TJSU 25 Juni 2022

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Thursday, June 12, 2025

 •┈┈•┈••┈┈•⊰✿ ✿⊱•┈┈••┈•┈┈•

NOTULENSI KONSULTASI TANYA JAWAB SYARI'AH DAN UMUM

•┈┈•┈••┈┈•⊰✿ ✿⊱•┈┈••┈•┈┈•

Bersama Asatidz dan Asatidzah Kajian Online Hamba اللَّهِ SWT

Hari, Tanggal : Sabtu, 25 Juni 2022

Waktu : 09.00 - 16.00

Group : G1 & G2

Moderator : Restu

★★★★★★★★★★★★★★★★


TANYA JAWAB


1. G1

Maimunah - Jakarta

Mau bertanya tentang wasiat, ada seorang wanita yang sudah meninggal dunia, sebelum meninggal berwasiat, anak perempuannya dirawat sama Kakaknya saja. Selang beberapa tahun kemudian, suami wanita tersebut sudah menikah lagi. Apakah suaminya tetap menjalankan wasiat istrinya atau boleh merawat kembali anaknya yang dititipkan ke Kakak istrinya, Mengingat sekarang sudah ada yang membantunya merawat anak-anak?

Jawab:

Ustadz Syaikhul Muqorrobin

Allahu a'lam, wasiat dalam fikih biasanya dikaitkan dengan hukum waris atau harta benda. Merujuk Kompilasi Hukum Islam, wasiat dianggap sah, jika dilakukan di hadapan 2 orang saksi, atau dengan persaksian notaris. Ini terkait wasiat harta, yang semasa hidupnya dimiliki oleh almarhum. Adapun wasiat yang dipertanyakan dalam soal di atas adalah wasiat non harta, atau wasiat yang sifatnya lebih umum. Aturan terkait pelaksanaan wasiat atau pesan umum seperti ini lebih fleksibel, melihat manfaat dan mudharat yang timbul.

Apalagi secara umum, seorang anak bernasab kepada bapaknya, maka bapaknya lebih berhak, bahkan wajib mengurus anaknya, bukan menyerahkan kewajiban itu kepada orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا 

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.. " (QS. At-Tahrim[66]:6)

Oleh karenanya, wasiat atau pesan yang istri dalam hal ini tidak wajib dijalankan, namun perlu dilihat manfaat dan mudharatnya. Secara umum, seorang anak bersama bapak kandungnya itu lebih baik, daripada bersama orang lain. Dan itu juga sesuai dengan kewajiban yang harus ditunaikan sang bapak. Kecuali jika bapaknya seorang yang fasik, atau dianggap membahayakan anaknya, maka bisa saja sang anak diselamatkan dari kemudharatan tersebut dengan diasuh oleh orang lain.

Wallahu a'lam.


2. G2

Ustadz, kalau kita berqurban, apakah diperkenankan kita meminta bagian tertentu dari hewan qurban tersebut?

Jawab:

Ustadz Syaikhul Muqorrobin

Diperkenankan. Di antara sunnah dalam berkurban adalah pekurban juga ikut makan bagian hewan kurbannya.

فَكُلُوا مِنْها وَأَطْعِمُوا الْقانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذلِكَ سَخَّرْناها لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 

“Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan pada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanyaj (tidak meminta-minta) dan pada orang yang meminta-minta. Demikianlah kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur” (QS. Al-Haj, Ayat: 36)  

Jadi daging kurban bisa dibagi 3 peruntukan;

1. pekurban

2. masyarakat umum/tetangga dll

3. fakir miskin

Wallahu a'lam


3. G1

Assalamualaikum ustadz , mau bertanya juga nih, soal perkataan orang yang lagi sakit, suami bilang kalau beliau meninggal kuburkan di kampung halamannya, tapi hal itu tidak saya laksanakan karna beberapa sebab diantaranya karna jarak, biaya dan adat di sana terhadap orang meninggal itu suka kaya berpesta.  Apakah itu termasuk wasiat ? Terimakasih

Jawab:

Ustadz Syaikhul Muqorrobin

Hukum asal wasiat adalah dilaksanakan, jika mampu, dan tidak ada mudharat. Jika memakamkan di tempat yang jauh bisa merepotkan keluarga karena biaya yang besar, serta adanya mudharat, maka menurut ulama tidak mengapa wasiat itu tidak diamalkan.

Wallahu a'lam.


4. G2

Assalamu'alaykum. Izin bertanya. Apa hukumnya wanita berpuasa sunah tanpa sepengetahuan suami?

Jawab:

Ustadz Syaikhul Muqorrobin

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ 

“Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya.(Muttafaq Alaih) 

Dalam lafazh lainnya disebutkan, 

لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ 

“Tidak boleh seorang wanita berpuasa selain Ramadhan sedangkan suaminya sedang ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya” (HR. Abu Daud)

Sementara ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan izin bisa jadi dengan ridho suami. Ridho suami sudah sama dengan izinnya. 

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, larangan pada hadis di atas dimaksudkan untuk puasa tathawwu’(sunnah yang dianjurkan) dan puasa sunnah yang tidak ditentukan waktunya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi). 

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud larangan puasa tanpa izin suami di sini adalah untuk puasa selain puasa di bulan Ramadhan. Adapun jika puasanya adalah wajib, dilakukan di luar Ramadhan dan waktunya masih lapang untuk menunaikannya, maka tetap harus dengan izin suami. Hadis ini menunjukkan diharamkannya puasa yang dimaksudkan tanpa izin suami. (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani).

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah disebutkan, “Jika seorang wanita menjalankan puasa (selain puasa Ramadhan) tanpa izin suaminya, puasanya tetap sah, namun ia telah melakukan keharaman. Demikian pendapat mayoritas fuqaha.

Ulama Hanafiyah menganggapnya makruh tahrim. Ulama Syafi’iyah menyatakan seperti itu haram jika puasanya berulang kali. Akan tetapi jika puasanya tidak berulang kali (artinya, memiliki batasan waktu tertentu) seperti puasa ‘Arafah, puasa ‘Asyura, puasa enam hari di bulan Syawal, maka boleh dilakukan tanpa izin suami, kecuali jika memang suami melarangnya.

Wallahu a'lam


5. G2

Setelah adanya penolakan berhubungan. Apakah sia-sia ibadah kita setelahnya? 

Jawab:

Ustadz Farid Nu'man Hasan

Bismillahirrahmanirrahim.

Pada dasarnya, terlarang wanita menolak ajakan suami memenuhi hajatnya.

Hal ini berdasarkan hadits:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolaknya sehingga dia melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat melaknat istrinya itu hingga shubuh. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Bahkan, kemarahan suami ini dapat membuat shalat si istri saat itu tidak diterima.

Nabi ﷺ menyebutkan di antara manusia yg shalatnya tidak diterima adalah:

وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ

Istri yang tidur dimalam hari sedangkan suaminya sedang marah kepadanya. (HR. At Tirmidzi no. 369, Hasan)

Namun, jika penolakan istri memiliki alasan syar’iy maka dia tidak salah, tidak berdosa, apalagi dikatakan nusyuz lebih tidak lagi.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

هَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ امْتِنَاعِهَا مِنْ فِرَاشِهِ لِغَيْرِ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ

Ini adalah dalil haramnya bagi istri menolak ajakan suami tanpa ‘udzur syar’iy. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10/7)

Di udzur syar’iy tersebut adalah istri sedang haid, shaum wajib, sakit, dan sangat lelah.

Alasan ini benar, dan bukan kesalahan. Jika alasannya benar, maka berkata Imam Mulla Ali Al Qari Rahimahullah;

أما إن كان سخط زوجها من غير جرم فلا إثم عليها

Ada pun jika kemarahan suaminya itu bukan karena kesalahan ini maka tidak ada dosa bagi si istri. (Misykah Al Mashabih, 4/109)

Dalam rumah tangga, termasuk urusan ranjang ada 3 sikap: memahami pasangan, memaklumi, dan memaafkannya. Tanpa 3 sikap ini, berumahtangga dengan siapa pun akan bubar. Maka, istri harus paham kebutuhan suami, apalagi kebutuhan suami yang tidak mungkin dilakoni kecuali oleh istrinya. Suami pun harus mengerti, istrinya bukan wonder woman, wanita bertenaga super dan penampilan selalu menarik. Tapi, suami masih bisa bersenang-senang dengan istri dengan cara lain yang minimalis.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah berkata:

وهو استخراج المني بغير جماع حراما كان كإخراج بيده أو مباحا كإخراجه بيد حليلته.

Yaitu mengeluarkan air mani dengan tanpa jima’ adalah haram, seperti mengeluarkannya dengan tangannya sendiri, atau boleh dengan tangan istrinya. (Tuhfatul Muhtaj, 3/409)

Imam Al Hijawiy Rahimahullah berkata:

وللزوج الاستمتاع بزوجته كل وقت على أي صفة كانت إذا كان في القبل، وله الاستمناء بيدها

Seorang suami boleh bersenang-senang terhadap istrinya ditiap waktu yaitu dalam berbagai sifat (cara) jika melalui kemaluan, dan baginya boleh mengeluarkan air maninya dengan tangan istrinya. (Al Iqna’, 3/239)

Dalil pembolehan ini adalah ayat:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. (QS. Al-Mu’minun: 5-6)

Demikian. Wallahu a’lam.

Sumber : https://_tanyasyariah.com/konsultasi/istri-menolak-ajakan-suami-berhubungan-intim/


📝📝❤📝📝❤📝📝❤📝📝


Marilah kita tutup kajian hari ini dengan bersama-sama membaca lafadz Hamdallah

Alhamdulillahi robbil'alamiin


Doa Penutup Majelis

 سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

Subhaanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”


Yuk kita berdo'a untuk mempererat ukhuwah 

اَللّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذِهِ الْقُلُوْبَ , قَدِ اجْتَمَعَتْ عَلَي مَحَبَّتِكَ وَالْتَقَتْ عَلَى طَاعَتِكَ, وَتَوَحَّدَتْ عَلَى دَعْوَتِكَ وَتَعَاهَدَتْ عَلَى نُصْرَةِ شَرِيْعَتِكَ فَوَثِّقِ اللَّهُمَّ رَابِطَتَهَا, وَأَدِمْ وُدَّهَا، وَاهْدِهَا سُبُلَهَاوَامْلَأَهَا بِنُوْرِكَ الَّذِيْ لاَ يَخْبُوْاوَاشْرَحْ صُدُوْرَهَا بِفَيْضِ الْإِيْمَانِ بِكَ, وَجَمِيْلِ التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ وَاَحْيِهَا بِمَعْرِفَتِكَ، وَأَمِتْهَا عَلَى الشَّهَادَةِ فِيْ سَبِيْلِكَ إِنَّكَ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرِاَللَّهُمَّ أَمِيْنَ وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini, telah berkumpul karena cinta-Mu, dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu, dan bersatu dalam dakwah-Mu, dan berpadu dalam membela syariat-Mu. Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya, dan kekalkanlah cintanya, dan tunjukkanlah jalannya, dan penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup, dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu, dan indahnya takwa kepada-Mu, dan hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu, dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.

Ya Alloh perkenankan lah do'a kami..

Aamiin...



★★★★★★★★★★★★★★

Badan Pengurus Harian (BPH) Pusat 

Hamba اللَّهِ SWT

Blog: http:_//kajianonline-hambaallah.blogspot.com

FanPage : Kajian On line-Hamba Allah

FB : Kajian On Line-Hamba Allah

Twitter: @kajianonline_HA

IG: @hambaAllah_official

Telegram : https://t.me/arsip_kol_HA

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!