Home » , » HIASI DIRI DENGAN SIKAP RELA KEPADA ALLAH UMAR HIDAYAT

HIASI DIRI DENGAN SIKAP RELA KEPADA ALLAH UMAR HIDAYAT

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Friday, January 2, 2015

Kajian Online Hamba الله SWT

Jum’at, 2 Januari 2015
Narasumber : Ustadz Umar  Hidayat
Rekapan Grup Nanda M111 (Peny)
Tema : Syaksiatul Islamiah 
Editor : Rini Ismayanti


HIASI DIRI DENGAN SIKAP RELA KEPADA ALLAH UMAR HIDAYAT


Hidup memang tidak sempurna, seperti juga kita.
tapi semua yang terjadi itu yang terbaik untuk kita……..
tapi kita sering mengkhilafinya………

Saudaraku yang dirindu surga.….
Pernahkah kita memikirkan sejak kapan kerelaan kepada Allah itu menjadi milik kita? Pernahkah kita merenungkan bersebab hilangnya kerelaan kepada Allah menjadikan kegaduhan hati dalam menjalani hidup ini? Belumakaah sadar kita bahwa sepanjang hayat masih di kandung badan kerelaan kepada Allah tak bisa kita singkirkan?

Nyatanya kerelaan kita kepada Allah sering terkikis oleh keadaan dan situasi kehidupan kita. Nyatanya kesumpekan jiwa dalam mensikapi hidup masih kita langgengkan. Faktanya hati ini mudah terpengaruh oleh bujuk rayuan syaithan untuk mengunduh berbanyak alasan agar seolah-olah kita tidak perlu lagi rela kepada keputusan Allah. Faktanya banyak pesakitan jiwa kita karena belum ikhlas melepaskan kepasrahan kita hanya kepada Allah. Buktinya sering diantara kita merasa benci, merasa gundah, merasa pingin marah bia ada orang lain yang mendapatkan kesuksesan atau lebih berhasil dari kita. Buktinya kita sering merasa terpuruk dengan apa yang terjadi yang sesungguhnya Allah takdirkan kepada kita. Bahkan jari kita berani menunjuk seraya berucap “Allah tidak adil padaku”

Saudaraku kita tetap membutuhkan kerelaan kepada Allah agar kita bisa mengarungi hidup ini dengan selamat. Agar kita bisa menikmati hidup ini……

2………
Sekisah Saad bin abi Waqash ra, suatu hari mengunjungi Makkah. Ketika itu ia sudah dalam kondisi buta. Ia adalah termasuk sederetan orang yang terkenal dengan orang yang doanya termakbulkan. Mendengar kedatangannya, maka orang-orang berduyun-duyun menemuinya untuk meminta didoakan olehnya. Ia pun berdoa untuk mereka. Abdullah bin Saib berkata, “Aku pun menemuinya, dan ketika itu aku masih kanak-kanak. Maka aku perkenalkan diri kepadanya dan ternyata ia mengenaliku.”

Ia berkata, “Engkaukah qari’ penduduk Makkah yang terkenal itu?” “Ya,” jawabku. Aku katakana kepadanya, ”Engkau berdoa untuk kebaikan orang lain, andai saja engkau berdoa untuk dirimu sendiri agar Allah mengembalikan penglihatanmu.” Saad hanya tersenyum dan berkata, “Anakku, ketetapan Allah atas diriku lebih baik bagiku dari penglihatanku.”

Begitupun yang terjadi pada kisah Imran bin Hushain ra, seorang sahabat yang selalu menyertai peperangan bersama Rasulullah. Setelah Rasulullah wafat, ia menderita lumpuh dan tidak bisa bergerak sama sekali, sehingga untuk hanya sekedar buang hajat ia dibuatkan lobang di bawah tempat tidurnya. Ia mengalami penderitaan ini selama tigapuluh tahun lamanya. Tak salah bila setiap sahabat yang datang menjenguknya, selalu saja dihiasai air mata. Tapi ia dengan tenang berkata kepada mereka, “Kalian menangis tapi aku rela dengan keadaan ini. Aku mencintai apa yang dicintai Allah, dan aku ridhlo apa yang diridhloi Allah. Aku bahagia dengan apa yang dipilihkan Allah untukku, dan aku persaksikan kalian kepada Allah bahwa aku ridhlo.” Subhanallah…….

Saad bin Abi Waqash dan Imran bin Hushain ra telah membuktikan kecintaannya kepada Allah dengan sepenuhnya, dengan kerelaan menjadi buktinya, dan keyakinan menjadi penguatnya. Di sinilah tempat membuktikan iman kita. Di sinilah tempat membuktikan iman kita. Di sinilah tempat membuktikan iman kita. “Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan “kami beriman kepada Allah?” sedang mereka tidak diuji lagi?” (Qs. Al Ankabut;2)

3………
Saudaraku yang dirindu surga. mari kita belajar rela dari para Sahabat Rasulullah. Kerelaan berkorban (asketisme) yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, misalnya, saat menggantikan Rasul tidur di ranjangnya pada malam ketika Rasulullah ditemani Abu Bakar hendak melakukan hijrah. Atau keberanian Asma binti Abu bakar mengantar makanan untuk Rasulullah dan ayahandanya di tempat persembunyian di gua Tsur. Sikap-sikap serupa juga dicontohkan sahabat lainnya seperti Abu Bakar yang dengan lantang mengatakan, cukuplah Allah dan Rasul-Nya untuk menjawab pertanyaan Rasulullah tentang apa yang ditinggalkan untuk keluarganya. Pada saat itu, Abu Bakar menyerahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Islam. Bahkan episode yang menakjubkan terjadi pada para sahabat berebut melindungi Rasulullah dari serangan tombak dan panah yang berhamburan saat perang Uhud terjadi.

Apakah para sahabat tidak tahu akibat yang akan terjadi atas apa yang mereka lakukan? Sungguh para sahabat bukanlah orang bodoh yang tidak tahu hukum sebab akibat. Tapi mereka melintasi logika sebab akibat untuk menjemput kerelaan kepada Allah atas semua yang bakal terjadi. Dan menukarnya dengan kesiapan diri dan keyakinan bahwa Allah tak mungkin menyia-yiakan hambaNya. Apakah para sahabat tidak belajar rasa takut akan akibat yang secara alamiah akan mereka rasakan sebagaimana yang ditakutkan oleh orang-orang munafik dan musuh-musuh kaum muslimin?  Mereka melintasi rasa takut itu dan menukarkannya dengan kecintaan dan keridloaan kepada Allah dan RasulNya lebih dari segalanya.

 4………
Saudaraku yang dirindu surga, memiliki selalu kerelaan kepada Allah memang tidak mudah. Tidak mudah. Sekali lagi tidak mudah……..

Begitu sulit belajar rela kepada Allah. Padahal waktu bergulir tanpa bisa menghentikannya. Sejatinya semua kita menginginkannya, tapi enggan menapakinya. Sebagian kita tahu caranya, tapi enggan melakukannya. Sebagiannya lagi sangat ingin bahkan menggebu, tapi tidak paham bagaimana caranya. Bahkan pun ada yang pandai dengan cara melakukannya tapi tidak mengilmuinya. Memang ini perkara yang sulit-sulit gampang. Awalnya sulit akhirnya menjadi gampang di rasakan dan dilakukan.

Teringatlah Umar bin Khattab, bahwa “Semua kebaikan itu terkumpul dalam kerelaan. Jika engkau sanggup maka hendaklah engkau rela. Jika tidak, maka bersabarlah.” Meski untuk memperoleh rela, ia tidak datang sendiri. Butuh perjuangan untuk belajar dan mencarinya.
5………
Saudaraku yang dirindu surga.
Sikap rela itu bermula dari landasan iman yang benar. Menggayuh rasa rela juga haruslah karena iman, bukan karena yang lain. Sehingga kerelaan kita kepada Allah akan istiqomah. Lantaran segala sesuatu jika dilakukan karena Allah ia akan abadi. Ibnu Qoyyim al Jauzi sendiri membagi kerelaan dalam dua bagian; pertama rela dengan Allah dan rela kepada Allah. Rela dengan Allah artinya hati kita rela menerima eksistensi Allah, keberadaan, kekuasaan dan segala konsekuensi atasnya. Sedang rela kepada Allah adalah kerelaan atas segala sesuatu yang Allah berikan.

Ciri-ciri orang yang rela kepada Allah ditandai dengan: Pertama, ketenangan jiwa atas apa yang menimpanya. Bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti Allah telah mengukurnya dan mustahil bermaksud jelek kepada makhlukNya.  Karenanya orang yang rela kepada Allah ia menerimanya sebagai sesuatu yang terbaik baginya.

Kedua, kerelaan kepada Allah adalah perihal kemampuan seseorang untuk memandang segala sesuatu  pilihan Allah dengan tanpa diikuti perasaan marah terhadapnya.

Ketiga, kerelaan kepada Allah berarti menerima dengan keadaan jiwa, hati dan dada yang lapang terhadap suatu perkara tanpa ada rasa kecewa, penolakan, marah atau merasa tertekan. Bukan kepasrahan. Lantaran kerelaan kepada Allah tetap diikuti ikhtiar untuk mencapai segala sesuatu yang terbaik. Sedang kepasrahan itu penyerahan tanpa usaha.

Keempat, tidak memaksa sebelum keputusan Allah datang, dan tidak kecewa atas datangnya keputusan Allah. Meskipun berat terasa.

Kelima, ketika derita itu menimpa kecintaan kepada Allah tak berkurang adanya. Begitupun dengan amal dan ibadahnya. Ia tetap selalu berbuat baik, dalam kondisi apa pun.

Keenam, tidak menyalahkan dan berprasangka buruk kepada orang lain, melainkan selalu mengembalikan kepadaNya. Sehingga ia pun tak berkata buruk atas takdir Allah, bahkan selalu senyum menghiasi dirinya.

Ketujuh, tidak mudah tergoda oleh dunia seisinya. Sehingga hidupnya serasa selalu ada keberkahan menyelimutinya. Karena ia selalu yakin akan janji Allah kepada hambaNya.

6…………
Cara menguatkan kerelaan kita kepada Allah dengan; 1) ma’rifatullah, cara pertama dan modal utama agar kita menjadi orang yang memahami iman sebagai landasan kerelaan kita kepada Allah. Tanpa ini pekerjaan berjuang meraih kerelaan kepada Allah hanya sia-sia belaka.

2) riyadhah, yakni memperbanyak penghayatan atas apa yang telah Allah berikan kepada kita. Riyadhah ini semakin banyak dengan kualitas semakin membaik maka akan semakin menguatkan rasa cinta kita kepada Allah. Bersebab kerelaan kepada Allah adalah posisi dimana hati kita sedang mengalami kejernihan yang sangat. Di puncak kedekatan kepada Allah.

3) bercerminlah kepada orang-orang yang penderitaannya lebih berat dari kita. Cara ini akan memberikan motivasi yang baik kepada kita agar tabah dan kuat dalam menjalani semua yang terjadi dengan tidak syu’udzan kepada Allah.

4) yakinlah dibalik semua peristiwa pasti ada hikmahnya. Kepandaian mencari hikmah atas semua peristiwa yang terjadi akan memberikan daya tahan dan daya juang untuk meraih cita dan harapan. Sekaligus dengan belajar dari peristiwa yang terjadi kita tidak mudah terjerumus pada kesalahan yang sama.

7………………
Saudaraku yang dirindu surga.
Kerelaan kepada Allah itu bukan sekedar soal logika, atau persepsi. Karena itulah kerelaan kepada Allah adalah pekerjaan yang paling membutuhkan perjuangan untuk menaklukan diri sendiri. Jika marah bisa kita redam. Jika syahwat bisa kita taklukan. Jika benci bisa kita redakan. Jika kita sakit hati bisa kita obati. Tetapi kerelaan kepada Allah butuh lebih dari sekedar sederat semua sikap itu. Sebab untuk menaklukan diri sendiri menjadi orang yang rela kepada Allah tidak bisa kita paksakan. Sebab paksaan itu sendiri bertentangan dengan kerelaan. Menjadi orang yang rela membutuhkan jalan yang panjang. Sepanjang umur kita. Barangsiapa yang telah meraihnya berarti ia telah sampai pada puncak ketinggian, lantaran setelahnya tidak ada lagi yang harus ditaklukan.

Seperti fudail bin Iyyadh pernah mengatakan,” bila seseorang telah sampai pada derajat rela, tidak ada lagi yang diharapkan di atas itu.” Begitupun Imam Tirmidzi meriwayatkan abda Nabi, “Jika engkau sanggup bertindak dengan kerelaan dan keyakinan maka lakukanlah. Tetapi jika jika engkau tidak sanggup, maka sesungguhnya dalam kesabaran pada apa yang tidak disukai jiwa, tersimpan kebaikan yang banyak.” Subhanallah.

Selamat berjuang meraih kerelaan kepada Allah. Akan kah???
Demikian share materi KOL sore ini.Mudah-mudahan bermanfaat.

TANYA JAWAB

1. Ustd, terkadang ketika mendengar kabar/ cerita. Susah untuk langsung tanggap menerima makna & pelajaran.
Kenapa ustad?
Jawab:
Ya semua proses sholihah. boleh jadi itulah cara Allah memotivasi kita agar bergairah terus belajar dan beramal sholih, n jangan lupa bersihkan diri dari penyakit hati. agar hati kita jernih dan mudah menangkap hikmah/ pelajaran / merespon sesuatu.

2. Assalamualaikum ya ustadz...
Saat ditimpa musibah atau saat mengalami sesuatu yang tidak disukai jiwa di satu sisi kita yakin betul bhwa smua itu ketentuan Allah dn psti itulah yang terbaik namun di sisi lain juga mengeluh knp semua ini terjadi padaku... lambat laun bisa ikhlas mnerima namun jika teringat msih sering meratapi. Itu bagiaiman ustadz?
Ustadz adakah tips untk bisa lupa hal2 yang menyakitkan hati?
Jawab:
Semua berproses. maka kita riyadhah/ latihan meraih kerelaan kepada Allah. teringat kemudian sedih itu wajar karena semua berproses. tapi hindari meratapinya, sbb sebagian ratapan adalah cara setan mencari teman. karenanya jika teringat dan ada indikasi mulai mengeluh sgrlah beristighfar dan lantunkan doa semoga Engkau ya Rabbi memberiku yang terbaik.

Jika lupa menjadi solusi ia tak akan bertahan lama. godaannya jika ingat kembali maka bukan tak mungkin hal yang menyakitkanhati hadir kembali.

Mungkin bukan melupakan, tapi cari sumber / akar maslahnya lalu cari solusi / obatnya. sehingga sakit hati tersembuhkan. atau dulu pernah sy sampaikan dalam kol yang sy lupa entah yang ke berapa, yang intinya sediakan dalam hati kita dua ruang; satu ruang kebaikan kesenangan kebahagiaan or hal-hal positif dan satu ruang lagi tuk hal yang negatif, di benci disakiti dll.

di ruang positif tak ada masalah. dengan adanya ruang negatif maka semua yang menyakitkan menyusahkan menyedihkan kita tampung di sana kemudian di daur ulang dengan muhasabah, maka akan menghasilkan energi baru tuk perbaikan hidup kita.

selamat mencoba........

3. daya nurhidayah;
Ustadz. Bagaimana jika kehilangan seseorang yang di cintainy & dia selalu menyalahkan takdir Allah, trus dia juga slalu sedih jika mengingatny. Bagaimana dengann kondisi mayit jika pihak kluarga tidak rela dengann takdir Allah?
Jawab:
💫pertama: jika seseorang mencintai or membenci karena Allah maka baginya tidak akan keterusan tuk menyalahkan takdir Allah. karena Allah lbh tahu apa yang akan terjadi pd diri kita. boleh jadi sesuatu yang tidak kita sukai tapi Allah suka, or sebaliknya. coba renungkan; boleh jadi klo dia tidak kehilangan yang dicintainya yang berarti dia bersamanya mungkin tidak akan menambah kebaikan bagi dia dikemudian hari. sehingga Allah pisahkan dia.

kedua: sy belum pernah mempelajarinya....hehehe
tapi menurut ku kasihan si jenazah, dia juga punya perasaan di alam barzah yang kita tidak mendengarnya. bayangkan (na'udzubillah) bila ia sedang merasa kesakitan, apa jadinya ditambah perasaan dr ahli warisnya yang belum mengikhlaskannya. sebaiknya relakanlah

4. Assalamualaikum Ustd. Subhanallah materinya pas banget. Aku baru aja ngelakuin riyadhah itu ustd, karena merasa malu sama Allah udah kalah sama perasaan sendiri . Ustd, Ma'rifatullah itu artinya apa?
Jawab:
Kenapa nangis mba...... lagi musim hujan entar tambah bajir dunk.....
ooooh PAS ya.....ya maaf tak bermaksud menyedihkan.
ma'rifatullah = mengenal Allah Swt.
Nanda : Bukan Ustd. Saya beberapa hari ini malah galau karena ini. Merasa kalah sama perasaan dan penyakit hati saya tapi bingung apa yang harus dilakuin. Alhamdulillah inget pesen Ustd kemarin tentang marah & panyakit hati, eeh delalah kajian hari ini pas buat makin semangat hehe

5. Ustd. Saya pernah denger kajian Ustd. Salim A Fillah tentang takdir Allah. Misal takdir kita dikasih diposisi yang enggak disuka saat ini ini karena Allah mau kita perbanyak pahala untuk sabar dari itu semua. Tapi kadang ustd. Kalo kita mau mundur dari keadaan itu apa bisa dibilang menyalahi takdir Allah? Kadang suka ngerasa lelah sama sabar, Ustd.
Jawab :
Di tempatku kalo sabar istrinya dokter, kalo Setia istrinya cuman guru lho..... klo lelah ber-sabar asihan dokter-nya
Mari kita simak qs Huud: 11, "sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
ayat ini menandakan bahwa kita tetap dituntut untuk berkerja berusaha bersama kerelaan kita kepadaNyatas keputusan dan takdir-Nya.
Terkisah Umar bin Khattab pergi ke syiria, di tengah perjalanan ia mendapatkan info bahwa di syiria sedang terjadi wabah penyakit. Para sahabat kemudian bermusyawarah apakah melanjutkan perjalanan or kembali ke Madinah?akhirnya di putuskan kembali ke Madinah. Lalu salah seorang bertanya: Kenapa harus kembali ke Madinah? Umar bin Khattab menjawab; "kami lari dari takdir Allah, menuju takdir Allah."
Jadi Allah menghamparkan takdirNya dalam lapak ikhtiar manusia dan ketentuanNya.
Nanda : Huehehe saya mau jadi sabar & setia aja ustd.
Kalo jadi dilema setelah itu gmn Ustd? Dilema mau keluar dari kerjaan, karena merasa melanggar aturan Allah. Walaupun ada baiknya bisa shalat di masajaid setiap hari. Tapi disatu sisi sama keluarga disuruh stay gitu.
Curcol lagi saya Ustd

6. Jadi sebenernya kita bisa memilih takdir yaa Ustd? Selebih lagi sebenernya takdir Allah itu udah jelas kalo jalanin yang baik hasilnya baik dari Allah & untuk kita sendiri (berujung surga). Kalo jalanin yang buruk hasilnya buruk untuk kita sendiri (ujungnya neraka). Ada hubungannya sama ayat QS. Gafir:40 Ustd?
Subhanallah tadi sambil dalam tahap riyadhah, saya tilawah langsung baca ayat itu.
Jawab:
B e t u l . mantappp Allahu Akbar

7. Ustadz afwan kalau keluar dari materi. Mencintai dalam diam itu seperti apa ya ustadz? Ada yang pernah bilang orang yang paling menderita dan kasihan itu, orang yang mencintai tapi tidak berani mengungkapkan. Itu bagiaimana ustadz?
Jawab:
Waduh....bahasanya pujangga cinta...
Mencintai dalam diam; diam-diam cinta, cinta dalam kediaman (eh di rmh), atau cinta yang tersembunyi, atau mencintai diam. atau bisa2 bertepuk sebelah tangan orang yang mencintai tapi tidak berani mengungkapkan.
bentar kita luruskan dulu biar ngga belok dan salah jalan.
klo yang dimaksud mencintai itu kerangkanya menuju atmosfer 'pacaran' tentu ups....tidak boleh. tapi klo berjuang mencintai setelah di khitbah itu harus.
Klo sekedar mencintai dalam diam or tidak ada keberanian mengungkapkan cinta? kita perlu hati2 jangan2 kita salah menerjemahkan. ge er jadinya. karena hati siapa kita tidak tahu isinya. lbh berbahaya lagi jika kita salah mencintai. rugi dunia akhirat.
Konon menurut para pujangga cinta, cinta tak perlu diungkapkan tapi butuh pembuktian dan perjuangan. cinta itu kata kerja yang tak cukup diwadahi dengan ungkapan kata. bahkan kata pun tak mampu mengungkapkannya. bahkan ia lbh jelas ketika terbukti bukan sebentuk janji.
waduh pokoknya hati-hati dengan cinta deh......

8. a. Ketika kita dhadpi oleh 2 keputusan yang baik dan hrus memilih..setelah memilih,trnyata plihan kita mmbuat orang lain berdosa,mnimbulkan masalah bisaar dan gak bisa diulang....apkah itu juga hrus direlakan?
b. Bagaimana cra mndakwahi orang yang tdak ingin ddakwahi olh kita dan dia juga gak peka dengann kbaikan kita tapi ibdahnya dengann tuhan bagius....mngkn prbuatnnya aja yang bilaum baik...gmna ustz??
Jawab:
a) Kadang ujian datang justru setelah kita memantapkan hati atas suatu pilihan. karena sesungguhnya pilihan dan keputusan atas pilihan itu sendiri adalah juga kenapa ujian? karena kita sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. dan baik bagi kita sbagi manusia belum tentu baik di mata Allah dan DIA ridhlo.
Maka ketika kita sdh berikhtiar dengan azam yang kuat dan sgl pertimbangan yang baik, berarti kita tlh melaksanakan tugas kewajiban; selanjutnya kita menuntaskannya dengan tawakal kpd Allah. Lalu menyiapkan diri tuk menghadapi ujian berikutnya.
Jika apa yang tlh kita lakukan kemudian salah; Insya Allah jika kita melakukannya diniatkan karena Allah kita sdh dpt pahala.  Baru selanjutnya sebentuk kerelaan kita kepada Allah diwujudkan dalam bentuk kesadaran kita; bhw kita ini manusia yang jauh dr sempurna tmptnya salah dan lupa. maka kesalahn menjadii pendulum untuk kita memperbaikinya. itulah bentuk kerelaan kita.
Jika hal tersebut justru direspon dengan melawan takdir, yakni tidak terima dk rela dengan apa yang terjadii, maka yakinlah cara ini hanya akan menambah kegaduhan hati. ruyamnya pikiran. dan ketidakberdayaan akhirnya hidup tidak produktif. masalah tak terselesaikan.
b) Mendakwahi seseorang itu ada seninya. bisa dengan doa. bisa dengan tangan orang lain. bahkan yang banyak berhasilnya adalah dakwah dengan keteladanan kita sendiri pd orang lain. tugas kita mendakwahi jika tetap saja ada penolakan, doakan ia dan pasrahkan kepada Allah. allah lah pemilik hati yang hanya di tanganNya lah hidayah itu dtg. tugas kita mendakwahi.


Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan
kita tutup kajiannya ya..
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh


​السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!