Kajian
Online WA Hamba الله SWT
Selasa, 30 Oktober 2017
Rekapan
Grup Nanda 2
Narasumber
: Ustadz Asy’ari
Tema : Kajian Umum
Editor
: Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungakan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahanyaa ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangakitkan ummat
yang telah mati, memepersatukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dlm lautan syahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangakah indahanyaa kita awali dengan
lafadz Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim...
OPTIMALKAN NIKMAT USIA
Pada kesempatan ini, mari kita renungi
sejenak salah satu nikmat Allah SWT yang sering sekali manusia alfa, yaitu soal
usia. Padahal tak ada seorang pun di antara kita yang mampu membendung
perjalanan usia. Contohnya, bila sedetik berlalu dari kehidupan kita,
sesungguhnya ia telah menjadi masa lalu, bagian sejarah dalam kehidupan anak
cucu Adam.
Persoalannya adalah sudahkah kita hidup
dengan mengoptimalkan setiap detik usia atau menyia-nyiakannya?
Pertanyaan ini penting diajukan
mengingat umat Islam masih banyak yang terjebak dalam kemacetan berpikir
tentang potensi usia yang dimilikinya. Banyak yang berpikir, ia baru akan
berbuat baik, pergi ke masjid, mengaji dan ibadah lainnya nanti setelah usia
lima puluhan, enam puluhan bahkan tujuh puluhan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan bergeser kedua kaki
seorang hamba di hari kiamat hingga ditanyakan kepadanya empat hal: Usianya
untuk apa ia habiskan, masa mudanya bagaimana ia pergunakan, hartanya dari mana
ia dapatkan dan untuk apa ia keluarkan, serta ilmunya, apa yang ia telah
perbuat dengannya.”
Setiap manusia akan ditanyakan tentang
usia yang telah diberikan padanya. Bahkan secara khusus, akan juga ditanyakan
tentang usia mudanya. Apa yang telah kita lakukan sepanjang masa muda itu?
Barangkali, penyebutan secara khusus tentang masa muda, karena pada masa itulah
kita tengah membentuk diri kita, menentukan jati diri kita, dan melakukan
revolusi besar dalam sejarah hidup; menikah, berkeluarga, memiliki keturunan,
membangun karier dan melakukan segala aktivitas duniawi.
Bila kita renungi lebih jauh, maka kita
akan dapatkan bahwa seluruh rangkaian kewajiban agama merupakan peringatan bagi
diri kita tentang perjalanan usia. Lihatlah bagaimana permulaan masuk waktu
subuh, misalnya. Tatkala malam membuka selimut fajarnya, berdirilah seorang
muadzin menyerukan setiap insan yang tengah terlelap dalam tidurnya, “hayya ala
shalah”. (Marilah tunaikan shalat) “As-shalatu khairu min nawum”. (Shalat itu
lebih baik daripada tidur).
Jiwa yang suci akan menjawab panggilan
itu dengan segara melakukan shalat subuh. Ia akan membasuh wajahnya dengan air
wudhu, membersihkan dirinya dari belenggu syaitan dan menyambut harinya dengan
hati yang bersih. Sementara jiwa yang terbuai dalam nina-bobo syaitan akan
menarik selimutnya, melanjutkan mimpi-mimpinya, hingga ia kehilangan waktu yang
sangat indah. Waktu subuh yang menyemburkan semburat kehidupan.
Untuk itulah, para ulama terdahulu,
dalam upayanya optimalisasi setiap detik kehidupan yang dijalaninya,
mengatakan, shalat lima waktu adalah “neraca harian” kita. Shalat Jumat
merupakan “neraca pekanan”, puasa di bulan Ramadhan menjadi semacam “neraca
tahunan” dan menunaikan haji menjadi “neraca atau timbangan usia” kita.
Bila setiap muslim melakukan kalkulasi
dengan benar pada neracanya itu niscaya ia akan beruntung dalam menapaki
kehidupan ini. Umar bin Khattab RA berkata, “Barang siapa yang hari ini sama
dengan harinya yang kemarin, maka dia adalah orang yang tertipu. Dan barang
siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang
tercela”.
Waktu laksana angin, ia berembus cepat
baik saat kita senang ataupun susah. Dan, manakala maut datang menjemput,
masa-masa yang panjang yang pernah dilalui seseorang hanyalah merupakan
bilangan masa pendek yang berlalu bagaikan kilat. Jika akhir dari usia adalah
kematian, maka panjang-pendeknya usia seseorang hanya tertulis di batu nisan.
Ketika Nabi Nuh, seorang rasul yang
berusia sembilan ratus lima puluh tahun hendak dicabut nyawanya, malaikat
bertanya, “Wahai Nuh yang memiliki umur terpanjang, bagaimana kamu mendapati
kehidupan dunia ini.” Nuh menjawab, “Dunia ini laksana rumah yang memiliki dua
pintu, saya masuk dari pintu yang satu dan segera keluar dari pintu yang lain.”
Sungguh benar firman Allah SWT yang
menggambarkan orang-orang kafir merasa sebentar saja di dunia, ketika
dibangkitkan kelak. Allah SWT berfirman,ketika dibangkitkan kelak. Allah SWT
berfirman, “Pada hari mereka melihat hari kebangkitan itu, mereka merasa
seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) yaitu di waktu
sore atau di waktu pagi. (QS: An-Nazi’at ayat 46)
Untuk itulah, sering kita dapati orang
yang meratapi masa mudanya saat ia telah berusia renta, lanjut dimakan zaman,
rapuh dikikis angan-angan. Penyair Abdul Malik Ziyat menulis, “Seandainya masa
muda itu dapat kembali sehari saja, niscaya akan kuberitahukan padanya apa yang
telah dikerjakan oleh seorang yang renta ini”.
Karena itu pula, Ibnu Mas’ud, seorang
sahabat Nabi SAW berkata, ““Aku tidak pernah menyesali sesuatu. Penyesalanku
hanyalah pada hari yang telah berlalu, di mana umurku berkurang dan amalku
tidak kunjung bertambah”.
Usia adalah harta termahal yang dimiliki
manusia. Hasan al-Basri, penyair Sufi mengatakan, “Wahai anak Adam,
sesungguhnya kalian hanyalah sekumpulan dari hari-hari. Setiap kali hari
berlalu, akan berlalu pula sebagian dari umurmu”.
Menutup tulisan ini, patut kita renungi
anjuran doa yang diajarkan Rasulullah SAW sebagai upaya optimalisasi usia. Doa
itu, “Allahuma Inni A’udzu bika Minal Hammi wal Hazn, Wa A’udzu bika Minal
‘Azli wal Kasl” (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesengsaraan dan
kesedihan dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan).
Semoga kita termasuk orang yang pandai
mengoptimalkan usia.
Wallahu’alam. (Dakwatuna)
TANYA JAWAB
-
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baikloah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engakau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan
yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment