Rekap
Kajian Online Ummahat G-5
Hari/Tgl: Senin, 06 Agustus 2018
Materi:
Tanda Tanda Cinta (Alamatul Mahabbah)
Narasumber:
Ustadz Cipto
Editor:
Sapta
-------------------------------------
Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamualaykum
Warahmatullahi Wabarokatuhu
Alhamdulillahirobbil'alaamiin
Senang bersua kembali dengan bunda sekalian semoga selalu diberkahi Allah dan
berlimpah Karunia-Nya...
‘Alamatul
Mahabbah
(Tanda-tanda
Cinta)
Mahabbah
(cinta) -baik itu mahabbatullah (cinta kepada Allah Ta’ala) atau mahabbatu
ghairillah (cinta kepada selain Allah)- manakala telah tertanam di dalam diri
akan terlihat tanda-tandanya.
Pertama,
katsratul dzikri (sering menyebutnya). Perhatikanlah seorang lelaki yang sedang
jatuh cinta kepada seorang wanita, bukankah ia selalu menyebut-nyebut nama
wanita yang dicintainya? Perhatikanlah mereka yang mencintai suatu hobi -grup
musik, artis, olah raga, kucing, travel, benda kuno, lukisan, kopi, kolektor,
dan lain-lain-. Bukankah mereka selalu menyebut-nyebut dan berbicara tentang
hobi mereka itu dengan antusias?
Bagi
ulul albab (orang-orang yang berpikir), tidak ada yang banyak disebut dan
diingatnya kecuali Allah Ta’ala,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ
قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.’”
(QS. Ali Imran, 3: 191).
Hati
mereka selalu terikat kepada Allah Ta’ala, sehingga ketika disebut nama Allah
Ta’ala gemetarlah hatinya, dan ketika dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah
imannya,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ
إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ
إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal, 8: 2).
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada kita agar membiasakan diri
banyak menyebut dan mengingat Allah Ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits
dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu anhu,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ
لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ
الْإسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ ، فَأَنْبِئْنِيْ مِنْهَا بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ
بِهِ؟ قَالَ : لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ
“Seorang
Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak pada kami.
Beritahukanlah kepada kami sesuatu yang kami bisa berpegang teguh kepadanya?’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah lidahmu senantiasa
berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla” (HR. Ahmad dalam
Musnad-nya [IV/188, 190], dishahihkan oleh Ibnu Hibbân [no. 811-at-Ta’liqatul
Hisan])
Kedua,
al-i’jab (kagum). Seseorang yang mencintai sesuatu pasti selalu memperlihatkan
kekagumannya kepada apa yang dicintainya itu; ada perhatian, ketertarikan,
keterpesonaan, rasa suka, dan kepuasan di dalam hatinya.
Bagi
seorang mu’min, tidak ada yang patut dikagumi dengan sebenarnya kecuali Allah
Ta’ala. Karena Dialah Yang Maha Sempurna, Dialah Rabbul ‘alamin; Pencipta dan
Pemelihara alam semesta raya ini.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah, 1: 2)
Ketiga,
ar-ridha (kerelaan dan penerimaan). Seseorang biasanya akan bersikap rela dan
menerima kepada apa yang dicintainya. Ia akan selalu cenderung menyetujui dan
mendukung apa yang datang dari sang kekasih.
Islam
menghendaki agar umatnya ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb, Islam sebagai
agama, dan Muhammad sebagai Rasul, sebagaimana disebutkan oleh Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam,
ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ
مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Akan merasakan kelezatan iman, orang yang
ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul”
(HR Muslim).
Keempat,
at-tadhiyah (pengorbanan). Ini adalah salah satu tanda cinta yang terlihat
secara nyata dalam amal perbuatan. Seorang pecinta biasanya tidak akan ragu
berkorban untuk kekasihnya. Waktu, tenaga, pikiran, dan harta serta seluruh apa
yang dimilikinya selalu siap dikorbankan kapanpun jika dia sanggup.
Seseorang
yang mencintai Allah Ta’ala pun akan selalu siap berkorban demi meraih cinta
dan keridhaan dari-Nya,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي
نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
(QS. Al-Baqarah, 2: 207)
Berkata
Ibnu Abbas, Anas, Said bin Musayyab dan beberapa sahabat yang lain bahwa ayat
di atas diturunkan berhubungan dengan peristiwa Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, yang
akan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah. Oleh
orang-orang Quraisy, ia dilarang berhijrah dengan membawa kekayaannya. Suhaib
tidak mengindahkan larangan orang-orang Quraisy itu bahkan dengan segala senang
hati dan penuh keikhlasan ia menyerahkan semua kekayaannya asal ia dibolehkan
berhijrah ke Madinah, maka turunlah ayat tersebut.[1]
Begitulah
selayaknya orang yang cinta kepada Allah Ta’ala. Ia harus berani mengorbankan
apa yang ada pada dirinya secara optimal. Dengan demikian mereka akan termasuk
ke dalam golongan yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala.
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ
وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا
بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka
membunuh atau terbunuh (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam
Taurat, Injil dan Alquran. Siapakah yang lebih menepati janjinya daripada
Allah. Sebab itu bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu,
dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah, 9: 111).
Kelima,
al-khauf (takut) dan Keenam, ar-raja’ (berharap). Seorang pecinta biasanya
merasa takut, cemas dan penuh harap terhadap apa yang dicintainya. Ia merasa
takut jangan-jangan cintanya tak berbalas atau ada kelakuannya yang tidak
disenangi oleh kekasihnya. Ia selalu berharap agar sang kekasih ridha dan
membalas cintanya, atau memaafkan segala kekurangan dan kesalahannya.
Dalam
konteks mahabbatullah (cinta kepada Allah Ta’ala), khauf artinya ketakutan dan kekhawatiran atas
siksa dan azab Allah Ta’ala akibat perbuatan dosanya. Penggunaan kata khauf
dalam al-Qur’an misalnya dijumpai dalam ayat berikut.
إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا
يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
“Sesungguhnya
kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu)
orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (QS. Al-Insaan,
76: 10)
Sedangkan
raja’ artinya adalah pengharapannya atas kemurahan, pengampunan dan kasih
sayang Allah Ta’ala. Penggunaan kata raja’ dalam Al-Qur’an disebutkan misalnya
dalam ayat berikut.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ
هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Al-Baqarah, 2: 218)
Khauf
dan Raja’ ini hendaknya tumbuh seimbang dalam diri seorang muslim. Jangan
sampai khauf menyebabkan manusia putus asa dari rahmat dan ampunan Allah
Ta’ala, dan jangan sampai raja’ menyebabkan manusia menganggap remeh ancaman
dan siksa-Nya,
لَوْ يَعْلَمُ اْلمُؤْمِنُ
مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الْعُقُوْبَةِ ، مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ ، وَلَوْ يَعْلَمُ
الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الرَّحْمَةِ ، مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ
“Seandainya
seorang mukmin mengetahui siksa yang ada di sisi Allah, maka dia tidak akan
berharap sedikitpun untuk masuk syurga. Dan seandainya orang kafir mengetahui
rahmat yang ada di sisi Allah, maka dia tidak akan berputus asa sedikitpun
untuk memasuki Syurga-Nya.” (HR. Muslim)
Ketujuh,
at-tha’ah (ketaatan). Seorang pecinta cenderung akan menuruti apa kehendak sang
kekasih. Dia akan berupaya memenuhi permintaan dan keinginan kekasihnya itu
dengan sungguh-sungguh.
Begitupun
orang yang mencintai Allah Ta’ala dituntut untuk mentaati seluruh kehendak dan
perintah-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”
(QS. Muhammad, 47: 33).
Semoga
‘alamatul mahabbah kepada Allah Ta’ala ini ada pada diri kita. Amin.
-------------------------------------
TANYA
JAWAB
T:
Tanya ustadz. Bagaimana kita mencintai Allah pada saat yang sama kita juga
takut kepada Allah? Jazakalllah khayr ustadz buat jawabannya
J:
salah
satu tanda cinta adalah adanya khauf (takut) dan Roja'(harap) kepada Allah, keduanya
berimbang kita takut Akan murka Allah dan berharap akan karunia dan
keridhoanNya, jadi ini adalah salah satu tanda cinta, semi cinta Kepada Allah
lewat takut dan harap kepadaNya.
T:
Lalu bagaimana tanda-tandanya Allah mencintai Hammba nya ustadz?
J:
bisa
jadi dengan banyak riski atau banyak ujian, ujian adalah salah satu bentuk
Allah menyayangi hambaNya
T:
Apakah dengan mendapat ujian itu tanda Allah sayang kita?
J:
bisa
jadi hanya perlu menjadi evaluasi buat kita apakah hal yang terjadi itu ujian,
istidraj atau azab. Nah ini yang perlu kita kenali, dan semua parameternya
kembali kepada kadar keimanan dan ketakwaan seseorang yang mengalami hal tersebut,
indikatornya diantaranya adalah parameter ibadah seseorang sebagai indikator
awal
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Kita tutup dengan
membacakan hamdalah..
Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Doa Kafaratul Majelis:
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah
melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Wassalamu'alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
================
Website: www.hambaAllah.net
FanPage: Kajian On line-Hamba Allah
FB: Kajian On Line - Hamba Allah
Twitter: @kajianonline_HA
IG: @hambaAllah_official
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT



0 komentar:
Post a Comment