KAJIAN ON LINE HAMBA ALLAH UMMI G-5
Hari/Tgl: Senin 09 juli 2018
Narasumber: Ustadz Farid Nu'man
Materi: Penghapus Penghapus Amal
Shalih
Waktu kajian: 09.00- selsai
Admin: Nining , Saydah
Notulen: Nining
Editor: Sapta
***----------**------------***
Penghapus-Penghapus Amal Shalih (Bag. 1)
Biasanya kita begitu perhatian dengan
membangun amal Shalih, tapi kita lupa dengan bagaimana merawatnya. Merawat agar
anak itu tetap ada dan abadi. Di antaranya adalah dengan cara menjauhi hal-hal
yang merusaknya dan menghapuskannya.
Berikut ini hal-hal yang dapat
menghapuskan amal Shalih manusia.
1, Murtad
Terhapusnya amal Shalih karena murtad,
tertera dalam ayat berikut:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ
حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Barangsiapa murtad
di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu
terhapus amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.” (QS.
Al-Baqarah, Ayat 217)
Maka, shalat, puasa, zakat, haji, dan
amal Shalih lainnya yang pernah dilakukan oleh orang yang murtad terhapus baik
di dunia dan akhirat. Jika dia mati
dalam keadaan itu, belum bertobat, maka dia akan menjadi penduduk neraka dan
abadi. Hal ini dikarenakan murtad adalah terlepasnya seseorang dari ikatan
asasinya terhadap Islam.
Imam Ibnu Jarir Ath Thabariy
Rahimahullah menjelaskan:
وَقَوْلِهِ: {فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ} [البقرة: ٢١٧] يَقُولُ:مِنْ يَرْجِعْ عَنْ دِينِهِ دَيْنِ
الْإِسْلَامِ، فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ، فَيَمُتْ قَبْلَ أَنْ يَتُوبَ مِنْ كُفْرِهِ،
فَهُمُ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ يَعْنِي بِقَوْلِهِ: {حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ}
[البقرة: ٢١٧] بَطَلَتْ وَذَهَبَتْ، وَبِطُولِهَا: ذَهَابُ ثَوَابِهَا، وَبِطُولِ الْأَجْرِ
عَلَيْهَا وَالْجَزَاءُ فِي دَارِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَقَوْلُهُ: {وَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ} [البقرة: ٢١٧] يَعْنِي الَّذِينَ ارْتَدُّوا
عَنْ دِينَهُمْ فَمَاتُوا عَلَى كُفْرِهِمْ، هُمْ أَهْلُ النَّارِ الْمُخَلَّدُونَ
فِيهَا.
FirmanNya: "lalu dia mati
dalam kekafiran", yaitu dia keluar dari agamanya yaitu agama Islam, lalu
dia mati dalam keadaan kafir, dan dia belum bertobat dari kekafirannya, maka
mereka inilah orang-orang yang terhapus amal-amalnya, yaitu sebagaimana firmanNya:
"maka mereka itu terhapus amalnya", yaitu sia-sia dan lenyap, yaitu
sia-sia pahalanya, lenyap ganjarannya, dan balasannya di dunia dan akhirat.
FirmanNya: "dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya," yaitu orang-orang yang murtad
dari agamanya, dan mereka mati dalam keadaan kekafiran, maka mereka menjadi
penduduk neraka dan kekal abadi.
(Tafsir Ath Thabariy, 2/1154)
Uraian ini sekaligus mengoreksi
kalangan liberal dan yang semisalnya, bahwa semua agama sama baik dan
benarnya. Sama-sama menuju surga tapi
berbeda jalan. Ini adalah kebohongan mereka dalam memanipulasi hakikat agama
yang diridhai Allah, yaitu Islam, dan menyamakannya dengan agama lain.
2, Syirik
Syirik adalah dosa terbesar di antara
dosa-dosa besar, yaitu menyekutukan Allah Ta'ala dalam peribadatan,
keyakinan, dan penyembahan.
Maksud "menyekutukan" yaitu
seorang yang menyembah, mengabdi, beribadah kepada Allah Ta'ala, namun dia
menyembah, mengabdi, beribadah kepada yang lain juga. Maka, apa jadinya
bagi orang yang sama sekali tidak
menyembah Allah Ta'ala dan hanya menyembah yang lainnya saja, sebagaimana yang
dilakukan sebagian manusia?
Dari sekian banyak bahaya kesyirikan,
di antaranya adalah terhapusnya amal Shalih.
Allah ﷻ
berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Telah diwahyukan kepadamu
dan orang-orang sebelum kamu, jika kamu melakukan kesyirikan niscaya
benar-benar terhapus amalmu dan kamu benar-benar termasuk orang-orang yang
merugi. (QS. Az Zumar:
65)
Duh, sayang 'kan sudah beramal tapi
tidak ada hasilnya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
Rahimahullah mengatakan:
يعم كل عمل، ففي نبوة جميع الأنبياء، أن الشرك محبط لجميع الأعمال، كما قال
تعالى في سورة الأنعام - لما عدد كثيرا من أنبيائه ورسله قال عنهم: {ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ
يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ}
“Ini berlaku bagi semua
amal, maka terdapat pada nubuwwah
seluruh nabi bahwa syirik menghapuskan seluruh amal, sebagaimana firman
Allah ﷻ dalam surat Al An’am –yang membicarakan banyak para Nabi dan
Rasul: “Itulah petunjuk dari Allah, Dialah yang memberikan petunjuk bagi yang
Dia kehendaki, dan barang siapa di antara mereka menyekutukan Allah maka
terhapus amal-amal yang telah mereka lakukan.”
( Taysir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir
Al Kalam Al Manan, Hal. 729. Cet. 1, 1420H-2000M. Muasasah Ar Risalah)
Tentang "Macam-macam syirik
dan bahayanya", sudah pernah
dibahas di channel ini. Silahkan di-search.
3, Riya'
Yaitu beramal dengan tujuan dilihat
orang lain, yang dengan itu dia mendapat pujian baik langsung atau tidak
langsung.
Riya' termasuk syirik (kecil), ditegaskan
dalam ayat berikut:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS. Al Kahfi: 110)
Para ulama mengatakan tentang makna
ayat ini: لا يرائي – janganlah menjadi orang yang riya. (Sunan At Tirmidzi No.
1535)
Dari Mu’adz bin Jabal Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ يَسِيرَ الرِّيَاءِ شِرْكٌ
Sesungguhnya riya
tersembunyi itu syirik.
(HR. Ibnu Majah No. 3989, Al Qudha’i No. 1298, Al Baihaqi dalam Al Kubra No.
6393, dll. Didhaifkan oleh Syaikh Al Albani. Dhaiful Jami’ No. 2029)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah
berkata:
الإشراك في العبادة وهو الرياء: وهو أن يفعل العبد شيئا من العبادات التي أمر
اللّه بفعلها له لغيره
Syirik dalam ibadah adalah
riya’, yaitu seorang hamba yang melaksanakan peribadatan yang Allah ﷻ
perintahkan kepadanya tapi dia tujukan untuk selainNya. (At Tafsir Al Munir, 5/72)
Maka, masuknya riya' dalam lingkup syirik, membuat amal yang didalamnya
ada unsur riya' akan terhapus. Bahkan, menjadi SYIRIK AKBAR jika memang sama
sekali tidak ada lagi tujuan akhirat, semuanya adalah murni ingin dilihat,
didengar (sum'ah), dan dipuji manusia, alias caper (cari perhatian).
Nabi ﷺ
bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ
السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
"Barangsiapa menuntut
ilmu untuk mendebat para ulama, atau untuk mendebat orang bodoh atau untuk MENGALIHKAN PERHATIAN
MANUSIA kepadanya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka".
(HR. At Tirmidzi no. 2654, Hasan)
4, Melakukan Amal akhirat
Tapi Dengan Niat Duniawi
Ini lebih umum dari riya', kalau riya'
hanya karena ingin dilihat orang, tapi ini keinginan dunia lainnya, seperti
kedudukan, kekayaan, dan lainnya.
Seperti menghadiri majelis ilmu hanya
untuk modal debat di medsos, atau supaya dianggap faqih (paham) agama.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhuma,
bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ
الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ
Barangsiapa yang menuntut
ilmu untuk mendebat orang bodoh, atau berbangga di depan ulama, atau mencari
perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka. (HR. Ibnu Majah No. 253. At Tirmidzi No.
2654. Hasan)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلَا لِتُمَارُوا
بِهِ السُّفَهَاءَ وَلَا تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ
النَّارُ
Janganlah kalian menuntut
ilmu dengan maksud berbangga di depan ulama, mendebat orang bodoh, dan
memilih-milih majelis. Barangsiapa yang melakukan itu maka dia di neraka, di
neraka. (HR. Ibnu Majah
No. 254, Al Baihaqi, Syu'abul Iman, No. 1725, Ibnu Hibban No. 77, Al Hakim, Al
Mustadrak 'alash Shahihain, No. 290. Shahih)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu,
bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
Barangsiapa yang menuntut
ilmu yang dengannya dia menginginkan wajah Allah, (tetapi) dia tidak
mempelajarinya melainkan karena kekayaan dunia, maka dia tidak akan mendapatkan
harumnya surga pada hari kiamat.
(HR. Abu Daud No. 3664, Ibnu Majah No.
252, Ibnu Hibban No. 78, Al Hakim, Al Mustadrak 'Alash Shahihain, No. 288,
katanya: SHAHIH sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Dari Ubai bin Ka'ab Radhiallahu 'Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Barangsiapa diantara
mereka beramal amalan akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan
bagian apa-apa di akhirat.
(HR. Ahmad No. 20275. Ibnu Hibban No. 405, Al Hakim, Al Mustadrak 'Alash
Shahihain No. 7862, katanya: sanadnya SHAHIH. Imam Al Haitsami mengatakan:
diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad
adalah shahih, Majma' Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al Ilmiyah)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhu,
bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لِغَيْرِ اللَّهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ اللَّهِ
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Barangsiapa yang menuntut
ilmu untuk selain Allah atau dia maksudkan dengannya selain Allah, maka
disediakan baginya kursi di neraka. (HR. At Tirmidzi No. 2655, katanya:
hasan)
5, Mengungkit Sedekah dan
Menyakiti Penerimanya
Mengungkit Sedekah kepada seseorang
atau lembaga, masjid, yayasan, untuk menunjukkan jasa kepada penerimanya, ada
salah satu penghapus amal Shalih. Apalagi, jika dilakukan sambil menyakiti
penerimanya; baik dengan menghina, memposisikan ketinggian diri dan kerendahan
mereka, maka ini lebih buruk lagi.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ
Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan penerima). (QS.
Al-Baqarah: 264)
Imam Abul Faraj bin Al Jauzi
Rahimahullah berkata:
قوله تعالى: لا تُبْطِلُوا صَدَقاتِكُمْ، أي: لا تبطلوا ثوابها، كما تبطل ثواب
صدقة المرائي
Firman Allah Ta'ala
(Janganlah kamu merusak sedekahmu) yaitu jangan batalkan pahalanya, seperti
batalnya pahala orang-orang yang riya'. (Zaadul Masiir, 1/239)
Ada pun yang dimaksud "dengan
menyebut-nyebut/ mengungkit" adalah:
أراد بالمن الإنعام. وأما الوجه المذموم، فهو أن يقال: منّ فلان على
فلان، إذا استعظم ما أعطاه، وافتخر بذلك
Maksud "dengan
menyebut-nyebut" yaitu mengungkit
pemberian. Ada pun dgn cara yang buruk, yaitu dikatakan: Si Fulan telah memberikan kepada si Fulan,
jika dibesar-besarkan dan membanggakan pemberian itu. (Ibid, 1/239)
Ada pun makna "menyakiti":
وفي الأذى قولان: أحدهما: أنه مواجهة الفقير بما يؤذيه، مثل أن يقول له: أنت
أبداً فقير، وقد بليت بك، وأراحني الله منك. والثاني: أنه يخبر بإحسانه إلى الفقير،
من يكره الفقير إطلاعه على ذلك، وكلا القولين يؤذي الفقير وليس من صفة المخلصين في
الصدقة
Ada dua makna:
1. Menatap si fakir dengan cara yang menyakitinya, semisal
perkataan: "Ente fakir terus-terusan! Ente telah dikasih bencana, ane
Allah lapangkan melalui ente!"
2. Dia menceritakan kebaikannya kepada
orang fakir itu, di mana orang fakir itu tidak suka mendengarnya.
Kedua perkataan ini menyakiti orang
fakir dan bukan sifat orang yang Mukhlis dalam sedekah. (Ibid)
Ada pun menceritakan amal Shalih,
termasuk sedekah, jika diperlukan untuk menceritakan, tanpa maksud berbangga
tanpae menyakiti penerimanya tidaklah termasuk pembahasan ini.
Seperti karyawan yang melaporkan
pekerjannya kepada atasannya, seorang siswa melaporkan PRnya kepada guru,
pelamar kerja menulis CV tentang apa yang pernah dia lakukan, .. semua ini
tuntutan profesionalitas, tidak masalah.
6, Menyakiti Manusia
Dengan Lisan, Tangan, dan Memakan Harta Saudaranya Tanpa Hak
Yaitu lisan yang menuduh saudaranya
tanpa bukti, memaki dan mencela, menyakiti fisiknya tanpa hak, dan memakan
harta yang bukan haknya.
Nabi ﷺ
menyebut orang seperti ini muflis (bangkrut), karena shalat, puasa, dan
zakatnya terhapus dan pindah kepada yang menjadi korbannya.
Nabi ﷺ
bertanya:
أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ
لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ
مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Apakah kalian tahu siapa
muflis (orang yang bangkrut) itu?” Para sahabat menjawab, "Muflis
itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.” Tetapi Nabi ﷺ
berkata : “Muflis dari umatku ialah,
orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat,
namun (ketika di dunia) dia telah mencaci ini,
menuduh orang lain (tanpa hak), makan harta si anu, menumpahkan darah
dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang yang menjadi korbannya akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya.
Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka (korban) akan
ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka”
(HR. Muslim No. 2581)
Imam Al Maziriy Rahimahullah berkata:
وَزَعَمَ بَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ مُعَارِضٌ لِقَوْلِهِ
تعالى ولا تزر وازرة وزر أخرى وَهَذَا الِاعْتِرَاضُ غَلَطٌ مِنْهُ وَجَهَالَةٌ بَيِّنَةٌ
لِأَنَّهُ إِنَّمَا عُوقِبَ بِفِعْلِهِ وَوِزْرِهِ وَظُلْمِهِ فَتَوَجَّهَتْ عَلَيْهِ
حُقُوقٌ لِغُرَمَائِهِ فَدُفِعَتْ إِلَيْهِمْ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَلَمَّا
فَرَغَتْ وَبَقِيَتْ بَقِيَّةٌ قُوبِلَتْ عَلَى حَسَبِ مَا اقْتَضَتْهُ حِكْمَةُ اللَّهِ
تَعَالَى فِي خَلْقِهِ وَعَدْلِهِ فِي عِبَادِهِ فَأُخِذَ قَدْرُهَا مِنْ سَيِّئَاتِ
خُصُومِهِ فَوُضِعَ عَلَيْهِ فَعُوقِبَ بِهِ فِي النَّارِ
Sebagian pelaku bid'ah
menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan ayat: "Seorang yang berdosa
tidak menanggung dosa orang lain", ini merupakan persangkaan yang keliru
dan kebodohan yang begitu jelas. Sesungguhnya dia dihukum karena perbuatan,
dosanya, dan kezalimannya sendiri, maka
dia mempertanggungjawabkannya atas orang yang pernah menjadi korban
kejahatannya dengan mengembalikan haknya, maka kebaikan-kebaikan dirinya
diperuntukan untuk mereka, jika sudah habis maka keburukan mereka yg akan
dipindahkan kepada dia sesuai kadarnya, lalu dia dimasukan ke dalam neraka. Ini
merupakan kebijaksanaan Allah atas makhlukNya dan keadilanNya pada hambaNya. (Syarh Shahih Muslim, 6/103)
Demikian. Wallahu a'lam
# Farid Nu'man Hasan
# Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC
#
Fanpage:https://facebook.com/ustadzfaridnuman
# Kunjungi website resmi: alfahmu.id
*************
Tanya Jawab
T: Afwan ustadz ijin bertanya. Bagaimana cara
mengingatkan kepada mantan suami yang
riya? mengungkit pemberiannya kepada anak-anak dan selalu membicarakan masa
lalu ustadz? Jazakillah khoyir atas penjelasannya
J: Ada dua opsi:
- diamkan, biar itu menjadi urusan dia
dgn Allah Ta'ala
- jawab seperlunya, bahwa apa suami
lakukan dulu memang sudah selayaknya dan sudah kewajibannya sebagai suami.
Pilih dari dua sikap ini yang paling
minim bahayanya.
Wallahu a'lam
T: Ustadz.. jika seseorang yang meninggal
sudah lama meninggal sholat dan melakukan hal-hal yang jauh dari syariat Islam,
bagaimana kelak beliau dikuburkan?
J: Mayoritas ulama mengatakan selama dia MASIH
MEYAKINI shalat itu wajib, maka dia masih muslim. Maka, saat wafat disikapi
sebagaimana muslim lainnya. Baik dimandikan, kafankan, shalatkan, dan kuburkan.
Tapi, jika dia MENGINGKARI
kewajibannya maka dia kafir, tidak perlu diurus jenazahnya dgn cara Islam.
Wallahu a'lam
T: Ustadz mau tanya andai ada orang yang
ninggalin sholat itu bagaimana orangnya lebih penting dzikirnya daripada sholat,
tapi dia masih mengaku islam?
J: Sama dengan pertanyaan kedua diatas ya
T: Bagaimana hukumnya jika kita sengaja riya
pada orang agar dia termotivasi. Misalnya : ada pasutri yang sama anaknya itu
itungan banget,
kalo anaknya minta makan pasti
diomelin dulu, bilangnya ga punya duit.. kadang anaknya cuma dikasih makan
mie... Tapi selang beberapa menit kemudian ibu bapaknya mah jajan ini itu, beli
nasi Padang , bakso dll... Eh anaknya ga dikasih.. Udah gitu pasutri itu hobbynya
pinjam duit kesana sini. Gajinya lebih besar dari saya tapi ga pernah cukup...
Belum seminggu dari gajian udah habis duitnya... Anak-anaknya mau ini itu
selalu dibilangnya ga punya duit. Kadang saya sengaja kirim foto kita lagi
liburan atau makan diluar biar dia sadar. Walaupun gaji pas-pasan tapi kalo
kita mendahulukan kepentingan anak ... Insyaallah selalu saja ada rezekinya
J: Menampakkan amal Shalih tidak selalu jelek,
malah bisa bagus jika tujuannya untuk menjadi Sunnah Hasanah bagi orang lain.
Selengkapnya dibawah ini
Menampakkan dan
Menyembunyikan Amal Shalih, Keduanya Mulia!
Perhatikan ayat-ayat berikut ini:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al Baqarah 274)
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah
menerangkan:
هذا مدح منه تعالى للمنفقين في سبيله، وابتغاء مرضاته في جميع الأوقات من ليل أو نهار، والأحوال من سر وجهار، حتى إنالنفقة على الأهل تدخل في ذلك أيضا
Ini adalah sanjungan dari
Allah Ta’ala bagi para pelaku infak dijalanNya, dan orang yang mencari ridhaNya
disemua waktu, baik malam dan siang, dan berbagai keadaan baik tersembunyi atau
terang-terangan, sampai – sampai nafkah kepada keluarga juga termasuk dalam
kategori ini. (Tafsir
Al Quran Al ‘Azhim, 1/707. Cet. 2. 1999M/1420H. Daruth Thayyibah.)
Ayat lainnya:
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar
karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian
rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan
serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat
kesudahan (yang baik). (QS.
Ar Ra’du: 22)
Ayat lainnya:
قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
Katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat,
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi
ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak
ada jual beli dan persahabatan.” (QS.
Ibrahim: 31)
Lihat ayat ini, Allah Ta’ala
memerintahkan berinfak baik secara sembunyi atau terang-terangan, Allah Ta’ala
tidak memerintahkan yang sembunyi saja, tapi juga memerintahkan yang
terang-terangan. Tidak mencelanya, justru memerintahkannya.
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah
menjelaskan:
وأمر تعالى بالإنفاق مما رزق في السر، أي: في الخفية، والعلانية وهي: الجهر، وليبادروا إلى ذلك لخلاص أنفسهم
Allah Ta’ala memerintahkan untuk
berinfak secara as sir, yaitu tersembunyi, dan al ‘alaaniyah yaitu ditampakkan,
dan hendaknya mereka bersegara melakukan itu untuk mensucikan diri mereka.
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/510. Cet. 2. 1999M/1420H. Daruth Thayyibah)
Terang-terangan atau tersembunyi,
keduanya bisa dilakukan pada amal yang wajib atau sunah. Berkata Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahimahullah:
{سِرًّا وَعَلانِيَةً} وهذا يشمل النفقة الواجبة كالزكاة ونفقة من تجب عليه نفقته، والمستحبة كالصدقات ونحوها
(Tersembunyi dan
terangan-terangan) hal ini mencakup infak yang wajib seperti zakat, dan nafkah
kepada orang yang wajib baginya untuk dinafkahi, dan juga yang sunah seperti
berbagai sedekah dan semisalnya.
(Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Manan, Hal. 426. Cet. 1.
2000M/1420H. Muasasah Ar Risalah)
Maka, berinfak –atau amal shalih apa
saja- yang dilakukan secara tersembunyi dan menampakkannya, telah dimuliakan,
dipuji, dan dianjurkan oleh Allah Ta’ala. Janganlah hawa nafsu manusia justru
menganggap tercela yang satu dibanding yang lainnya. Jika tersembunyi, maka itu
mulia karena hati Anda lebih selamat dari ‘ujub, riya’, jika terkait sedekah
maka orang yang menerima sedekah tidak merasa malu menerimanya. Jika
terang-terangan, maka itu juga mulia, karena Anda bisa menjadi pionir kebaikan,
menjadi contoh buat yang lain, sehingga selain Anda mendapatkan pahala sendiri,
Anda juga mendapatkan pahala mereka lantaran mereka mengikuti kebaikan Anda.
Melaporkan dan menceritakan amal
shalih, adalah riya?
Hal
ini tidak mengapa, sebagaimana seorang guru yang menanyakan hasil kerjaan,
tugas hapalan, siswanya dan si guru memberikan batas waktu. Ini adalah tuntutan
profesionalitas dalam beramal. Ini pun dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dan para sahabatnya. Tidak mengapa menulis nama dalam list
penyumbang, atau laporan masjid, sebab ini termasuk yang dibolehkan oleh
syariat sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bercerita tentang amal shalihnya:
وإني لأستغفر الله، في اليوم مائة مرة
Aku benar-benar
beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim, 2702/41)
Riwayat lainnya:
يا أيها الناس توبوا إلى الله، فإني أتوب، في اليوم إليه مائة، مرة
Wahai manusia,
bertaubatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya dalam sehari aku bertaubat
kepadaNya seratus kali. (HR.
Muslim, 2702/42)
Para sahabat pun juga. Perhatikan
dialog berikut ini:
عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من أصبح منكم اليوم صائما؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال:«فمن تبع منكم اليوم جنازة؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟» قال أبو بكر رضي اللهعنه: أنا، قال: «فمن عاد منكم اليوم مريضا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مااجتمعن في امرئ، إلا دخل الجنة»
Dari Abu Hurairah, dia
berkata: Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Siapakah diantara
kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini mengantar
janazah?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya
lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Abu
Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah
diantara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab: “Saya
wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda : “Tidaklah semua amal di atas terkumpul
dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)
Inilah Abu Bakar Ash
Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, dia tidak perlu malu untuk melaporkan apa yang
sudah dia lakukan hari itu, setelah Nabi bertanya. Maka, tidak masalah
seseorang menceritakan amalnya, yang penting tidak bermaksud memamerkannya, dan
membanggakannya, tetapi agar orang lain mendapatkan
‘ibrah (pelajaran) darinya. Pendengar pun tidak dibebani untuk
membedah hati orang yang melaporkannya. Itu tidak perlu, tidak penting, dan
tidak masyru’. Justru, yang masyru’ adalah kita mesti husnuzhzhan kepadanya.
Para ulama mengatakan:
إحسان الظن بالله عز وجل وبالمسلمين واجب
Berprasangka yang baik
kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kaum muslimin adalah wajib. (Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari,
29/325)
Kisah lainnya:
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ، فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى بَعِيرِهِ ، فَكَلَّمْتُهُ،فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، ثُمَّ كَلَّمْتُهُ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ، وَيُومِئُ بِرَأْسِهِ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ:
" مَا فَعَلْتَ فِي الَّذِي أَرْسَلْتُكَ، فَإِنَّهُلَمْ يَمْنَعْنِي إِلَّا أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي.
Dari Jabir bin Abdullah
katanya: “Saya diperintahkan nabi untuk datang, saat itu beliau hendak pergi ke
Bani Musthaliq. Ketika saya datang beliau sedang shalat di atas kendaraannya.
Saya pun berbicara kepadanya dan beliau memberi isyarat dengan tangannya seperti
ini. Saya berbicara lagi dan beliau memberi isyarat dengan tangannya, sedangkan
bacaan shalat beliau terdengar oleh saya sambil beliau menganggukkan kepala.
Setelah beliau selesai shalat beliau bertanya: “Bagaimana tugasmu yang padanya
kamu saya utus? Sebenarnya tak ada halangan bagi saya membalas ucapanmu itu,
hanya saja saya sedang shalat.” (HR.
Muslim No. 540, Ahmad No. 14345, Abu Daud No. 926, Abu ‘Awanah, 2/140, Ibnu
Khuzaimah No. 889, Ibnu Hibban No. 2518, 2519)
Dalam kisah ini, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam meminta laporan kerja dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu
‘Anhu tanpa harus khawatir riya-nya Jabir jika dia melaporkannya.
Banyak sekali kitab yang menceritakan
para ulama yang berkisah tentang ibadahnya, shaumnya, shalatnya, jihadnya,
bahkan mimpinya. Tentu kita berbaik sangka, jangan menuduh mereka telah riya
dalam penceritaannya.
Hati-Hati! Menggembosi amal
shalih saudaranya dengan menuduh riya adalah Akhlak Kaum
Munafiq Terdahulu
Inilah yang terjadi, gara-gara
seseorang menuduh saudaranya riya, atau menakut-nakuti dari menampakkan amal
shalih, akhirnya perlahan-lahan ada yang membatalkan amal shalihnya karena
takut disebut riya, takut tidak ikhlas.
Inilah yang dilakukan orang munafiq
pada zaman nabi, mereka menuduh para sahabat riya, padahal mereka (kaum
munafiq) sendiri yang riya.
Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia
bercerita:
“Sesudah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami untuk
bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang seseorang
dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik berkata:
“Allah ‘Azza wa Jalla tidak
membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya kecuali dengan
riya. Lalu turunlah ayat:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
“Orang-orang munafik itu
yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan)
selain sekadar kesanggupannya.”
(QS. At Taubah : 79). (HR. Al Bukhari No. 4668)
Justru Allah Ta’ala menceritakan bahwa
kaum munafikinlah yang riya
Perhatikan ayat ini:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6)
Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat riya. (QS.
Al Ma’un: 4-6)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa
ayat ini menceritakan tentang sifat-sifat orang munafiq; lalai dari shalatnya,
sekali pun shalat dia riya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengulang sampai tiga kali ucapan: tilka shalatul munaafiq (itulah
shalatnya kaum munafik). Sebagaimana disebutkan dalam Shahihain. (Tafsir
Al Quran Al ‘Azhim, 8/493)
Wallahu A’lam
#
Farid Nu'man Hasan
# Join: bit.ly/1Tu7OaC
J: Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa
Barakatuh .. selengkapnya tentang mengqadha shalat. Di https://web.whatsapp.com/#
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment