KAJIAN ONLINE HAMBA اللهِ NANDA 111
& 112
Hari/Tanggal
: Jumat, 8 Desember 2014
Materi
: Psikologi – Mindset
Narasumber
: Ivan Ahda, Spsi
Admin
: Wanda/Nadiya
Notulen
: Meydilah Cahyawati
Editor : Ira Wahyudiyanti & Hernizah M.R
Bismillah…
Assalamu'alaykum wr.wb.
Mohon maaf baru muncul, saya akan sharing materi
mengenai mindset.
Mindset bahasa
sederhananya adalah pola pikir. Saya akan sharing betapa pentingnya mindset
ini, sampai-sampai dalam beberapa studi terbaru, banyak yang menguatkan fakta
bahwa kesuksesan dalam hidup ini banyak dipengaruhi oleh mindset. Banyak sekali
saat ini training motivasi yang mengatakan pentingnya mindset positif (baca:
berpikir positif). Kita dulu mungkin bertanya-tanya, kemana teman-teman yang dulu
sering menjadi juara kelas? Kemanakah mereka yang sering menjadi kebanggaan
guru? Banyak diantara orang-orang yang kita lihat di media massa, televisi,
dulunya bukan siapa-siapa.
Fixed mindset adalah cara
berpikir yang terbentuk saat seseorang mendapatkan kemudahan yang membuatnya
ingin berlindung dalam kemudahan itu. Akibatnya mereka terpatri dalam pikiran mereka
bahwa hidupnya akan selalu mudah. Lalu mereka duduk manis di kursi penumpang.
Hidup yang sudah selesai dan kurang menghargai proses belajar yang harus
dilewati dengan kerja keras dan perjuangan.
Michalko dalam buku
Creative Thinkering (2011) menyebutkan fixed mindset cenderung terbentuk pada orang-orang
yang memiliki karakter high self-monitors.
Orang-orang seperti ini perhatian utamanya adalah ‘terlihat hebat dan cerdas’. Mereka
sangat peduli terhadap bagaimana orang lain melihat (baca: mengevaluasi) diri
mereka. Bagi mereka, kemampuan adalah sesuatu yang tetap, statis, bawaan lahir
atau bawaan sekolah. Mereka tidak percaya kalau orang lain yang tak secerdas
mereka bisa berubah atau mengalahkannya. Dan tentu saja orang-orang ini
berada pada pusat perhatian dan lama beradaptasi pada keadaan itu, karena kecerdasan
melekat pada mereka, mereka harus bisa ditunjukkan. Masalahnya orang-orang seperti
ini menurut Dweck punya kecendrungan membentuk cara pandang orang lain agar
mereka terlihat hebat. Meraka punya kecendrungan atribusi eksternal, dalam arti
tidak mampu melakukan sesuatu, meraka akan menyalahkan orang lain dan tidak mau
mengakui kesalahannya. Mereka menjadi seperti seorang looser dan beranggapan mengakui kekurangan adalah sebuah penghinaan
terhadap kehormatan dan berarti mengakui dirinya tak berharga. Dan bila suatu
tidak mudah, menuntut kerja keras atau bahkan terlalu lama proses yang harus
dilalui maka ini mengancam citra diri, yang berati bisa dianggap tidak cerdas,
tidak berbakat. Mereka hanya ingin terlihat hebat, sekalipun sudah tidak
belajar hal-hal baru lagi.
Maka bila orang-orang seperti
ini diburu organisasi, perusahaan, komunitas, masyarakat, maka hal ini sama
seperti berburu passengers. Passenger akan menjadi beban, sama seperti
obesitas yang tubuhnya dipenuhi lemak. Adapun lemak adalah suatu pilihan, akan
dibuang atau dikonversi menjadi energi. Menurut Dweck, mindset adalah sebuah
belief, yang berarti, meski tidak mudah, ia dapat diubah menjadi growth mindset.
Seperti apa karaker orang-orang dengan fixed mindset:
1. Memiliki
beliefs “Saya adalah orang cerdas, hebat. Ingin terlihat berkinerja dan
pandai.”, tetapi untuk menjaga citra ini, mereka tidak menyukai tantangan-tantangan
baru, dan hanya berbuat apa yang dikuasai saat ini
2.
Kurang
tekun menghadapi rintangan dan enggan menghadapi kesulitan
3.
Terbiasa mendapatkan
quick dan perfect performance. Tidak
gigih berjuang.
4. Tidak
terbiasa menghadapi umpan balik negatif. Bagi mereka kritik terhadap hasil
kerja atau kapabilitasnya adalah kritik terhadap pribadi. Cenderung mengabaikan
kritik negatif dan mengisolasi dari orang-orang kritis.
5. Tidak dapat
menerima keberhasilan orang lain, karena dianggap keberuntungan. Lebih dari itu
keberhasilan orang lain adalah ancaman bagi dirinya.
Bagaimana karakter orang
dengan growth mindset:
1. Bukan
didasarkan external attributions
sehingga kalau mengalami kesulian (setbacks) tidak menyalahkan orang lain atau
membuat alasan, melainkan siap mengoreksi diri, mengambil inisiatif
2. Rela
mengambil resiko, tidak takut gagal sebab kegagalan bukan untuk orang lain.
Kegagalan adalah hak kita utk menghadapi tantangan, dan bila terjadi selalu
berpikir ada yang bisa dijadikan pelajaran
3. Mereka
percaya kecerdasan dapat ditumbuhkan karena otak memiliki kesamaan dengan otot,
yaitu dapat dijadikan kuat dan besar asalkan dilatih. Latihan ditujukan untuk
mendapatkan kemajuan
Lantas, bagaimana
melatih mindset kita agar menjadi growth
mindset?
1. Pertama
hadapi dan selalu miliki tantangan. Hidup yang tak berarti adalah hidup yang
tak ada tantangan sama sekali. Dengan adanya tantangan, kita akan mejadi lebih
kuat
2.
Bertahan dalam
menghadapi rintangan dan ujian. Jangan biarkan ujian kecil menciutkan
hati. Citra diri kita tidak ditentukan oleh keberhasilan atau kejatuhan, tetapi
oleh kehormatan. Kegagalan adalah kesempatan untuk belajar, demikian juga untuk
kemenangan
3. Usaha dan
kerja keras. Di zaman serba teknologi ini, kerja keras bukanlah hal yang harus
ditinggalkan atau diganti oleh kerja cerdas. Tidak ada kerja cerdas tanpa kerja
keras. Kerja keras adalah mutlak untuk menggembleng ketrampilan dan keunggulan
4. Kritik
orang lain adalah sumber informasi, tentu tidak semua kritik baik untuk
didengar, namun jangan ambil kritik sebagai serangan terhadap pribadi. Jangan
pula bekerja untuk menyenangkan orang yang mengkritik. Terimalah kritik sebagai
konsultasi gratis
5.
Datangilah
orang-orang yang sukses dan bergurulah pada mereka. Semua orang berhak untuk
berhasil
Demikian yang bisa saya sampaikan,
mari berbagi pandangan dan pendapat..
TANYA JAWAB
1. Betul ustadz.
Tapi ada sebagian orang yang tiba-tiba menciut nyalinya ketika mendengar kritik
pedas atau cibiran dari orang lain.. sikap orang tersebut sebaiknya bagaimana
ustadz?
Jawab :
Menciut itu tanda normal, orang hzrus merasa
tidak nyaman untuk bisa keluar dari comfort
zone. Selama ini kita sering menganggap kalau yang namanya belajar itu harus
belajar dan baik-baik, tanpa kritik orang. Padahal, ketika seseorang melakukan
kesalahan, disaat itulah otak orang tersebut berkembang. Selagi kritik itu
positif dan substansinya tepat tidak ada masalah, maju terus, kita orang Indonesia
hidup dengan culture orang guyub, dimana kritik dianggap too personal, padahal tidak
ada intensi apapun. Jadi kalau mau maju ya memang intinya harus ambil resiko
dan berani keluar dari zona nyaman
2. Naam ustadz..
jadi harus keluar dari zona nyaman. Tapi jika pemalu bagaimana ustadz? Kadang pemalu
bisa menjadi pemicu kesuksesan..
Jawab :
Iya mba, materi ini juga bilang kalau malu itu
salah. Kalau kita malu tapi kemudian malu itu malah membuat kita terhalang dari
kebaikan atau kebenaran maka celakalah diri kita. Malu dalam Islam tentu sudah
ada koridornya, namun yang ingin saya tekankan adalah bagaimana kita tidak boleh
lagi menggunakan alasan malu untuk belajar lebih banyak.
3. Syukron
katsiron untuk materi yang luar biasa ini ustadz,. Tapi kan ada sebagian orang
yang sensitif ustadz, langsung benar-benar jatuh dengan kritikan pedas, bagaimana
solusi untuk menimbulkan semangat itu lagi ustadz
Jawab :
Mba, itu dia mengapa dalam hidup ini kita
membutuhkan mentor. Carilah mentor yang dirasa akan bisa membimbing kita, baik
dengan saran ataupun teguran. Maksud saya bukan mentor pengajian saja ya, tapi
mentor kehidupan. Misal, kita ingin jadi pengusaha, ya kita mati-matian cari
orang yang bersedia jadi mentor. Kita datangi orang tersebut, kita minta
waktunya, misal sebulan sekali ketemu, dan kita minta berbagai penugasan dari
dia. Niscaya dengan model kaya gini akan mempercepat proses pembelajaran kita
4. Assalamu'alaikum
ustadz, saya ingin bertanya bagaimana mengatasi pikiran negatif ustadz? Dan
citra diri yang negatif? Oiya satu lagi ustadz malu dalam islam itu seperti apa?
Jawab :
Pikiran negatif, citra diri negatif mrupakan bagian
dari mindset, dimana mindset itupun bagian dari kepribadian kita. Mindset kita
saat ini merupakan produk akumulasi dari pengalaman kita mulai dari kecil
hingga saat ini. Pola asuh ortu, bahan bacaan, pendidikan yang kita lalui, pengalaman hidup merupakan pembentuk mindset
kita saat ini. Jadi bisa kita bayangkan kalau usia kita saat ini 20 tahun,
setidaknya mindset kita saat ini adalah produk 15 tahun semua pengalaman yang kita
alami. Dengan memahami ini, kita akan bisa menyadari dan bersabar kalau perubahan
itu tidak bisa instant semudah membalik telapak tangan. Lantas apa yang harus
kita lakukan?
5. Iya pak kalau
sudah terbentuk pola seperti itu bagaimana pak cara merubahnya? Karena tidak
mudah, terkadang semangat tinggi, terkadang negatif thingking dan citra diri yang
buruk itu muncul. Jadi menyebabkan rasa pesimis ,alhasil begitu lagi begitu
lagi tidak ada perubahan
Jawab :
Mengenai perubahan, saya mau sharing mengenai
pendekatan dalam psikologi yang dikenal dengan nama cognitive behave theraphy. Intinya perubahan itu selain kemudian
kita memberikan asupan secara kognitif (pengetahuan) melalui bahan
bacaan, nasehat, pelatihan, dll, maka kita harus mengkondisikan agar perilaku
kita juga "dipaksa" untuk berubah. Turning point setiap orang berbeda-beda,
kita harus merekayasa diri dan hidup kita dengan mengakselerasi perubahan.
Misal, kita buat sistem reward and punishment untuk melatih diri kita, kita
punya mentor yang akan telaten dampingin kita. Ditahap yang paling ekstrem
misalnya, kadangkala kita harus memodifikasi lingkungan kita jka ingin berubah.
6. Ada mindset
yang bersifat internal dan eksternal kan yah. Apakah tidak egois, kalau tiap
keburukan yang datang kita anggap itu faktor eksternal, sedangkan yang baik-baik,
kita anggap itu faktor internal ...
Jawab :
Mindset internal atau eksternal bagaimana maksudnya
mba? Kalau terkait kasus egois tidak egois, mari kita kembalikan pada tuntunan
agama kita. Manusia selalu diberi pilihan, mau memilih jadi baik atau buruk,
dan setiap pilihan kita akan dipertanggungjawabkan. Dalam menilai apa yang
terjadi dalam hidup, manusia punya 2 tipe perbedaan, ada yang memiliki locus of
control internal dan juga locus of control external. Bagi orang yang internal,
dia punya kecenderungan untuk menilai apa yang terjadi dalam hidupnya semata-mata
karena akibat dari perbuatan dia. Dan sebaliknya, jika loc-nya external, maka
dia akan cenderung untuk menyalahkan atau menganggap faktor eksternal-lah yang
punya andil paling besar. Lebih tepat jika dikatakan, bahwa apapun yang terjadi
dalam hidup kita merupakan kontribusi dari perbuatan kita. Hanya saja
kadangkala ada yang langsung dirasakan atau tidak langsung, alias misalnya
lewat media lain
7. Contoh
kasus : Terlambat Ke Kantor. Kita bersifat internal (dari dalam) berarti kita
menyalahi diri kita, “Aku telat karena memang tidak bisa memanage waktu dan
lain sebagainya”. Tapi jika kita bersifat eksternal (dari luar) berarti kita
menganggap faktor itu dari luar bukan karena diri kita, “Aku telat karena
macet, bukan salah ku, tapi salah lalu lintas”. Nah, pola pikir seperti itu
apakah egois? Yang buruk itu kita menyalahkan faktor dari luar. Tapi kalau yang
baik-baik, kita menganggap itu memang faktor dari kita
Jawab :
Iya mba, itulah salah satu karakter dasar
manusia. Itu alamiah mba. Makanya proses perubahan mindset itu tidak dikotomis
dan statis. Artinya, bisa jadi di satu titik kita bisa normal melihat segala
sesuatu, tapi dilain waktu kita malah sangat egois
Demikian kajian hari ini. Kita
tutup dengan hamdalah, istighfar 3x, dan doa kafaratul majelis.
Doa
Kafaratul Majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله
إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Wassalamualaikum
wr wb
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment