Home » , , » ZAKATNYA HATI DAN HUKUM MINTA DI RUQIYAH

ZAKATNYA HATI DAN HUKUM MINTA DI RUQIYAH

Posted by Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT on Monday, November 9, 2015

"Dan jiwa manusia punya kecintaan melihat pada gambar-gambar yang indah, sedangkan mata adalah utusan hati, ia mengutus utusannya untuk melihat apa yang ada di sana. Jika ia mengabarkan kejelitaan dan kecantikan pemandangan kepadanya, maka tergeraklah hati untuk rindu kepadanya, dan pada galibnya ia membuat letih dan payah utusannya"

Kitab Ighotsatul lahfan : Bab Zakatnya hati

Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah kebaikan, atau kesempurnaan sesuatu mknya d katakan zakasy syai'u

Hati perlu di zakati juga
Sesungguhnya hati mesti bergantung kepada sesuatu yang di cintainya, dan barangsiapa yang bukan Alloh semata sebagai yang dicintai tuhan dan yang disembahnya maka hatinya akan menyembah kepada selainnya.

Bait syairnya
CintaNya datang kepadaku sebelum aku mengenal cinta. Cinta itu lalu menyelinap kedalam hati yang kosong sehingga ia melekat kuat

Harus yang pertama Allah yaa, tapi kata-kata puitis begini banyak diplesetkan menjadi cinta ke kekasih.

Lalu yang dimaksud zakat hati? Zakat hati membersihkan hati dari segala kekotoran hati wallahu a'lam

Tanya
Pak ustadz dari masih kecil kita disuruh hafalkan lagu-lagu pahlawan salah satunya "padamu negeri jiwa raga kami" nah itu bagaimana ?
Jawab
Kalo lagu jiwa raga untuk negeri ya syrik bisa..
Karena Alloh berfirman
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’aam: 162-163).

Maksudnya kalo kita menghambakan ke negeri sepenuhnya ya syirik besar

MATERI TAMBAHAN
Apakah Meminta Diruqyah Akan Mencemari(Membatalkan) Sifat Tawakkal sehingga batal masuk surga tanpa hisab dan azab..

Biar ulama yg menjelaskan
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam حفظه الله berkata:
Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini menjadi dua pendapat:
Sebagian berpendapat bahwa meminta diruqyah itu mencemari (membatalkan) sifat tawakkal. Sebagian yang lain mengatakan bahwa meminta diruqyah itu tidaklah mencemari tawakkal dan tidak pula membatalkannya.

Al-‘Allamah Ibnul Qayyim رحمه الله berkata dalam kitabnya “Zaad Al-Ma’ad” (4/15): “Dalam hadits-hadits yang shahih ada perintah untuk berobat, dan tindakan berobat itu tidaklah menghilangkan sifat tawakkal, sebagaimana tawakkal itu tidaklah hilang ketika orang mengobati rasa lapar, dahaga, panas, dan dingin dengan segala hal yang bertentangan dengan hal-hal tadi. Bahkan tidak akan sempurna hakikat suatu tawakkal kecuali dengan menempuh langsung sebab-sebab yang diletakkan oleh Allah تعالى untuk mencapai suatu hasil yang dikejar secara teori ataupun syar’i.

Dan meninggalkan sebab-sebab itu justru akan mencemari tawakkal itu sendiri, sebagaimana hal itu mencemari perintah dan hikmah. Dan juga melemahkannya dari sisi orang yang meninggalkan sebab itu menyangka bahwa meninggalkan sebab itu akan lebih kuat dalam bertawakkal. Maka meninggalkan sebab karena merasa lemah itu akan menghilangkan tawakkal, yang mana hakikat tawakkal adalah: “Bersandarnya kalbu kepada Allah تعالى dalam meraih perkara-perkara yang bermanfaat untuk agama dan dunianya, serta menangkal perkara-perkara yang merugikan agama dan dunianya.” Maka harus ada bersandarnya kalbu dan menempuh langsung sebab-sebab yang diletakkan, kalau tidak jadilah dia meniadakan hikmah dan pensyari’atan. Maka seorang hamba tidak boleh menjadikan rasa lemahnya itu sebagai tawakkal dan tidak boleh menjadikan tawakkalnya itu sebagai bentuk kelemhan.”

Al-Hafizh (Ibnu Hajar) رحمه الله berkata dalam “Fath Al-Bary” (10/261): “Yang benar adalah bahwa orang yang percaya penuh kepada Allah تعالى dan merasa yakin bahwa ketetapan Allah تعالى itu yang berlaku, maka tidak akan mencemari tawakkalnya sikap dia menempuh suatu sebab, sebagai bentuk mengikuti sunnah Allah تعالى dan sunnah Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم. …. Beliau berkata kepada orang yang bertanya: “Apakah aku menambatkan ontaku atau membeirakannya?” Beliau berkata: “Tambatkan (ikatkan) dan betawakkallah.” Hal ini mengisyaratkan bahwa berusaha menjaga dengan sebab tersebut tidaklah menghilangkan tawakkal

Doa penutup majelis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ ٭

Artinya:
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

Wassalamualaikum wr.wb

--------------------------------------------------
Hari / Tanggal : Senin, 09 November 2015
Narasumber : Ustadz Abu Uwais
Tema : Kajian Islam
Notulen : Ana Trienta

Kajian Online Telegram Hamba اَﻟﻠﱣﻪ Ta'ala

Thanks for reading & sharing Kajian On Line Hamba اللَّهِ SWT

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Ketik Materi yang anda cari !!