KAJIAN
ONLINE HAMBA اللَّهِ UMI 08
Hari
tanggal : Kamis 4 Desember 2014
Narasumber
: Ustadzah Lillah
Judul
Kajian : Syaksiyah Islamiyah_ Nataij Ibadah (Buah Ibadah)
Nama
Notulen : Bunda Mia
Editor:
Selli Novita
==========================
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله رب العالمين، وبه نستعينه علي امور الدنيا و الدين. والصلاة
والسلام علي اشرف الأنبياء والمرسلين وعلي آله و اصحابه اجمعين.... اما بعد
Mudah-mudahan
pagi ini sholihaat semua dalam kondisi sehat dan selamat iman Islamnya...amiin
Materi
SI hari ini kita lanjutkan dengan kajian ibadah yang sudah kita bahas sebelumnya
ya... Insyaallah tentang hasil ibadah (nataijul ibadah).
Nataij
Ibadah (Buah Ibadah)
Ibadah
yang sahih akan melahirkan sikap dan prilaku yang positif dalam kehidupan
sehari-hari yang menjadi bekal dan pegangan dalam mengemban amanah sebagai
hamba Allah swt. khususnya amanah da’wah. Di antara dampak positif dari ibadah
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya
keimanan.
Ulama
ahlu as-sunnah wal jama’ah sepakat bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat
dan lemah, pasang dan surut, menguat dengan amal salih atau ketaatan dan
menurun karena maksiat. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat- mereka bertawakkal. ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah.” (al-Anfal:2).
مَنْ قَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan
ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah lalu”. (HR.Bukhari)
2. Semakin
kuat penyerahan diri kepada Allah (Optimis). Ketika kaum muslimin menghadapi
kekuatan sekutu pada perang ahzab keyakinan mereka akan kemenangan yang
dijanjikan Allah semakin mantap dan keimanam mereka semakin kuat.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab:22).
Dan
ibadah yang dilandasi penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah akan
menghasilkan banyak hal positif, sebagaimana firman Allah:
“(tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqoroh:112).
3. Ihsan
dalam beribadah, yaitu as-syu’ur bii uroqobatillah (merasa selalu diawasi
Allah) sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadits:
“الْإِحْسَانُ
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ
يَرَاك َ“
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat kamu.”
(HR.Bukhari).
Ketika seorang
muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah, maka dia berusaha maksimal
melalukannya sesuai dengan petunjuk syari’at dan ikhlas karena-Nya, inilah yang
dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2:
Para
ahli tafsir sepakat yang dimaksud dengan amal yang lebih baik adalah amal yang
mengikuti syariat dan ikhlas karena Allah. Rasulullah membahasakan dengan kata
itqon seperti dalam hadits berikut ini,
عن عائشة ، أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال
: « إن الله عز وجل
يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه »
Dari
A’isyah ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
mencintai bila seorang di antara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan itqon(professional).”
(HR.Thabrani).
Kemudian
Rasulullah saw. menjelaskannya dengan hadits yang lain,
عَنْ شَدَّادِ بْنِ
أَوْسٍ قَالَ :َقَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ
أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Dari
Syaddad bin Aus ra. berkata, bersabda Rasulullah saw.: Sesunggguhnya Allah
mewajibkan ihsan (profesional) dalam semua urusan, jika kamu membunuh, maka
bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah
dengan cara yang baik, asah pisaunya dan sembelihlan dengan cara yang
menyenangkan binatang yang disembelih.” (HR.Muslim)
4. Ikhbat
(tunduk), ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan karena kesadaaran dan
dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas belaka.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Tunduk
dan patuh baru akan tumbuh apabila didasari pemahaman yang dalam dan keimaanan
yang kuat sebagaimana firman Allah:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (al-Hajj 54).
5. Tawakkal.
Ibadah yang benar berdampak terhadap kehidupan seseorang ketika ia sedang
menghadapi tantangan hidup, terutama tantangan da’wah. Para Nabi ketika
menghadapi ponolakan da’wah kaum mereka, mereka menyerahkan semua urusannya
kepada Allah, sebagai contoh nabi Hud ‘alaihissalam.
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud :56).
Nabi
Syu’ib ‘alaihissalam,
“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88).
Dan
nabi Muhammad saw.
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (at-Taubah:129).
6. Mahabbah
(rasa cinta). Seorang mu’min dengan beribadah dapat merasakan cinta kepada
Allah dan Allah mencintainya.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا
تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي
يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا
وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا
تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ
يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
Dari
Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah
berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka Aku telah
mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku melakukan pendekatan diri
kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain melakukan apa yang telah
Aku wajibkan padanya, dan hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri
kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila
Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia
mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangan
dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku,
pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku
lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang Aku gamang melalukannya selain mencabut
nyawa seorang muslim sedangakan ia tidak menyukainya.” (HR.Bukhari).
7. Roja
(mengharap rahmat Allah). Seorang mukmin dalam beramal hanya mengharapkan
rahmat Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
8. Taubat.
kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh orang yang beriman terutama yang
aktif berda’wah di jalan Allah adalah memohon ampunan dari dosa dan kesalahan.
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (al-Ali ‘Imran:147).
9. Berdoa.
Orang yang beriman ketika beribadah, selalu meminta kepada Allah, tidak meminta
kepada selain-Nya.
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan.” (as-Sajdah:15-16).
10. Khusyu’.
Orang yang beriman ketika disebut nama Allah hatinya tunduk dan khusyu’ kepada
Allah.
Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (al-isra:107-109).
Imam
Hasan Al-Banna di dalam prinsip-prinsip sepuluh menuliskan:
وللإيمان الصادق
والعبادة الصحيحة والمجاهدة نور وحلاوة يقذفهما الله في قلبمن يشاء من عباده
“Iman yang sejati, ibadah yang sahih dan mujahadah dalam
beribadah dapat memancarkan cahaya dan menghasilkan manisnya beribadah yang
dicurahkan oleh Allah ke dalam hati hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” (prinsip
ke 3)
Semua
uraian di atas adalah kriteria taqwa, sebagaimana dijelaskan di dalam banyak
ayat bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk manusia bertaqwa.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)
Taqwa
kepada Allah akan membuka kemudahan-kemudahan dalam segala urusan, memberi
keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (at-Thalaq 4)
============================
TANYA
JAWAB
PERTANYAAN:
1. Ustadzah....
Bolehkah kita menyerahkan amanah yang sedang kita emban kepada orang lain dengan
alasan kita ingin fokus dengan mengurus keluarga dulu? Amanah ini berkaitan dengan
mengurus umat dalam skala kecil... Apakah dengan kita 'menyerah' seperti itu
kita sudah tidak tawakkal dalam beribadah?
2. bertanya
ustazah.. ketika ibadah yang kita lakukan masih jauh dari 10 buah ibadah
tersebut.. apa itu artinya ibadah kita belum benar,, dan apa yang harus kita
lakukan ustadzah..
3. Pertanyaan
berikutnya.. Dalam komunitas kecil yang saya asuh, ada 1 anggota yang mengalami
bipolar disorder. Jika sedang 'on', beliau bisa kholas sekian juz dalam sehari.
Jika sedang drop, di sapa pun tidak bergeming... Suasana hatipun gampang berubah-ubah. Sekian waktu luar
biasa ceria, kemudian tiba-tiba sensitif sekali. Bagaimana caranya membantunya
supaya moodnya baik lagi ustadzah? Jika sedang fase depresi, beliau menutup
diri dari kita semua, sedang kita tak mungkin berkunjung fisik karena jarak
jauh yang membentang...
4. Ustadzah....
Saya minta penguatan.... Saya berkali-kali baca uraian di atas, dan menyadari
bahwa ternyata saya belum memiliki satupun buah ibadah seperti yang ustadzah
jelaskan. Bagaimana ini ustadzah, umur semakin tua, tapi ibadah hanya
formalitas. Bagian mana yang harus saya bereskan terlebih dahulu ustadzah? Apakah
hidayah jika sudah tercabut tak bisa datang kembali? Untuk sholat saja sulit
khusyu ‘.
JAWABAN:
1. Jika memang
itu adalah hasil istikhoroh dan teman-teman yang dtinggalkan ridho, tidak
masalah. Yang penting, kita sudah mengupayakan semaksimal mungkin namun
ternyata tidak berhasil dengan rangkap kegiatan seperti itu. Tawakkal adalah kita berikhtiar semaksimal
mungkin, kemudian serahkan hasilnya kepada Allah.
2. Dalam
beribadah, berlaku konsep mastatho'tum... yakni semampu kita. Namun mampu
disini tentu kita ambil standar tertinggi ('azimah). Jadi, mari kita buat
target-target ibadah... paksa utk melaksanakannya, paksa untuk istiqomah. Buahnya
tentu akan menyusul. Sebenarnya bisa jadi, sudah ada buah dari ibadah kita... hanya
barangkali skalanya masih rendah sehingga seolah-olah tidak kita miliki. Terus
optimis ya bun...
3. Untuk masalah
ini tentu tidak mudah, karena adanya penyakit dalam dirinya. Tidak bisa
diberikan treatment yang sama dengan orang yang normal. Saya sendiri tidak tahu
pasti bagaimana menstimulasi orang seperti ini, tentu psikiater yang lebih
paham. Namun bisa saja kita bantu dengan mengingatkan bahaya futhur... pentingnya
istiqomah dalam ibadah meski sedikit. Seperti Rasulullah sampaikan, meski
sedikit tapi rutin.
4. Bunda...
sebenarnya saya sudah jawab di atas (jawaban no 2). Dalam masalah ibadah... jangan pernah merasa
puas, justru bagus ketika kita terus merasa kurang. Karena ibadah yang kita
lakukan, bukan tuntutan dari Allah... tapi kebutuhan kita sebagai hambaNya,
perantara bersyukurnya kita atas limpahan nikmat yang luar biasa. Jangankan kita bunda.... para ulama besar saja
menjelang wafatnya sangat takut dengan amal mereka, ibadah mereka....
Jadi
teruslah merasa kurang, sehingga kita akan memaksa diri untuk terus beribadah. Sebenarnya
keberkahan hidup yang kita rasakan sekarang adalah juga buah dari ibadah kita.
Alhamdulillah
berarti bunda sudah punya rasa khouf (takut) jika ibadah tidak sempurna, namun
juga pelihara roja (pengharapan)... agar kita tidak putus asa. Karena... kepada siapa lagi kita berharap jika
tidak kepadaNya. Sama-sama optimis ya bun...
Baiklah
kita tutup dengan Doa Kafaratul Majelis :
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”.
السَّلاَمُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment