Kajian Online Hamba الله SWT
Jum’at, 2 Januari 2015
Narasumber : Ustadz
Umar Hidayat
Rekapan Grup Nanda M111 (Peny)
Tema : Syaksiatul Islamiah
Editor
: Rini Ismayanti
HIASI
DIRI DENGAN SIKAP RELA KEPADA ALLAH UMAR HIDAYAT
Hidup
memang tidak sempurna, seperti juga kita.
tapi
semua yang terjadi itu yang terbaik untuk kita……..
tapi
kita sering mengkhilafinya………
Saudaraku
yang dirindu surga.….
Pernahkah
kita memikirkan sejak kapan kerelaan kepada Allah itu menjadi milik kita?
Pernahkah kita merenungkan bersebab hilangnya kerelaan kepada Allah menjadikan
kegaduhan hati dalam menjalani hidup ini? Belumakaah sadar kita bahwa sepanjang
hayat masih di kandung badan kerelaan kepada Allah tak bisa kita singkirkan?
Nyatanya
kerelaan kita kepada Allah sering terkikis oleh keadaan dan situasi kehidupan
kita. Nyatanya kesumpekan jiwa dalam mensikapi hidup masih kita langgengkan.
Faktanya hati ini mudah terpengaruh oleh bujuk rayuan syaithan untuk mengunduh
berbanyak alasan agar seolah-olah kita tidak perlu lagi rela kepada keputusan
Allah. Faktanya banyak pesakitan jiwa kita karena belum ikhlas melepaskan
kepasrahan kita hanya kepada Allah. Buktinya sering diantara kita merasa benci,
merasa gundah, merasa pingin marah bia ada orang lain yang mendapatkan kesuksesan
atau lebih berhasil dari kita. Buktinya kita sering merasa terpuruk dengan apa
yang terjadi yang sesungguhnya Allah takdirkan kepada kita. Bahkan jari kita
berani menunjuk seraya berucap “Allah tidak adil padaku”
Saudaraku
kita tetap membutuhkan kerelaan kepada Allah agar kita bisa mengarungi hidup
ini dengan selamat. Agar kita bisa menikmati hidup ini……
2………
Sekisah
Saad bin abi Waqash ra, suatu hari mengunjungi Makkah. Ketika itu ia sudah
dalam kondisi buta. Ia adalah termasuk sederetan orang yang terkenal dengan
orang yang doanya termakbulkan. Mendengar kedatangannya, maka orang-orang
berduyun-duyun menemuinya untuk meminta didoakan olehnya. Ia pun berdoa untuk
mereka. Abdullah bin Saib berkata, “Aku pun menemuinya, dan ketika itu aku
masih kanak-kanak. Maka aku perkenalkan diri kepadanya dan ternyata ia
mengenaliku.”
Ia
berkata, “Engkaukah qari’ penduduk Makkah yang terkenal itu?” “Ya,” jawabku.
Aku katakana kepadanya, ”Engkau berdoa untuk kebaikan orang lain, andai saja
engkau berdoa untuk dirimu sendiri agar Allah mengembalikan penglihatanmu.”
Saad hanya tersenyum dan berkata, “Anakku, ketetapan Allah atas diriku lebih
baik bagiku dari penglihatanku.”
Begitupun
yang terjadi pada kisah Imran bin Hushain ra, seorang sahabat yang selalu
menyertai peperangan bersama Rasulullah. Setelah Rasulullah wafat, ia menderita
lumpuh dan tidak bisa bergerak sama sekali, sehingga untuk hanya sekedar buang
hajat ia dibuatkan lobang di bawah tempat tidurnya. Ia mengalami penderitaan
ini selama tigapuluh tahun lamanya. Tak salah bila setiap sahabat yang datang
menjenguknya, selalu saja dihiasai air mata. Tapi ia dengan tenang berkata
kepada mereka, “Kalian menangis tapi aku rela dengan keadaan ini. Aku mencintai
apa yang dicintai Allah, dan aku ridhlo apa yang diridhloi Allah. Aku bahagia
dengan apa yang dipilihkan Allah untukku, dan aku persaksikan kalian kepada
Allah bahwa aku ridhlo.” Subhanallah…….
Saad
bin Abi Waqash dan Imran bin Hushain ra telah membuktikan kecintaannya kepada
Allah dengan sepenuhnya, dengan kerelaan menjadi buktinya, dan keyakinan
menjadi penguatnya. Di sinilah tempat membuktikan iman kita. Di sinilah tempat
membuktikan iman kita. Di sinilah tempat membuktikan iman kita. “Apakah manusia
mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan “kami beriman kepada
Allah?” sedang mereka tidak diuji lagi?” (Qs. Al Ankabut;2)
3………
Saudaraku
yang dirindu surga. mari kita belajar rela dari para Sahabat Rasulullah.
Kerelaan berkorban (asketisme) yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib,
misalnya, saat menggantikan Rasul tidur di ranjangnya pada malam ketika
Rasulullah ditemani Abu Bakar hendak melakukan hijrah. Atau keberanian Asma
binti Abu bakar mengantar makanan untuk Rasulullah dan ayahandanya di tempat
persembunyian di gua Tsur. Sikap-sikap serupa juga dicontohkan sahabat lainnya
seperti Abu Bakar yang dengan lantang mengatakan, cukuplah Allah dan Rasul-Nya
untuk menjawab pertanyaan Rasulullah tentang apa yang ditinggalkan untuk
keluarganya. Pada saat itu, Abu Bakar menyerahkan seluruh harta kekayaannya
untuk perjuangan Islam. Bahkan episode yang menakjubkan terjadi pada para
sahabat berebut melindungi Rasulullah dari serangan tombak dan panah yang
berhamburan saat perang Uhud terjadi.
Apakah
para sahabat tidak tahu akibat yang akan terjadi atas apa yang mereka lakukan?
Sungguh para sahabat bukanlah orang bodoh yang tidak tahu hukum sebab akibat.
Tapi mereka melintasi logika sebab akibat untuk menjemput kerelaan kepada Allah
atas semua yang bakal terjadi. Dan menukarnya dengan kesiapan diri dan
keyakinan bahwa Allah tak mungkin menyia-yiakan hambaNya. Apakah para sahabat
tidak belajar rasa takut akan akibat yang secara alamiah akan mereka rasakan
sebagaimana yang ditakutkan oleh orang-orang munafik dan musuh-musuh kaum
muslimin? Mereka melintasi rasa takut
itu dan menukarkannya dengan kecintaan dan keridloaan kepada Allah dan RasulNya
lebih dari segalanya.
4………
Saudaraku
yang dirindu surga, memiliki selalu kerelaan kepada Allah memang tidak mudah.
Tidak mudah. Sekali lagi tidak mudah……..
Begitu
sulit belajar rela kepada Allah. Padahal waktu bergulir tanpa bisa
menghentikannya. Sejatinya semua kita menginginkannya, tapi enggan menapakinya.
Sebagian kita tahu caranya, tapi enggan melakukannya. Sebagiannya lagi sangat
ingin bahkan menggebu, tapi tidak paham bagaimana caranya. Bahkan pun ada yang
pandai dengan cara melakukannya tapi tidak mengilmuinya. Memang ini perkara
yang sulit-sulit gampang. Awalnya sulit akhirnya menjadi gampang di rasakan dan
dilakukan.
Teringatlah
Umar bin Khattab, bahwa “Semua kebaikan itu terkumpul dalam kerelaan. Jika
engkau sanggup maka hendaklah engkau rela. Jika tidak, maka bersabarlah.” Meski
untuk memperoleh rela, ia tidak datang sendiri. Butuh perjuangan untuk belajar
dan mencarinya.
5………
Saudaraku
yang dirindu surga.
Sikap
rela itu bermula dari landasan iman yang benar. Menggayuh rasa rela juga
haruslah karena iman, bukan karena yang lain. Sehingga kerelaan kita kepada
Allah akan istiqomah. Lantaran segala sesuatu jika dilakukan karena Allah ia
akan abadi. Ibnu Qoyyim al Jauzi sendiri membagi kerelaan dalam dua bagian;
pertama rela dengan Allah dan rela kepada Allah. Rela dengan Allah artinya hati
kita rela menerima eksistensi Allah, keberadaan, kekuasaan dan segala
konsekuensi atasnya. Sedang rela kepada Allah adalah kerelaan atas segala
sesuatu yang Allah berikan.
Ciri-ciri
orang yang rela kepada Allah ditandai dengan: Pertama, ketenangan jiwa atas apa
yang menimpanya. Bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti Allah telah
mengukurnya dan mustahil bermaksud jelek kepada makhlukNya. Karenanya orang yang rela kepada Allah ia
menerimanya sebagai sesuatu yang terbaik baginya.
Kedua,
kerelaan kepada Allah adalah perihal kemampuan seseorang untuk memandang segala
sesuatu pilihan Allah dengan tanpa
diikuti perasaan marah terhadapnya.
Ketiga,
kerelaan kepada Allah berarti menerima dengan keadaan jiwa, hati dan dada yang
lapang terhadap suatu perkara tanpa ada rasa kecewa, penolakan, marah atau merasa
tertekan. Bukan kepasrahan. Lantaran kerelaan kepada Allah tetap diikuti
ikhtiar untuk mencapai segala sesuatu yang terbaik. Sedang kepasrahan itu
penyerahan tanpa usaha.
Keempat,
tidak memaksa sebelum keputusan Allah datang, dan tidak kecewa atas datangnya
keputusan Allah. Meskipun berat terasa.
Kelima,
ketika derita itu menimpa kecintaan kepada Allah tak berkurang adanya.
Begitupun dengan amal dan ibadahnya. Ia tetap selalu berbuat baik, dalam
kondisi apa pun.
Keenam,
tidak menyalahkan dan berprasangka buruk kepada orang lain, melainkan selalu
mengembalikan kepadaNya. Sehingga ia pun tak berkata buruk atas takdir Allah,
bahkan selalu senyum menghiasi dirinya.
Ketujuh,
tidak mudah tergoda oleh dunia seisinya. Sehingga hidupnya serasa selalu ada keberkahan
menyelimutinya. Karena ia selalu yakin akan janji Allah kepada hambaNya.
6…………
Cara
menguatkan kerelaan kita kepada Allah dengan; 1) ma’rifatullah, cara pertama
dan modal utama agar kita menjadi orang yang memahami iman sebagai landasan
kerelaan kita kepada Allah. Tanpa ini pekerjaan berjuang meraih kerelaan kepada
Allah hanya sia-sia belaka.
2)
riyadhah, yakni memperbanyak penghayatan atas apa yang telah Allah berikan
kepada kita. Riyadhah ini semakin banyak dengan kualitas semakin membaik maka
akan semakin menguatkan rasa cinta kita kepada Allah. Bersebab kerelaan kepada
Allah adalah posisi dimana hati kita sedang mengalami kejernihan yang sangat.
Di puncak kedekatan kepada Allah.
3)
bercerminlah kepada orang-orang yang penderitaannya lebih berat dari kita. Cara
ini akan memberikan motivasi yang baik kepada kita agar tabah dan kuat dalam
menjalani semua yang terjadi dengan tidak syu’udzan kepada Allah.
4)
yakinlah dibalik semua peristiwa pasti ada hikmahnya. Kepandaian mencari hikmah
atas semua peristiwa yang terjadi akan memberikan daya tahan dan daya juang
untuk meraih cita dan harapan. Sekaligus dengan belajar dari peristiwa yang
terjadi kita tidak mudah terjerumus pada kesalahan yang sama.
7………………
Saudaraku
yang dirindu surga.
Kerelaan
kepada Allah itu bukan sekedar soal logika, atau persepsi. Karena itulah
kerelaan kepada Allah adalah pekerjaan yang paling membutuhkan perjuangan untuk
menaklukan diri sendiri. Jika marah bisa kita redam. Jika syahwat bisa kita
taklukan. Jika benci bisa kita redakan. Jika kita sakit hati bisa kita obati.
Tetapi kerelaan kepada Allah butuh lebih dari sekedar sederat semua sikap itu.
Sebab untuk menaklukan diri sendiri menjadi orang yang rela kepada Allah tidak
bisa kita paksakan. Sebab paksaan itu sendiri bertentangan dengan kerelaan.
Menjadi orang yang rela membutuhkan jalan yang panjang. Sepanjang umur kita.
Barangsiapa yang telah meraihnya berarti ia telah sampai pada puncak
ketinggian, lantaran setelahnya tidak ada lagi yang harus ditaklukan.
Seperti
fudail bin Iyyadh pernah mengatakan,” bila seseorang telah sampai pada derajat
rela, tidak ada lagi yang diharapkan di atas itu.” Begitupun Imam Tirmidzi
meriwayatkan abda Nabi, “Jika engkau sanggup bertindak dengan kerelaan dan
keyakinan maka lakukanlah. Tetapi jika jika engkau tidak sanggup, maka
sesungguhnya dalam kesabaran pada apa yang tidak disukai jiwa, tersimpan
kebaikan yang banyak.” Subhanallah.
Selamat
berjuang meraih kerelaan kepada Allah. Akan kah???
Demikian
share materi KOL sore ini.Mudah-mudahan bermanfaat.
TANYA
JAWAB
1.
Ustd, terkadang ketika mendengar kabar/ cerita. Susah untuk langsung tanggap
menerima makna & pelajaran.
Kenapa
ustad?
Jawab:
Ya semua proses
sholihah. boleh jadi itulah cara Allah memotivasi kita agar bergairah terus
belajar dan beramal sholih, n jangan lupa bersihkan diri dari penyakit hati.
agar hati kita jernih dan mudah menangkap hikmah/ pelajaran / merespon sesuatu.
2.
Assalamualaikum ya ustadz...
Saat
ditimpa musibah atau saat mengalami sesuatu yang tidak disukai jiwa di satu
sisi kita yakin betul bhwa smua itu ketentuan Allah dn psti itulah yang terbaik
namun di sisi lain juga mengeluh knp semua ini terjadi padaku... lambat laun
bisa ikhlas mnerima namun jika teringat msih sering meratapi. Itu bagiaiman
ustadz?
Ustadz
adakah tips untk bisa lupa hal2 yang menyakitkan hati?
Jawab:
Semua berproses. maka
kita riyadhah/ latihan meraih kerelaan kepada Allah. teringat kemudian sedih
itu wajar karena semua berproses. tapi hindari meratapinya, sbb sebagian
ratapan adalah cara setan mencari teman. karenanya jika teringat dan ada
indikasi mulai mengeluh sgrlah beristighfar dan lantunkan doa semoga Engkau ya
Rabbi memberiku yang terbaik.
Jika
lupa menjadi solusi ia tak akan bertahan lama. godaannya jika ingat kembali maka
bukan tak mungkin hal yang menyakitkanhati hadir kembali.
Mungkin
bukan melupakan, tapi cari sumber / akar maslahnya lalu cari solusi / obatnya.
sehingga sakit hati tersembuhkan. atau dulu pernah sy sampaikan dalam kol yang
sy lupa entah yang ke berapa, yang intinya sediakan dalam hati kita dua ruang;
satu ruang kebaikan kesenangan kebahagiaan or hal-hal positif dan satu ruang
lagi tuk hal yang negatif, di benci disakiti dll.
di
ruang positif tak ada masalah. dengan adanya ruang negatif maka semua yang
menyakitkan menyusahkan menyedihkan kita tampung di sana kemudian di daur ulang
dengan muhasabah, maka akan menghasilkan energi baru tuk perbaikan hidup kita.
selamat
mencoba........
3.
daya nurhidayah;
Ustadz.
Bagaimana jika kehilangan seseorang yang di cintainy & dia selalu
menyalahkan takdir Allah, trus dia juga slalu sedih jika mengingatny. Bagaimana
dengann kondisi mayit jika pihak kluarga tidak rela dengann takdir Allah?
Jawab:
💫pertama: jika
seseorang mencintai or membenci karena Allah maka baginya tidak akan keterusan
tuk menyalahkan takdir Allah. karena Allah lbh tahu apa yang akan terjadi pd
diri kita. boleh jadi sesuatu yang tidak kita sukai tapi Allah suka, or
sebaliknya. coba renungkan; boleh jadi klo dia tidak kehilangan yang
dicintainya yang berarti dia bersamanya mungkin tidak akan menambah kebaikan bagi
dia dikemudian hari. sehingga Allah pisahkan dia.
kedua:
sy belum pernah mempelajarinya....hehehe
tapi
menurut ku kasihan si jenazah, dia juga punya perasaan di alam barzah yang kita
tidak mendengarnya. bayangkan (na'udzubillah) bila ia sedang merasa kesakitan,
apa jadinya ditambah perasaan dr ahli warisnya yang belum mengikhlaskannya.
sebaiknya relakanlah
4.
Assalamualaikum Ustd. Subhanallah materinya pas banget. Aku baru aja ngelakuin
riyadhah itu ustd, karena merasa malu sama Allah udah kalah sama perasaan
sendiri . Ustd, Ma'rifatullah itu artinya apa?
Jawab:
Kenapa
nangis mba...... lagi musim hujan entar tambah bajir dunk.....
ooooh
PAS ya.....ya maaf tak bermaksud menyedihkan.
ma'rifatullah
= mengenal Allah Swt.
Nanda
: Bukan Ustd. Saya beberapa hari ini malah galau karena ini. Merasa kalah sama
perasaan dan penyakit hati saya tapi bingung apa yang harus dilakuin.
Alhamdulillah inget pesen Ustd kemarin tentang marah & panyakit hati, eeh
delalah kajian hari ini pas buat makin semangat hehe
5.
Ustd. Saya pernah denger kajian Ustd. Salim A Fillah tentang takdir Allah.
Misal takdir kita dikasih diposisi yang enggak disuka saat ini ini karena Allah
mau kita perbanyak pahala untuk sabar dari itu semua. Tapi kadang ustd. Kalo
kita mau mundur dari keadaan itu apa bisa dibilang menyalahi takdir Allah?
Kadang suka ngerasa lelah sama sabar, Ustd.
Jawab
:
Di
tempatku kalo sabar istrinya dokter, kalo Setia istrinya cuman guru lho.....
klo lelah ber-sabar asihan dokter-nya
Mari
kita simak qs Huud: 11, "sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
ayat
ini menandakan bahwa kita tetap dituntut untuk berkerja berusaha bersama
kerelaan kita kepadaNyatas keputusan dan takdir-Nya.
Terkisah
Umar bin Khattab pergi ke syiria, di tengah perjalanan ia mendapatkan info
bahwa di syiria sedang terjadi wabah penyakit. Para sahabat kemudian
bermusyawarah apakah melanjutkan perjalanan or kembali ke Madinah?akhirnya di
putuskan kembali ke Madinah. Lalu salah seorang bertanya: Kenapa harus kembali
ke Madinah? Umar bin Khattab menjawab; "kami lari dari takdir Allah, menuju
takdir Allah."
Jadi
Allah menghamparkan takdirNya dalam lapak ikhtiar manusia dan ketentuanNya.
Nanda
: Huehehe saya mau jadi sabar & setia aja ustd.
Kalo
jadi dilema setelah itu gmn Ustd? Dilema mau keluar dari kerjaan, karena merasa
melanggar aturan Allah. Walaupun ada baiknya bisa shalat di masajaid setiap
hari. Tapi disatu sisi sama keluarga disuruh stay gitu.
Curcol
lagi saya Ustd
6.
Jadi sebenernya kita bisa memilih takdir yaa Ustd? Selebih lagi sebenernya
takdir Allah itu udah jelas kalo jalanin yang baik hasilnya baik dari Allah
& untuk kita sendiri (berujung surga). Kalo jalanin yang buruk hasilnya
buruk untuk kita sendiri (ujungnya neraka). Ada hubungannya sama ayat QS.
Gafir:40 Ustd?
Subhanallah
tadi sambil dalam tahap riyadhah, saya tilawah langsung baca ayat itu.
Jawab:
B
e t u l . mantappp Allahu Akbar
7.
Ustadz afwan kalau keluar dari materi. Mencintai dalam diam itu seperti apa ya
ustadz? Ada yang pernah bilang orang yang paling menderita dan kasihan itu,
orang yang mencintai tapi tidak berani mengungkapkan. Itu bagiaimana ustadz?
Jawab:
Waduh....bahasanya
pujangga cinta...
Mencintai
dalam diam; diam-diam cinta, cinta dalam kediaman (eh di rmh), atau cinta yang
tersembunyi, atau mencintai diam. atau bisa2 bertepuk sebelah tangan orang yang
mencintai tapi tidak berani mengungkapkan.
bentar
kita luruskan dulu biar ngga belok dan salah jalan.
klo
yang dimaksud mencintai itu kerangkanya menuju atmosfer 'pacaran' tentu
ups....tidak boleh. tapi klo berjuang mencintai setelah di khitbah itu harus.
Klo
sekedar mencintai dalam diam or tidak ada keberanian mengungkapkan cinta? kita
perlu hati2 jangan2 kita salah menerjemahkan. ge er jadinya. karena hati siapa kita
tidak tahu isinya. lbh berbahaya lagi jika kita salah mencintai. rugi dunia
akhirat.
Konon
menurut para pujangga cinta, cinta tak perlu diungkapkan tapi butuh pembuktian
dan perjuangan. cinta itu kata kerja yang tak cukup diwadahi dengan ungkapan
kata. bahkan kata pun tak mampu mengungkapkannya. bahkan ia lbh jelas ketika
terbukti bukan sebentuk janji.
waduh
pokoknya hati-hati dengan cinta deh......
8.
a. Ketika kita dhadpi oleh 2 keputusan yang baik dan hrus memilih..setelah
memilih,trnyata plihan kita mmbuat orang lain berdosa,mnimbulkan masalah bisaar
dan gak bisa diulang....apkah itu juga hrus direlakan?
b.
Bagaimana cra mndakwahi orang yang tdak ingin ddakwahi olh kita dan dia juga
gak peka dengann kbaikan kita tapi ibdahnya dengann tuhan bagius....mngkn
prbuatnnya aja yang bilaum baik...gmna ustz??
Jawab:
a) Kadang ujian
datang justru setelah kita memantapkan hati atas suatu pilihan. karena
sesungguhnya pilihan dan keputusan atas pilihan itu sendiri adalah juga kenapa
ujian? karena kita sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. dan baik
bagi kita sbagi manusia belum tentu baik di mata Allah dan DIA ridhlo.
Maka
ketika kita sdh berikhtiar dengan azam yang kuat dan sgl pertimbangan yang
baik, berarti kita tlh melaksanakan tugas kewajiban; selanjutnya kita
menuntaskannya dengan tawakal kpd Allah. Lalu menyiapkan diri tuk menghadapi
ujian berikutnya.
Jika
apa yang tlh kita lakukan kemudian salah; Insya Allah jika kita melakukannya
diniatkan karena Allah kita sdh dpt pahala.
Baru selanjutnya sebentuk kerelaan kita kepada Allah diwujudkan dalam
bentuk kesadaran kita; bhw kita ini manusia yang jauh dr sempurna tmptnya salah
dan lupa. maka kesalahn menjadii pendulum untuk kita memperbaikinya. itulah
bentuk kerelaan kita.
Jika
hal tersebut justru direspon dengan melawan takdir, yakni tidak terima dk rela dengan
apa yang terjadii, maka yakinlah cara ini hanya akan menambah kegaduhan hati.
ruyamnya pikiran. dan ketidakberdayaan akhirnya hidup tidak produktif. masalah
tak terselesaikan.
b)
Mendakwahi seseorang itu ada seninya. bisa dengan doa. bisa dengan tangan orang
lain. bahkan yang banyak berhasilnya adalah dakwah dengan keteladanan kita
sendiri pd orang lain. tugas kita mendakwahi jika tetap saja ada penolakan,
doakan ia dan pasrahkan kepada Allah. allah lah pemilik hati yang hanya di
tanganNya lah hidayah itu dtg. tugas kita mendakwahi.
Segala yang benar dari
Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan
kita tutup kajiannya ya..
kita tutup kajiannya ya..
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment