Kajian Online WA Hamba الله SWT
Senin, 23 Mei 2016
Narasumber : Ustadzh Abu
Hasyif
Rekapan Grup Bunda M6 (Rini)
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kita
nikmat iman, islam dan Al Qur'an semoga kita selalu istiqomah sebagai shohibul
qur'an dan ahlul Qur'an dan dikumpulkan sebagai keluarga Al Qur'an di JannahNya.
Shalawat beriring salam selalu kita hadiahkan kepada uswah
hasanah kita, pejuang peradaban Islam, Al Qur'an berjalan, kekasih Allah SWT
yakninya nabi besar Muhammad SAW, pada keluarga dan para sahabat nya semoga
kita mendapatkan syafaat beliau di hari akhir nanti. InsyaAllah aamiin.
KEKELIRUAN MALAM NISHFU SYA'BAN
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ
بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا
إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Di bulan Sya’ban ini kita dapat melihat bahwa kaum muslimin
sangat antusias dengan hari atau malam nishfu sya’ban (15 Sya’ban). Benarkah
ada amalan tertentu ketika itu? Apakah ada tuntunan puasa, shalat atau do’a
ketika itu? Semoga tulisan ini bisa menjawabnya.
Malam Nishfu Sya’ban, Malam Diturunkannya Al Qur’an.
Di antara kaum muslimin ada yang menganggap bahwa malam Nishfu
Sya’ban (malam pertengahan bulan Sya’ban) adalah malam yang istimewa. Di antara
keyakinan mereka adalah bahwa malam tersebut adalah malam diturunkannya Al
Qur’an. Sandaran mereka adalah perkataan ‘Ikrimah tatkala beliau menjelaskan
maksud firman Allah,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4)
Yang dimaksud dengan malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah
malam lailatul qadar, menurut mayoritas ulama. Sedangkan ‘Ikrimah –semoga Allah
merahmati beliau- memiliki pendapat yang lain. Beliau berpendapat bahwa malam
tersebut adalah malam nishfu sya’ban. (Zaadul Masir, 5/346)
Namun pendapat yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu turun pada
malam nishfu Sya’ban adalah pendapat yang lemah karena pendapat tersebut telah
menyelisihi dalil tegas Al Qur’an. Ayat di atas (surat Ad Dukhan) itu masih
global dan diperjelas lagi dengan ayat,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an.” (QS. Al Baqarah:185).
Dan dijelaskan pula dengan firman Allah,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada Lailatul
Qadr.” (QS. Al Qadr:1)
Syeikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan,
“Klaim yang mengatakan bahwa malam yang penuh berkah (pada surat Ad Dukhan ayat
3-4) adalah malam Nishfu Sya’ban –sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Ikrimah
dan lain-lain-, tidak diragukan lagi bahwasanya itu adalah klaim yang jelas
keliru yang menyelisihi dalil tegas dari Al Qur’an. Dan tidak diragukan lagi
bahwa apa saja yang menyelisihi al haq (kebenaran) itulah kebatilan. Sedangkan
berbagai hadits yg menerangkan bahwa yg dimaksudkan dengan malam tersebut
adalah malam nishfu Sya’ban, itu jelas-jelas telah menyelisihi dalil Al Qur’an
yang tegas dan hadits tersebut sungguh tidak berdasar. Begitu pula sanad dari
hadits-hadits tersebut tidaklah shahih sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul ‘Arobi
dan para peneliti hadits lainnya. Sungguh sangat mengherankan, ada seorang
muslim yang menyelisihi dalil Al Qur’an yang tegas, padahal dia sendiri tidak
memiliki sandaran dalil, baik dari Al Qur’an atau hadits yang shahih.” (Adhwaul
Bayan, 1552)
Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban dengan Shalat dan Do’a.
Sebagian ulama negeri Syam ada yang menganjurkan untuk
menghidupkan atau memeriahkan malam tersebut dengan berkumpul ramai-ramai di
masjid. Landasan mereka sebenarnya adalah dari berita Bani Isroil (berita Isroiliyat).
Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa berkumpul di masjid pada malam
Nishfu Sya’ban –dengan shalat, berdo’a atau membaca berbagai kisah- untuk
menghidupkan malam tersebut adalah sesuatu yang terlarang. Mereka berpendapat
bahwa menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan berkumpul di masjid rutin setiap
tahunnya adalah suatu amalan yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah).
Namun bagaimanakah jika menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan
shalat di rumah dan khusus untuk dirinya sendiri atau mungkin dilakukan dengan
jama’ah tertentu (tanpa terang-terangan, pen)? Sebagian ulama tidak melarang
hal ini. Namun, mayoritas ulama -di antaranya adalah ‘Atho, Ibnu Abi Mulaikah,
para fuqoha (pakar fiqih) penduduk Madinah, dan ulama Malikiyah- mengatakan bahwa
hal tersebut adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah). (Lathoif
Al Ma’arif, 247-248). Dan di sini pendapat mayoritas ulama itu lebih kuat
dengan beberapa alasan berikut.
Pertama, tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan
keutamaan malam nishfu Sya’ban. Bahkan Ibnu Rajab sendiri mengatakan, “Tidak
ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan
fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248).
Seorang ulama yang pernah menjabat sebagai Ketua Lajnah Ad
Da’imah (komisi fatwa di Saudi Arabia) yaitu Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah
bin Baz mengatakan, “Hadits yang menerangkan keutamaan malam nishfu Sya’ban
adalah hadits-hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan sandaran. Adapun
hadits yg menerangkan mengenai keutamaan shalat pada malam nishfu sya’ban,
semuanya adalah berdasarkan hadits palsu (maudhu’). Sebagaimana hal ini
dijelaskan oleh kebanyakan ulama.” (At Tahdzir minal Bida’, 20).
Begitu juga Syeikh Ibnu Baz menjelaskan, “Hadits dhoif barulah
bisa diamalkan dalam masalah ibadah, jika memang terdapat penguat atau
pendukung dari hadits yang shahih. Adapun untuk hadits tentang menghidupkan
malam nishfu sya’ban, tidak ada satu dalil shahih pun yang bisa dijadikan
penguat untuk hadits yang lemah tadi.” (At Tahdzir minal Bida’, 20)
Kedua, ulama yang mengatakan tidak mengapa menghidupkan malam
nishfu sya’ban dan menyebutkan bahwa ada sebagian tabi’in yang
menghidupkan malam tersebut, sebenarnya sandaran mereka adalah dari berita
Isroiliyat. Lalu jika sandarannya dari berita tersebut, bagaimana mungkin bisa
jadi dalil untuk beramal[?] Juga orang-orang yang menghidupkan malam Nishfu
Sya’ban, sandaran mereka adalah dari perbuatan tabi’in. Kami katakan,
“Bagaimana mungkin hanya sekedar perbuatan tabi’in itu menjadi dalil untuk
beramal[?]” (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 296)
Ketiga, adapun orang-orang yang berdalil dengan pendapat bahwa
tidak terlarang menghidupkan malam nishfu sya’ban dengan shalat sendirian
sebenarnya mereka tidak memiliki satu dalil pun. Seandainya ada dalil tentang
hal ini, tentu saja mereka akan menyebutkannya. Maka cukup kami mengingkari
alasan semacam ini dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran
kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718). Ingatlah, ibadah
itu haruslah tauqifiyah yang harus dibangun di atas dalil yang shahih dan tidak
boleh kita beribadah tanpa dalil dan tanpa tuntunan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 296-297)
Keempat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya
untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk
berpuasa.” (HR. Muslim no. 1144)
Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah,
tentu malam Jum’at lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam
Jum’at lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan hari Jum’at adalah hari
yang lebih baik dari hari lainnya karena dalam hadits dikatakan, “Hari yang
baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at.” (HR. Muslim).
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar
jangan mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya dengan shalat tertentu,
hal ini menunjukkan bahwa malam-malam lainnya lebih utama untuk tidak
boleh dikhususkan suatu ibadah di dalamnya kecuali jika ada suatu dalil yang
mengkhususkannya. (At Tahdzir minal Bida’, 28).
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Seandainya malam
nishfu sya’ban, malam jum’at pertama di bulan Rajab, atau malam Isra’ Mi’raj
boleh dijadikan perayaan (hari besar Islam) atau ibadah lainnya, tentu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberi petunjuk kepada kita umat
Islam mengenai hal ini atau beliau sendiri merayakannya. Jika memang seperti
itu beliau lakukan, tentu para sahabat radhiyallahu ‘anhum akan menyampaikan
hal tersebut pada kita umat Islam dan tidak mungkin pr sahabat menyembunyikannya.
Ingatlah, para sahabat adalah sebaik-baik manusia di masa itu dan mereka paling
bagus dalam penyampaian setelah para Nabi ‘alaihimus shalatu was salaam. … Dan
kalian pun telah mengetahui sebelumnya, para ulama sendiri mengatakan bahwa
tidak ada satu dalil yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau
para sahabat yang menunjukkan keutamaan malam jumat pertama dari bulan Rajab
dan keutamaan malam nishfu sya’ban. Oleh karena itu, menjadikan hari tersebut
sebagai perayaan termasuk amalan yang tidak ada tuntunannya sama sekali dalam
Islam.” (At Tahdzir minal Bida’, 30).
Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kaum muslimin yang
masih ragu dengan berbagai alasan ini.
Apakah shalat Alfiyah adalah suatu amalan yang dituntukan ketika
malam nishfu sya’ban?
Perlu diketahui, orang yang pertama kali menghidupkan shalat ini
pada malam nishfu sya’ban adalah seseorang yang dikenal dengan Ibnu Abil
Hamroo’. Dia tinggal di Baitul Maqdis pada tahun 448 H. Dia memiliki bacaan
Qur’an yang bagus. Suatu saat di malam nishfu sya’ban dia melaksanakan shalat
di Masjidil Aqsho. Kemudian ketika itu ikut pula di belakangnya seorang pria.
Kemudian datang lagi tiga atau empat orang bermakmum di belakangnya. Lalu
akhirnya jama’ah yang ikut di belakangnya bertambah banyak. Ketika dating tahun
berikutnya, semakin banyak yang shalat bersamanya pada malam nishfu sya’ban.
Kemudian amalan yang dia lakukan tersebarlah di Masjidil Aqsho dan di
rumah-rumah kaum muslimin, sehingga shalat tersebut seakan-akan menjadi sunnah Nabi.
(Al Bida’ Al Hawliyah, 299)
Lalu kenapa shalat ini dinamakan shalat Alfiyah? Alfiyah berarti
1000. Shalat ini dinamakan demikian karena di dalam shalat tersebut dibacakan
surat Al Ikhlas sebanyak 1000 kali. Shalat tersebut berjumlah 100 raka’at dan setiap
raka’at dibacakan surat Al Ikhlas sebanyak 10 kali. Jadi total surat Al Ikhlas
yang dibaca adalah 1000 kali. Oleh karena itu, dinamakanlah shalat alfiyah.
Adapun hadits yg membicarakan mengenai tata cara dan pahala
mengerjakan shalat alfiyah ini terdapat beberapa riwayat sebagaimana yang
disebutkan oleh Ibnul Jauziy dalam Al Maudhu’at (Kumpulan Hadits-hadits palsu).
Ibnul Jauzi mengatakan, “Hadits yang membicarakan keutamaan shalat alfiyah
tidak diragukan lagi bahwa hadits tersebut adalah hadits palsu (maudhu’).
Mayoritas jalan dalam tiga jalur adalah majhul (tidak diketahui), bahkan di
dalamnya banyak periwayat yang lemah. Oleh karena itu, dipastikan haditsnya
sangat tidak mungkin sebagai dalil.” (Al Maudhu’at, 2/127-130)
Semoga bermanfaat bagi Penulis dan bagi Para Pembaca Yang
Budiman. Baarokallaahu Fiikum. Hadanallaahu Wa Iyyaakum Jamii'an. Yassarallaahu
Lanal Khairo Haitsuma Kunna...
Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq
Wallaahu Waliyyut Taufiq
TANYA JAWAB
Q : Afwan ustdz...Bagaimana dengan keutamaan malam nisfhu
sya'ban dan dimalam itu memperbanyak zikir, ibadah dan tilawah quran. Bagaimana
hukumnya?
A : Untuk masalah nishfu sya'ban sudah terjawab oleh artikel yang di tulis oleh ust. Ahmad Zainudin.
A : Untuk masalah nishfu sya'ban sudah terjawab oleh artikel yang di tulis oleh ust. Ahmad Zainudin.
Q : Alquran diturunkan pada malam lailatul qadr, klo malam
nuzulul quran itu apa ustd?
A : Nuzulul Al-Qur'an memang waktu diturunkannya Al-Quran bukan berarti merayakan hari tsb yang berlebihan. Dengan perayaan yang tidak pernah di ajarkan oleh nabi
A : Nuzulul Al-Qur'an memang waktu diturunkannya Al-Quran bukan berarti merayakan hari tsb yang berlebihan. Dengan perayaan yang tidak pernah di ajarkan oleh nabi
Q : Lalu bagaimana sikap yang paling tepat ketika bertemu
dengan nishfu sya'ban apakah biasa-biasa saja atau bagaimana?
A : Perbanyak amal sholeh. Banyak istighfar
kepada Allah. Bersedekah dll
Alhamdulillah, kajian kita hari ini berjalan dengan lancar.
Semoga ilmu yang kita dapatkan berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala
kekurangan. Baiklah langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing
sebanyak-banyaknya dan do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta
astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment