Rekap Kajian Link Online HA Ummi G3
Hari/ Tgl: Selasa, 10 Juli 2018
Materi: Menampakan dan Menyembunyikan Amal
Shalih, Keduanya Mulia!
Nara Sumber: Ustadz Jumadi Toha
Waktu Kajian: 10.00 – selesai
Editor: Sapta
___________
MATERI
بسم الله
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
Menampakkan dan
Menyembunyikan Amal Shalih, Keduanya Mulia!
Perhatikan ayat-ayat berikut ini:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al Baqarah 274)
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah
menerangkan:
هذا مدح منه تعالى للمنفقين في سبيله، وابتغاء مرضاته في جميع الأوقات من ليل أو نهار، والأحوال من سر وجهار، حتى إنالنفقة على الأهل تدخل في ذلك أيضا
Ini adalah sanjungan dari
Allah Ta’ala bagi para pelaku infak dijalanNya, dan orang yang mencari ridhaNya
disemua waktu, baik malam dan siang, dan berbagai keadaan baik tersembunyi atau
terang-terangan, sampai – sampai nafkah kepada keluarga juga termasuk dalam
kategori ini. (Tafsir
Al Quran Al ‘Azhim, 1/707. Cet. 2. 1999M/1420H. Daruth Thayyibah.)
Ayat lainnya:
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar
karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian
rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan
serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat
tempat kesudahan (yang baik). (QS.
Ar Ra’du: 22)
Ayat lainnya:
قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
“Katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat,
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi
ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak
ada jual beli dan persahabatan.” (QS.
Ibrahim: 31)
Lihat ayat ini, Allah Ta’ala
memerintahkan berinfak baik secara sembunyi atau terang-terangan, Allah Ta’ala
tidak memerintahkan yang sembunyi saja, tapi juga memerintahkan yang
terang-terangan. Tidak mencelanya, justru memerintahkannya.
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah
menjelaskan:
وأمر تعالى بالإنفاق مما رزق في السر، أي: في الخفية، والعلانية وهي: الجهر، وليبادروا إلى ذلك لخلاص أنفسهم
Allah Ta’ala memerintahkan
untuk berinfak secara as sir, yaitu tersembunyi, dan al ‘alaaniyah yaitu
ditampakkan, dan hendaknya mereka bersegara melakukan itu untuk mensucikan diri
mereka. (Tafsir Al Quran
Al ‘Azhim, 4/510. Cet. 2. 1999M/1420H. Daruth Thayyibah)
Terang-terangan atau tersembunyi,
keduanya bisa dilakukan pada amal yang wajib atau sunah. Berkata Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahimahullah:
{سِرًّا وَعَلانِيَةً} وهذا يشمل النفقة الواجبة كالزكاة ونفقة من تجب عليه نفقته، والمستحبة كالصدقات ونحوها
(Tersembunyi dan
terangan-terangan) hal ini mencakup infak yang wajib seperti zakat, dan nafkah
kepada orang yang wajib baginya untuk dinafkahi, dan juga yang sunah seperti
berbagai sedekah dan semisalnya.
(Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Manan, Hal. 426. Cet. 1.
2000M/1420H. Muasasah Ar Risalah)
Maka, berinfak –atau amal shalih apa
saja- yang dilakukan secara tersembunyi dan menampakkannya, telah dimuliakan,
dipuji, dan dianjurkan oleh Allah Ta’ala. Janganlah hawa nafsu manusia justru
menganggap tercela yang satu dibanding yang lainnya. Jika tersembunyi, maka itu
mulia karena hati Anda lebih selamat dari ‘ujub, riya’, jika terkait sedekah
maka orang yang menerima sedekah tidak merasa malu menerimanya. Jika
terang-terangan, maka itu juga mulia, karena Anda bisa menjadi pionir kebaikan,
menjadi contoh buat yang lain, sehingga selain Anda mendapatkan pahala sendiri,
Anda juga mendapatkan pahala mereka lantaran mereka mengikuti kebaikan Anda.
Melaporkan dan
menceritakan amal shalih, adalah riya?
Hal ini tidak
mengapa, sebagaimana seorang guru yang menanyakan hasil kerjaan, tugas hapalan,
siswanya dan si guru memberikan batas waktu. Ini adalah tuntutan
profesionalitas dalam beramal. Ini pun dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dan para sahabatnya. Tidak mengapa menulis nama dalam list
penyumbang, atau laporan masjid, sebab ini termasuk yang dibolehkan oleh
syariat sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bercerita tentang amal shalihnya:
وإني لأستغفر الله، في اليوم مائة مرة
Aku benar-benar
beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim, 2702/41)
Riwayat lainnya:
يا أيها الناس توبوا إلى الله، فإني أتوب، في اليوم إليه مائة، مرة
Wahai manusia,
bertaubatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya dalam sehari aku bertaubat
kepadaNya seratus kali. (HR.
Muslim, 2702/42)
Para sahabat pun juga. Perhatikan
dialog berikut ini:
عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من أصبح منكم اليوم صائما؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال:«فمن تبع منكم اليوم جنازة؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟» قال أبو بكر رضي اللهعنه: أنا، قال: «فمن عاد منكم اليوم مريضا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مااجتمعن في امرئ، إلا دخل الجنة»
Dari Abu Hurairah, dia
berkata: Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Siapakah diantara
kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini mengantar
janazah?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya
lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Abu
Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah
diantara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab: “Saya
wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda : “Tidaklah semua amal di atas terkumpul
dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)
Inilah Abu Bakar Ash
Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, dia tidak perlu malu untuk melaporkan apa yang
sudah dia lakukan hari itu, setelah Nabi bertanya. Maka, tidak masalah
seseorang menceritakan amalnya, yang penting tidak bermaksud memamerkannya, dan
membanggakannya, tetapi agar orang lain mendapatkan
‘ibrah (pelajaran) darinya. Pendengar pun tidak dibebani untuk
membedah hati orang yang melaporkannya. Itu tidak perlu, tidak penting, dan
tidak masyru’. Justru, yang masyru’ adalah kita mesti husnuzhzhan kepadanya.
Para ulama mengatakan:
إحسان الظن بالله عز وجل وبالمسلمين واجب
Berprasangka yang baik
kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kaum muslimin adalah wajib. (Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari,
29/325)
Kisah lainnya:
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ، فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى بَعِيرِهِ ، فَكَلَّمْتُهُ،فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، ثُمَّ كَلَّمْتُهُ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ، وَيُومِئُ بِرَأْسِهِ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ:
" مَا فَعَلْتَ فِي الَّذِي أَرْسَلْتُكَ، فَإِنَّهُلَمْ يَمْنَعْنِي إِلَّا أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي.
Dari Jabir bin Abdullah
katanya: “Saya diperintahkan nabi untuk datang, saat itu beliau hendak pergi ke
Bani Musthaliq. Ketika saya datang beliau sedang shalat di atas kendaraannya.
Saya pun berbicara kepadanya dan beliau memberi isyarat dengan tangannya
seperti ini. Saya berbicara lagi dan beliau memberi isyarat dengan tangannya,
sedangkan bacaan shalat beliau terdengar oleh saya sambil beliau menganggukkan
kepala. Setelah beliau selesai shalat beliau bertanya: “Bagaimana tugasmu yang
padanya kamu saya utus? Sebenarnya tak ada halangan bagi saya membalas ucapanmu
itu, hanya saja saya sedang shalat.” (HR. Muslim No. 540, Ahmad No.
14345, Abu Daud No. 926, Abu ‘Awanah, 2/140, Ibnu Khuzaimah No. 889, Ibnu
Hibban No. 2518, 2519)
Dalam kisah ini, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam meminta laporan kerja dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu
‘Anhu tanpa harus khawatir riya-nya Jabir jika dia melaporkannya.
Banyak sekali kitab yang menceritakan
para ulama yang berkisah tentang ibadahnya, shaumnya, shalatnya, jihadnya,
bahkan mimpinya. Tentu kita berbaik sangka, jangan menuduh mereka telah riya
dalam penceritaannya.
Hati-Hati! Menggembosi amal
shalih saudaranya dengan menuduh riya adalah Akhlak Kaum
Munafiq Terdahulu
Inilah yang terjadi, gara-gara
seseorang menuduh saudaranya riya, atau menakut-nakuti dari menampakkan amal
shalih, akhirnya perlahan-lahan ada yang membatalkan amal shalihnya karena
takut disebut riya, takut tidak ikhlas.
Inilah yang dilakukan orang munafiq
pada zaman nabi, mereka menuduh para sahabat riya, padahal mereka (kaum
munafiq) sendiri yang riya.
Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia
bercerita:
“Sesudah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami untuk
bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang seseorang
dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik berkata:
“Allah ‘Azza
wa Jalla tidak membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya
kecuali dengan riya. Lalu turunlah ayat:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
“Orang-orang munafik itu
yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan)
selain sekadar kesanggupannya.”
(QS. At Taubah : 79). (HR. Al Bukhari No. 4668)
Justru Allah Ta’ala menceritakan bahwa
kaum munafikinlah yang riya
Perhatikan ayat ini:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6)
Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat riya. (QS.
Al Ma’un: 4-6)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa
ayat ini menceritakan tentang sifat-sifat orang munafiq; lalai dari shalatnya,
sekali pun shalat dia riya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengulang sampai tiga kali ucapan: tilka shalatul
munaafiq (itulah shalatnya kaum munafik). Sebagaimana disebutkan
dalam Shahihain. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/493)
Wallahu A’lam
✏ Farid Nu'man Hasan
🌏 Join: bit.ly/1Tu7OaC
___________
Tanya Jawab
T: Ustadz...izin bertanya. Bagaimana menata
hati agar tidak timbul riya atau rasa ingin pamer terhadap amal shaleh yang
kita lakukan terang-terangan.
Karena sebagai manusia yang lemah, kadang-kadang
suka timbul rasa itu tanpa disadari.
J: Bismillah. Hati adalah raja, sedangkan raga
adalah tentara. Maka jika ingin raga baik hati harus lebih dulu baik. Oleh
sebab itulah hati harus senantiasa dibenahi jangan sampai diabaikan. Menata
hati dari segala penyakitnya akan menyelamatkan manusia dari segala bentuk
kerugian, termasuk kerugian amal yg terhapus, seperti penyakit riya' atau
syirik. Salah satu upaya agar hati bersih dari riya' adalah berdoa kepada Allah
agar dilindungi dari riya' . Karena sesungguhnya hanya Allah yg Maha
membolak-balikkan hati manusia, dari buruk menjadi baik ataupun sebaliknya,
maka mintalah kepada Allah Dzat Yang menggenggam hati. Wallahu a'lam.
T: Assalamu'alaikum. Ustadz, saya pernah
mendengar bahwa Rasulullah tidak pernah menolak orang yang datang (meminta) ke
beliau. Apakah hal tersebut masih wajib kita ikuti mengingat jaman sekarang
banyak sekali orang yang mengetuk pintu mengatas namakan yayasan, masjid,
ataupun yatim piatu demi peroleh sumbangan. Padahal sudah banyak yang
mengetahui bahwa itu adalah akal akalan mereka (mungkin tidak semua) untuk
peroleh keuntungan pribadi? Jika kita kasih, sehari kadang bisa 4 - 5 orang dan
khawatir tidak sampai tujuan. Mohon pencerahannya. Terimakasih.
J: Betul. Salah satu akhlaq mulia beliau
shalallahu alaihi wassalam adalah selalu memberi dan tidak pernah menolak
permintaan. Namun di zaman sekarang tatkala dunia dengan segala godaannya lebih
menguasai hati hati manusia, sehingga menyebabkan hilangnya kejujuran dan
tersebarnya kebohongan dan penipuan, ditambah tiadanya sosok figur yang layak
diteladani masyarakat lalu diperparah dengan media yg selalu menyuguhkan berita
berita negatif dan mempertontonkan moral yang sangat rendah, maka kita harus
selektif. Saran saya adalah berikanlah kepada orang yang betul-betul
membutuhkan baik perorangan ataupun melalui yayasan. Hal ini untuk menghindari
salah sasaran penerima, mengingat banyaknya oknum yang mengatasnamakan diri
sebagai dhuafa. Namun jika tetap diberikan kepada siapapun yang datang meminta
bantuan, hal tersebut bagus guna melatih diri menjadi dermawan dan mengikis
sifat Bakhil dalam hati. Wallahu a'lam.
T: Mohon ijin bertanya ustadz, saya pernah
denger tauziah bahwa kalau kita punya hajat" sedekahlah dan niatkan untuk
hajat tersebut agar Allah mengabulkan hajat kita, mohon penjelasan.
J: Ada sebuah riwayat yang menyebutkan:
يا ابن آدم أنفق أنفق عليك
"Wahai anak Adam,
berinfaklah maka aku berinfak kepadamu"
Perbanyak sedekah dengan ikhlas,
serahkan kepada Allah apapun keputusan yang akan didapat. Wallahu alam
T: mau tanya pak ustadz. Hukum menerima
pemberian itu bagaimana ya? afwan kalau diluar tema, karena ana jualan kue-kue
sering kali pembeli itu memberikan uangnya lebih tidak mau di kembalikan.
J: Hukumnya mubah boleh diterima dan do'akan
kebaikan untuk si pemberinya, misalnya semoga urusannya dimudahkan. Dan hal
terpenting jujur dalam berdagang.
T: Assalamualaikum ustadz, mau menyambung
pertanyaan di atas mau tanya ustadz bagaimana kita mengetahui kalau itu benar-benar
yayasan yang membutuhkan atau tidaknya ya?
J: Yayasan yatim atau dhuafa atau sejenisnya
sudah barang tentu membutuhkan uluran tangan.
T: Ijin bertanya lagi ustadz' apakah musibah
itu adalah salah satu tanda bahwa kita kurang bersedekah? mohon penjelasan
J: Ketika Allah menurunkan musibah maka
hendaknya seseorang melakukan introspeksi mengenai sebab sebabnya. Misalkan
melalaikan kewajiban, maka musibah berguna sebagai pengingat untuknya untuk
tidak melalaikan kewajiban atau karena melakukan maksiat terus menerus.
T: Mungkin sedikit mengulang pertanyaan
ustadz.. bagaimana membedakan antara musibah dan azab ustadz? Afwan yang fakir
ilmu ini
J: Musibah akan menimpa setiap manusia karena
maksiat, yang beriman atau tidak, bedanya terletak pada tujuan musibah itu
ditimpakan, jika terjadi pada orang kafir maka itu adalah adzab na'udzu Billah,
dan jika terjadi pada muslim yg ahli maksiat maka bisa jadi itu sebuah
peringatan agar segera kembali, dan jika dialami oleh mukmin dan bertaqwa maka
bertujuan untuk menaikkan derajatnya di sisi Allah. Wallahu a'lam.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment