukena bau, ini masalah teknis ya. Kalo saya lebih memilih sholat dengan gamis kita asal menutup aurat, daripada pulang dengan waktu yg tidak
pasti.
2. Afwan
ustadzah
tanya. Ketika
sudah masuk waktu shalat tapi kita dalam
perjalanan sehingga kita tidak
bisa melakukan shalat tepat waktu, pas sampai dirumah mau wudhu ternyata tamu tak diundang datang, apakah kita wajib
menggantinya/mengqodhonya?
Jawab:
Tidak
bunda
3. Tidak
boleh menahan rambut saat sujut apa berlaku juga untuk wanita ustadzah?
Jawab:
Dan kami diperintahkan untuk tidak menahan rambut dan
pakaian...” (HR. Al-Bukhari: 812, Muslim: 490)
Adalah
rambut yang terurai ketika shalat khusus bagi lelaki. (Imam asy-Syaukani
rahimahullah menukil dari al-Iraqi).
Adapun wanita wajib menutupi dan menjaga rambutnya agar
tidak keluar dari jilbab/mukena. Dan larangan menahan dalam artian menggulung,
memintal, memilin rambut ketika shalat berlaku bagi lelaki.
4. Kalau baju yang diikat maksudnya bagaimana ustadzah? Kadang kan baju daster ada
ikat ke belakang ?
Jawab:
Ini
untuk laki-laki
bunda.
Hukumnya makruh misal para laki laki menggulung lengan saat wudhu. Afdhol kalau gulungan dikembalikan.
5. Ustadzah, apakah kita
perlu mengganti sholat kita yang dulu, misal dulu belum faham ketika masih remaja, sholatnya
kadang tidak 5 waktu?
Jawab:
Tidak
perlu bunda. Kecuali hal itu tidak memberatkan diri harta dan keluarga
*******
G-3 (Ustadzah Enung)
1. Tadi
sudah diterangkan bagaimama sholat khusyu, untuk saya yang belum bisa khusyu sepenuhnya dari takbir sampai
salam, upaya-upaya apa yang harus kita lakukan
menuju ke sana, dan bagaimama kita tahu klaau kita sudah sampai pada hati kita berdialog kepada Allah, seperti apa dan ciri-cirinya apa?
Jawab:
Khusyu itu seperti
ikhlas, ia
harus terus dilatih, dan cara melatihnya dengan memperbanyak sholat, baik sholat sunnah
ataupun sholat fardhu. Mungkin awalnya dari 4 rakaat sholat,
yang khusyunya baru bisa 1 rakaat, tak apa-apa, terus dilatih sedikit demi
sedikit mulai fahami makna setiap gerakan dan bacaan sholat, hingga bukan hanya jasad
yang menghadap Allah tapi fikiran dan hati juga.
Berdialog dengan Allah, salah satu tandanya, ketika bacaan-bacaan
sholat yang kita lantunkan kita maknai sepenuh hati. Ketika ruku dan sujud, bukan hanya badan yang
rukuk dan sujud, tapi kita tundukkan pula hati kita, tunduk dengan semua takdir dan kehendakNya. Semua gerakan dan
bacaan sholat kita amalkan di luar sholat. Bila didalam sholat sepenuhnya
kita tawakal kepada Allah.
Begitupun di luar sholat, seperti itu teh..
*******
G-5 (Ustadzah Tribuwhana)
1.
Izin bertanya ya ustadzah, di luar tema, Apakah Hukum Karma menurut Islam? Mohon
penjerahannnya ustadzah.
Jawab:
Istilah
karma berasal dari ajaran agama Budha dan Hindu. Arti sederhana dari karma
adalah segala perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibat pada pelaku di masa
selanjutnya. Tindakan buruk saat ini akan berakibat keburukan di masa datang.
Perilaku baik akan berakibat kebaikan. Islam juga mengenal doktrin sebab akibat
bahwa perbuatan baik akan berakibat baik dan perilaku buruk akan berakibat buruk.
Akibat dari perbuatan manusia terkadang akan dirasakan di dunia ini saat kita
masih hidup. Ini mirip dengan karma.
Dalam QS Ar-Rum 30: 41 Allah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِى عَمِلُوا۟
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)."
Dalam QS As-Sajdah 32:21 Allah berfirman:
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ الْعَذَابِ
الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada
mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di
akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Namun, mayoritas balasan dari tindakan kita
akan terjadi di akhirat, pada kehidupan setelah mati.
Dalam QS An-Nahl 16:61 Allah berfirman:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّـهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِم
مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِن دَآبَّةٍ وَلٰكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَ أَجَلٍ مُّسَمًّى
ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ
لَا يَسْتَـْٔخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
"Jikalau Allah menghukum manusia karena
kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari
makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang
ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka,
tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula)
mendahulukannya."
Oleh
karena itu, dalam Islam orang jahat bisa saja memiliki kehidupan yang tenang di
dunia bersama anak dan istrinya. Namun, jelas ia akan mendapat hukuman yang
setimpal kelak di akhirat. Perilaku yang baik di dunia akan mendapat pahala
yang setimpal di akhirat. Tindakan jahat dan buruk di dunia akan berakibat
hukuman yang setimpal di akhirat kelak.
Dalam QS An-Sajdah 32:21 Allah berfirman:
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ الْعَذَابِ
الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada
mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di
akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Perlu
dicatat, hukum karma dalam Budha juga berkaitan dengan reinkarnasi–penitisan
kehidupan seseorang yang sudah mati pada orang lain yang masih hidup. Artinya,
nasib yang dialami saat ini sebagai akibat dari kehidupan (orang lain) di masa
lalu. Dan perilaku sekarang akan berakibat pada kehidupan (orang lain) selanjutnya.
Dalam Islam, reinkarnasi tidak dikenal. Manusia hidup di dunia hanya sekali.
Dan setiap orang bertanggung jawab dan memikul akibat dari apa yang dia lakukan
sendiri.
Wallahu
a'lam
2.
Nah iya nih ustadzah, pernah liat d Tv ada yang merasa dirinya reinkarnasi,
atau terlahir kembali ke dunia dengan berbeda tempat tinggal dan keturunannya. Menurut
pandangan islam ini bagaimana ya ustadzah?
Jawab:
Menurut
Islam ya imposible bunda, tidak mungkin banget. Jika hanya merasa wataknya seperti
mbah buyutnya ya tidak apa-apa, tapi bukan berarti mbah buyutnya hidup kembali
dalam wujud yang kembali muda. Orang-orang pahamnya reinkarnase itu hidup
kembali. Dalam Islam orang jika sudah mati ya sudah, tidak akan hidup lagi.
3.
Ustadzah tanya lagi ya, mengenai membaca karakter anak melalui sidik jarinya, apakah
itu termasuk meramal kah?
Jawab:
Masih
abu-abu alias subhat bunda, sebaiknya ditinggalkan saja yang syubhat tersebut.
Wallahu
a'lam.
*******
G-6 (Ustadz Undang)
1. Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarokaatuh. Ustadz mohon
maaf bertanya.
a) Di waktu sholat saya sering menangis karena mengingat
banyak sekali dosa-dosa saya sehingga lama dalam berdiri dan sujud. Apakah hal itu dapat
mengurangi kekhusyukan sholat saya? Karena bacaan doa saya jadi
tersendat-sendat.
b) Mohon maaf, saya ikut Grup Komunitas Sholat Tahajjud &
Sholat Dhuha, nah di situ ada suatu laporan setelah kita melaksanakan sholat. Nah,
apakah Laporan saya dalam Komunitas Grup tersebut termasuk Riya' atau tidak? Syukron
Ustadz.
Jawab:
a) Mari kita lihat terlebih dahulu dalil-dalil yang berkaitan
dengan masalah ini.
Pujian Allah bagi orang-orang yang menangis dalam shalatnya.
“Dan dari
orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58)
Dari ‘Abdullah bin Asy-Syikkhir, ia berkata,
“Aku pernah
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa saIam shalat, ketika itu beliau
menangis. Dari dada beliau keluar rintihan layaknya air yang mendidih.” (HR. Abu Daud no. 904)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit keras, ada seseorang yang menanyakan imam
shalat kemudian beliau bersabda,
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
“Perintahkan
pada Abu Bakr agar ia mengimami shalat.” ‘Aisyah lantas berkata,
إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ ، إِذَا قَرَأَ غَلَبَهُ الْبُكَاءُ
“Sesungguhnya
Abu Bakr itu orang yang sangat lembut hatinya. Apabila ia membaca Al-Qur’an, ia
tidak dapat menahan tangisnya.” Namun beliau bersabda, “Tetap perintahkan Abu
Bakr untuk menjadi imam.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 713 dan Muslim
no. 418)
Dalil-dalil di atas menunjukkan secara implisit bahwa orang
yang menangis dalam shalat karena takut pada Allah, tidak membatalkan shalat.
Juga telah ada bukti secara eksplisit bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sahabat Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu menangis dalam shalatnya.
Lantas menangis seperti apa yang dibolehkan dan tidak
dibolehkan?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Menangis ketika membaca Al-Qur’an, saat sujud, begitu pula saat berdo’a adalah
sifat orang-orang shalih. Bahkan orang seperti itu layak dipuji.”
Adapun jika menangis karena urusan duniawi itu mengurangi
kekhusukan.
b) InsyaAlloh tidak selama niatnya agar kita lebih istiqomah
dan bisa mengajak orang lain untuk istiqomah juga.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Firman Allah,
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
”Jika kalian menampakkan
sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian
menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian” (Al-Baqarah: 271).
Di dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa menyembunyikan
shadaqah lebih utama daripada menampakkannya, karena lebih jauh dari riya`
kecuali jika ada maslahat yang kuat, yaitu orang-orang mengikutinya, maka
menampakannya lebih utama jika ditinjau dari sudut pandang ini dan hukum
asalnya adalah menyembunyikan lebih utama, berdasarkan Ayat ini (Tafsir Ibnu
Katsir 1/701).
2. Asalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Ustadz mau nanya nih. Apakah boleh setelah Al
Fatihah, kita membaca surah Al Baqoroh tapi ayat 1-5 saja (ketika kita sholat)? Mohon penjelasannya, Ustadz.
Jawab:
Boleh.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ) المزمل:20)
Artinya: “Maka bacalah
apa yang mudah dari Al-Quran.” (Qs. Al-Muzammil: 20)
Kalau kita hafalnya segitu. Selanjutnya murojaah lagi
agar hafalannya bertambah.
Wallahu a'lam
3. Ijin bertanya. Apakah benar sebaiknya bacaan surah
bebas saat sholat itu tidak boleh 1 surah dibagi-bagi. Jadi misalnya rokaat
pertama QS 2: 1-5. Kemudian rokaat kedua QS 2: 284-286.
Jawab:
Sampai saat ini ana belum menemukan dalil yang melarang satu
surat dibagi dua. Jadi menurut ana boleh saja sesuai dalil dalam QS Al Muzammil
ayat 20.
Wallahu alam
4. Jika kita lupa belum tasyahud awal, langsung berdiri saat
sesudah sujud, dan sudah diniatkan sujud sahwi, qodarullah lupa juga. Bagaimana hukumnya sholat
tersebut?
Jawab:
Lupa berkah buat kita tak mengapa. InsyaAlloh sah jika
benar-benar lupa bukan pura-pura lupa.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan membacakan istighfar....hamdalah..
Astaghfirullahal’adzim..... Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا
أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
★★★★★★★★★★★★★★
Badan
Pengurus Harian (BPH) Pusat
Hamba
اللَّهِ SWT
Blog:
http://kajianonline-hambaallah.blogspot.com
FanPage
: Kajian On line-Hamba Allah
FB
: Kajian On Line-Hamba Allah
Twitter:
@kajianonline_HA
IG:
@hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment