Home » , » Tauhid Uluhiyyah - Ibadah

Tauhid Uluhiyyah - Ibadah

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Wednesday, December 3, 2014

Kajian Online WA Hamba  اللَّهِ SWT
Selasa, 02 Desember 2014/08 Safar 1436 H
Nara Sumber : ustadz Suhendi
Tema: kajian islam
Rekapan Grup HA29 oleh: Irma
Admin : Rosalin
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Para bunda... Kita akan bahas soalan dengan tema ibadah, bahkan tema ini masuk kedalam kelompok tauhid uluhiyyah.. Pokok/salah satu dalam kajian Tauhid...

: إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal  kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.
A. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ 
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pu  n dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]
Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”
C. Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [6]
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.” 
Sebagaimana Allah berfirman:
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.[7]
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]
2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita [8]. Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
D. Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min: 60]
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.
Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang dari segi perkataan, perbuatan telah didesain oleh Allah SWT kemudian diperintahkan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengerjakannya. Seperti shalat fardu 5 kali, ibadah puasa ramadhan dan haji. Semuanya adalah bentuk paket dari Allah turun kepada Rasulullah s.a.w. kemudian  wajib ditirukan oleh umatnya tanpa boleh menambah atau memperbaharui sedikit pun.
Ibadah Mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Wudhu,TayammumMandi hadatsShalatShiyam (Puasa)HajiUmrah
Apa pernah yang berani menambah atau memperbaharui ibadah semacam itu? Jawabannya ada, yaitu Muawiyah. Dalam Sunnah Rasulullah s.a.w. ibadah jum’at didahului dengan 2 khutbah, sedangkan shalat 2 ‘Id didahului shalat baru kemudian khutbah. Ibadah cara ini kemudian oleh Muawiyah diubah yaitu tatakala shalat Id, dia melangkah ke mimbar dan memberi khutbah baru kemudian shalat. Oleh para ulama’ pada masa itu telah diingatkan,
“Hai Muawiyah, sungguh engkau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w.” Kemudian Muawiyah menjawab,
“Kalau aku khutbah setelah usai shalat maka tidak ada manusia yang akan mendengarkan khutbahku” sambil berlalu menuju ke mimbar dan ia sungguh telah berkhutbah sebelum shalat ‘Id didirikan. Inilah bid’ah yang sesat itu.
Shalat dengan bahasa Indonesia, seperti yang terjadi di Jawa Timur, itu juga bid’ah dhalalah (sesat) karena shalat masuk ke dalam ranah ibadah Mahdhah sehingga mengubah dan menambahi aturan di dalamnya termasuk kategori sesat. Bukankah Rasulullah s.a.w. sduah menggariskan “Shallû kamâ raaitumûnî ushallî –shalatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku shalat”. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:
a.      Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun as-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
b.      Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasulullah s.a.w.. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
 “Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya [ialah: berhakim kepada selain Nabi Muhammad s.a.w.] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS an-Nisâ’/4: 64)
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS al-Hasyr/59: 7).
c.       Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah at-tasyrî’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d.      Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
3.      Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah Ghairu Mahdhah  adalah: seluruh perilaku seorang hamba yangdiorientasikan untuk meraih ridha Allah (ibadah). Dalam hal ini tidak ada aturan baku dari Rasulullah s.a.w..
Dalam hadis Jarir ibn `Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. saw. bersabda:
« مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ ».
“Barangsiapa merintis jalan yang baik dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan hasanah), maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun pahala mereka; dan barangsiapa merintis jalan yang buruk dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan sayyi-ah), maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun dosa mereka.” (Lihat antara lain: Shahih Muslim, II: 705, Hadis senada diriwayatkan oleh 5 imam antara lain, Nasa’i, Ahmad, Turmudi, Abu Dawud dan Darimi).
Atau dengan kata lain definisi dari Ibadah Ghairu Mahdhah atau umum ialah: segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong-menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a.      Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.
b.      Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah s.a.w., Karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka  bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c.       Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d.      Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Maka segala bentuk kegiatan baik yang ditujukan untuk meraih ridha Allah masuk ke dalam ranah ibadah ghairu Mahdhah.
‘Lha’ itu peringatan mulid nabi, isra’-mi’raj  kan juga bid’ah ‘tho’ ustadz? Betul, itu bid’ah namun ia masuk ke dalam kategori sunnah hasanah (bukan sunnah sayyi-ah). Mengapa? Dahulu Buya Hamka ketika kali pertama mendengar  aktivitas Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj juga mengatakan itu adalah bid’ah sesuatu yang tidak pernah dijalankan oleh Rasulullah s.a.w.. Namun ketika beliau menyaksikan sendiri rangkaian kegiatan tersebut  yanga ternyata berisi dzikir-dzikir kepada Allah dan mauidhahh hasanah yang mengajak umat untuk amar ma’ruf nahi munkar serta untuk menteladani pribadi Rasulullah s.a.w. dan memikirkan kekuasaan Allah yang telah menjalankan hambaNya Muhammad saw dari Masjidil Haram-Masjidil-Aqsha-Sidratul . Tentang Isra’-Mi’raj dalam al-Quran disinggung QS Al-Isrâ’/17: 1,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Rekapan tanya jawab
Tanya
Brarti ibadah itu luas banget ya?
Apakah sabar trmasuk ibadah?
Jawab:
Yup sabar jg ibadah
Tanya
Ustad, ada tetangga saya, yg mendapat amalan dr ustad dr pesantren, jika wirid sampai ribuan ... apa itu benar ? Maksutnya apakah ada tuntunannya?
Jawab:
Klu dIkir sampai ribuan tdk ada hditsnya .. Biasnya dzkir tsb rusak dlm niat.. Biasanya niat untk panglaris, pengasih dll.. Tercampur antar niat ibdh kpd Allah dn niat dunia..
‪Tanya
Ustad maaf...sy msh ingin bertanya ttg wirid td...
Jika wirid tsb tdk ada nash /hadits.nya...lalu , bagaimana wirid itu 'bekerja' shg  bs jd penglaris, pengasih dll....?(Krn di sekitar sy masih ada hal.demikian...jawaban dr ustad smg bs menjelaskan kpd mereka bhw wirid spt itu tdk benar...)
Jawab: Justru itu bund erna.. Wirid itu bs mengundang jin.. Krn tdk ada tuntunannya dr Rasulullah saw, yg ada sj klu pun d baca secara berlebihan misalnya subhanallah 1000x itu bs salah.. Apalgi dzkir yg aneh 2 lainnnya..
Bund erna fahamkan perlahan, dakwahi berdoa pd Allah smg mereka dpt taufik...
Tanya
Iya ustad...jazakallah khayr penjelasannya...
(tapi tidak mudah ustad mendakwahi mereka...krn sy awam,...dan ustad mereka dr pesantren.....)
Komentar: Y baiknya dakwhi dg akhlak atau materi jk ada...
Tanya
Ustadz..  sy prnh mndgr taujih dr seorg ustadz bhwa tdak akan diterima sholatx seorang hmba jikalau ibadahnya tdak khusyuk..  apakah benar demikian..
Semntara qt manusia t4 nya slh dan dosa
Jawab:
Y benar bund rosalin..
Priblemnya khusyuk itu g ada yg tau kita hanya berusaha sj.. Ihsan dlm sholt ikhlas jg...
‪Tanya:
Maaf ustd.mungkin pertanyaan sy keluar tema..sy mau tanya mslh ruqyah ustd.ruqyah yg syar'i itu sperti apa dn mnfaatnya apa sj..syukron wa afwan
Jawab:
Rukyah syariyyah ini adalah pengobatan bacaan dzikir dr Alquran atau hadits Rasullah saw, lawannya rukyah syirkiyyah yaitu pengoban dg bantaun jin.. Luas pembhasannya. Hrs ada tema khusus..(ana sdh bahas d grup lain).
Tanya:
Pertanyaan sy ganti gpp y ustd..hehe
Klo mengamalkan istighosah atau rotibul haddad itu gmn hukumnya ustd??
Jawab:
Umm zoemar.. Yg g ada contoh atau dalil nya dlm syraiah ... Baiknya tinggalkan aja.. Yg ada nash sj kita blm mamp laksanakan mksimal..
Mhn petunjuk Allahbsmg mampu bedakan antarabyg hak dan yg batil .
Tanya:
Klo mengamalkan tahlilan,yasinan tu jg gmn ustd?
Jawab:
Yasinan tahlilan. Bagus itu kan dzikir..
Tahlilan : لاإله إلا الله
Yasin : surat dlm Alquran
Yg salah itu ritualnya ..knapa hrs 7 hr, 1 thun , dl..
Tanya:
Klo ad yg jawab... merayakan maulid nabi  sm dg merayakn ulang tahun nabi jwbx gmn tadz?
Jawab:
Berbeda pndngn ulma dlm hal iini..
Jk kegiatan ini dg niatan mengembalikan semnagat kaum muslimin yg sdg lesu, mksdnya skrg sarana sj... Seperti halnya yg dblakukan panglima sholihuddin al ayubi.
Tp jk dg peringatan ini ummat akan berlebih kebihan ( sadujzriyah) khwtr d kemudian hr malah guluw/berlebihan..
Maka lebih baik d hindari..
Cinta dg Rasulullah tdk hny dg dg cara demikian .. Laksanakan saja syariah yg d bw oleh beliau saw secara kafah..Walaualm
Tanya:
Nanya ustad....
Kl nak sholat tahajud boleh gak kl berjamaah ma suami...
Karna ada juga yg bilang boleh berjamaah pada saat tahajud ada juga bilang gak boleh mesti sendiri..
Jawab:
Boleh ada dalilnya..

Yg bilang g boleh itu yg blm faham..

Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis: 
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” 

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!