Hari, tanggal : Selasa, 14 januari 2015
Narasumber : Ustadzah Anissa Pertiwi
Notulen/Admin : Kina
Narasumber : Ustadzah Anissa Pertiwi
Notulen/Admin : Kina
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh nanda nanda shalihat calon penghuni syurga
Tema kita kali ini adalah "Siapkah kita menikah?"
Ayo kita mulai dengan membaca basmallah
Memantapkan diri untuk
melangkah menuju pernikahan bukanlah keputusan yang bisa diambil dalam
waktu singkat. Banyak wanita salah mempersepsikan pesta pernikahan
(wedding) dengan pernikahan (marriage) itu sendiri. Padahal, dalam
pernikahan pasangan membuat komitmen jangka panjang yang mempunyai
berbagai macam konsekuensi dan menuntut pengorbanan yang tak sedikit.
Terasa
menakutkan? Wajar bila kita merasa kuatir. Apalagi berdasarkan data
dari Badan Urusan Peradilan Agama dan Mahkamah Agung, angka perceraian
di Indonesia meningkat 70 persen antara tahun 2005 hingga 2010 (Purnama
Putra, www.republika.co.id). Penyebab perceraian tersebut adalah ketidakharmonisan, tidak adanya tanggung jawab, dan masalah ekonomi.
Untuk bisa menghadapi konsekuensi yang timbul setelah menikah, diperlukan persiapan yang matang secara emosional dan finansial dari kedua pihak. Holman dan Bing (1997) mendefinisikan kesiapan pernikahan sebagai
’. . . a perceived ability of an individual to perform in marital roles, and see it as an aspect of the mate selection or relationship developmental process.’’
Sedangkan Dewi (2006) mendefinisikannya sebagai kesediaan individu untuk mempersiapkan diri membentuk ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang kekal yang diakui secara agama, hukum, dan masyarakat.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa kesiapan pernikahan adalah kesediaan atau kemauan individu untuk
menjalankan perannya di dalam pernikahan sebagai suami dan istri yang
sah secara agama, hukum, dan masyarakat.
Berikut adalah beberapa hal untuk diperhatikan dalam menjawab
pertanyaan, “apakah saya sudah siap untuk menikah?”
1. Kematangan Emosional
Kematangan
atau kedewasaan emosional bisa dilihat dari cara individu dalam
mengatasi dan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan dan krisis dalam
hidup. Seseorang juga dikatakan dewasa bila mampu membuat dan
mempertahankan hubungan personal. Di dalam pernikahan, diperlukan
kedewasaan yang lebih dari itu. Jadi, coba renungkan sejenak,
apakah kamu sudah mampu untuk tenang dalam menghadapi masalah dan tidak
tenggelam dalam amarah atau air mata? Bagaimana pengalamanmu dalam
menghadapi perubahan besar dalam hidup? Apakah kamu dapat dengan cepat
beradaptasi, atau justru defensif dan tak mau keluar dari zona nyaman?
Bagaimana pola pikirmu saat dilanda krisis? Apakah kamu dengan aktif
mencari solusi, atau merasa tertekan sendiri? Setelah menikah, pasangan
bisa menjadi potensi dari masalah selama 24 jam dalam sehari, lho.
2. Kematangan Sosial.
2. Kematangan Sosial.
Oke, kamu dan calon pasangan sudah matang
secara emosional. Selanjutnya apakah kalian sudah matang dalam aspek
sosial? Bisa diketahui dari dua kriteria sebagai berikut :
a) Proses perkenalan yang cukup
Seberapa
jauh kamu sudah mengenal pasangan? Banyak calon pasangan selalu
berusaha menampilkan sisi terbaiknya sehingga ketika menikah banyak
‘surprise’ seperti kebiasaan-kebiasaan kecil yang mengganggu dan
akhirnya menimbulkan masalah. Walaupun dapat diatasi, akan lebih baik
bila kamu mengetahuinya sebelum menikah.
b) Enough of single life
Sebagai
seorang dewasa muda, individu sudah merasakan mengeksplorasi potensi
diri, mempunyai pekerjaan, dan menentukan hidup sendiri. Baru kemudian
kamu dapat melangkah ke tahap berikutnya. Pastikan kamu sudah melakukan
semua hal yang tidak bisa kamu lakukan jika sudah memiliki pasangan,
seperti tenggelam dalam hobi, berlibur atau pulang larut karena pergi
bersama teman, dan lainnya.
3. Kesehatan Emosional
3. Kesehatan Emosional
Individu dikatakan sehat secara emosional
bila stabil, tidak cemas, dan merasa aman (secure). Ingat, saat sudah
menikah, kamu harus memikirkan pasangan selain dirimu sendiri.
4. Persiapan Peran
Kamu
harus mengetahui peran sosial sebagai seorang pasangan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Hal ini bisa dilihat dari
significant others (Bandura dalam Wortman, 2004) atau pencarian
informasi dari literatur/ konseling. Sudahkah kamu mengecek ke pasangan
mengenai harapan-harapan yang dimilikinya dalam kehidupan ber-rumah
tangga? Bisakah kamu memenuhinya? Jika belum, apa yang harus dilakukan
agar tercapai kompromi?
5. Kemampuan Komunikasi
We cannot
not communicate. Apa pun kebutuhanmu, kini akan dirasakan oleh suami
atau istrimu. Tapi tak semua orang dapat menangkap kebutuhan
pasangannya, dan tak semua orang dapat menjelaskan apa yang
dibutuhkannya. Jadi, daripada merajuk, apakah sekarang kamu sudah
memakai pola yang lebih komunikatif saat pasanganmu tidak mengerti apa
yang kamu inginkan?
6. Kemampuan Finansial
6. Kemampuan Finansial
Kemampuan finansial di sini tidak terbatas
dalam arti kemampuan pasangan untuk membeli rumah, mobil dan materi
lainnya. Kemampuan finansial juga berarti visi dalam mengelola bersama
pemasukan yang didapatkan tiap bulannya, kemampuan untuk menabung dan
menahan diri untuk tidak membeli barang yang tidak dibutuhkan, dan
kemampuan untuk mencari investasi masa depan. Untuk pasangan baru,
kemampuan finansial juga berarti kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dengan uang yang masih sangat terbatas tanpa sokongan dari
orangtua. Have you?
7. Kemampuan Memotivasi Pasangan
7. Kemampuan Memotivasi Pasangan
Duvall dan Miller (1985)
mengatakan bahwa pernikahan dapat disimbolkan oleh roller-coaster:
kadang kita berada di atas (bahagia), kadang kita berada di bawah
(menghadapi masalah). Karena masalah adalah hal yang sudah dapat
dipastikan kedatangannya, maka pasangan harus memiliki motivasi untuk
mempertahankan hubungan mereka, seperti apa pun situasinya. Jika
pasangan tidak dapat saling memotivasi untuk mempertahankan hubungan,
maka bukan tidak mungkin bahwa solusi pertama yang diambil saat menemui
hambatan adalah perceraian.
8. Kemampuan Menerima Tekanan dari Keluarga Pasangan
8. Kemampuan Menerima Tekanan dari Keluarga Pasangan
Walau tidak
bermaksud seperti itu, keluarga terkadang memburu-burukan suatu pasangan
dalam menjalankan hidupnya. Keluarga sering kali “menekan” pasangan
untuk cepat-cepat punya anak, membeli rumah, menguasai peran sebagai
suami/istri, dan lain-lain. Terkadang, dilema antara mementingkan
pasangan dan memenuhi “tekanan” keluarga dapat menjadi sumber
pertengkaran. Kamu dan pasangan sebaiknya mulai memupuk kemampuan untuk
“menolak” tekanan yang memang belum saatnya untuk dijalankan dan fokus
kepada prioritas kalian berdua. Sekali-sekali, sedikit berkompromi
dengan kemauan keluarga memang ada baiknya juga, tetapi pastikan kedua
pasangan sudah menyetujuinya.
Selesai sharing sharing dari saya Alhamdulillah
Selesai sharing sharing dari saya Alhamdulillah
Gimana? Udah pada siap menikah?
Yuk kalau pada mau sharing sharing dipersilahkan
Tanya jawab
1. Nanya donk. Apa saja yang harus kita ketahui atau tanyakan dari calon pasangan..baik tentang diri pasangan ataupun keluarganya??
Jawab
Jawab
Itu terserah mba sebenernya. Apa yang mau mba ketahui tentang pasangan dan keluarga. Hal-hal yg menurut mba sulit ditolerir saja.
2.
Ustadzah, nanya dong:
Saya berharap sekali Allah segera mempertemukan saya dengan jodoh terbaik.
Terlebih usia saat ini sudah 25 dan dengan rencana kehidupan ke depan yang
saya miliki, memang lebih baik ketika menyegerakan. Namun, sering kali
saya merasa takut. Takut salah pilih. Dan banyak sekali pertimbangan
saya.
Apakah saya terlalu pilih-pilih ya?
Jawab
Takut itu wajar. Tetapi gak boleh buat kita menghindar. Makanya kan kita dianjurkan musyawarah dan istikharah dalam memutuskan jodoh. Apa-apa yang dipilihkan Allah adalah yang terbaik
Takut itu wajar. Tetapi gak boleh buat kita menghindar. Makanya kan kita dianjurkan musyawarah dan istikharah dalam memutuskan jodoh. Apa-apa yang dipilihkan Allah adalah yang terbaik
3. Kedua orangtua saya sudah berpisah, dan dari kecil saya dirawat oleh ibu saya saja.
Apakah latar belakang broken home juga memberikan dampak psikologis pada sikap saya tersebut?
Jawab
Jawab
Bisa
jadi. Mungkin ada kekhawatiran rumah tangga mba seperti orang tua mba.
Tapi menurut saya itu justru bisa jadi proses pembelajaran yang luar biasa
banyak hikmahnya. Berusaha bagaimana agar kejadian tersebut tidak
terjadi dalam pernikahan mba.
> Jodoh memang harus diikhtiarkan. Dan setau saya, wanita boleh mengajukan diri. Namun, saya lebih memilih untuk menunggu "yang datang". Bagaimana pendapat ustazah terhadap sikap saya tersebut?
> Jodoh memang harus diikhtiarkan. Dan setau saya, wanita boleh mengajukan diri. Namun, saya lebih memilih untuk menunggu "yang datang". Bagaimana pendapat ustazah terhadap sikap saya tersebut?
Jawab
Enggak masalah kalau sabar menunggu dan merasa biasa biasa saja belum menikah diusia 25 tahun.
4. Ummi, menunda pernikahan karna mau fokus kuliah. Hukumnya apa mi? Menurut pandangan islam bagaimana?
Jawab
Jawab
Hukumnya?
Sebenernya kalau dirinya mampu menikah sambil kuliah ya gak apa. Tapi
kalau malah mengganggu, lebih baik tunda sampai selesai kuliahnya
5. Saya mau nanya? kalau belum ada yang cocok sampai sekarang apa itu tandanya pilih-pilih ya ustadzah?
Jawab
Jawab
Yang
tau diri mba sendiri
Tapi sih menurut saya, menentukan pasangan memang dilihat apakah
karakternya cocok atau tidak dengan kita. Tapi lebih baik
diistikharahkan. Karena apa yang baik menurut kita belum tentu baik
menurut Allah
6. Bolehkah mempelai dipaksa untuk menikah dengan (pria/wanita) pilihan orang tuanya? Sebagai seorang anak mi, bagaimana upaya
hukum dirinya dalam menghadapi paksaan tersebut?
Jawab
Jawab
Tidak boleh dipaksa dalam menikah.
Bicarakan bail baik dengan orangtua. Tanyakan apa alasan orangtua menjodohkan kita
7. Ustadzah mau tanya dong tanda-tanda dia merupakan jodoh kita apa ya?
Jawab
Jawab
Ketika kita merasa yakin untuk hidup bersamanya menuju Surga. Tentu setelah meminta petunjuk pada Allah
8. Mau tanya ustadzah perihal bagimana proses perkenalan yang sesuai dalam islam dan cara-caranya bagaimana?
Jawab
Jawab
Wah ini panjang. Hehe..
Pakai cara taaruf tanpa melanggar batas batas syariat
> Lo misalkan datang si sholeh melamar tapi kita ngerasa ga cocok dengan orannya, bolehkah kita tolak?
Jawab
Boleh. In sya Allah.
9. Ustazah, dalam taaruf bagaimana mengecek kejujuran/kesholehan calon suami ke depannya? Karena manusia sangat mudah berubah
Jawab
Kita ini manusia, gak akan pernah bisa tau apa yang terjadi kedepannya. Makanya
jalan satu-satunya adalah meminta petunjuk Allah. Istikharah. Sebab
jika dari Allah, apapun yg terjadi kedepannya, kita yakin itu yg terbaik
Penutup
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
Doa Kafaratul Majelis...
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
Semoga Bermanfaat
Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT
0 komentar:
Post a Comment