Kajian Online WA Hamba الله SWT
Jumat, 8 Desember 2017
Rekapan
Grup Bunda G5
Narasumber : Ustadzah Pipit
Tema : Kajian Umum
Editor : Rini Ismayanti
Dzat
yang dengan Kebesaran-Nya, seluruh makhluk menyanjung dan mengagungkan-Nya...
Dzat
yang dengan Keperkasaan-Nya, musuh-musuh dihinakan lagi diadzab-Nya...
Dzat
yang dengan Kasih dan Sayang-Nya, kita semua mampu mengecap manisnya Islam dan
indahnya ukhuwah di jalan-Nya, memadukan hati kita dalam kecintaan kepadaNya,
yang mempertemukan kita dalam keta'atan kepadaNya, dan menghimpunkan kita untukuk
mengokohkan janji setia dalam membela agamaNya.
AlhamduliLlah...
tsumma AlhamduliLlah...
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada tauladan kita, Muhammad SAW. Yang memberi arah
kepada para generasi penerus yang Rabbaniyyah bagaimana membangkitkan ummat
yang telah mati, memepersauntukan bangsa-bangsa yang tercerai berai, membimbing
manusia yang tenggelam dalam lautan sayaahwat, membangun generasi yang tertidur
lelap dan menuntukun manusia yang berada dalam kegelapan menuju kejayaan,
kemuliaan, dan kebahagiaan.
Amma
ba'd...
Ukhti
fillah sekalian. Agar ilmunya barokah, maka alangkah indahnya kita awali dengan
lafadz Basamallah
Bismillahirrahmanirrahim...
PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN
Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir
Jawas
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya
perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan
kami sebutkan sebagiannya:
1. Menyekutukan Allah (syirik).
Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya
sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya berdo’a, memohon
syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan
kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur,
dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya
atau dapat mendatangkan manfaat.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…” [An-Nisaa’: 48]
Dan Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“… Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu
seorang penolong pun.” [Al-Maa-idah: 72]
2. Orang yang membuat perantara antara
dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal
kepada mereka.
Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk
amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang
kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan
untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang
mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan
mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab
Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa’: 56-57][2]
3. Tidak mengkafirkan orang-orang
musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat mereka.
Yaitu orang yang tidak mengkafirkan
orang-orang kafir -baik dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi-, orang-orang
musyrik, atau orang-orang mulhid (Atheis), atau selain itu dari berbagai macam
kekufuran, atau ia meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat
mereka, maka ia telah kafir.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di
sisi Allah hanyalah Islam…” [Ali ‘Imran: 19][3]
Termasuk juga seseorang yang memilih
kepercayaan selain Islam, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Komunis,
sekularisme, Masuni, Ba’ats atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas
kufur, maka ia telah kafir.
Juga firman-Nya:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di
akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Hal ini dikarenakan Allah Ta’ala telah
mengkafirkan mereka, namun ia menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, ia tidak mau
mengkafirkan mereka, atau meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan
pendapat mereka, sedangkan kekufuran mereka itu telah menentang Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni
Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal
di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” [Al-Bayyinah: 6]
Yang dimaksud Ahlul Kitab adalah
orang-orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan kaum musyrikin adalah orang-orang
yang menyembah ilah yang lain bersama Allah.[4]
4. Meyakini adanya petunjuk yang lebih
sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk
lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau
orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti orang-orang yang lebih memilih
hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia
telah kafir.
Termasuk juga di dalamnya adalah
orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibuat manusia
lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam, atau orang meyakini bahwa hukum
Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini, atau
orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab ketertinggalan ummat. Termasuk juga
orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan bagi
pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah
tidak sesuai lagi di zaman sekarang.
Juga orang-orang yang menghalalkan
hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah tetap,
seperti zina, riba, meminum khamr, dan berhukum dengan selain hukum Allah atau
selain itu, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ para ulama.
Allah Ta’ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka
kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin?” [Al-Maa-idah: 50]
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“… Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.”
[Al-Maa-idah: 44]
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“… Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zhalim.” [Al-Maa-idah: 45]
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“… Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
fasik.” [Al-Maa-idah: 47]
5. Tidak senang dan membenci hal-hal
yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
meskipun ia melaksanakannya, maka ia
telah kafir.
Yaitu orang yang marah, murka, atau
benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Dan orang-orang yang kafir, maka
kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian
itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah
(Al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
[Muhammad: 8-9]
Juga firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ ۖ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali
ke belakang (murtad) setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan telah
menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.
Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata
kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang
Yahudi): ‘Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan,’ sedangkan Allah
mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat
(maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka dan punggung mereka. Yang
demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan
Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab
itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 25-28]
6. Menghina Islam
Yaitu orang yang mengolok-olok
(menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur-an, agama Islam, Malaikat atau para
ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu syi’ar dari
syi’ar-syi’ar Islam, seperti shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Ka’bah,
wukuf di ‘Arafah atau menghina masjid, adzan, memelihara jenggot atau
Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya, dan syi’ar-syi’ar
agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta
terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“… Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta
maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari
kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain)
di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah:
65-66]
Dan firman Allah Ta’ala:
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan apabila kamu melihat orang-orang
memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka
membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa
(akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu
sesudah teringat (akan larangan itu).” [Al-An’aam: 68]
7. Melakukan Sihir
Yaitu melakukan praktek-praktek sihir,
termasuk di dalamnya ash-sharfu dan al-‘athfu.
Ash-sharfu adalah perbuatan sihir yang
dimaksudkan dengannya untuk merubah keadaan seseorang dari apa yang
dicintainya, seperti memalingkan kecintaan seorang suami terhadap isterinya
menjadi kebencian terhadapnya.
Adapun al-‘athfu adalah amalan sihir
yang dimaksudkan untuk memacu dan mendorong seseorang dari apa yang tidak
dicintainya sehingga ia mencintainya dengan cara-cara syaithan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
“…Sedang keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya
cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir…’” [Al-Baqarah: 102]
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
‘Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah
(pelet) adalah perbuatan syirik.’” [5]
8. Memberikan pertolongan kepada orang
kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi kaum Muslimin
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin
bagimu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di
antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang
itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 51][6]
Juga firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan
dan permainan sebagai pemimpin, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi
Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan
bertawakkallah kepada Allah jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
[Al-Maa-idah: 57]
9. Meyakini bahwa manusia bebas keluar
dari syari’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yaitu orang yang mempunyai keyakinan
bahwa sebagian manusia diberikan keleluasaan untuk keluar dari sya’riat
(ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi Khidir
dibolehkan keluar dari sya’riat Nabi Musa Alaihissallam, maka ia telah kafir.
Karena seorang Nabi diutus secara khusus
kepada kaumnya, maka tidak wajib bagi seluruh menusia untuk mengikutinya.
Adapun Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh
manusia secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk
menyelisihi dan keluar dari syari’at beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu semua…’” [Al-A’raaf: 158]
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Saba’: 28]
Juga firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]
Allah Ta’ala berfirman:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang
lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di
langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah
mereka dikembalikan.” [Ali ‘Imran: 83]
Dan dalam hadits disebutkan:
وَاللهِ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى حَيًّا لَمَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ.
“Demi Allah, jika seandainya Musa q
hidup di tengah-tengah kalian, niscaya tidak ada keleluasaan baginya kecuali ia
wajib mengikuti syari’atku.”[7]
10. Berpaling
dari agama Allah Ta’ala
ia tidak mempelajarinya dan tidak
beramal dengannya.
Yang dimaksud dari berpaling yang
termasuk pembatal dari pembatal-pembatal keislaman adalah berpaling dari
mempelajari pokok agama yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya,
meskipun ia jahil (bodoh) terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya
terperinci. Karena ilmu terhadap agama secara terperinci terkadang tidak ada
yang sanggup melaksanakannya kecuali para ulama dan para penuntut ilmu.
Firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنذِرُوا مُعْرِضُونَ
“… Dan orang-orang yang kafir berpaling
dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” [Al-Ahqaaf: 3]
Firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada
orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling
daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang
yang berdosa.” [As-Sajdah: 22]
Firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa yang berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” [Thaahaa: 124]
Yang mulia ‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdillah Alusy Syaikh ketika memulai Syarah Nawaaqidhil Islaam,
beliau berkata: “Setiap Muslim harus mengetahui bahwa membicarakan
pembatal-pembatal keislaman dan hal-hal yang menyebabkan kufur dan kesesatan
termasuk dari perkara-perkara yang besar dan penting yang harus dijalani sesuai
dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Tidak boleh berbicara tentang takfir dengan
mengikuti hawa nafsu dan syahwat, karena bahayanya yang sangat besar.
Sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh dikafirkan dan dihukumi sebagai kafir
kecuali sesudah ditegakkan dalil syar’i dari Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebab jika tidak demikian orang akan mudah mengkafirkan
manusia, fulan dan fulan, dan menghukuminya dengan kafir atau fasiq dengan
mengikuti hawa nafsu dan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sesungguhnya yang
demikian termasuk perkara yang diharamkan.
Allah berfirman:
فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Al-Hujuraat: 8]
Maka, wajib bagi setiap Muslim untuk
berhati-hati, tidak boleh melafazhkan ucapan atau menuduh seseorang dengan
kafir atau fasiq kecuali apa yang telah ada dalilnya dari Al-Qur-an dan
As-Sunnah. Sesungguhnya perkara takfir (menghukumi seseorang sebagai kafir) dan
tafsiq (menghukumi seseorang sebagai fasiq) telah banyak membuat orang
tergelincir dan mengikuti pemahaman yang sesat. Sesungguhnya ada sebagian hamba
Allah yang dengan mudahnya mengkafirkan kaum Muslimin hanya dengan suatu
perbuatan dosa yang mereka lakukan atau kesalahan yang mereka terjatuh padanya,
maka pemahaman takfir ini telah membuat mereka sesat dan keluar dari jalan yang
lurus.” [8]
Imam asy-Syaukani (Muhammad bin ‘Ali
asy-Syaukani, hidup tahun 1173-1250 H) rahimahullah berkata: “Menghukumi
seorang Muslim keluar dari agama Islam dan masuk dalam kekufuran tidak layak
dilakukan oleh seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
melainkan dengan bukti dan keterangan yang sangat jelas -lebih jelas daripada
terangnya sinar matahari di siang hari-. Karena sesungguhnya telah ada
hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dari beberapa Sahabat, bahwa
apabila seseorang berkata kepada saudaranya: ‘Wahai kafir,’ maka (ucapan itu)
akan kembali kepada salah seorang dari keduanya. Dan pada lafazh lain dalam
Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim dan selain keduanya disebutkan,
‘Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata musuh
Allah padahal ia tidak demikian maka akan kembali kepadanya.’
Hadits-hadits tersebut menunjukkan
tentang besarnya ancaman dan nasihat yang besar, agar kita tidak terburu-buru
dalam masalah kafir mengkafirkan.” [9]
Pembatal-pembatal keislaman yang
disebutkan di atas adalah hukum yang bersifat umum. Maka, tidak diperbolehkan
bagi seseorang tergesa-gesa dalam menetapkan bahwa orang yang melakukannya
langsung keluar dari Islam. Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata: “Sesungguhnya pengkafiran secara umum sama dengan ancaman
secara umum. Wajib bagi kita untuk berpegang kepada kemutlakan dan keumumannya.
Adapun hukum kepada orang tertentu bahwa ia kafir atau dia masuk Neraka, maka
harus diketahui dalil yang jelas atas orang tersebut, karena dalam menghukumi
seseorang harus terpenuhi dahulu syarat-syaratnya serta tidak adanya
penghalang.” [10]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata, “Syarat-syarat seseorang dapat dihukumi sebagai kafir
adalah:
1. Mengetahui (dengan jelas),
2. Dilakukan dengan sengaja, dan
3. Tidak ada paksaan.
Sedangkan intifaa-ul mawaani’
(penghalang-penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir ) yaitu
kebalikan dari syarat tersebut di atas: (1) Tidak mengetahui, (2) tidak
disengaja, dan (3) karena dipaksa. [11]
Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam
Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M
___
Footnote
[1]. Pembahasan ini dinukil dari
Silsilah Syarhil Rasaa-il lil Imaam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin ‘Abdul
Wahhab v (hal. 209-238) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan,
cet. I, th. 1424 H; Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah lisy Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin ‘Abdirrahman bin Baaz v (I/130-132) dikumpulkan
oleh Dr. Muhammad bin Sa’d asy-Syuwai’ir, cet. I/ Darul Qasim, th. 1420 H;
al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid (hal. 45-53) oleh Syaikh Muhammad bin
‘Abdul Wahhab bin ‘Ali al-Yamani al-Washabi al-‘Abdali, cet. VII/ Maktabah
al-Irsyad Shan’a, th. 1422 H; dan at-Tanbiihatul Mukhtasharah Syarhil Waajibaat
al-Mutahattimaat al-Ma’rifah ‘alaa Kulli Muslim wa Muslimah (hal. 63-82) oleh
Ibrahim bin asy-Syaikh Shalih bin Ahmad al-Khurasyi, cet. I/ Daar ash-Shuma’i,
th. 1417 H.
[2]. Lihat juga QS. Saba’: 22-23 dan
az-Zumar: 3.
[3]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 217,
al-Maa-idah: 54, Muhammad: 25-30,
[4]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 17,
al-Maa-dah: 54, al-Maa-idah: 72-73, an-Nisaa’: 140, al-Baqarah: 217, Muhammad:
25-30,
[5]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.
3883) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 1632)
dan Silsilah ash-Shohiihah (no. 331). Hadits ini juga diriwayatkan oleh
al-Hakim (IV/217), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381), ath-Thabrani dalam
al-Mu’jam al-Kabiir (X/262), Ibnu Hibban (XIII/456) dan al-Baihaqi (IX/350).
[6]. Lihat QS. Ali ‘Imran: 100-101 dan
QS. Mumtahanah: 13.
[7]. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani
dalam al-Irwaa’ (VI/34, no. 1589) dan ia menyebutkan delapan jalan dari hadits
tersebut. Dan jalan ini telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya pada
ayat 81 dan 82 dari surat Ali ‘Imran.
[8]. Dinukil dari at-Tabshiir bi
Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul
Hamid al-Halabi.
[9]. Sailul Jarraar al-Mutadaffiq ‘alaa
Hadaa-iqil Az-haar (IV/578).
[10]. Majmuu’ Fataawaa (XII/498) oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[11]. Lihat Majmuu’ Fataawaa (XII/498),
Mujmal Masaa-ilil Iimaan wal Kufr al-‘Ilmiy-yah fii Ushuulil ‘Aqiidah
as-Salafiyyah (hal. 28-35, cet. II, th. 1424 H) dan at-Tab-shiir bi Qawaa-idit
Takfiir (hal. 42-44).
TANYA JAWAB
Q : Assalamualaikum wr wb, Bagaimnakah
seandainya kita mempercayai ramalan,atau kita percaya bahwa hari-hari tertentu
ada baik dan buruknya buat kita yakini, apakah ini termasuk pembatal
keislaman??? Dan bagaimana agar kalimat tauhid selalu bisa tertanam dalam hati?
Jazakillah khoiran ustadzah
A : 1. Wa'alaikumussalam wrwb.
Benar Bunda, percaya pada ramalan
termasuk perbuatan syirik akbar (besar) dan membuat syahadat kita menjadi
batal. Jika sekedar mengikuti atau ingin
tahu tentang ramalan nasib maka konsekuensinya:
Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang
ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim no. 2230).
Ini akibat dari cuma sekedar membaca ramalan.
Maksud tidak diterima shalatnya selama
40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya
adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan
tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk
mengulangi shalatnya.” (Syarh Muslim, 14: 227)
Sedangkan jika ia mempercayai dan
meyakini ramalan tersebut maka dianggap telah mengkufuri Al Qur’an yang
menyatakan hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu ghoib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau
tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al
Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad no. 9532, hasan)
Namun jika seseorang membaca ramalan
tadi untuk membantah dan membongkar kedustaannya, semacam ini termasuk yang
diperintahkan bahkan dapat dinilai wajib. (Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid,
1: 330)
Wallahu'alam bishowab
Q : Bismillah assalamualaikum ustadzah,
di poin no 8 memberikan pertolongan kepada orang kafir, misal jika tetangga
kita non muslim kemudian mengalami musibah, apakah kita tidak boleh
menolongnya? Apa yang mesti dilakukan seorang muslim, ketika mendapatkan
undangan pernikahan dari non muslim?
A :
2. Wa'alaikumussalam.wrwb.
Yang dimaksud larangan memberi
pertolongan pada orang kafir ini adalah jika dengan pertolongan itu membantu
mereka memusuhi agama dan umat Islam. Misalnya : membantu kampanye caleg/calon
kepala daerah non muslim yang ternyata nantinya setelah terpilih justru tidak
memberi manfaat pada umat, bahkan seringkali menyakiti dan menyusahkan umat.
Pertolongan yang diperbolehkan untuk non
muslim adalah dalam rangka maqashid syariah (menjaga jiwa, harta, agama).
Q : Assalamu'alaikum ustadzah...sewaktu
gencar-gencarnya masalah antara umat muslim dengan Ahok yang dengan nyata
menghina Alquran yang mulia...pada waktu itu ada ustadz yang cerama tentang
siapa itu kafir... disana sempat nyentil masalah "penistaan agama oleh
ahok" disana saya dan teman saya hadir di pengajian... beliau teman
sekaligus tetangga dekat saya... saya dan beliau mengikuti kajian smpe selesai.
Setelah balik ke rumah teman saya ini sempat mengadukan keluh kesahnya ke saya
terhadap ustadz ini... saya kaget karena
memang tidak ada yang salah dengan ustadz ini... ternyata teman saya lngsng
bilang "jangan njiwit(nyubit) klo tidak ingin dijiwit" katanya... yang
dimaksud beliau ustadz trsbt jangan lah berbicara yang terlalu menjelekkan
ahok. disitu saya langsung marah ust.. karena yang dibicarakan ustadz adalah
memotivasi kita untuk bersatu memerangi penista agama penista alquran.
bagaimana ustadzah sikap saya terhadap teman saya ini.. jujur saya sayang
beliau sebagai saudara, kami sama-sama perantauan tapi sampe saat ini saya
sangat tidak bisa menerima pendapat dia tsb.
A : Wa'alaikumussalam.wrwb.
Yang dikatakan ustadz tersebut, bahkan
reaksi umat muslim terhadap penistaan agama yang dilakukan Ahok sebetulnya
sudah dikatakan langsung oleh teman Bunda
"Ojo njiwit nek ora gelem
dijiwit".
Lha karena Ahok yang mula-mula
"njiwit" (mencubit dan menyakiti) hati umat Islam, maka harusnya kita
logis berpikir bahwa dia juga harus tahu rasanya dijiwit. Jadi jangan dibawa
emosi Bund, tanggapi saja dengan santai tapi tegas "Lha mergo, iki jiwitan
seko lelakone Ahok sing njiwit disikan = Lha makanya, cubitan ini adalah akibat
dari kelakuan Ahok yang mencubit duluan)
Kita saja tidak rela kan jika orangtua
kita dihina. Padahal orangtua kita itu makhluk fana yang bisa berlaku khilaf
dan dosa.
Lalu apa pantas jika kita santai saja
saat Kalam Allah dan tuntunan hidup kita (Al-Qur'an) yang tak pernah salah tiba-tiba2
dihina? Tetap dijaga silaturahimnya ya Bund sambil diberi nasehat temannya itu.
Semoga Allah memudahkan ikhtiar Bunda.
Alhamdulillah,
kajian kita hari ini berjalan dengan lancar. Semoga ilmu yang kita dapatkan
berkah dan bermanfaat. Aamiin....
Segala
yang benar dari Allah semata, mohon maaf atas segala kekurangan. Baiklah
langsung saja kita tutup dengan istighfar masing-masing sebanyak-banyakanya dan
do'a kafaratul majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha
Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat
kepada-Mu.”
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment