Kajian Online WA Hamba اَللّٰه Ta'ala
Hari / Tanggal : Jum'at, 21 November 2015
Narasumber : Ustadzah Lara
Tema : Psikologi
Notulen : Sayyidaytul Islamiyah
Admin : Dany
Editor : Ana Trienta
Assalamuaaikum wr wb
Bagaimna kbr bunda hr ni,alhamdulillah smga baik2 saja y , kita mulai saja kajian hr ni. Bagaimna cara mndidik anak,???
Seorang ibu mulai kewalahan menangani anaknya yang berusia 5
tahun karena sering mengamuk di pagi hari. Masalahnya bukan karena
sulit bangun tidur atau sulit mandi atau sulit makan, sebagaimana yang
biasa dihadapi para ibu saat mempersiapkan anak berangkat ke sekolah.
Tapi ini urusan pilihan makanan dan minuman. Anaknya suka minuman yang
sangat manis, suka pula roti dengan gula yang banyak.
‘Mau tidak ibu kasih tahu? Nih, kalau makan gula
kebanyakan, nanti kamu susah konsentrasi belajarnya. Senangnya loncat ke
sana ke mari! ‘Kata sang ibu seraya menahan emosi.
Hingga suatu ketika anaknya ‘sudah pandai’ untuk men-stop
nasehat ibunya. Sebelum ibunya bicara panjang lebar, sang anak sudah
bicara duluan.
’Aku tidak mau dengar!’
‘Aku tidak mau nasehat!’
‘Aku tidak mau dibilangin!’ bla….bla….bla…
Demikian teriakan sang anak sambil menghentak-hentakan
kakinya. Bahkan sesekali memukul punggung sang ibu dari belakang. Luar
biasanya sang ibu, sekalipun teriakan dan pukulanlah yang didapat, tetap
saja nasehat demi nasehat terus bergulir. Sang ibu berpikir simple saja
dengan mengingat nasehat sang nenek, bahwa nasehat baik untuk anak
harus terus kita berikan dengan sabar, walaupun sering diacuhkan oleh
anak. Kata sang nenek, berdasarkan pengalaman, suatu saat nanti anak
akan patuh karena nasehat dari ibu terbukti kebenarannya, bahkan jika
besar nanti, ia akan mencari-cari ibunya untuk minta nasehat. Tentu
bentuk nasehatnya sudah lebih abstrak, bukan hanya seputar makanan dan
minuman, tapi sudah menyentuh masalah sikap, perilaku atau akhlak. Tapi
menunggu waktu itu datang, bukanlah jarak yang pendek.
Tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa memberi sebuah
nasehat itu lebih mudah daripada menjalankan sebuah nasehat. Bisa jadi
itu benar, namun nampaknya paradigma ini bisa bergeser sedikit demi
sedikit. Di zaman yang semakin kompleks saat ini, dimana pilihan
‘standar kebenaran’ ada banyak ragamnya, orang akan berhati-hati dan
berpikir dua kali dalam memberi nasehat. Sekalipun nasehat itu pada
dasarnya baik kandungannya, ada pula orang yang bisa menjadi
tersinggung, marah, mendebat, bahkan ada yang membalas balik sebuah
nasehat dengan kecaman. Tidak sedikit pula hubungan pertemanan jadi
merenggang karena masalah nasehat. Siapa yang berani mengambil resiko
ini, saat berniat baik tapi ‘keburukan’ yang didapat.
Ada pula orang yang lebih mempermasahkan ‘cara’ dalam
memberi nasehat. Katanya mereka akan menerima nasehat yang disampaikan
dengan cara yang baik. Sepertinya ini wajar saja, karena namanya manusia
tentu akan senang jika ‘dirangkul’ dan dihargai.’ Namun masalahnya
orang yang memberi nasehat dengan cara yang tegas biasanya juga punya
pertimbangan dan ‘standar ’ tersendiri. Mungkin dia sudah sampai pada
tahap ‘gemas’ bagaimana mungkin orang yang sudah dewasa, satu agama
pula, tidak bisa membedakan perilaku yang baik dan yang buruk. Berapa
banyak orang dewasa yang mengaku sebagai intelektual muslim tapi
kehadirannya tidak membuat nyaman sekelilingnya. Katakanlah bapak Fulan,
orang yang intelektual, tapi punya kebiasaan merendahkan orang lain.
Tidak banyak yang mau memberi nasehat padanya karena dia pandai
berdebat. Bisa-bisa kesalahan akan ditumpukan pada pemberi nasehat.
‘Saya tak nyaman satu tim dengan bapak Fulan. Kebiasaannya
itu lho yang suka memandang rendah orang lain. Ya pantas saja karena
melihatnya ke bawah terus, gak kelihatanlah sama dia kalau ada banyak
orang pintar di atasnya. Harusnya seorang intelektual kan tidak seperti
itu! ‘
‘Lho bukannya justru orang yang intelek biasanya memang
sombong? Lihat saja ibu Fulanah, dia itu kan bukan bos kita, tapi kok
maunya memegang kendali. Boro-boro ‘Ing Ngarso Sung Tulodo’ (di depan
memberi tauladan), gara-gara dia, semangat kita sudah patah di tengah
jalan.’
Karena ketidakberanian memberikan nasehat secara langsung
pada saudara sesama muslim, jadilah gosip , yang tidak kalah buruknya ,
lebih menggema di sekeliling. Tampaknya, nasehat itu tetap penting.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
‘Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi’.
Kemudian para sahabat bertanya, ‘Menolong yang terzhalimi memang kami
lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?’. Rasulullah
SAW menjawab, ‘Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu
berarti engkau telah menolongnya’. (Bukhari dan Ahmad).
Keyakinan kita untuk melaksanakan amar ma’ruf dan nahi
munkar sebagai suatu kebaikan harus didasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah
Rasul sebagai suatu standar yang pasti. Jika kita berstandar hanya pada
moral dan etika yang terkait dengan budaya masyarakat setempat,
tentulah ‘kebenaran’ menjadi bias. Standar nilai moral sifatnya lokal
dan relatif temporal, sedangkan standar akhlak sifatnya universal dan
tetap/abadi. Sebagai contoh, budaya tertentu bisa jadi tidak
menganjurkan kita untuk menasehati langsung orang lain karena dapat
menyinggung perasaan mereka. Budaya lainnya bisa jadi memiliki standar
moral tertentu dimana suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai islam dianggap sebagai hal yang baik dan wajar karena banyak
orang terbiasa melakukannya. Dengan demikian akhlak yang baik pada
dasarnya adalah perpaduan dari keyakinan dan syari’at yang bersatu dalam
diri seorang muslim.
Masih seputar amar ma’ruf dan nahi munkar, para salafus
shalih memberikan contoh yang luar biasa. Dalam suatu kesempatan bersama
para pembesar sahabat, salah seorang berkata pada Umar bin Al Khatab RA
:
‘BERTAQWALAH PADA ALLAH WAHAI UMAR!”
Para sahabat yang mengetahui tingkat keislaman Umar
(sebagai salah satu sahabat yang dijamin masuk surga), marah kepada
orang tersebut. Namun Umar RA berkata: Biarkanlah dia berkata demikian,
sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengatakannya,
dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya.’
Dengan demikian saling menasehati sesama muslim adalah
suatu kewajiban. Memberikan dorongan ataupun peringatan pada saudara
kita yang khilaf adalah tanggung jawab bersama. Menerima nasehat untuk
kebaikan pun hendaknya diterima dengan lapang dada, bahkan kita perlu
berterima kasih pada pemberi nasehat. ‘Take it easy, but take it!’ Sudah
waktunya bagi kita untuk mengasah kepekaan dan senantiasa menghadirkan
kebaikan untuk mencapai ridho Allah SWT. Wallahu a’lam
Tanya Jawab
Tanya
Afwan ustadzah
Saya mau nanya. Kalo misal anak membatah Saat d nasehati bagaimana. Pa lagi masih 5 tahun. Nanti ujung-ujungnya manangis?
Jawab
anak usia 5 tahunan masih dalam proses belajar nilai nilai
atau aturan, sehingga kita tidak bisa berharap banyak anak akan
mengerti sekalipun berkali Kali dinasehati. Mashaa Allah peran kesabaran
ortu dalam Hal ini ya. Tapi dengan memberikan mereka.contoh yang
konkret, menjelaskan pada.mereka.dengan bahasa.yang sederhana, melatih
mereka memahami maksud ortu, Inshaa.Allah akan memudahkan mereka.utk
lebih paham pada.nasehat kita.
Yang juga perlu.diingat, kita jangan panik, jangan pakai kekerasan atau
ancaman saat memberi nasehat, karena Hal tsb dampaknya tak baik dalam
perkembangan anak
Ada peribahasa dimana.anak yang mengatakan: tell me.and.I will forget;
remind me.I.will not.remember.; involve and I may understand. Intinya
adalah.sekalipun dibilangi berkali.Kali, anak.kecil akan lupa, sekalipun
diingatkan, akan gak.ingat juga. Tapi jika.anak.dilibatkan, dilatih,
mungkin anak akan paham. Jadi..masih mungkin yah , belum pasti.
Begitulah anak usia.dini
Oh ya mbak laila, kalau anak sampai menangis saat
dinasehati, semoga bukan karena.ibunya marah ya atau cerewet sehingga
anak jadi takut atau kesal, hehe. Memang berar tugas ibu, tapi pahala
ibu yang sabar, mashaa.Allah. mungkin saat kecil.kita juga bikin ibu
kita repot ya....
Bunda Dany, jangan di label nakal 😅, anak2 ga bole
dikasih label2, nanti terbawa dalam ingatannya, jadi beneran nakal
misalnya, jadi beneran cengeng, dst.
Kalo anak kita agak "bertingkah" sebut nya yg baik2 aja *walopun hati kesel
Misal, "aduuhh, anak saleh, ini mainannya berantakan. Ayuk kita bereskan"
Lebih manjur begitu biasanya.. hehehhe..
Tapi ya ituuuu.. kita yg jd ibu nya mesti sabaaaaar.. usus nya mesti panjang yaaa..
Tanya
Bunda lara, aku mau tanya,mendidik anak oleh org tua nya
kadang berbeda dgn cara mendidik kakek neneknya, gmn ya cara
menyikapinya?misal si ortu bilang "tidak" tapi krn nangis misalnya, sm
neneknya "boleh".
Jawab
ya mbak Dini, dalam Hal. ini perlu kebijakan tersendiri,
seni Dan strategi tersendiri, dimana kita ingin mendisiplinkan anak, itu
Hal baik, tapi Mudah2 an kita bisa agak fleksibel untuk Hal Hal yang
tidak membahayakan kesehatan fisik Dan mental spiritual anak. Jangan
sampai kita terlalu kaku menetapkan disiplin, tapi menbuat nenek
tersinggung pada kita..
Pengalaman saya waktu masih numpang sama ortu, ibu saya
sering Kasih permen ke anak2, dalam jumlah yang,banyak. Di saat santai,
saya ajak ibu saya diskusi Dan minta pendapat beliau :",mama, kenapa ya
si x ( anak saya) kok rentan sekali, sering batuk? Menurut mama, obat
apa yang manjur?".... Setelah obrol sana sini, terus ibu saya bilang, oh
Iya, dikurangi aja makan permennya....
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dg lancar. Moga ilmu yg kita dpatkan berkah dan bermanfaat. Amiin....
Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi
bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum...
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment